Beberapa amalan Umat Islam di Jawa yang secara nama masih menggunakan bahasa Jawa, namun secara subtansi telah berubah di isi dengan amalan Islami, masih saja dianggap sebagai sesuatu yang bid’ah atau di haramkan. Seperti Nyadran, Tingkeban, Selapan, Haul dan lainnya.
Padahal sebagaimana dikatakan oleh Imam dari al Azhar, Syaikh Jaad al-Haq menjelaskan:
العبرة فى المحرمات ليست بالأسماء، وإنما بالمسميات
“Penilaian sesuatu yang diharamkan tidak terletak pada nama, namun pada subtansi isinya”
Dalam Nyadran atau Megengan subtansinya adalah ziarah kubur, mendoakan almarhum, membaca ayat al Quran, berbagi sedekah atas nama mayit, kesemuanya ini adalah ajaran Islam. Lalu dari segi mana yg haram dan sesat..?
Haul telah menjadi sebuah rangkaian dari mengingat kisah keutamaan bagi orang yang sudah wafat.
Salah satu bukti Rasulullah melakukan "Haul" yang kemudian diadopsi oleh umat muslim Nusantara yang disesuaikan dengan urf (kearifan lokal).
Subtansi mengingat dan menyebut secara khusus untuk Sayidah Khadijah telah dilakukan oleh Nabi.
Aisyah berkata: "Tidaklah aku cemburu kepada seorang wanita seperti kecemburuanku kepada Khadijah, karena Rasulullah sering menyebut-nyebutnya"
"Allah memerintahkan kepada Nabi agar memberi kabar gembira kepada Khadijah sebuah rumah dari mutiara di surga. Dan jika Nabi menyembelih kambing maka Nabi hadiahkan kepada teman-teman dekat Khadijah hingga dapat memenuhi keperluannya".
(Hr Bukhari)
Dalam redaksi kalimat riwayat imam at Tirmidzi :
وإن كان ليذبح الشاة فيتتبع بها صدائق خديجة فيهديها لهن
“Jika Nabi menyembelih kambing, maka beliau mencari-cari teman dekat Khadijah, lalu Nabi menghadiahkannya kepada mereka”.
Adapun kebolehan menentukan waktu dikarenakan kesibukan, bisa nya seminggu sekali, sebulan sekali atau bahkan setahun sekali.
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah mendatangi masjid Quba’ setiap hari Sabtu, baik berjalan atau menaiki tunggangan. Dan Abdullah bin Umar melakukannya”.
(Hr Bukhari, Muslim)
Imam an-Nawawi berkata:
فيه جواز تخصيص بعض الأيام بالزيارة , وهذا هو الصواب وقوْل الجمهور
“Dalam hadis ini dijelaskan bolehnya menentukan sebagian hari untuk ziarah. Ini adalah pendapat yg benar dan pendapat mayoritas ulama”
(Syrah sahih Muslim)
Slogan kalimat dibawah ini seolah sebuah dalil untuk melarang suatu amalan yg telah menjadi ‘ijtihad’ oleh sebagian ulama.
"Tidak dilakukan oleh Rasulullah” atau “Tidak ada contoh dari Rasulullah” bid'ah, tercela, dan meyelisihi.
Tuduhan semacam itu memang sering dijadikan alat oleh Salafi-Wahabi untuk membidahkan amalan-amalan yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam. Lantas jika ada dalilnya apakah bukan fitnah yang telah dituduhkan..?
Atau mereka banyak meyembuyikan dalil, atau memang hanya mengambil yg sesuai selera syahwatnya saja?
Mereka lupa bahwa semua itu ada dalilnya seperti sahih Bukhari, Muslim dan kitab imam Hadist lainya dari ulama-ulama muktabar yg bermadzhab.
Wallahualam
Semoga bermanfaat 🙏🏿🌹
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Sebagian orang telah membid’ahkan sholat sunnah qabliyah jum’at. Menurut pandangan mereka hal ini tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah saw, atau para sahabat.
Banyak hadis dari ulama pakar ahli fiqih dalam madzhab Syafi’i dan lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan sunnah nya sholat qabliyah jum’at. Mari kita ikuti hadits-hadits yang berkaitan dengan sholat sunnah diantaranya.
Hadits riwayat Bukhori dan Muslim : Dari Abdullah bin Mughaffal al-Muzanni, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: ‘Antara dua adzan itu terdapat shalat. Menurut para ulama yang dimaksud antara dua adzan ialah antara adzan dan iqamah.
akan tetapi sudah seharusnya kita tidak lalai di tengah-tengah mengikuti detailnya dari inti yang menjadi asal dari peristiwa-peristiwa tersebut.
Yang sebenarnya terjadi di Palestina adalah adanya kelompok Zionis Teroris Radikal yang menyerang dan merampas tanah yang sejak dulu penduduknya hidup dengan rukun dan damai, mereka terdiri dari Muslim, Kristen, Yahudi dan Samer.
Suatu ketika....
Hari raya tinggal menghitung hari, Hasan dan Husein bersedih karena mereka belum memiliki pakaian baru menjelang hari raya.
Rumah tangga sayyidah Fatimah dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib tidak seperti sahabat-sahabat yang lain.
Mereka termasuk barisan keluarga yang miskin kala itu,
Sekalipun mereka keluarga Rasulullah ﷺ
Kesedihan Hasan dan Husen bertambah ketika melihat teman-teman seusia mereka di seluruh penjuru Madinah sudah memiliki pakaian baru untuk menyambut hari raya.
Mereka pun tak tahan lagi untuk menahan kesedihannya hingga mereka pun akhirnya memberanikan diri untuk bertanya ;
“Wahai, Ibu....! Anak-anak di Madinah telah dihiasi dengan pakaian hari raya kecuali kami, mengapa ibu tidak menghiasi kami...?,” kata Hasan dan Husein.
Di suatu pagi Hari Raya Idul Fitri. Rasulullah Saw seperti biasa tiap hari lebaran, mengunjungi rumah demi rumah untuk mendo’akan kaum Muslim agar merasa gembira dan bahagia pada hari raya itu.
Semua terlihat merasa gembira dan bahagia, terutama anak-anak. Mereka bermain sambil berlari-lari ke sana ke mari dengan mengenakan pakaian yang bagus serta mainan-mainan ditangannya.
Namun tiba-tiba Rasulullah Saw melihat di sebuah sudut jalan ada seorang gadis kecil sedang duduk bersedih sambil menangis. Ia memakai pakaian yang sangat lusuh serta rambut yang acak-acakan dan sepatu yang telah usang. Rasulullah pun bergegas menghampirinya.
Pada saat malam Takbiran, Sayyidina Ali ibn Abi Thalib terlihat sibuk membagi-bagikan gandum dan Kurma. Beliau bersama istrinya, Sayyidah Fathimah az-Zahra, Sayyidina Ali menyiapkan tiga karung gandum dan dua karung Kurma.
Terihat, Sayyidina Ali memanggul gandum, sementara istrinya Sayyidah Fatimah menuntun Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein. Mereka sekeluarga mendatangi kaum fakir miskin untuk disantuni.
Esok harinya tiba Shalat ‘Idul Fitri. Mereka sekeluarga khusyuk mengikuti Shalat jama’ah dan mendengarkan khutbah. Selepas khutbah ‘Id selesai, keluarga Rasulullah Saw itu pulang ke rumah dengan wajah berseri-seri.