Dalam semiologi (Ferdinand de Saussure) atau semiotika (Peirce) tanda dibagi menjadi tiga, yaitu ikon, indeks dan simbol. Pembagian ini pertama kali dipetakan oleh Charles Sanders Peirce (w. 1914), filsuf berkebangsaan Amerika.
Pembagian ini didasarkan pada obyek yang ditandai (signified, petanda) oleh penanda (signifier).
Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petanda terbentuk atas dasar kemiripan. Ikon merupakan tanda yang paling sederhana karena ikon hanya menampilkan kembali obyek yang ditandai. Contoh ikon yang paling mudah adalah poto wajah kita.
Poto wajah kita adalah ikon bagi kita dengan pola hubungan yang sederhana. Poto menampilkan wajah kita dalam bentuk tanda yang sederhana. Tak perlu mikir untuk memahaminya.
Indeks adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petanda terbentuk berdasarkan prinsip kausalitas atau sebab-akibat. Meski tidak sesederhana ikon, indeks tetap merupakan sesuatu yang dapat dilihat, didengar dan dicium (some sensory feature).
Contoh indeks adalah mendung (penanda) sebagai tanda akan turunnya hujan (petanda) atau ada asap sebagai penanda bagi api (petanda).
Simbol adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petanda terbentuk karena konvensi dan mengandung kerumitan. Rumit, karena dalam simbol terdapat rheme, dicent sign dan argument.
Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Dicent sign adalah tanda eksistensi aktual atau suatu tanda yang biasanya berupa proposisi yang bersifat informatif.
Ia berhubungan dengan benar-salah, tapi tidak menjelaskan mengapa begitu.
Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.
Apa hubungan tiga tanda ini dengan Islam, terutama dalam soal ketuhahan?
Dalam soal ketuhahan, Islam melalui Al-Quran menegaskan bahwa Tuhan adalah "Allah" dengan berbagai konsepsi yang kemudian dikembangkan oleh para ulama, terutama mutakallimin.
Dalam Islam, Tuhan tidak boleh ditandai dengan ikon atau indeks. Itu sebabnya Islam melarang keras keberadaan berhala yang diyakini sebagai tanda bagi Tuhan. Sikap tegas melarang adanya keberhalaan ini menunjukkan Islam sebagai agama anti ikon atau ikonoklasme.
Islam juga melarang Tuhan ditandai dengan indeks. Paling tidak hal ini ditegaskan oleh para mutakallimin Asyariyyah (Sunny).
Dalam beberapa kitab tauhid Sunny, meski secara logika keberadaan Tuhan boleh dipahami dari keberadaan alam raya, tapi hubungan Tuhan dan alam raya tidak bersifat kausalitas.
Imam Nawawi Al-Bantani mencontohkan hukum kausalitas ini dengan jari dan cincin. Ketika cincin dipasang di jari, maka cincin pasti bergerak ketika jari bergerak; cincin pasti diam ketika jari diam. Tidak mungkin jari bergerak sementara cincin tidak bergerak atau sebaliknya.
Nah, hubungan antara Tuhan dan alam raya tidak sama dengan hubungan antara jari dan cincin. Meskipun orang boleh menyatakan bahwa adanya alam raya ini adalah bukti adanya Tuhan, tapi jika tidak ada alam raya bukan berarti Tuhan tidak ada.
Tuhan akan tetap ada meski Dia tidak menciptakan alam raya.
Lantas mengapa boleh meyakini adanya Tuhan dari adanya alam raya? Karena alam raya nyatanya ada. Yang ada pasti ada penyebabnya. Dan penyebab paling utama (prima causa) adalah Tuhan.
Ikon atau indeks tidak bisa jadi tanda bagi Tuhan. Islam hanya merestui Tuhan ditandai dengan simbol. Dalam Al-Quran, simbol Tuhan yang paling utama adalah lafazh agung “Allah”.
Inilah simbol Tuhan yang disahkan oleh Islam, di samping lafazh-lafazh agung lainnya yang dikenal dengan istilah al-asma’ al-husna.
