TERKUTUKLAH mereka yang tertawa dalam kesengsaraan orang lain. Perang, apa pun motifnya adalah bencana bagi rakyat. Pun saling serang antara Israel dan Hamas adalah bencana kemanusiaan. Seringkali, para korban justru adalah mereka yang tak pernah menyentuh senapan.
Entah karena apa, kita mudah terpecah pada saling dukung. Kita mudah terpancing mencari warna seirama kita sudah miliki.
ISRAEL BUKAN KRISTEN, pun Palestina tak berteriak saya muslim pada konflik ini. Berdua, mereka memiliki masalah pelik yang lama tak pernah selesai dan berharap kita tak justru mengkomporinya.
Kedua bangsa itu hanya ingin hidup damai dan namun masih tak menemukan jalan, pantaskah saya memberi satu pihak tombak dan anda memberi pedang pada pihak lain?
KITA BUKAN POLITISI dimana pada mata mereka, semua adalah abu-abu. Konflik kemanusiaan Israel dan Palestina dapat dengan mudah mereka maknai untuk mencari dukungan sekaligus cara bagi memukul lawan politiknya.
Hanya itu yang mereka punya sebagai makna. Kita bukan pemilik mata seperti itu.
.
.
SECARA DE FACTO dan de jure kedua negara itu punya legitimasi. Keduanya negara merdeka dengan dasar hukum yang jelas sesuai hukum internasional.
Israel negara merdeka tahun 1948 dan Palestina tahun 1988, pun wilayah mereka tercatat secara jelas dalam lembar hukum internasional yang mengikatnya. Keduanya adalah negara yang sama-sama memiliki rakyat yang harus dilindungi.
Bila semudah materai 10.000 rupiah dapat mendamaikannya, Hmm...
JANGANKAN INDONESIA yang hanya kenal dengan Palestina, bahkan banyak negara besar dan berpengaruh sekaligus menjadi teman baik bagi keduanya telah mencoba menjadi penengah, itu tak pernah berhasil.
Politisi kita justru sibuk mencari nama dengan memaknai moment penuh darah ini dengan wajah liciknya. Pun moment ini sekaligus menjadi saat tepat menjatuhkan lawan-lawan politiknya. Shame on you…
HINGGA HARI INI, tak satupun negara mampu menjadi penengah yang berhasil. Yang menjadi kompor, banyak..😡
"Mungkinkah keduanya dapat berdamai?"
WILAYAH YANG MENJADI HAK Palestina sesuai hukum PBB masih diduduki Israel akibat banyak peristiwa perang sejak tahun 1948. Di sisi lain Israel yang ingin tidak selalu merasa terancam tak pernah bisa diyakinkan
bahwa Palestina atau paling tidak salah satu faksinya tak akan menyerangnya.
.
.
JELAS, ini bukan tentang perang agama. Ini tentang kemanusiaan yang harus menjadi concern kita bersama sebagai umat manusia yang tak harus terkotak-kotak.
DAN KITA SEBAGAI RAKYAT INDONESIA, tak pantas kiranya entah atas nama apa pun mendukung salah satu pihak demi menindas pihak yang lain. Apalagi kita terpecah dan kemudian justru saling tikam. Itu bukan budaya kita yang bangga dengan kebhinekaannya
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Dalam satu tarikan garis lurus, Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sejarah tentang bagaimana bangunan sebuah negara yang wilayahnya
membentang dari Sabang sampai Merauke itu dibangun.
.
.
Ada proses panjang harus dilalui. Pondasi yang baik sangat menentukan kualitas bangunan yang akan dibangun di atasnya. Pun Indonesia merdeka.
Sebagai sebuah bangunan, peristiwa Kebangkitan Nasional adalah tentang pondasi yang dibuat demi tujuan Indonesia merdeka.
Kritik Jurnalis Pieter Brooshooft (1845-1921), tentang kewajiban moral Belanda untuk memberi lebih banyak hak kepada rakyat Hindia Belanda ditanggapi
MUNGKINKAH INDONESIA MENJADI JURU RUNDING PERDAMAIAN PALESTINA-ISRAEL?
.
.
.
Kita mendengar bahwa China menawarkan diri menjadi penengah "permusuhan abadi" antara Israel dan Palestina.
Ada alasan cukup masuk akal selain sebagai sesama negara Asia, China secara diplomatik berhubungan dengan keduanya. China selain teman baik Israel, dia juga bersahabat dengan Palestina.
Banyak sudah negara-negara barat tercatat gagal menjadi juru runding yang baik dan netral sehingga diterima kedua pihak.
Kita dibuat bingung dan tak mengerti kenapa seorang warga di NTB mainan tiktok menghina Palestina ditangkap polisi dan seorang siswi di Bengkulu dikeluarkan dari sekolah atas hal yang sama.
Benarkah mereka terkena tindakan karena telah menghina negara lain?
Menghina lambang negara kita sendiri, ada undang-undang yang mengaturnya. Apakah menghina negara lain juga diatur?
Trus siapa yang merasa dirugikan karena hinaan itu dan kemudian melaporkannya?
Bukankah penghinaan adalah delik aduan dan maka akan dilakukan penyelidikan oleh yang berwenang ketika sudah ada yang mengadukannya?
Sepertinya ini tentang tindakan yang dianggap dapat meresahkan. Pada poin ini, polisi memang punya penilaian subyektif.
Dasar pemikirannya adalah soal adanya pro dan kontra. Atas hasil TWK pada KPK telah dinyatakan ada 75 orang tak lolos dan Novel adalah salah satunya. Nama ini memancing debat pada publik.
Sentimen bahwa pemerintah punya agenda pada hasil tes ini bergerak pada arah negative tampak sangat jelas.
Berbagai tuduhan bahwa pemerintah ada di belakang kejadian ini berkembang melebihi nalar logis sebuah peristiwa sederhana, itu tampak dari pernyataan banyak orang yang kita anggap pintar. Tau kan siapa para pintar itu?
Sikap resmi pemerintah Indonesia pada kasus Palestina adalah mendukung Two-state solution.
Apa itu?
Itu adalah rencana pembagian 2 negara atas wilayah Palestina oleh PBB setelah usai perang dunia II. Sebelumnya, Inggris telah diberi mandat atas Palestina sejak perang dunia l berakhir oleh LBB.
Di atas tanah itu akan didirikan 2 negara yang dimerdekakan yakni Arab Palestina dan Yahudi Palestina.
.
.
Khusus untuk Yerusalem, PBB menetapkan kota suci 3 agama itu sebagai kota netral.
POSO MASIH MENUNGGU, KSPI MENYALIP DI TIKUNGAN
.
.
.
Tak mudah bagi negara ini bersikap. Mengutuk Israel tanpa meminta Hamas menghentikan serangan rudalnya, jelas sia-sia. Tak ada satu negara pun akan berdiam diri ketika rakyatnya terancam. Pun Israel.
Negara itu tak mungkin tak membalas atas serangan ribuan rudal meski kritik dan kutukan datang dari seluruh dunia. Hanya masalah waktu saja kapan balasan itu akan dilakukan oleh Israel. Bukan mustahil balasan itu akan sangat keras.
Tak mudah mencari ujung siapa yang salah, semua subyektif belaka.
Mungkin, dengan pemerintah telah mengutuk Israel, kelompok (oposisi dalam negeri) yang akan menjadikan isu itu menjadi besar dan tak berujung dapat negara minimalisir.