“Millenial suka banget ngeluh. Gak seperti generasi kita yang mau bekerja keras.”
Kalian pernah dikomplain orang yang lebih tua? Atau malah kalian hobi komplain tentang yang lebih muda? Ternyata fenomena ‘nyindir’ ini ada penjelasannya lho!
A Thread!
Untuk pembahasan kali ini, kata generasi akan merujuk kepada generasi sosial. Definisi paling mudahnya, generasi adalah kelompok individu yang hidup pada saat yang sama.
Terus gimana cara menentukan seseorang masuk ke generasi yang mana? Ada 3 kriterianya:
Pertama, mengalami kejadian bersejarah yang sama ketika sedang berada dalam rentang usia yang berdekatan. Kemudian, memiliki kesamaan pola perilaku dan kepercayaan. Dan, terakhir, Menyadari kesamaan pengalaman dan sifat tersebut, sehingga mempunyai rasa keterikatan.
Kembali ke masalah jelek-jelekan antar generasi, fenomena ini disebut JUVENOIA oleh sosiolog David Finkelhor.
Hal ini bukan sesuatu yang baru dan muncul gara-gara ada internet, kecemasan berlebih terhadap hal-hal yang mempengaruhi kelakuan anak muda sudah ada dari zaman dulu.
Contohnya poster dari tahun 1627 ini yang membandingkan zaman old dan zaman now.
Padahal apabila melihat dari statistik, remaja dan anak muda biasanya ya biasa-biasa aja. Malah untuk beberapa kasus, mereka banyak mengalami peningkatan dibanding generasi sebelumnya.
Mulai dari tingkat kepedulian atas kesehatan yang naik, kemampuan intelektual stabil, bahkan kepedulian mereka terhadap karier dan pekerjaan (!!) kelihatannya gak ada yang perlu dikhawatirkan.
Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi paranoi tersebut:
Pertama adalah evolusi biologis. Sifat sensitif dan was-was terhadapan ancaman yang mungkin dihadapi keturunan adalah alat yang berguna untuk melakukan survival. Pada masa sekarang, ancaman itu berasal dari berbagai perubahan sosial.
Akibatnya generasi yang lebih tua akan membandingkan bagian baik dari masa lalunya dan bagian buruk dari masa sekarang.
Perkembangan teknologi yang cepat juga dapat memperbesar gap antargenerasi.
Kemampuan anak muda dalam beradaptasi dengan teknologi terbaru jauh lebih cepat dibanding yang lebih dewasa, dapat menyebabkan orang dewasa kurang memahami konteks yang sedang terjadi.
Masalah judgement antar generasi ini erat kaitannya dengan persepsi.
Persepsi kita terhadap perbedaan ini juga dipengaruhi oleh hubungan kita dengan generasi lainnya serta usia kita (Developmental Stake Hypothesis), seperti orangtua yang seorang boomer biasanya akan lebih perhatian terhadap millennial karena anaknya termasuk generasi tersebut.
Perbedaan antar generasi memang hampir selalu ada, tapi tidak signifikan dan tidak selalu sesuai dengan stereotipe. Perbedaan ini juga masih dapat ditelusuri, apakah disebabkan oleh generasi atau kelompok usia saat itu.
Denger-denger, lagu baru BTS yang rilis hari ini meraih 50 juta views dalam kurun waktu kurang dari 8 jam. Sebenarnya, gimana sih identitas fans Kpop ini yang massanya kuat sekali?
Manusia memiliki 3 aspek universal kehidupan yang menjadi bagian penting dalam human experiences: labor, work, dan action.
Mari kita mengupas buku legendaris Hannah Arendt yang berjudul Human Condition dalam 5 menit!
- a thread!
Dalam buku Human Condition, Arendt membahas 2 topik besar. Pertama adalah aktivitas manusia yang selanjutnya akan disebut Vita Activa. Kedua adalah kehidupan manusia di ranah privat dan publik.
Kita akan mulai dari Vita Activa yang terdiri dari 3 bagian penting, yakni labor, work, dan action.
Labor itu, dijelaskan Arendt, sebagai aktivitas manusia yang memungkinkan manusia untuk memenuhi kebutuhan fisiknya (aktivitas cyclical manusia untuk bertahan hidup).
Beberapa tahun belakangan, istilah “gerakan literasi” cukup marak digaungkan di Indonesia. Nyaris setiap orang yang gemar membaca atau menulis pernah mengucapkan “literasi”. Tapi, apa sih “literasi” sebenernya?
Kali ini Logos akan membahas apa itu literasi.
A Thread!
“Literasi” (Inggris: “literacy”) berasal dari kata “litera” yang bermakna “huruf”. Penggunaan istilah “literasi” merujuk pada kecakapan dalam membaca dan menulis.
Kecakapan untuk ‘membaca’ dan ‘menulis’ mengindikasikan adanya masyarakat yang telah dan sedang menggunakan huruf. Dengan kata lain, beraksara. Jadi, tidak mungkin ada gerakan literasi tanpa menitikberatkan pada persoalan aksara.
Cara lain memandang Islam ala Ali Syariati: tokoh religius humanistik yang rela dimusuhin ulama sampai dipenjara. Yuk simak ceritanya!
-a thread-
(1/2)
Kepercayaan yang dibatasi taqlid (penerimaan buta), ritual, ibadah keagamaan, dan dogma teologis menciptakan kondisi yang menyebabkan kita kesulitan melihat titik temu tauhid dengan pembebasan.
(2/2)
Tauhid sebagai fondasi Islam malah sering digunakan sebagai pembenaran ketidakadilan (hal yang sebenarnya paling ditentang dalam Islam).
You’ll find Rosamund Pike nailed her character (again) in this movie! Tapi, apakah filmnya sebagus Pike memainkan karakter Marla Grayson juga? Langsung kita cari tau aja bareng-bareng yuk!
Secara garis besar, I Care A Lot menonjolkan konsep ‘capitalism at its finest’. Hal itu bisa dilihat dari premis film ini, yaitu Marla Grayson memilih dan memanipulasi klien-klien paruh baya agar ia bisa menjadi a legal guardian bagi mereka atau, gampangnya, ‘wali pengurus’.
Secara keseluruhan, tugas Marla adalah mengambil alih semua aset. Tidak hanya itu, ia bahkan menentukan sendiri konsumsi & kesehatan para kliennya. Berkedok peduli, padahal sebetulnya ia hanya ingin memiliki harta mereka.