Manusia memiliki 3 aspek universal kehidupan yang menjadi bagian penting dalam human experiences: labor, work, dan action.
Mari kita mengupas buku legendaris Hannah Arendt yang berjudul Human Condition dalam 5 menit!
- a thread!
Dalam buku Human Condition, Arendt membahas 2 topik besar. Pertama adalah aktivitas manusia yang selanjutnya akan disebut Vita Activa. Kedua adalah kehidupan manusia di ranah privat dan publik.
Kita akan mulai dari Vita Activa yang terdiri dari 3 bagian penting, yakni labor, work, dan action.
Labor itu, dijelaskan Arendt, sebagai aktivitas manusia yang memungkinkan manusia untuk memenuhi kebutuhan fisiknya (aktivitas cyclical manusia untuk bertahan hidup).
Bagian ini disebutkan Arendt sebagai eksistensi yang paling dekat dengan binatang atau the least human. Kenapa? Karena labor diperintahkan oleh necessity (kebutuhan).
Aktivitas ini sama seperti perbudakan yang penuh ketidakbebasan. But, labor memungkinkan humanity to survive.
Kedua, ada bagian work yang merupakan aktivitas yang menghasilkan produk yang tahan lama dan durable. Work membantu orang mengimajinasikan suatu hal yang permanence.
Untuk mengertinya, kita bisa langsung memperbandingkan labor dan work.
Apabila labor itu terikat pada tuntutan animality, biologis, dan alam, work melanggar keterikatan tersebut dengan membentuk dan mengubah ketiga tuntutan tadi sesuai dengan rencana dan kebutuhan manusia.
Perbandingan lainnya, karena work itu diatur oleh tujuan akhir dan intensi manusia, ini berarti work berada di bawah kedaulatan dan kendali manusia, ia menunjukkan suatu kebebasan tertentu.
Berbeda dengan labor yang tunduk pada alam dan necessity.
Bagi Arendt, manusia dibedakan dari hewan-hewan lewat kemampuan manusia yang bisa menciptakan sesuatu yang long lasting, contohnya itu seni dan filsafat.
Ketiga dan terakhir adalah action, yang dibilang sebagai essence of human. Arendt mendeskripsikan action sebagai komunikasi dan aktivitas yang terjadi di antara orang-orang dalam masyarakat.
Action ini menuntun orang buat bekerja bersama untuk mengorganisasi society, mencetak sejarah, dan membuat kemajuan dalam skala yang besar.
Bagi Arendt, manusia itu pada dasarnya setara, yang dibuktikan dari ability kita buat berkomunikasi secara meaningful tentang pengalaman kita. Tapi, manusia tidak hanya setara, tapi juga berbeda (distinct).
Setiap individu itu unik dan manusia harusnya dianggap sebagai “siapa”, bukan “apa”. Lebih lanjut, Arendt memandang tindakan-tindakan manusia itu saling berhubungan yang diportray sebagi jaring relasi (web of relations).
Terakhir, dia berkata bahwa tindakan manusia itu tak bisa diprediksi dan inilah yang membuat impact besar dalam politik, filsafat, dan sejarah. Kondisi masyarakat bisa berubah cepat, bisa berubah ke arah yang lebih baik/buruk, ini semua berhubungan dengan tingkah unpredictablenya
Kita sudah membahas tentang Vita Activa, selanjutnya mari mengupas private dan public realm dari buku Human Condition ini.
Menurut Arendt, kehidupan jaman Yunani kuno itu dipisahkan ke dalam dua realm
1. Public realm dimana action itu dilakukan 2. Private realm dimana pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dilakukan.
Tapi, private realm ini bukan intimacy seperti jaman sekarang, tapi biological necessity. Di private realm, yang dipenuhi adalah kebutuhan makanan, tempat tinggal, dan seks.
Sebaliknya, public realm itu adalah ranah kebebasan dari biological necessity, ranah di mana seseorang bisa membedakan dirinya melalui great words & great deeds.
Public realm dalam Yunani kuno cuma bisa dipartisipasi oleh laki-laki, jadi hanya mereka saja yang dapat bersinggungan dengan ide-ide.
Arendt berargumen kalau ranah publik & privat diperlukan untuk kemanusiaan. Kehidupan yang hanya dijalani di ranah publik itu dangkal karena didasarkan pada bagaimana orang lain memandang seseorang/sesuatu.
Kehidupan yang cuma dijalani di ranah privat juga sama, physical needs kita tidak berdasar dan animal-like.
Next time, kita akan bahas tentang bagian terakhir buku ini yang tidak kalah seru dan mungkin cukup panjang sehingga akan dijadikan satu thread tersendiri.
Beberapa tahun belakangan, istilah “gerakan literasi” cukup marak digaungkan di Indonesia. Nyaris setiap orang yang gemar membaca atau menulis pernah mengucapkan “literasi”. Tapi, apa sih “literasi” sebenernya?
Kali ini Logos akan membahas apa itu literasi.
A Thread!
“Literasi” (Inggris: “literacy”) berasal dari kata “litera” yang bermakna “huruf”. Penggunaan istilah “literasi” merujuk pada kecakapan dalam membaca dan menulis.
Kecakapan untuk ‘membaca’ dan ‘menulis’ mengindikasikan adanya masyarakat yang telah dan sedang menggunakan huruf. Dengan kata lain, beraksara. Jadi, tidak mungkin ada gerakan literasi tanpa menitikberatkan pada persoalan aksara.
Cara lain memandang Islam ala Ali Syariati: tokoh religius humanistik yang rela dimusuhin ulama sampai dipenjara. Yuk simak ceritanya!
-a thread-
(1/2)
Kepercayaan yang dibatasi taqlid (penerimaan buta), ritual, ibadah keagamaan, dan dogma teologis menciptakan kondisi yang menyebabkan kita kesulitan melihat titik temu tauhid dengan pembebasan.
(2/2)
Tauhid sebagai fondasi Islam malah sering digunakan sebagai pembenaran ketidakadilan (hal yang sebenarnya paling ditentang dalam Islam).
You’ll find Rosamund Pike nailed her character (again) in this movie! Tapi, apakah filmnya sebagus Pike memainkan karakter Marla Grayson juga? Langsung kita cari tau aja bareng-bareng yuk!
Secara garis besar, I Care A Lot menonjolkan konsep ‘capitalism at its finest’. Hal itu bisa dilihat dari premis film ini, yaitu Marla Grayson memilih dan memanipulasi klien-klien paruh baya agar ia bisa menjadi a legal guardian bagi mereka atau, gampangnya, ‘wali pengurus’.
Secara keseluruhan, tugas Marla adalah mengambil alih semua aset. Tidak hanya itu, ia bahkan menentukan sendiri konsumsi & kesehatan para kliennya. Berkedok peduli, padahal sebetulnya ia hanya ingin memiliki harta mereka.
Mental health dapat dipahami sebagai sebuah kesadaran akan kondisi diri. Orang dengan mental yang sehat memahami kondisi dirinya dan, dengan demikian, dapat mencari cara untuk mengatasi gangguan-gangguan terhadap mental.