Seperti yang saya janjikan, silakan bergabung kalau tertarik. Kelas ini sepenuhnya gratis (sayang Zoom-nya tidak terpakai). Kapasitas tiap sesi 500 orang. Mulai Kamis, 6 Mei 2021.
Bahasa Rusia (Sesi 1), 6 Mei, 20.00 WIB
Meeting ID: 910 0550 7073
Passcode: 649599
Bahasa Rusia (Sesi 2), 7 Mei, 14.00 WIB
Meeting ID: 974 1508 5945
Passcode: 394460
Bahasa Prancis (Sesi 1), 20 Mei, 20.00 WIB
Meeting ID: 963 8261 6473
Passcode: 308708
Bahasa Prancis (Sesi 2), 21 Mei, 14.00 WIB
Meeting ID: 975 7208 5776
Passcode: 898912
Sejauh ini, tiap saya membuat kelas bahasa Indonesia untuk peserta UTBK selalu penuh. Saya mau lihat, kalau kelas ini penuh juga, kemungkinan ini kelas pengajaran bahasa asing secara daring terbesar yang pernah dibuat sejauh ini.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Ada yang pernah berpikir begitu? Atau, misalnya, kenapa harus hip-hop? Kenapa bukan hop-hip? Atau kenapa zig-zag, bukan zag-zig? Atau ... tip-top, bukan top-tip? Ping-pong, bukan pong-ping? Chit-chat, bukan chat-chit?
Kadang, pertanyaan-pertanyaan semacam ini melintas secara tiba-tiba tengah malam, dan ya ... akhirnya saya enggak bisa tidur dan mencoba mencari tahu karena saya enggak suka dengan jawaban “terima saja, memang sudah dari sananya”.
Ternyata jawabannya memang berkaitan erat dengan linguistik.
Hal semacam ini memang merupakan bentuk reduplikasi dalam bahasa Inggris. Namun, sebagian besar orang memang tidak mempertanyakan ini, apalagi penutur jati bahasa Inggris itu sendiri.
Mana yang disebut nama sekolah? SD 05 Sukamaju, misalnya. Itu NAMA sekolah, tetapi SD itu sendiri bukan nama. Karena itu kepanjangan-nya tidak ditulis dengan huruf kapital.
Apakah KTP itu nama kartu? Bukan, itu CUMA JENIS kartu. KTP hanyalah jenis dokumen penanda identitas berbentuk kartu. Karena itu, kartu tanda penduduk hanyalah JENIS kartu.
Salah satu “masalah” jurnalis saat ini adalah sering kali “mengaku-ngaku” mewawancarai narasumber, padahal cuma mengutip dari siaran pers. Ini sering terjadi dan sudah jadi kebiasaan. Mengapa? Karena si editornya pun tidak peduli. Padahal, yang seperti ini termasuk pembohongan.
Loh, kok pembohongan? Iya dong, mengeklaim sesuatu yang tidak dilakukan itu berarti kan pembohongan sekalipun “tidak langsung”.
Coba perhatikan, kalau kita menuliskan “kata”, “ucap”, “komentar”, dsb., setelah kutipan langsung, itu berarti kita mewawancarai langsung si narasumber. Tidak harus bertemu langsung, bisa jadi lewat saluran telekomunikasi. Yang jelas, tidak melalui perantara.