Pemerintah minta dikritik, tapi ancaman kriminalisasi UU ITE masih di depan mata. Meski Presiden @jokowi sudah meminta @DPR_RI merevisi sejumlah pasal karet dan @DivHumas_Polri membuat aturan penafsiran #UUITE, ini tidak boleh jadi jargon belaka.
Pada 15 Februari 2021, Jokowi minta polisi lebih selektif menangani kasus UU ITE.
Faktanya, UU ITE sudah tujuh kali digugat ke Mahkamah Konstitusi!
Pasal 27 (3) yang mengatur pencemaran nama baik adalah pasal yang paling banyak digugat, tapi gugatan belum pernah berhasil.
Apa masalah di UU ITE?
Ada setidaknya tiga pasal bermasalah dalam UU ITE yang paling banyak digunakan sebagai dasar pelaporan untuk mengkriminalisasi kebebasan berekspresi.
Pertama, pasal 27 (3) tentang pencemaran nama baik.
Pasal ini bisa sangat subjektif tafsirannya. Ketentuan 'penghinaan dan/atau pencemaran nama baik' bisa menimbulkan penafsiran bermacam-macam karena tidak ada ukuran objektif yang dimaksud secara jelas.
Kedua, pasal 28 (2) tentang ujaran kebencian dan SARA.
Tidak ada batasan jelas tentang SARA dan tindakan apa saja yang dianggap menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan. Karenanya, pasal ini juga berpotensi merepresi minoritas agama.
Kedua pasal karet tersebut juga rentan disalahgunakan dan dimanfaatkan oleh siapa saja yang merasa tidak suka dengan pernyataan orang lain.
Ketiga, pasal 27 (1) tentang penyebaran informasi elektronik yang melanggar kesusilaan.
Ketentuan 'muatan yang melanggar kesusilaan' ini tidak punya batasan yang jelas terkait pengaduan kesusilaan sehingga bisa memukul rata setiap aduan menggunakan pasal ini.
Pasal ini juga malah berpotensi mengkriminalisasi korban kekerasan seksual seperti kasus Baiq Nuril, yang menyebarkan bukti rekaman audio pelecehan seksual terhadap dirinya.
Jika tidak direvisi, korban kekerasan seksual rentan dikriminalisasi menggunakan pasal ini.
Walau banyak jurnalis, akademisi, aktivis, mahasiswa, dan pembela HAM yang mengkritik pemerintah atau mengangkat isu-isu yang dianggap sensitif oleh pemerintah seperti pelanggaran HAM di Papua dikriminalisasi dengan UU ITE, siapapun bisa kena.
Veronica Koman, yang mendokumentasikan pelanggaran HAM di Papua, dikriminalisasi dengan pasal berlapis, termasuk UU ITE.
Aktivis Muhammad Sandi jadi tersangka pencemaran nama baik karena mengadvokasi kerusakan lingkungan yang menimpa ratusan warga di Ketapang, Kalimantan Barat.
Delapan anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ditangkap dengan dugaan melanggar UU ITE karena mengkritik pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Nyatanya, meski dikritik, UU Omnibus Law tetap disahkan.
Wisni Yetti, seorang ibu rumah tangga, melaporkan KDRT oleh mantan suaminya, Hasta Etika. Hasta melaporkan balik Wisni menggunakan pasal 27 ayat 1 UU ITE tentang penyebaran informasi yang melanggar kesusilaan.
Pada 2020, setidaknya ada 119 kasus dengan 141 orang dilaporkan karena dianggap melanggar UU ITE, jumlah terbanyak dalam 6 tahun terakhir.
Pelapor terbanyak berasal dari pejabat negara (kepala daerah, kepala instansi/departemen, menteri, aparat keamanan).
Terlapor terbanyak adalah kelompok aktivis, pelajar dan mahasiswa, guru dan dosen, dan jurnalis.
Pemerintah harus: 1. Pastikan pasal-pasal dalam UU ITE tidak lagi digunakan untuk mengkriminalisasi kebebasan berekspresi di luar batasan yang diizinkan sesuai hukum dan standar HAM internasional.
2. Pastikan UU ITE tidak disalahgunakan oleh pihak berwenang untuk mengkriminalisasi kebebasan berekspresi dan berpendapat, berhati nurani, beragama dan berkepercayaan.
3. Cabut ketentuan pidana pencemaran nama baik yang terkandung dalam UU ITE, dan memastikan setiap laporan pencemaran nama baik ditangani secara perdata.
