Selama Ramadhan hingga lebaran ini kita dibuat sibuk menengok pada peristiwa Palestina. Hamas menyerang Israel dengan ratusan rudal, dan kemudian Israel menyerang balik dengan kekuatan udaranya yang memang lebih superior.
Benarkah demikian peristiwa itu terjadi atau sebaliknya, bukan itu esensi sedang mereka inginkan. Kita sedang diajak teralihkan dengan mendukung salah satu di mana kita tak tahu banyak pangkal keributan tersebut. Itu masalah orang lain,
negara lain dengan latar belakang politik yang seharusnya tak membuat kita larut dalam berpihak.
.
.
Sementara ketika berita dari Tidningen Global, yakni sebuah majalah yang berbasis di Swedia pada 6 Mei 2021 tentang masuknya batalyon Sepik ke dalam konflik bersenjata di Papua Barat tak menjadikan kita menoleh.
Batalyon yang terdiri dari relawan asal Provinsi Sepik, Papua Nugini telah mengumumkan akan bergabung dengan separatis Papua Barat. Mereka menyatakan siap berperang melawan tentara Indonesia untuk memerdekakan wilayah tersebut.
Ada kekuatan asing ingin masuk ke negara kita dengan membawa senjata namun itu tak membuat kita peduli.
Di tempat lain, 4 korban pembantaian di Poso di mana 2 diantaranya lagi-lagi telah dipenggal kepalanya oleh kelompok MIT masih juga tak menarik minat kita bersatu.
Mereka saudara satu bangsa dan satu tanah air kita sendiri. Seharusnya, kedua perkara itu lebih urgent bagi kita dibanding konflik abadi Palestina dan Israel.
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
P A L E S T I N A
.
.
.
Negeri (tuhan) tanpa damai
.
.
Pernah mendengar nama Hindia Belanda? Sebuah negeri jajahan Belanda yg membentang dari Sabang sampai Merauke & thn '45 berubah menjadi Indonesia. Namun pengakuan Internasional baru di dapat pada tahun 1949 minus Papua.
Kita komplain pada PBB dan marah pada sikap pengecut Belanda yang masih ingin berkuasa di Papua Barat. Sertifikat kepemilikan Kerajaan Belanda atas wilayah bernama Hindia Belanda itu telah resmi diserahkan pada Indonesia namun ukurannya tak lagi komplit. Papua disembunyikan.
UTI POSSIDETIS JURIS sebuah aturan hukum internasional yang kurang lebih bermakna apa yang diserahkan setara dengan sertifikat yang ada, tak dipenuhi oleh Belanda ketika serah terima kekuasaan pada rakyat Indonesia di konferensi meja bundar tahun 1949.
LAMARAN DITOLAK DUKUN BERTINDAK
.
.
.
.
.
😉😉😉
.
.
Ketegasan itu akhirnya kita dengar. Mereka yang tak lolos tes wawasan kebangsaan tak lagi dapat meneruskan karirnya di lembaga antirasuah tersebut.
Ini bukan tentang Novel Baswedan harus keluar karena faktor kita suka atau tidak. Dia tak lolos tes, maka dia tak pula berhak mendapat pekerjaan tersebut.
Sesimpel itu saja dan tak perlu dibawa pada banyak spekulasi.
📷MarkSmith
Di luar sana, banyak saudara kita yang pernah tak lolos tes masuk pegawai negeri sipil atau ASN dan namun pada tahun berikutnya mereka mencoba daftar lagi dan lagi. Siapa pun yang tak bosan dan mau belajar dari kesalahan, punya peluang besar diterima.
Kita tak pandai bersaing. Pun tak senang berkompetisi dan maka sering tak memaknai persaingan sebagai cara bagi meraih puncak prestasi.
📷Boy_Wonder
Sebagai bangsa dengan jumlah penduduk terbesar nomor 4 di dunia, (bisa dibilang) badminton sebagai prestasi dalam dunia olahraga adalah satu-satunya penyebab ada nama Indonesia disebut pada ajang atau event internasional. Yang lain..🙄
Pun dalam bidang yg lain, SDM kita ternyata memang tak terlalu bagus.
Pernah dengar negara bernama Kamboja? Tak terpaut jauh sebagai jarak letak negara itu dgn kita dan banyak diantara kita berprasangka bahwa negara tersebut jauh tertinggal dibanding negara kita.
Bukan demo besar seperti peristiwa pada tahun 2019 ketika perubahan UU KPK akan disahkan kita lihat hari ini, para cerdik pandai dengan nama besarnya tampil dengan opini masing-masing.
Ada pola perlawanan yang tampak berubah dari melibatkan massa, kini beralih pada individu atau petinggi organisasi. Dan ini berdampak cukup meyakinkan. Paling tidak, itu terlihat pada sikap dua petinggi yakni Ketua KPK dan Menteri PAN RB.
Ramai protes terdengar bersahutan. Mulai dari MUI, Pukat UGM, ICW, Koalisi Masyarakat Sipil, Reffly Harun, Bambang Wijiyanto, Ferbri Diansyah, Nursyahbani Katjasungkana dan masih banyak lagi yang tak mungkin disebut satu persatu.
Bukan sekali atau dua kali, bu Menkeu mengungkapkan kekhawatirannya tentang Indonesia yang berpotensi terjebak dalam "middle income trap" atau negara yang terjebak pada penghasilan menengah terus menerus.
Itu bukan monopoli atau tidak hanya terjadi pada negara kita saja tapi merupakan tantangan bagi setiap negara berkembang.
Dengan mudah kita akan menyebut Jepang, Singapura, Korea Selatan, Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan banyak negara di Eropa barat adalah negara-negara yang masuk kategori negara maju, negara dengan tingkat penghasilannya yang tinggi.
KARENA SEBAB | perut yang teramat lapar tak harus membuat kita kalap memakannya ketika itu terhidang di depan kita. Ada tata krama kita pernah diajarkan bahkan ketika makan jangan sampai menimbulkan bunyi baik berasal dari piring mau pun saat mengunyah.
Semua itu tentang adab. Tentang kita sebagai insan berbudaya tak harus "njembréng" (menunjukkan secara vulgar) keadaan kita. "Saru" (tak pantas) kita kenal dalam budaya kita.
Pun ketika memberi komentar, kita diajar untuk tak membicarakan keburukan orang lain di tempat terbuka. Unggah ungguh sebagai tata krama berbicara tentang siapa kita.