Ketika musuh terlalu besar dan kuat, akal kita gunakan. Bukan konfrontasi secara langsung kita pilih. Lincah dan gesit gerakan tubuh kita yang lebih kecil kita gunakan.
📷Firnadi
Pukulan tangan kecil kita memang tak akan langsung membuat lawan jatuh. Dia terlalu kuat dan perkasa. Sangat mungkin, diperlukan lebih dari 20 atau bahkan 50 kali lawan harus terpukul dan itu pun harus pada tempat vital.
Dan itu pun dengan syarat jangan sampai kita sempat terpukul terlebih dahulu.
Itulah gambaran tentang Jokowi. Dia hadir di tengah sekelompok orang dengan kekuatan super dan dilindungi benteng pertahanan yang perkasa.
Bukan hanya benteng pertahanan hebat mereka miliki, bahkan pasukan super licik pun mereka sudah siapkan. Mereka bersembunyi dalam baju agama dan memaksa kita menjadi tak nyaman mencelanya.
Almarhum Gus Dur Presiden baik yang dalam banyak hal hampir mirip karakter dengan Jokowi terutama ketika keberpihakannya pada rakyat kecil menjadi ukuran. Beliau pernah mencicipi ganasnya musuh itu dan beliau tak bertahan panjang.
Beliau sudah harus keluar arena jauh sebelum musuh itu sempat terpukul.
Beliau langsung menantang dalam saling berhadapan. Frontal caranya melawan membuatnya terhempas keluar.
Jokowi beruntung punya contoh pengalaman pada diri Gus Dur. Jokowi pun bisa belajar atas contoh kasus dari peristiwa itu.
Bukan langsung pada pusat pertahanan dia serang, memutar bahkan pada jauh pinggir lapangan dia gunakan sebagai titik tumpu serangannya.
📷fragilefanou
Benar adanya sangat sulit baginya mendapat tumpuan bagus dalam melakukan pukulan dan apalagi mampu membuat mereka limbung atas serangan jarak jauh itu, namun membuat sedikit demi sedikit goyah dan kemudian berjarak dari fondasinya, itulah yang sedang dikerjakannya.
Target awalnya adalah membuat tembok kuat dan tebal itu secara perlahan tak lagi bertulang sebagai pengikat. Batu bata sebagai struktur tebal benteng itu dilepas perlahan satu demi satu.
📷SaatchiArt
Enam tahun sudah cara seperti itu dia lakukan dengan tekun. Kini lubang-lubang kecil mulai tampak rata di sekuruh permukaan benteng tersebut. Dari jauh, benar terlihat masih kokoh dan kuat.
Namun tidak demikian sebagai struktur di dalamnya. Dia hanya menunggu runtuh. Sangat mungkin, bahkan dia akan runtuh karena bebannya sendiri.
"Presiden punya tentara, punya polisi, apa sih yang ditakuti?"
📷Tommy ingberg
Sejak peristiwa 911 cara Amerika berbicara berubah. Bukan diplomasi dan embargo seperti kebiasaan selama ini, di beberapa tempat tentaranya langsung turun dengan bahasa senjata. Afghanistan dan Irak langsung merasakan akibatnya.
Radikalisme agama dijadikan musuh sekaligus partner. Radikalisme agama dijadikan alasan bagi intervensi sekaligus infiltrasi pada banyak kesempatan. Radikalisme agama langsung mendapat moment. Al Qaeda dan Isis adalah buktinya.
Hanya butuh waktu tak lebih dari 10 tahun kawasan Arab dan Afrika bergejolak. Desember 2011 Arab Spring dengan Tunisia sebagai pembuka pesta dimulai. Sejak saat itu, radikalisme seolah adalah keseharian bagi telinga kita.
Sepuluh tahun sudah sejak Arab Spring, banyak negara dibuat sibuk dengan akibat radikalisme agama secara global tersebut.
Demikian pula dengan Indonesia. Dimulai sejak era reformasi, kekuatan kaum radikal secara perlahan menyusup.
Memanfaatkan momen demokrasi yang terbuka akibat runtuhnya rezim militer Orde Baru, mereka masuk. Mereka menetap dan tumbuh subur. Mereka menyusup bukan hanya pada ruang msyarakat. Pada institusi TNI, Polri hingga Departemen milik negara pun bukan cerita mengada ada.
