Tidaklah mengherankan ketika membahas soal bid'ah bila hanya mengutipkan bagian akhir bukannya akan menjernihkan masalah tapi justru akan semakin memperkeruh masalah, karena hadits yang dibahas tidak utuh.
"Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad SAW
Sejelek-jelek perkara adalah yang di ada-adakan, setiap yang di ada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka”
(Hr Muslim, Ahmad, An Nasai', Ibnu Majjah)
Maka dari itu bila hadits yang digunakan hanya potongan bagian akhir hadits saja, maka ketika ditanyakan tentang apa yang dimaksud dengn Muhdast (perkara) serta Dholal (sesat) dari hadits tersebut ? Niscaya jawabannya tidak akan katemu.
Seandainya tetap dijawab juga niscaya jawabannya akan ngawur dan ngelantur , karena kalimat hadits yang sebelumnya yang seharusnya menjadi jawaban telah dihilangkan, maka dampaknya hanya akan memunculkan kerancuan dan kekacauan
Tetapi apabila haditsnya dikutipkan dengan lengkap , ketika ditanya tentang apa yg dimaksud deng MUHDATS serta DHOLAL dari hadits tersebut, tentu dengan mudah bisa langsung memberikan penjelasan , bahwa: Yang dimaksud dg MUHDATS (perkara) yg DHOLAL (sesat)
adalah segala perkara baru yang di ada-adakan yang menyelisihi atau bertentangan dengan Kitabullah “al Qur’an”dan yang menyelisihi atau bertentangan dengan Rasulullah saw (al Hadits).
Contoh bid'ah sesat : Mejisimkan Allah, merubah syariatb Sholat Subuh 3 rakaat, Sholat tidak menghadap baitullah, Haji ke Kuffah dll...
Dari jawaban yang lengkap tersebut secara otomatis juga bisa langsung difahami bahwa :
Perkara MUHDATS yang tidak menyelisihi atau tidak bertentangan dengan al Qur’an dan tidak menyelisihi atau tidak bertentangan dengan al-Hadits , maka bukanlah termasuk perkara baru yang DHOLAL (sesat).
Dengan begitu sehingga bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud sebagai BID’AH DHOLALAH yang masuk neraka hanyalah perkara baru yang bertentangan atau menyelisihi al Qur’an dan Hadits saja , tidak termasuk perkara baru yang tdk bertentangan atau tdk menyelisihi al Qur’an dan Hadits.
Hal tersebut sama persis sebagaimana yang telah dijelaskan oleh ulama salaf Imam Syafi’i lahir 150 H dalam Qoulnya :
Perkara baru itu terbagi menjadi dua macam :
Pertama perkara baru yg menyalahi al Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar, perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat (Bid’ah Dholalah).
Kedua: Perkara baru yg baik dan tidak menyalahi satu pun dari al Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, maka perkara baru seperti ini tidak tercela (Bid’ah Hasanah).
(Manaqib asy Syafi’i)
Yang perlu di garis bawahi QOUL imam Safe'i itu dikeluarkan sebelum para imam Hadist lahir waktu qoul tersebut beliau ucapkan. Secara ilmiah bisa kita pahami secara tartil (tertib) urutan sanad ilmu imam Hadist tentu setelah imam Madzhab
sehingga jelas para imam Hadist belajar melalui pemahaman kitab-kitab imam Madzhab.
Pertayaannya sebenarnya mereka yang mem bid'ah-kan amaliah-amaliah umat Muslim ikut siapa dalam mengali ilmu agama ini ?
Ulama atau taklid pada tokoh-tokoh manhaj nya?
Apabila ada jamaat manhaj salafi/wahabiyyah yg mengajak membahas soal BID’AH tetapi hanya mengajukan potongan hadits di atas, maka terlebih dahulu mintalah jamaat tersebut utk mengutipkan hadits yg lengkapnya sebelum pembahasan dimulai agar tdk menimbulkan kerancuan dan kekacauan
Mengenai Hadis dhaif menurut
pandangan ulama 4 Mazhab Ahlissunah wal Jamaah tentang hadis dhaif?
Berkat Umar bin Khatab Malaikat Munkar dan Nakir Jadi Ramah Kepada Jenazah Orang Yang Beriman
Rasulullah dalam banyak kesempatan memuji sahabat Umar. Karena ketegasannya, Umar ditakuti oleh setan sehingga setan tidak berani melalui jalan yg dilewati sahabat Umar sebagaimana riwayat berikut :
“Rasulullah bersabda: "Demi Allah, Zat yang diriku berada di genggaman-Nya, tiada satu setan yang menjumpaimu (Umar) di salah satu jalan yang luas, melainkan ia akan mencari jalan lain yang tidak kamu lewati,.
