Anas ibn Malik meriwayatkan hadis tentang sahabat yang bertubuh cebol bernama Zahir ibn Haram. Zahir tinggal di desa, bukan di kota bersama Rasulullah dan sahabat lainnya. Zahir rajin mengunjungi Rasulullah dan selalu membawakan buah tangan dari desanya.
Sebaliknya, jika Zahir hendak pulang, Rasulullah selalu membekalinya dengan oleh-oleh. Karena proses interaksi yang baik ini, Rasulullah pernah berkata, “Zahir adalah orang desa bagi kita, dan kita orang kota bagi Zahir.”
Pernah terjadi kisah menarik antara Rasulullah dan Zahir, tepatnya kisah humor. Suatu hari Zahir sedang berdagang di pasar dan berteriak menjajakan barang dagangannya. Ketika itu Rasulullah datang dari arah belakang Zahir.
Dengan sigap Rasulullah memeluk dan mengangkat tubuh Zahir dari belakang. Zahir tidak tahu siapa orang yang “main-main” dengannya. Ia berontak sambil berusaha melihat ke belakang.
Ketika matanya menangkap wajah Rasulullah, ia malah mempererat pelukannya dg merangkulkan tangan ke belakang tubuh Rasulullah. Kini Rasulullah yg kewalahan krn tidak dapat melepaskan dekapan Zahir. Tidak habis akal, Rasulullah teriak, “Budak, budak. Siapa yang mau beli budak?!”
Tersinggungkah Zahir dengan canda Rasulullah? Tentu tidak. Zahir malah berkata, “Aku tidak akan laku, wahai Nabiyullah”. “Kalau pun aku benar-benar budak, siapa yang mau membeli budak cebol seperti aku”. Demikian kira-kira makna ucapan Zahir.
Mendengar ucapannya, Rasulullah lantas menghiburnya dengan berkata, “Tapi engkau mahal di hadapan Allah”. (Shahîh Ibnu Hibban).
Humor yang ada dalam hadis di atas jelas mengandung ledekan terhadap orang yang dijadikan obyek candaan. Walau diledek, orang tidak akan marah karena menyadari bahwa ledekan itu dalam konteks bercanda.
Humor model ini justru sering menciptakan keakraban luar biasa pada orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Ketika bicara soal agama, orang sering terkesan kaku dan anti humor. Sebagian orang bahkan menganggap humor itu tidak ada dalam agama. Rasulullah digambarkan sebagai sosok yang sangat kaku dalam berinteraksi dengan sahabat.
Saya dapat membayangkan betapa serunya canda Rasulullah bersama Zahir ibn Haram. Jenis humor yang beliau lakukan sangat mungkin membuatnya tertawa gembira.
Dalam hadis lain diceritakan bahwa Rasulullah pernah mencandai seorang nenek. Ketika nenek itu bertanya apakah dirinya akan masuk surga, Rasulullah menjawab bahwa nenek tidak akan masuk surga. Sang nenek kemudian menangis sesegukan.
Rasulullah lantas mengutus seseorang kepada nenek tersebut untuk memberitahukan bahwa ia akan masuk surga, hanya saja dalam bentuk seorang gadis. Inna al-jannata lâ yadkhuluhâ ajûzun (Di surga tidak ada nenek-nenek). (HR. Thabrani dan Baihaqi).
Dari dua kisah humor di atas, kita dapat mengambil pelajaran penting bahwa menjadi seorang pemimpin dalam Islam bukan berarti tidak boleh mengembangkan selera humor. Dua kisah di atas menunjukkan bahwa Rasulullah memiliki selera humor yang lumrah.
Humor adalah kecerdasan. Dengan humor, hidup serasa lebih santai dan tidak spaneng. Tertawa itu sehat, menipu itu jahat!...
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Dalam kitab Mukâsyafatu al-Qulûb Imam Al-Ghazali bercerita:
Ada seseorang yang melaksanakan shalat. Ketika ia sampai pada bacaan “hanya kepada-Mu aku menyembah (iyyâka na’budu)", terdengar suara lirih yang mengatakan kepadanya, “tidak.