Kita TERPAPAR.
Ketika Jokowi dilantik menjadi Presiden pada 2014, bukan hanya mereka telah beranak pinak, menjadi alat bagi kepentingan politik banyak pihak adalah realitas kita bersama. Kita bukan hanya menerima mereka, kita memanfaatkan mereka demi kepentingan.
Mereka sebagai fenomena global pun menjadi sangat kuat. Di mana pun mereka berada. Tak ada 1 negara pun di dunia bebas dari akibat ini.
Bersih-bersih menjadi hal sulit bagi banyak negara termasuk kita.
Tidak bagi Kerajaan Arab Saudi. Pangeran putra mahkota Arab Saudi pemegang kekuasaan defacto di KAS, terlihat mudah melakukan hal itu.
Sadar bahwa minyak tak mungkin lagi menjadi satu-satunya tumpuan harapan bagi masa depan kerajaannya, pilihan pada bisnis pariwisata dipilihnya.
Mungkinkah pariwisata yang sedang digalakkannya itu dapat berjalan bila radikalisme memiliki tempat di sana? Untuk itulah sang pangeran bersih-bersih. Pangeran dengan kekuasaan absolutnya dengan mudah hajar sana hajar sini.
Dia punya kemewahan posisi untuk dapat melakukan hal tersebut
Demikian pula dengan Malaysia tetangga terdekat kita. Pemerintah Malaysia juga punya kemampuan langsung pukul siapa pun tampak radikal pada setiap warga negaranya.
Malaysia sudah mengesahkan undang-undang anti-terorisme, Sejak 2015. Dalam UU tersebut, tersangka teroris bisa ditahan selama 59 hari oleh polisi. Sementara tersangka teroris itu juga bisa ditahan selama 2 tahun. Bahkan bisa diperpanjang tanpa batas waktu.
Tetangga dekat kita yang lain yakni Singapore dan Filipina. Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat Filipina juga sudah meloloskan RUU Antiterorisme. RUU tahun 2018 yang sudah dijadikan UU itu menggantikan Human Security Act 2007.
Sama dengan Malaysia, aturan baru ini memungkinkan pihak berwenang menangkap tersangka tanpa surat perintah resmi dan menahan mereka tanpa tuduhan untuk jangka waktu tertentu, dan menyadap mereka hingga 90 hari lamanya.
Internal Security Act (ISA) juga dimiliki Singapore. Hal sama juga tertulis dalam ISA Singapura yang menyatakan memberikan kekuasaan aparat hukum untuk menangkap dan menahan terduga pelaku kejahatan tanpa batas waktu penahanan.
Kebebasan itu juga disertai dengan penangkapan tanpa tuntutan dan koreksi hukum.
Dan mereka terlihat nyaman tanpa gejolak berarti ketika melakukan bersih-bersih.
"Bagaimana dengan Indonesia?"
Sama dengan Malaysia, Singapore dan Filipina kita pun punya UU seperti itu. UU No 5 tahun 2018 tentang perubahan UU No 15 tahun 2003 tentang perubahan UU No 1 tahun 2002 tentang pemberantadan tindak terorisme. TNI dengan OMSP nya dilibatkan.
Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Operasi Militer Selain Perang.
Lihat faktor kesamaannya. Semua direvisi dan disahkan pada tahun yang sama yakni pada tahun 2018. Adakah hal sama atas rasa kemendesakan yang sama pula?
Berbeda dengan Arab, Malaysia, Singapore dan Filipina, ketika aparat menangkap terduga terorisme karena sikap radikal mereka, rakyat di negara-negara tersebut bertepuk tangan. Di tempat kita, pemerintah justru di demo dengan turunnya pasukan tak tahu malu.
Pemerintah dianggap berlaku sewenang - wenang pada kelompok tertentu.
Untuk itulah maka Jokowi harus rela menyisir dari pinggiran lapangan. Menyerang langsung pada pusat kekuatan hanya akan mendapat perlawanan dan menghasilkan demo tak berkesudahan.
Dan itu sudah dialaminya. Dan itu, meski UU membenarkannya, tidak serta merta diambinya sebagai pilihan.
