Sekolah di Indonesia sudah tutup terlalu lama. Bagi saya pertanyaannya sekarang bukan lagi soal buka/tutup tapi bagaimana dapat membuka sekolah dengan meminimalisir risiko penularannya menjadi serendah mungkin. I'm not saying it's easy, but we must try to open the schools safely.
Kunci paling pentingnya ada di orang dewasanya. Anak-anak adalah peniru yang ulung dan sebenarnya lebih mudah untuk mengadopsi kebiasaan baru. Jika orang tua dan guru disiplin memakai masker, anak-anak juga akan mengikutinya tanpa masalah. Jadilah contoh yg baik bagi anak2 kita.
Indonesia juga memiliki keuntungan geografis dengan iklim tropis yang memungkinkan sekolah dibuka dengan ventilasi yang natural dan baik sepanjang tahun. Jangan gunakan AC, buka jendela/pintu, gunakan kipas angin sebagai tambahan jika perlu.
Interaksi antar kelas perlu diusahakan seminim mungkin supaya setiap kelas bisa menjadi bubble antar satu sama lain sebisa mungkin. Tujuannya adalah jika ada kasus di 1 kelas tertentu, yang dirumahkan sementara kelas itu saja, tidak perlu menutup 1 sekolah (minimize disruption).
Again, I'm not trivializing the challenge. As the saying goes, it takes a village to raise a child and this is especially so when it comes to opening schools during pandemic. Butuh kerja sama semua pihak (ortu, guru, sekolah, aparat, dst) utk mewujudkan sekolah yg seaman mungkin.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Tingkat kematian infeksi Covid-19 dan kaitannya dengan penanganan pandemi di Indonesia: Sebuah utas.
Catatan: Utas ini sebaiknya dibaca secara keseluruhan, karena kalau diambil sepotong-potong dapat memberi kesimpulan yang menyesatkan.
Pertama, sekarang kita telah mengetahui lebih banyak tentang penyakit ini. Estimasi tingkat kematian di awal wabah, misalnya, yg ~4% berdasarkan data Wuhan ternyata sangat overestimated berhubung waktu itu kita belum tahu banyak tentang OTG yang ternyata jumlahnya sangat besar.
Selain itu, salah satu karakter utama penyakit Covid-19 adalah faktor risikonya yang sangat asimetris terhadap usia, di mana tingkat kematiannya berkali-kali lipat lebih tinggi seiring bertambahnya usia.
Apa yg kita blm ketahui: Profil efektivitas dari kandidat vaksin Sinovac ini dlm memberikan perlindungan terhadap Covid-19 (apakah level respons imun tsb cukup/tidak?), yg akan dijawab oleh uji klinis fase 3.
Target WHO sendiri tidak muluk2 amat: 50% efficacy utk pemberian izin.
Akar masalahnya di mindsetnya, yaitu ingin mencari2 'kabar baik' sampai perlu menggunakan indeks yg irelevan spt % kasus aktif dan glorifikasi tingkat kesembuhan.
Dan pemerintah pun bingung melihat masyarakat meremehkan wabah ini. Like whaddya think?!
Belum lagi masalah klasik tidak sinkronnya data pusat dgn daerah, yg mengakibatkan sulitnya 'membaca' data Indonesia, apakah merefleksikan skala wabah yg sesungguhnya atau tidak.
@jokowi tahu/tidak kalau sistem pelaporan data @KemenkesRI perlu dibenahi?
Sebenarnya saya sudah capek ngomong tentang hal berikut, tapi berhubung @KemenkesRI-nya bebal dan tidak kapok2 juga, berikut utas untuk mendokumentasikan buruknya pelaporan data Covid-19 oleh @KemenkesRI. ⬇️⬇️
Pada dasarnya ada 2 isu yg sudah lama & tidak kunjung dibereskan juga:
(1) Pelaporan yg tidak apa adanya, bisa ditahan-tahan atau sebaliknya dirapel sekaligus.
Hal ini juga sudah dihighlight oleh @WHOIndonesia sejak lama dalam Situation Report mingguannya sampai skrg.
Contoh baru2 ini: Pelaporan data kematian di Jabar. Sempat ada pelaporan sebanyak 15 kematian/hari selama 7 hari berturut-turut, yg sebenarnya itu sedang ngerapel ketinggalan dengan jumlah kematian versi provinsi.
Dapat dilihat bgmn selisihnya berkurang spjg rapelan tsb.
Mengapa kami di @KawalCOVID19 mengadvokasikan lockdown / #KarantinaWilayah / apapun namanya, intinya setiap warga di wilayah tsb diwajibkan diam di rumah & dipelihara oleh negara selama masa karantina utk menjamin putusnya rantai penularan wabah ini utk sementara.
[sebuah utas]
Pendahuluan: biasakan untuk berpikir dalam kerangka EKSPONENSIAL ketika membahas wabah ini.
Ini tdk intuitif, krn kita terbiasa dgn cara berpikir linear. Linear itu sederhana. Kalau dari 1 kasus menjadi 2 kasus butuh 4 hari, dari 1.000 kasus menjadi 2.000 kasus butuh 4.000 hari.
Sementara eksponensial itu begini.
Kalau dari 1 kasus menjadi 2 kasus butuh 4 hari, maka:
- Dari 100 kasus menjadi 200 kasus butuh 4 hari juga
- Dari 1.000 kasus menjadi 2.000 kasus butuh 4 hari juga
- Dari 10.000 kasus menjadi 20.000 kasus butuh 4 hari juga
* Wabah coronavirus di Cina. Yang mengerikan dari wabah ini? Ratusan juta warga Cina akan mudik pekan ini untuk Imlek dan berpotensi semakin memperluas penyebaran virus ini.
"A Chinese government expert said that the Sars-like virus is contagious between humans, fuelling fears of a major outbreak as millions travel for the festive period." #coronavirus#Wuhan#CNY#LunarNewYear
"A China national has tested positive for the Wuhan virus in Singapore, with another likely to have the virus.