Seperti dijelaskan di atas, dalam simbol ada kerumitan hubungan antara penanda (al-ismu) dan petanda (al-musamma). Beda dengan hubungan keduanya dalam ikon dan indeks.
Maka, Tuhan tidak bisa ditandai oleh ikon atau indeks karena Tuhan tidak bisa disederhanakan (simplifikasi). Kerumitan inilah yang kemudian melahirkan berbagai konsepsi dan persepsi tentang Tuhan.
Dan ini sah karena Allah pernah berfirman dalam sebuah hadis qudsi, “Aku tergantung persepsi hamba-Ku terhadap Aku.”
Dari uraian di atas lantas terbersit satu pertanyaan sederhana: apa hukum memasang patung di rumah atau tempat lainnya? Jika patung itu tidak diberhalakan, tentu hukumnya boleh.
Yang dilarang adalah memasang patung kemudian menjadikannya sebagai ikon Tuhan karena Islam agama ikonoklasme.
Wallahu a’lam.
Selamat malam...
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Nabi Muhammad Saw. pernah bertanya kepada para sahabat tentang mati syahid. Para sahabat menjawab bahwa orang yang mati syahid adalah orang yang mati di medan perang di jalan Allah (fi sabilillah).
Nabi lantas menyatakan, “Kalau seperti itu, berarti sedikit sekali umatku yang mendapatkan status mati syahid.”
Nabi lalu bersabda:
الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya tersesa t karena ia meninggalkan ilmu pengetahuan; dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutupan atas penglihatannya?
Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka, mengapa kalian tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al-Jatsiyah: 23).
عن أبي سعيد قال اعتكف رسول الله صلى الله عليه وسلم في المسجد فسمعهم يجهرون بالقراءة فكشف الستر وقال ألا إن كلكم
مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضا ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة أو قال في الصلاة
“Dari Abu Said Al-Khudri, ia bercerita bahwa Rasulullah SAW sedang itikaf di masjid. Di tengah itikaf ia mendengar mereka (jamaah) membaca Al-Quran dengan suara kencang.
Rasulullah kemudian menyingkap tirai dan berkata, ‘Ketahuilah, setiap kamu sedang bermunajat kepada Tuhan. Jangan sebagian kalian menyakiti sebagian yang lain.
Rasulullah Saw. bersabda, “Ucapan terbaik adalah Kitab Allah. Petunjuk terbaik adalah petunjuk Muhammad. Perkara yang paling buruk adalah perkara yang diada-adakan.
Setiap perkara yang diada-adakan adalah bidah. Setiap bidah adalah sesat.
Dan setiap kesesatan tempatnya di neraka. (HR. Al-Nasa’i).
Secara pribadi saya sudah tidak tertarik dengan pembahasan tentang bid’ah. Bagi saya hal ini seharusnya sudah kita selesaikan sejak berabad-abad yang lalu hingga kita (umat Islam) lebih konsentrasi pada isu-isu kekinian yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Marhaban Ya Ramadhan. Bulan yang sangat istimewa; sarana menuju ketakwaan, rahmat, ampunan, terhindar dari api neraka, Lailatul Qadar, turunnya Al-Quran, berlipatgandanya pahala kebaikan, dan peluang mendapatkan tempat di surga.
Setiap orang beriman pasti bergembira menyambut datangnya bulan Ramadhan. Dalam kitab Durrotun Naasihiin disebutkan, “Barangsiapa gembira karena Ramadhan, Allah haramkan jasadnya masuk neraka.”
Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Seorang yang sedang melewati hutan melihat seekor serigala yang keempat kakinya sudah lumpuh. Ia ingin tahu bagaimana serigala itu dapat bertahan hidup.
Lalu ia melihat seekor harimau datang dengan memakan kijang hasil buruannya. Harimau itu makan sepuasnya dan meninggalkan sisa buat sang serigala.
Hari berikutnya Tuhan memberi makan serigala dengan perantara harimau yang sama. Orang itu mulai mengagumi kebaikan Tuhan yang begitu besar dan berkata dalam hati, "Aku juga akan pasrah di rumah saja dengan penuh kepercayaan pada Tuhan bahwa Ia akan mencukupi segala kebutuhanku."