Untuk itulah Jokowi harus rela dan sabar dengan harus menyicil pukulan hingga 20-50 pukulan bukan sekali pukul.
Pasukan yang selalu mereka jadikan tameng itu kemarin telah dibubarkan. Hatei, efpei dan semua unsur dibaliknya sebagai pasukan tak tahu malu dan selalu tampil di depan sudah dibuat impoten.
Rekening sebagai rujukan kemana benang merah dapat terlihat nyata pada mereka yang berada di belakang semua ini telah dan sedang terus diburu. Rekening telah diblokir dan PPATK sudah memberi rekomendasi pada penyidik.
Apakah benang merah didapat dan lantas Presiden langsung berani dan merasa sudah kuat, ternyata tidak juga. Presiden masih ingin merasa yakin ini tak menghasilkan riak dan buih yang berlebihan.
"Trus kapan selesainya?? Lemah!!"
Peraturan Presiden (Perpres) No. 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yg Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2021 telah ditetapkan pada 6 Januari & langsung diundangkan pada keesokan harinya yakni 7 Januari 2021.
Tujuan Perpres ini adalah mempersempit ruang gerak ekstremisme dan radikalisme di.negara kita, Indonesia.
Inilah pukulan-pukulan kecil dan ringan namun tepat pada sasaran yang membahayakan yang Presiden lakukan meski harus butuh 20-50 kali demi lemah mereka.
Ini juga tentang makna melepas ikatan dan batu bata sedikit demi sedikit atas benteng kokoh dan kuat yang mereka miliki.
Terlihat dan terasa lama hingga rasa bosan dan sangsi kita pada Presiden sempat menjadi cerita dalam marah.
Namun, bukankah itu lebih baik dibanding kerusuhan sebagai gelombang dibanding hanya dalam bentuk riak dan buih?
Dan luar biasanya, pada pukulan terakhir sebagai tanda mereka akan KO, pukulan itu diberikan dan diserahkan Presiden kepada rakyatnya.
Presiden tak ingin dilihat sebagai pihak paling hebat dan berjasa tapi rakyat. Presiden ingin rakyatnyalah yang memenangkan pertempuran ini.
Perpres No 7 Tahun 2021 itu adalah cara Presiden mengajak semua pihak terlibat dalam menanggulangi bibit pemikiran radikal.
Bukan hanya pihak kepolisian atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terlibat, masyarakat turut dilibatkan.
Kenapa? Kelompok ekstremisme dan radikal yang merupakan bibit dari teroris itu faktanya sudah menyusup ke hampir semua lini. Mulai dari ASN, TNI, Polri, guru, ormas, tokoh agama, dan lain-lain. Di sana, jejak makin jelas siapa dibalik semua ini makin menampakkan titik terangnya.
Sudah telalu lama kita terkepung dari segala penjuru. Saat tepat bagi kita berbalik mengepung mereka. Laporkan segala bentuk radikalisme yang terjadi di sekitar kita.
TUGAS KITALAH MELAPORKAN siapapun yang terindikasi radikal disekitar kita. Penyidik kepolisian, BNPT dan PPATK sejak sekarang sudah diberi tugas menyisir siapapun pejabat di Kepolian , militer, ASN hingga guru bahkan pejabat politik yang terindikasi radikal.
Perpresnya sudah ada, tak akan lagi bisa mereka bersembunyi disana.
Entah akan dihitung sebagai pukulan keberapa, yang jelas, tak lama setelah efpei pasukan tak tahu malu dan namun paling perkasa yang mereka miliki dibubarkan, Perpres ini langsung diundangkan.
Pukulan berikutnya, Kapolri baru juga langsung diangkat.
Adakah nilai strategis cara bergerak Presiden masih tak terlihat?
Ga sangka, Presiden cungkring ini selalu punya cara tak mudah ditebak.👍👍
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Bencana di satu sisi, anugerah pada sisi yang lain, itu realitas yang selalu muncul. Demikian pula dengan Jakarta sebagai ibu kota yang selalu banjir pada setiap musim hujan, bisa juga dilihat dari sisi pandang itu.
Banyak orang pintar berpendapat, teknologi seharusnya dapat berperan mengatasi hal tersebut. Apalagi bila dana ada. Tak ada alasan itu tak bisa.
Seharusnya, ya..!!
