Kehebatan seorang komponis diketahui lewat nada-nada musiknya, tetapi menganalisis nada-nada saja tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Keagungan penyair termuat dalam kata-katanya, namun mempelajari kata-katanya tidak akan mengungkapkan inspirasi.
Tuhan mewahyukan eksistensi-Nya dalam ciptaan, tetapi dengan meneliti ciptaan secermat apa pun Anda tidak akan menemukan Tuhan. Demikian juga bila Anda ingin menemukan jiwa melalui pemeriksaan cermat terhadap tubuh Anda.
Lantas, bagaimana kita akan menemukan Tuhan?
Dengan melihat ciptaan, tapi bukan dengan menganalisisnya.
Dan, bagaimana kita harus melihat?
Seorang petani keluar untuk melihat keindahan pada waktu matahari terbenam, tetapi yang ia saksikan hanyalah matahari, awan, langit, dan cakrawala, sampai ia memahami bahwa keindahan bukan "sesuatu", melainkan cara khusus dalam melihat.
Anda akan sia2 mencari Tuhan sampai Anda memahami bahwa Tuhan tidak bisa dilihat sebagai sesuatu. Yang diperlukan adalah cara khusus untuk melihat. Mirip seperti cara anak kecil yang pandangannya tidak diganggu oleh pelbagai ajaran dan keyakinan yang telah dibentuk sebelumnya...
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Terorisme (bom bunuh diri) lahir karena adanya ideologi kematian. Dalam sejarah Islam, ideologi kematian ini sudah ada pada seorang pemrotes Nabi bernama Dzul Khuwaisirah At-Tamimi, Abdrurrahman ibn Muljam, fatwa Ilyasik Ibn Taimiyah, dan...
buku-buku jihad Sayyid Qutb, Mawdudi, Abdus Salam Farag, Said Hawwa, Abdullah Azzam, Muhammad al-Maqdisi, Abu Abdullah al-Muhajir, dan para tokoh salafi jihadi lain.
Ideologi kematian ini adalah manivestasi dari cita-cita politik, bukan cinta-cita Islam. Ideologi ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Bahkan, ideologi kematian ini justru sangat merugikan Islam.
Artinya: “Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah dirobohkanlah biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.” (QS. Al-Hajj: 40).
Ayat ini menarik, karena menegaskan bahwa tempat-tempat ibadah orang Yahudi, Kristen dan Islam ditegaskan sebagai tempat di mana nama Allah disebutkan atau dizikirkan. Inklusif sekali.
Saat ngisi pengajian setelah magrib tadi, ada peserta yang tanya soal ikhlas. Apakah ikhlas itu ada tingkatannya? Saya jawab: ada. Ikhlas adalah berbuat baik karena Allah. Tidak berharap balasan dari manusia., tapi berharap hanya pada Allah. Tingkatannya ada tiga:
1. Mengharap balasan dari Allah secara spesifik. Contoh: berbuat baik, kemudian berharap mendapatkan balasan rezeki yang banyak agar bisa beli ini dan itu. Ini level ikhlas yan berhubungan dengan nama (asma) Allah, yaitu Ar-Razak, Yang Maha Memberi rezeki.
2. Mengharap balasan dari Allah tidak secara spesifik, tapi terserah Allah. Ini level ikhlas yang berhubungan dengan sifat Allah, Qodiran (Yang Maha Kuasa) dan Muridan (Yang Maha Berkehendak.
Dulu, pada akhir-akhir masa sahabat, hadits-hadits diriwayatkan sedemikian gencar, hingga masyarakat tidak bisa memastikan antara hadits yang benar-benar dari Rasulullah dan hadits-hadits palsu.
Terlebih, pada masa itu memang ada orang-orang yang “berprofesi’ sebagai al-qassas, tukang dongeng. Al-qassas ini dibayar untuk berorasi di tempat-tempat keramaian yang tujuannya adalah memuji-muji seseorang (politisi) yang membayarnya dan menjatuhkan lawan politiknya.
Maka, mereka tidak segan membuat hadits-hadits palsu untuk mengangkat kemuliaan orang yang membayarnya.
Kondisi seperti ini membuat gelisah Khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Umar menjadi khalifah tidak lama, hanya 2 tahun 137 hari, pada usia 34 tahu (w. 101 H).
Ada yang tanya ke saya:
Jika ada orang mengaku mimpi melihat Nabi Muhammad apakah kita harus percaya?
Jawab: boleh percaya boleh tidak. Tapi sebaiknya jangan mudah percaya.
Tanya lagi: jika ada orang benar-benar bermimpi melihat Nabi, apakah yang dia lihat itu benar-benar Nabi? Jawab: benar. Karena setan atau jin tidak bisa menyamar jadi Nabi Muhammad Saw.
Tanya lagi: jika ada orang bikin karikatur Nabi, pasti tidak benar dong? Jawab: pasti tidak benar, karena orang seperti itu tidak mungkin pernah bermimpi melihat Nabi.
Dulu, utk bisa membaca pikiran orang lain harus melakukan tirakat tertentu sampai mendapatkan anugerah dari Allah berupa kemampuan membaca pikiran yang tersimpan dalam otak manusia. Atau, bisa juga dengan mempelajari teori-teori membaca gerak tubuh dan perilaku.
Intinya, dua cara ini tidak mudah karena perlu waktu dan kesabaran untuk mendapatkannya.
Perkembangan teknologi medsos ternyata membuatnya menjadi sangat mudah. Asal kita terhubung dengan orang tertentu, maka kita dapat menebak isi pikirannya melalui berbagai tulisan yang dia kirim (posting) di medsos.