Adalah bulan mati yang ke tujuh. Ia sedang berbicara tentang rembulan pada diri setiap orang.
. . .
Bila bulan Purnama mewakili pribadi yang tercerahkan, maka Tilem mewakili diri yang tergelapkan. Sebab ia tak lagi mampu memantulkan bayangan matahari, karena terhalang oleh bayang-bayang bumi.
. . .
Dan Tilem kapitu adalah tanda kegelapan batin oleh 7 bayang-bayang pencapaian duniawi. Dari langit, Roh Sang Lubdakha mengajak kita bertanya pada diri;
. . .
"Apakah Guna kepintaran oleh pengetahuan telah menggelapkan batinmu?
Memunculkan tanda-tanda kegelapan: jumawa, keangkuhan, merasa paling pintar?"
. . .
"Apakah Dana (kekayaan duniawi) telah menghadirkan kegelapan; sombong, pelit, atau lainnya?"
. . .
"Apakah Kulina (keturunan, kebangsawanan) telah menggelapkan pribadimu; tinggi hati, merasa lebih kuasa, merasa lebih terhormat atau lainnya?"
. . .
"Apakah Surupa (rupawan) juga telah menjadikanmu pribadi yang merasa paling menarik, paling cantik, paling terhormat atau lainnya."
. . .
"Apakah sifat-sifat Yowana (keremajaan) telah menjadikanmu pribadimu gelap; suka berkelahi, merasa paling kuat, atau lainnya?"
. . .
"Apakah Sura (minuman keras) telah sampai menutupi kesadaranmu, hingga tidak lagi ingat pada baik-buruk, benar-salah, melupakan kewajiban hidup atau lainnya?"
. . .
"Apakah dorongan sifat Kasuran (keberanian) telah membuatmu menjadi pribadi yang membabi buta, hingga keberanian itu justeru merugikan kehidupan?"
. . .
Tiba-tiba tujuh pertanyaan itu menyekat lidah dan membuat kepala ini tertunduk malu.
Kenapa warna/kata "Hijau" menjadi sangat penting dalam menganalisa sejarah bangsa Sundaland (Nusantara / Indonesia)?
1. Di Aceh terkenal dg kisah Putri Hijau & Meriam Puntung
Padang dikenal dg Laskar Hijau,
Jawa Nyai Roro Kidul tak suka dg yg berpakaian "Hijau", lalu ada Raksasa Hijau / Buto Ijo pemangsa manusia,
Jawa Barat dikenal jg sebutan Buta Hejo & peribahasa "Hejo Tihang" & lolondokan.
Kisah "Putri Hijau & Meriam Puntung" yg menjadi mitos masyarakat Sumatra Utara (Melayu/Deli/Medan) pd prinsipnya adalah kode yg dibuat o/ para leluhur bangsa setelah jatuhnya Kedatukan Aceh & Kedatukan Deli menjadi "kesultanan" akibat serangan dari negara yg berbendera "Hijau".
1. Relief Karmawibanga 160 panel, tersimpan di lt. terdasar Candi Borobudur yg tertutup talud pengaman, ada 4 panil relief terbuka, berada di sudut tenggara. Rangkaian relief Karmawibanga mengisahkan perihal hukum sebab-akibat perbuatan dlm kehidupan manusia & bersifat universal.
Ha-Na-Ca-Ra-Ka: Hananing cipta rasa karsa.
Da-Ta-Sa-Wa-La: Datan salah wahyaning lampah.
Pa-Dha-Ja-Ya-Nya: Padhang jagate yen nyumurupana.
Ma-Ga-Ba-Tha-Nga: gambaraning Bhatara katon.
artinya: . . .
“Adanya cipta, rasa & karsa tidaklah salah dari kelahiran perjalanan hidup, dunia tenang, kembali kita memahami tentang gambaran Hyang Tunggal yg tampak”
Bait tsb merupakan Pangaweruh Wikanan Kajaten yg membabar perangkat dalam diri manusia berupa cipta, rasa & karsa (kehendak).
Dgn mngenali daya kerja cipta, melalui olah rasa, kita bs mngarahkan kehendak bebas kita dgn benar & tak tersesat. Perangkat itu pula sejatinya yg akan mngarahkan diri kita pd sikap sadar dlm laku “nrimo”, shg kita tak menyalahkan karma & kelahiran atas segala hal yg kita hadapi.