Karna tdk pernah didoktrin sbg pemegang kunci surga, menyadari msh pembelajar, dan kerendahan hati dlm beragama. Tp ada jg sih yg kurang woles, meski dikit.
Semangat amar makmur nahi munkar berkobar di kalangan "the new muslim". Tapi tanpa ilmu, jadinya kayak pak ogah yg punya hasrat menilang org yg melanggar lalu lintas.
Warga negara yg baik hrs taat hukum. Muslim yg baik hrs taat aturan, jalanin perintah dan ninggalin larangan. Tp jika kamu bukan penegak hukum kamu gak boleh memaksa ato menghakimi warga. Yg kamu bs adalah berdakwah, mendidik—tanpa paksaan.
Corak politis dr "new muslim" Indo ato the old muslim yg model "ikhwanul muslim" membuat mrk mengejar identitas, pengakuan sosial serta representasi kekuasaan. Smntr the old muslim sunni-tradisi lbh mengejar ketenangan dan kedekatan pada Ilahi. Soal politik ikut rule demokrasi.
Mengejar identitas, pengakuan sosial serta representasi kekuasaan tentu boleh dan sah dlm demokrasi. Tapi menganggap dan menginternalisasinya sbg "perintah agama" apalagi "jihad" menimbulkan bahaya: pemaksaan & pemutlakan.
Demokrasi mengandaikan ada kompetisi sehat dan negosiasi. Kalo klaim menjalankan perintah agama (menyangkut hidup org/pihak lain) jadinya mutlak2an—yg berujung pemaksaan dan tibdakan otoritan. Hampir semua "negara agama" skr bs dibilang otoritarian. Iran ato Saudi.
Dalam urusan hidup bernegara gw meyakini demokrasi (dg segala kekurangannya) adalah yg terbaik. Karna dlm demokrasi negara tdk absolut, beda dg kerajaan (monarki) yg berpusat pada "satu orang raja" ato negara agama (teokrasi) yg mengklaim mewakili Tuhan.
Berdemokrasi buat muslim pada dasarnya jg menjalankan perintah agama: wa amruhum syura bainahum—dan dalam urusan kalian bersama musyawarahkanlah di antara kalian.
