Dlm mengabdi kepada Allah Swt, seyogianya dua spirit trsebut melekat beriring pd diri kita. Tdk pas untuk hanya memiliki salah satunya
Sederhanya: rasa takut kpd Allah Swt akan menghadirkan ketundukan dan rasa harap kepadaNya jg akan menghadirkan ketundukan. Keduanya memiliki arah yg sama, bersifat saling melengkapi.
Raja' bagaikan gas dan khauf bagai rem.
Allah Maha Pengampun, Penolong, jgn berputus asa dr pertolonganNya, dan sejenisnya mrpakan ruang raja' bg manusia.
AmpunanNya lbh luas dr langit dan bumi, betakwalah kdpdNya semampunya, dst, contoh² raja' lainnya.
Ungkapan² ttg azabNya sgt pedih, bertakwalah kpd Allah haqqa tuqatih, dst, mrpkan wilayah khauf. Dst.
Adanya khauf di hati akan ngerem diri dr membiarkan diri terseret perbuatan² yg tdk baik, ataupun syuhbat, krn itu dipandang bertentangan dgn Allah Swt dan ada balasannya.
Adanya raja' di hati akan mendorong diri optimis atas karunia² Allah msl ngampuni dosa² masa lalu serta...
...akan beranjaknya diri ke derajat yg lbh baik lagi dgn keluasaan karuniaNya dan maghfirahNya. Jd raja' akan menolong diri dr putus asa, skeptis, pesimis, dan minder. Allah Maha Kuasa, seberapa pun dosa di masa lalu, Dia Set sgt bs ngampuni dan nolong diri....
Dgn bekal dua spirit itu, kita takkan ngentengin agama ini pd tempatnya, msl ngentengin shalat sunnah dst atas nama luasnya karunia dan ampunanNya, ttpi jg tdk kaku saklek paranoid dlm beragama, msl klo dgr adzan tamu² kudu pergi semua. Sealu ada nuasa arif dlm hidmah beragamanya
Tentulah hati masing²lah yg tahu porsi dan kedudukan hakikinya, sbb ini perkara hati. Yg penting jgn merasa bisa ngakal-ngakali Kemahatahuan Allah Swt pd isi hati ini. Allah mutlak tahu kita sebenarnya sdg raja' atau nyepelein dan sdg khauf atau menyulit²kan agama ini.
Last, secara tasawuf, Syekh Abdul Qadir al-Jailani qaddasahuLlah menuturkan khauf dan raja' dgn sgt elok:
"KHAUF dr tdk dinaikkanNya diri ke derajat lbh tinggi atau dijatuhkanNya diri ke derajat lebih rendah; RAJA' dr dinaikkanNya diri ke derajat lbh tinggi atau....
...tidak dijatuhkanNya diri ke derajat lebih rendah."
Raja' dan khauf lebur, manunggal, dlm diri kita, dengan arah tujuan yg sama itu.
Semoga kita diperjalankanNya demikian..amin.
Wallahu a'lam bish shawab.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Al-Hujurat ayat 3 merupakan "jalan tol" untuk mendpatkan karunia hati yg takwa langsung dr sisi Allah Swt. Bagai ilmu wiratsah, diwariskan, atau hilmun, dzauq/rohani. Jk hati tlh dicetak takwa langsung olehNya, betapa enak dan mulusnya ia.
Ada syaratnya:
"merendahkan/merundukkan suaranya di hadapan Kanjeng Rasul Saw".
Dl, asbab nuzul ayat ini terkait sahabat Tsabit bin Qais. Kini, buat kita, cara "merendahkan suara" ilustrasikan dgn "jatuh cinta".
Kpd orang yg kau cintai, pastilah kau akan mendengarkannya, menerimanya, merelakan, mengutamakan, memghormatinya. Bahkan jikapun ada hal² padanya yg "kurang ayem" di hatimu.
Tdk pantas kau bilang cinta tp menyangkal dan menolaknya.
Sing ngomel-ngomeli eiger kae sebagian besare tak bedek kurang lebihe sealiran karo cah² pegiat rushmoney dgn status saldo rugi dipotong admin bulanan bank 😁
Aku wes ngalami bolak-balik, jamake nek wong iyig ki "nol".
Di semarang, seorang anak muda dgn menggebu² bicara pdaku ttg literasi, pemberdayaan kampung², dst. Aku diem nyimak aja. Dia llu tanya "divapress di semarang mana, ya, pak?"
Sktika aku lemes. 😢
Di surabya, moderator bgt atraktif bicara panjaaanggg ttg buku, membaca, literasi, smpe bagai narasumber.
Lalu dia berkata:
"Dan Divapress sbg sebuah media online yg bs anda baca di google...."
Teks trsbt akan dikatakan dan dipahami dlm maksud trsebut.
Tidak pantas lalu dipahami sbg "ayo mandi" ataupun "jangan mandi". Yg pertama dan kedua sama² pemahaman/penyimpulan yg melampaui batas. Jadinya meleset....
Bhw lalu ada yg menakwil "makan secukupnya" dan "makan semua sajian di meja", ya silakan aja. Ini bagian dr lingkup makna teks awal tdi.
Ada yg nakwil "makan dan minum dan lehaleha", ya bisa diterima sbg lingkup pemahaman teks awal tadi.
Tp tk pantas lalu ditakwil "jangan makan" atau "makan, minum, nginep, minta uang saku".
Dsb.
Pada dasarnya, takwil² bisa diterima sbg bag dr lingkup pemahaman atas teks dgn basis logika dan rasa kepantasan. Ilmu dan roso. Nalar rasional dan nalar rohani. Burhani dan 'irfani.
Sayyidina Umar bin Khattab usul kpd Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq supaya pejabat² yg berislam sblm Fathu Mekkah diberi 'gaji' lbh dibanding pejabat² yg berislam psca Fathu Mekkah sbg penghargaan atas perjuangan mereka dl. Jg berdasar surat al-Hadid 10.
Kokoh sekali usul beliau.
Namun Khalifah tk setuju, ttp memberlakukan gaji setara, dgn dasar apresiasi adil kpd semuanya.
Sayyidina Umar nerima saja atas putusan itu. Kelak, saat menjabat khalifah, beliau menerapkan kebijakan baru yg sesuai usulannya dl itu.
Santuy, ya. Keren dlm ikhtilaf.😍
Msh di era kekhalifahan Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar usul agar separuh harta Mu'adz bin Jabal diambil buat baitul mal. Jd harta Mu'adz banyak betul.
Khalifah Abu Bakar tk setuju krn memandang harta Mu'adz adlah harta yg sah walau banyak banget.
"Dan orang² yg mau menerima (mesti prosese mencari) hidayah, maka Allah Swt tambahkan hidayah pada mereka dan Allah Swt datangkan/membalas pd mereka ketakwaan mereka."
Menurut para mufassir, di anraranya Prof. Wahbah Zuhaili dan Prof. Quraish Shihab, ayat trsbt bagai kewajiban bg manusia tuk ikhtiar keras ngiman, ngibadah, tegese ngamal saleh.
Umar bin Abdul Aziz secara khusus mengomentari ayat ini dgn mengatakan: "Penyebab tidak bertambahnya hidayah ialah tdk diamalkannya pengetahuan² yg tkh dikaruniakan, sehingga tak bertambah pula ketakwaannya."
Ketrangan dr Abdullah bin Mas'ud, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, jg ada