(متفق عليه)
Foto kejadian nyata setelah operasi yang berlangsung 7 jam bayi baru lahir, dan sebelah kanan adalah dokter yang menangis.
Sang ibu mempunyai penyakit serius dan tidak memungkinkan untuk bisa punya anak.
Setelah menunggu dengan sabar selama 11 tahun dan selalu memohon kepada Tuhan untuk diberi momongan, dan inilah hasilnya yakni operasi yang dilematis antara menyelamatkan bayinya atau ibunya,
dan meskipun dokter telah berusaha maksimal namun tidak bisa meyelamatkan ibu dan bayinya bersama-sama.
Akhirnya dokter memutuskan untuk melakukan apa yang diminta sang ibu yakni menyelamatkan bayinya dengan mengorbankan hidupnya.
Jatuh Cinta Kepada Istri Orang Sebelum Turun Ayat Yang Melarangnya
(Gak tanggung-tanggung lagi, jatuh cinta sama istri Rasulullah)
yuuk ngaji sambil ☕️🤣🌹
بسم الله الرحمن الرحيم
Salah satu ulama maestro yg faqih dalam permasalahan asbabul nuzul ayat adalah Imam Jallaludin as Suyyuthi. Imam Suyuthi adalah keajaiban dalam ilmu-ilmu keislaman. Beliau ahlijya menulis kitab. Jumlahnya ratusan, beliau lahir 849, w 911H, hidup pada abad ke-15 di Kairo, Mesir.
Beliau menuangkan buah karyanyanya dalam Lubabun Nuqul Fi Ashabin Nuzul. Dalam kitab tersebut terekam bagaimana asbabul nuzul sebab turunya ayat al Ahzab 53.
Seperti biasa kususnya bagi Muslim kalau sudah mau dekat Ramadhan pada nyekar/ziarah kubur, apakah ada hukumnya?
Banyak sekali ragam tradisi yg berhubungan dengan ziarah kubur, salah satunya menyirami pusara dengan air dan bunga. Tentang dasar hukum berbagai tradisi tersebut telah sering disebutkan. Diantaranya dasar hukum menyiram kuburan dengan air dingin ataupun air wewangian (bunga).
Imam Nawawi al Bantani dalam kitab Nihayatu az-Zain menerangkan bahwa hukum menyiram kuburan dengan air dingin adalah sunnah. Tindakan ini merupakan sebuah tafa’ul pengharapan agar kondisi mereka yang dalam kuburan tetap dingin.
TIPS IMAM AL-GHOZALI TENTANG MEMBACA AL-QUR'AN HINGGA MENANGIS
Abdullah bin Mas’ud adalah salah satu qari’ kepercayaan Rasulullah ﷺ. Ketika Nabi memanggilnya, itu artinya ada hal penting, salah satunya: Rasul ﷺ akan mengajarkan ayat Al-Qur’an, wahyu yang baru saja turun.
Namun, hari itu tidak seperti biasanya. Rasul ﷺ memanggilnya bukan untuk mengajarkan salah satu ayat. Rasul ﷺ malah memerintahkannya untuk membacakan sebuah ayat. Abdullah bin Masud agak bingung. Tidak seperti biasanya Rasul ﷺ seperti itu.
Ia pun memberanikan diri untuk bertanya.
“Wahai Rasul ﷺ, apakah aku layak untuk membacakanmu sebuah ayat dari Al-Qur’an? Bukankah engkau yang lebih layak? Kepada engkaulah Al-Qur’an itu diturunkan,” protes Ibnu Mas’ud.
Ada sebuah hadist yang diriwayatkan imam Ath Thabari yang sanadnya sampai ke Ibnu Jabir.
Jabir berkata: "Ada seorang anak muda mengadu kepada Rasulullah. Si-pemuda berkata:
"Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku ingin mengambil hartaku.”
Mendengar pengaduan anak muda itu, Rasul berkata : "Pergilah kamu dan bawa ayahmu kesini!”
Setelah anak muda itu berlalu, Malaikat Jibril pun turun menyampaikan salam dan pesan Allah kepada beliau SAW.
Jibril berkata : “Ya, Muhammad, Allah 'Azza wa Jalla menyampaikan salam untukmu, dan berpesan, kalau orang tuanya datang, engkau harus menanyakan apa-apa yang dikatakan dalam hatinya dan tidak didengarkan oleh telinganya.”