Dasar pemikirannya adalah soal adanya pro dan kontra. Atas hasil TWK pada KPK telah dinyatakan ada 75 orang tak lolos dan Novel adalah salah satunya. Nama ini memancing debat pada publik.
Sentimen bahwa pemerintah punya agenda pada hasil tes ini bergerak pada arah negative tampak sangat jelas.
Berbagai tuduhan bahwa pemerintah ada di belakang kejadian ini berkembang melebihi nalar logis sebuah peristiwa sederhana, itu tampak dari pernyataan banyak orang yang kita anggap pintar. Tau kan siapa para pintar itu?
Saya pribadi berpikir, ga lolos ya ga diterima masuk, dah sesimpel Itu saja. Lha calon ASN yang pernah ga lolos juga banyak kan? Yang jelas bukan cuma mereka ber 75 itu.
Bahwa ini kemudian ditarik pada ranah berbau politis, itu karena aktor-aktor di belakangnya adalah para politisi itu sendiri.
Bahwa tes itu kemudian dimaknai dengan ada bau konspirasi pemerintah menyingkirkan para idealis, itu promosi demi gaung.
Apa pun itu, Presiden pada akhirnya memang harus bersuara. Ini penting karena narasi bahwa KPK dilemahkan pada rezim Jokowi tak boleh berkembang. Presiden harus tampil dan tampak dalam sisi bijaknya.
Pernyataan Jokowi yang meminta TWK tidak menjadi standar pemberhentian pegawai merupakan sikap yang pas untuk menyelesaikan polemik pada riuh di KPK.
"Koq terkesan gamang ketika ombak besar itu datang?"
Karena ini politis, cara kita melihat pun harus dari sisi tersebut. Presiden tak bersuara justru akan dianggap sebagai pembenaran dari semua tuduhan yg berkembang. Presiden bersuara seolah larut dlm arah arus yg mereka buat, itu akan memberi warna berbeda. Adem, gitu kura-kura..
Namun ketika esensi apa atas komentarnya kita terjemahkan, itu seperti pernyataan seorang ayah pada anaknya yang gagal masuk perguruan tinggi misalnya ;
"kamu belajar lagi.. tahun depan pasti lolos. Ikut bimbel yang bagus yaa.. bapak yang bayarin!!"
Sederhana, tapi memberi harapan itu tetap hidup sekaligus sentilan atas kegagalannya karena kurang belajar.
Hal tersebut tampak saat beliau menyebut hasil TWK masih dapat dibenahi dengan melakukan pendidikan di tingkat lembaga.
"Kalau dianggap ada kekurangan, saya berpendapat masih ada peluang untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan dan perlu segera dilakukan langkah-langkah perbaikan pada level individual maupun organisasi," ujar Jokowi.
"Jadi bukan berarti mereka lolos dan Novel tetap jadi penyidik kan?"
Lah, koq selalu tentang Novel? Negara ini terlalu besar bersibuk ria dgn konspirasi seperti itu demi seorang Novel. Dia bukan pemilik strata itu.
"Trus gimana dong Anis?"
Bukannya lagi nyagub di Gaza?🤭
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Dalam satu tarikan garis lurus, Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sejarah tentang bagaimana bangunan sebuah negara yang wilayahnya
membentang dari Sabang sampai Merauke itu dibangun.
.
.
Ada proses panjang harus dilalui. Pondasi yang baik sangat menentukan kualitas bangunan yang akan dibangun di atasnya. Pun Indonesia merdeka.
Sebagai sebuah bangunan, peristiwa Kebangkitan Nasional adalah tentang pondasi yang dibuat demi tujuan Indonesia merdeka.
Kritik Jurnalis Pieter Brooshooft (1845-1921), tentang kewajiban moral Belanda untuk memberi lebih banyak hak kepada rakyat Hindia Belanda ditanggapi
MUNGKINKAH INDONESIA MENJADI JURU RUNDING PERDAMAIAN PALESTINA-ISRAEL?
.
.
.
Kita mendengar bahwa China menawarkan diri menjadi penengah "permusuhan abadi" antara Israel dan Palestina.
Ada alasan cukup masuk akal selain sebagai sesama negara Asia, China secara diplomatik berhubungan dengan keduanya. China selain teman baik Israel, dia juga bersahabat dengan Palestina.
Banyak sudah negara-negara barat tercatat gagal menjadi juru runding yang baik dan netral sehingga diterima kedua pihak.
Kita dibuat bingung dan tak mengerti kenapa seorang warga di NTB mainan tiktok menghina Palestina ditangkap polisi dan seorang siswi di Bengkulu dikeluarkan dari sekolah atas hal yang sama.
Benarkah mereka terkena tindakan karena telah menghina negara lain?
Menghina lambang negara kita sendiri, ada undang-undang yang mengaturnya. Apakah menghina negara lain juga diatur?
Trus siapa yang merasa dirugikan karena hinaan itu dan kemudian melaporkannya?
Bukankah penghinaan adalah delik aduan dan maka akan dilakukan penyelidikan oleh yang berwenang ketika sudah ada yang mengadukannya?
Sepertinya ini tentang tindakan yang dianggap dapat meresahkan. Pada poin ini, polisi memang punya penilaian subyektif.
TERKUTUKLAH mereka yang tertawa dalam kesengsaraan orang lain. Perang, apa pun motifnya adalah bencana bagi rakyat. Pun saling serang antara Israel dan Hamas adalah bencana kemanusiaan. Seringkali, para korban justru adalah mereka yang tak pernah menyentuh senapan.
Entah karena apa, kita mudah terpecah pada saling dukung. Kita mudah terpancing mencari warna seirama kita sudah miliki.
ISRAEL BUKAN KRISTEN, pun Palestina tak berteriak saya muslim pada konflik ini. Berdua, mereka memiliki masalah pelik yang lama tak pernah selesai dan berharap kita tak justru mengkomporinya.
Sikap resmi pemerintah Indonesia pada kasus Palestina adalah mendukung Two-state solution.
Apa itu?
Itu adalah rencana pembagian 2 negara atas wilayah Palestina oleh PBB setelah usai perang dunia II. Sebelumnya, Inggris telah diberi mandat atas Palestina sejak perang dunia l berakhir oleh LBB.
Di atas tanah itu akan didirikan 2 negara yang dimerdekakan yakni Arab Palestina dan Yahudi Palestina.
.
.
Khusus untuk Yerusalem, PBB menetapkan kota suci 3 agama itu sebagai kota netral.
POSO MASIH MENUNGGU, KSPI MENYALIP DI TIKUNGAN
.
.
.
Tak mudah bagi negara ini bersikap. Mengutuk Israel tanpa meminta Hamas menghentikan serangan rudalnya, jelas sia-sia. Tak ada satu negara pun akan berdiam diri ketika rakyatnya terancam. Pun Israel.
Negara itu tak mungkin tak membalas atas serangan ribuan rudal meski kritik dan kutukan datang dari seluruh dunia. Hanya masalah waktu saja kapan balasan itu akan dilakukan oleh Israel. Bukan mustahil balasan itu akan sangat keras.
Tak mudah mencari ujung siapa yang salah, semua subyektif belaka.
Mungkin, dengan pemerintah telah mengutuk Israel, kelompok (oposisi dalam negeri) yang akan menjadikan isu itu menjadi besar dan tak berujung dapat negara minimalisir.