Jangan biarkan ada korban kriminalisasi kebebasan berekspresi lagi.
Bantu desak keadilan bersama di bit.ly/AmnestySignUp.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Presiden Joko Widodo membuka peluang dihapusnya pasal-pasal karet dalam UU ITE. Presiden meminta Polri lebih berhati-hati dalam menerapkan UU ITE, dan meminta Kapolri merumuskan aturan penafsiran UU ITE agar tidak mengancam rasa keadilan di masyarakat.
Tapi, pernyataan tersebut harus dibuktikan dengan aksi nyata. Sepanjang 2020, Amnesty International mencatat ada setidaknya 119 kasus akibat pasal karet UU ITE. Jika pemerintah dan DPR tidak berkomitmen lindungi kemerdekaan berpendapat, korban kriminalisasi bisa semakin banyak!
Menurut laporan media lokal, pada tanggal 15 Februari, aparat TNI melakukan penyisiran di sekitar Kampung Mamba, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya untuk mencari pelaku penembakan anggota TNI yang terjadi pada pagi harinya.
Malam harinya, menurut @jubidotcom dan @SuaraPapua , terjadi konfrontasi yang berujung tewasnya Janius Bagau, Justinus Bagau, dan Soni Bagau.
Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III (Kapen Kogabwilhan III) Kolonel CZI IGN Suriastawa mengatakan, ketiga pemuda tersebut adalah anggota kelompok bersenjata yang berusaha merampas senjata aparat sehingga aparat menembak ketiganya hingga tewas.
Telah meninggal dunia Ibu Martini, ibunda dari Sigit Prasetyo (mahasiswa YAI korban Semanggi I) pada hari ini Rabu, 10 Februari 2021 sekitar pukul 13.42 WIB.
Mari panjatkan doa terbaik untuk almarhumah. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kekuatan.
22 tahun yang lalu, seorang mahasiswa YAI bernama Sigit Prasetyo dibunuh oleh aparat keamanan Indonesia dalam insiden yang dikenal sebagai Tragedi Semanggi I.
Saat itu, Sigit bersama ribuan mahasiswa lainnya sedang berunjuk rasa menentang Sidang Istimewa MPR yang ingin mempercepat proses pemilu pasca Soeharto lengser.
Pada 30 Desember 2020, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan RI Mahfud MD mengumumkan bahwa pemerintah telah menerbitkan surat keputusan bersama tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI. amnesty.id/pelarangan-keg…
Isi Anggaran Dasar FPI dianggap bertentangan dengan Pasal 2 UU Ormas dan ratusan pengurus dan anggota FPI terlibat tindakan pidana.
Keputusan ini berpotensi mendiskriminasi dan melanggar hak berserikat dan berekspresi, sehingga semakin menggerus kebebasan sipil di Indonesia.
Ini bisa terjadi karena Perppu No. 2/2017 diterima DPR RI sebagai Undang-Undang baru. Tapi keputusan ini disesalkan karena secara signifikan memangkas prosedur hukum acara pelarangan maupun pembubaran ormas, dengan menghapus mekanisme teguran dan pemeriksaan pengadilan.
Bukti-bukti Kekerasan Polisi selama Aksi Menolak Omnibus Law
Kami memverifikasi 51 video kekerasan oleh polisi selama aksi protes 6-15 Oktober 2020.
A THREAD amnesty.id/usut-bukti-buk…
Setidaknya 402 orang menjadi korban kekerasan di 15 provinsi, termasuk mahasiswa, pelajar, buruh, hingga jurnalis. 301 dari mereka ditahan kemudian dibebaskan.
6.658 orang di 21 provinsi ditangkap saat aksi.
Terjadi 4 penggunaan kekerasan berlebihan yang tidak sah oleh polisi: 1. Pemukulan dan penggunaan tongkat yang melanggar hukum
Dalam video yang berlokasi di Pontianak, Kalimantan Barat dan Yogyakarta yang telah kami verifikasi, beberapa anggota polisi memukuli pengunjuk rasa.
[BREAKING] Bekerja sama dengan Crisis Evidence Lab dan Digital Verification Corps Amnesty International, kami memverifikasi 51 video yang menggambarkan 43 insiden kekerasan terpisah oleh polisi Indonesia selama aksi protes Omnibus Law 6 Oktober-10 November 2020.