Namun bagaimana bila banjir justru dimaknai sebagai proyek?
Bukankah memang ada budget atas dana bencana alam? Dan jumlahnya tidak kecil?
Jangan berpikir ini untuk mereka yang menjadi korban. Ini tentang proyek yang mau ga mau harus hadir dan mereka yang dapat rejeki karena terlibat mengurus proyek tersebut.
Aspek seksualitas secara biologis, ditentukan oleh bagaimana peran gender yang dibangun masyarakat. Ya.., masyarakat memang sangat menetukan bagaimana peran gender berjalan.
Adakah kesepakatan yang sudah baku, yang sudah tak lagi kita ungkit meski itu terlihat tidak adil?
Banyak..! Coba deh jujur. Lepas semua paradigma yang sudah tertanam dalam diri kita.
Lepas semua pemahaman agama, budaya, dan jadilah manusia sederhana yang bebas dari intervensi apapun. Dan..,munculkan satu pertanyaan saja. Contoh,
Punyakah kita kemewahan dapat memilih diliahirkan sebagai laki-laki?
Percaya atau tidak pertanyaan seperti ini adalah beban tersendiri bagi sebagian anak muda perantauan ketika mudik lebaran.
Apalagi gaya dan asesoris yang melekat sudah bercerita bahwa dia adalah bagian dari orang yang sukses.
Ukurannya sederhana saja, mobil contohmya, atau gaya berbusana & wangi parfum yang tercium. Padahal dia baru sampai dibawah pohon nangka, sepuluh meter jarak dari pintu rumah mak bapak.
Harumnya....
Kita dianggap sukses dgn materi itu, tapi blm komplit bila belum menikah.
Seringkali menikah bukan urusan saya pribadi, namun bagian dari nilai melekat sebuah tolok ukur.
Sadar gak sadar, kita telah dan sedang tinggal dalam sebuah masyarakat yang terlalu sibuk dengan intervensi atas kehidupan pribadi.
Paijo, punya lahan 200 ha dan ditanam singkong. Nilai aset tanah Paijo ditaksir oleh Bank sebesar 3 triliun rupiah. Karena kinerja bagus Paijo, Bank menawarkan jumlah kredit sebesar 1.5 triliun atau 50% dari nilai aset saat dia berniat mengajukan kredit modal kerja.
Paijo paham benar apa itu makna berhutang. Dia tak ambil semua meski butuh. Dia masuk pada kelompok orang konservatif. Tapi ada juga sih yang bilang "njelimet". Dia hanya ambil 500 miliar saja.
Atas penambahan modal yang dia ambil, kini karyawan Paijo berjumlah 1000 orang. Dia jual produk makanan yang berasal dari singkong, tepung tapioka, ethanol juga singkong mentah.
Berapa waktu yang anda butuhkan ketika berkendara dari Jogja ke Jakarta?
Saat belum ada tol, mungkin 9 hingga 11 jam bila lancar dan ga ngebut. Setelah jalan tol menghubungkan semua kota, 7 atau ada yang 8 jam.
📷LiveJournal
Tujuh jam dapat dicapai saat belum ada jalan tol, pasti anda lupa bahwa mobil anda punya pedal rem. Hajar dan terus hajar sambil ngebayangin seolah dirinya adalah Michael Schumaker.
Namun, selalu ada masa dimana anda dipaksa untuk meletakkan kaki anda pada pedal rem demi bersiap. Jalanan turun yang ekstrim dan berliku. Tak ada cara selain itu kecuali mati atau celaka adalah tujuan.
Ini adalah pertunjukan laser terhebat sekaligus paling spektakuler pernah digelar. Kemampuan menciptakan teknologi sekaligus perhitungan luar biasa rumit mampu mereka hadirkan demi hiburan pada perayaan budaya dan tahun baru mereka.
Ini bukan sekedar hiburan mahal dan mereka senang, ini adalah cara bangsa itu bercerita tentang dirinya.
Adakah diskripsi lebih lengkap selain luar biasa?
Dan lantas kita bertanya, kenapa China?
Entahlah..!! Yang jelas, mereka bekerja jauh lebih giat. Mereka bertarung tak kenal waktu demi masa depan bangsanya. Mereka lebih senang sibuk dengan bekerja dan berkarya.