Engkau tidak menyembah Sang Khalik, tapi engkau menyembah makhluk!” Seketika itu ia menghentikan shalatnya dan mulai menjalani hidup menyendiri (uzlah).
Ia shalat lagi, dan ketika sampai pada bacaan “hanya kepada-Mu aku menyembah (iyyâka na’budu)", terdengar suara lirih, “tidak. Engkau tidak menyembah Tuhanmu, tapi engkau menyembah hartamu!” Ia lantas menyedekahkan semua hartanya.
Pemuda itu selalu tenggelam dalam perasaan rindu. Ia rindu akan kebenaran. Ia seberangi lautan dan ia daki gunung untuk menemukan kebenaran. Bertahun-tahun mengembara untuk menemukan kebenaran sampai usia menua.
Banyak penderitaan dan kesengsaraan yang ia alami selama masa pengembaraan.
Wajahnya tampak sedih. Di usianya yang sudah uzur itu, ia belum berhasil menemukan kebenaran. Dengan perasaan duka, ia memutuskan untuk kembali ke rumahnya.
Butuh waktu yang lama untuk dapat pulang ke rumah karena pengembaraannya telah sedemikian jauh.
Dalam bahasa Arab hati disebut qalbu yang juga sering diartikan sebagai sebongkah daging dalam dada manusia. Tapi, bukan hati dalam pengertian seperti ini yang ingin saya jelaskan, melainkan hati sebagai kesadaran bathin manusia.
Hati sebagai kesadaran bathin memiliki lima lapisan. Lapisan pertama disebut BASHIRAH yang berarti mata hati. Tugas bashirah adalah membedakan baik-buruk, benar-salah, hak-batil.
Pengetahuan dr bashirah kemudian dikirim kpd lapisan hati kedua yg disebut DHOMIR. Dhomir adalah sumber moralitas yang tugasnya hanya satu dari dua: lakukan atau jangan lakukan. Yg baik, yang benar, dan yang hak, lakukanlah. Yang buruk, yang salah, dan yang batil, jangan lakukan.
Dia guru yang sangat dihormati dan dimuliakan. Setiap hari banyak orang berdatangan kepadanya untuk meminta nasihat dan doa. Namun, ia punya seorang tetangga yang selalu mengecam dan mengkritiknya.
Orang-orang benci pada tetangga guru itu. Orang yang sangat mereka hormati dan muliakan, selalu dicibir dan dicela oleh tetangganya. Di dalam hati, mereka ingin sekali melihat pencela dan pencibir itu celaka atau bahkan mati.
Benar saja; suatu hari sang tetangga itu meninggal dunia. Secara lahiriah orang-orang menunjukkan sikap turut berduka-cita karena kematiannya, tapi dalam hati mereka mensyukurinya. Bagi mereka, tetangga itu adalah begundal atau setan dalam bentuk manusia.
Dalam pengajian online beberapa hari yang lalu, ada jamaah yang tanya: apa tanda-tanda orang yang mendapatkan Lailatul Qadr?
Jawab: sebenarnya kita semua sudah mendapatkan apa yang turun pada Lailatul Qadr, yaitu Al-Quran (Sesungguhnya Kami telah menurunkannya [Al-Qur'an] pada Malam Kemuliaan. (QS. A-Qadr). Malam itu disebut Malam Kemuliaan karena turunnya Al-Qur'an. Apa lagi yang kalian cari?
Kalau mau mendapatkan keagungan yang nilainya lebih dari ibadah seribu bulan, ya silakan anda membaca, memahami dan mengamalkan Al-Quran.
Yulianti Muthmainah, Ketua Komunitas Aisiyah ITB Ahmad Dahlan Jakarta, menyampaikan pendapat bahwa perempuan sedang haid tidak dilarang berpuasa.
Pendapat ini ia sampaikan
dalam diskusi online yang diadakan oleh Pusat Studi Islam, Perempuan dan Pembangunan Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Jakarta bersama Komnas Ulama Perempuan Indonesia (KUPI).
Secara pribadi saya sangat menghargai pendapat Yulianti ini. Ia mendasari pendapatnya dengan argumentasi sebagai berikut. 1. Menurutnya, dalam Al-Quran tidak ada larangan perempuan haid untuk berpuasa.