Ada yg galak kalo kita pilih Pancasila, karna agama yg utama. Tapi ada yg gak suka kalo kita pilih Qur'an, karna dianggap berpotensi radikal. Lalu ributlah kita.
Smntr sang pembuat pertanyaan yg mempertentangkan itu aman-aman aja dg kepentingannya.
Kelompok Islam politik & puritan selalu mempertentangkan Pancasila dg Qur'an, demokrasi dan agama. Lha kok skr aparat negara yg merasa berwawasan kebangsaan kok mempertentangkannya. Bikin masalah baru aja.
Bung Karno penemu Pancasila aja tdk mempertentangkannya. Ia bahkan punya konsep Nasakom. Tapi kom-nya udah gak mgkn.
Nasionalisme ala Soeharto tampaknya mmg lbh berpengaruh ktmbg nasionalisme Bung Karno. Dan itu yg dipeluk aparat.
Ini pertanyaan ntar ditiru byk lembaga, baik lembaga negara maupun swasta, dg tujuan mencari yg sesuai kepentingannya, dan makin terbelahlah kita.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Di tengah byk org kupingnya tipis, pemidanaan penghinaan bs jd blur. Subyektif. Problematik lg kalo menghina lembaga dipidana.
Mundur kok gak uwis-uwis. Kecemplung kali ntar pakde...
Menghina tentu bukan hal baik. Tapi memenjarakan penghina lbh tdk baik lg.
Org menghina itu ada yg karena ekspresi kesombongan & merasa lbh powerful dan lbh ok dr yg dihina, tp menghina lembaga biasanya karena ekspresi kemarahan ato kekecewaan—yg justru mesti dicari penyebabnya.
Akal-akalan Firli Pakai Cap 'Taliban' & TWK untuk Pecat Pegawai KPK | Cak Harun salah satu target penyingkiran, dan jika ia dianggap gak nasionalis gw mo ketawa ngakak. tirto.id/akal-akalan-fi…
Penetrasi perwira di periode kedua Jokowi gw rasa harus jd perhatian byk kalangan. Karena akan memengaruhi Indonesia pasca 2024.
Sblm pembentukan kabinet gw pernah mengeluhkan soalnya banyaknya perwira yang diakomodasi ke seorang pejabat istana. Nalar dan tradisi perwira itu beda, gak cocok buat membangun Indonesia yang demokratis. Hanya bbrp yang bnr-bnr paham berdemokrasi. Umumnya tangan besi.
Wong-wong do pengen khilafah. Lha khilafah itu kesultanan, koyo kerajaan. Nek sultane mati yang gantiin anak, adik ato kerabat yang lain. Kekhilafahan umayah, abasiyah maupun ustmani ya gitu. Karena itu sistem yang lazim jaman itu. Kok mo dihidupin jaman skr?
Abad 9-10 Masehi misal, saat kekhilafahan Abbasiyah berkuasa, di Nusantara ada Wangsa Syailendra (Borobudur) hingga Sriwijaya dan Mataram Hindu ya sistem politiknya gak beda jauh: kerajaan/kesultanan. Beda agama aja. Raja/sultan tdk dipilih dan kalo meninggal yang gantiin turunan
Gak ada yg bisa disebut "sistem politik Islam" yang baku. Qur'an dan hadist tak membakukan itu. Yang ada perintah musyawarah dalam menyelesaikan persoalan dan tata hidup bersama, yang dipraktekkan khulafaur rasyidin tp gak dipraktekkan umayah abbasiyah maupun Turki ustmani.
Perjuangan demokrasi dan kemanusiaan itu butuh nafas panjang. Jika kamu mudah apriori dan gak percaya ama orang sampe level gak mau komunikasi maka kamu baiknya pergi ke surga duluan aja. #eh#circlenote
Berkaca pengalaman sejarah negara-negara, demokrasi selalu naik-turun. Liat Mesir, India, Filipina, Thailand, Malaysia bahkan Amerika. Dan kita hanya mahluk-mahluk yg memainkan peran kecil dlm pergerakan sejarah. So jgn mudah patah ato apriori trhdp sejarah.
Polarisasi jelas sdh terjadi. Solidaritas in-group menguat sbg aksi/reaksi atas out-group. Ada byk perdebatan, makian, fitnahan dst. "I’ve been a victim of that, I’ve been a perpetrator of that," kata pemain bola Megan Rapinoe menggambarkan.
Tapi media online bukan satu-satunya faktor. Faktor offline menurutku memainkan peran lbh besar dlm urusan radikalisme: eks-school agama, rohis, ustadz2 masjid tertutup, pengajian terbatas dst.
Kalo yg intoleran ato (sekedar) ultrakonservatif mgk faktor online peran lbh besar.
List di atas cermin web islam. Moderat cuma satu (NU Online). Yg 5 ntoleran dan ultrakonservatif. Tp gak radikal (pro-kekerasan). Yg web2 radikal turun.
Semangat amar makmur nahi munkar berkobar di kalangan "the new muslim". Tapi tanpa ilmu, jadinya kayak pak ogah yg punya hasrat menilang org yg melanggar lalu lintas.
Warga negara yg baik hrs taat hukum. Muslim yg baik hrs taat aturan, jalanin perintah dan ninggalin larangan. Tp jika kamu bukan penegak hukum kamu gak boleh memaksa ato menghakimi warga. Yg kamu bs adalah berdakwah, mendidik—tanpa paksaan.