Acep Saepudin Profile picture
Jun 28, 2021 199 tweets 31 min read Read on X
- DUSUN ANGKER -

Sebuah cerita tentang suatu dusun yg tertutup dari dunia luar. Dusun yg angkernya tidak hanya terkait hal-hal mistik saja melainkan juga terkait warganya yg tidak ramah pendatang...

@IDN_Horor @ceritaht @WdhHoror17 @FaktaSejarah #ceritahorror Image
Cerita yg saya tulis ini kemungkinan memiliki judul yg sepertinya sudah terlalu umum. Tapi saya pastikan isi cerita bukan hasil dari menyontek karya orang lain. Bahkan cerita ini asli hasil pemikiran saya sendiri berdasarkan pada pengamatan pada sekelompok masyarakat yg memang
tertutup dari dunia luar. Bahkan masyarakat ini selalu berusaha mati-matian agar tidak ada orang asing yg memasuki wilayahnya. Mereka tidak segan membunuh orang-orang asing yg berani memasuki wilayah di mana mereka bertempat tinggal serta bermata-pencaharian.
Baiklah kita langsung simak ceritanya...

Pada siang menjelang sore hari di sebuah warung kopi di sebuah kota yg namanya dirahasiakan. Terdapat empat orang laki-laki sedang mengobrol. Dua di antaranya adalah bapak-bapak, yg satu berkopiah, yg satu lagi mengenakan udeng-udeng
bercorak batik.

Sedangkan dua orang lagi adalah pemuda yg mengenakan setelan casual.

"Hutan itu terlalu luas untuk dijelajahi. Meski ada jalur untuk mobil tapi medannya cukup berat. Perlu menggunakan mobil khusus offroad kalau mau melewatinya," ujar salah seorang bapak-bapak.
"Begitu, ya? Saya hanya merasa penasaran mengenai rumor yg selama ini beredar. Konon jalur yg membelah hutan itu melewati suatu area yg ternyata ada pemukimannya yg berada tidak terlalu jauh dari sana," tukas bapak yg mengenakan udeng-udeng.

"Pemukiman di tengah hutan, pak?"
ucap salah satu pemuda sambil menatap bapak itu dengan penasaran.

"Kamu baru tahu? Bukannya kamu sudah lama menetap di sini, ran?" Bapak berudeng-udeng itu menatap heran ke arah pemuda bernama Ahran itu.

"Saya memang sudah lama di sini, Pak Tohar. Tapi saya baru mendengar
soal rumor barusan. Lagipula apa pentingnya, pak?" Ahran menatap balik Pak Tohar.

"Itu hanya rumor, Pak Tohar. Lagipula orang macam apa yg memilih hidup di tengah hutan yg jauh dari mana pun," bapak berpeci berbicara.

"Pak Ihsan ini seperti kurang update saja. Banyak lho orang
-orang yg memilih hidup di tempat terpencil yg jauh dari dunia luar. Bahkan mereka menjadi sangat liar saat bertemu orang asing," tukas Pak Tohar.

"Dani, kok dari tadi kamu diam saja? Biasanya kamu yg paling banyak ngomong," ucap Ahran saat menengok ke arah temannya itu.
"Aku jadi teringat Sulman, ran. Kau tahu dia kan menghilang saat mengantar kayu gelondongan menggunakan truk. Truknya ketemu di jalur tengah hutan itu, tapi Sulman tidak. Ia menghilang. Ia juga sudah sebulan ini tidak pulang ke mess," tukas Dani membuat Ahran tertegun.
"Sulman juga tidak mungkin pulang ke Jawa. Ia tidak pernah mengatakan akan segera pulang kampung. Lagipula waktu itu ia baru seminggu habis dari kampung. Aku khawatir ia diculik orang dari kampung yg dimaksud Pak Tohar," tambahnya sambil menatap Pak Tohar.

"Jangan ngawur, dan.
Lagipula keberadaan perkampungan itu hanya sebatas rumor. Belum ada yg membuktikan kalau kampung itu ada," tukas Ahran sambil menggelengkan kepalanya.

"Itu karena mereka yg mencoba membuktikannya tidak ada yg kembali," ucap Pak Tohar disambut tatapan kaget semua orang.
"Lah, memangnya siapa saja yg pernah bilang ingin membuktikan keberadaan kampung itu?" tanya Pak Ihsan dengan raut wajah tegang.

"Sulman itu pria pendek yg berprofesi sebagai sopir truk pengangkut kayu gelondongan, kan? Dia pernah berbicara di depan saya bahwa dia ingin
melihat kampung itu dengan mata kepalanya sendiri. Dia bukan satu-satunya yg pernah berbicara begitu kepada saya. Sebelumnya pasangan suami-istri bernama Idlam dan Lashri juga berbicara hal yg sama kepada saya," tutur Pak Tohar.

Ahran dan Dani saling pandang. Sementara
Pak Ihsan terlihat menggelengkan kepalanya.

"Lalu?" ucapnya.

"Sulman adalah teman kami, pak. Bahkan ia sudah kami anggap sebagai saudara. Menghilangnya dia jelas membuat kami semua panik. Polisi bahkan tim SAR belum juga menemukannya hingga sebulan berlalu," kata Dani.
"Maksudmu, kamu ingin mencari Sulman sendiri begitu?" tanya Pak Ihsan.

"Ia tidak akan sendiri. Saya akan memfasilitasi mereka sekaligus saya turut serta," tukas Pak Tohar.

Pak Ihsan menggelengkan kepalanya. "Itu bukan ide yg bagus. Lebih baik kalian tidak melakukannya. Biar
aparat yg mencari Sulman maupun pasangan itu," ucapnya.

"Lho? Bukannya bapak beberapa waktu lalu bilang bahwa kampung itu hanya rumor. Kok skrng gerak-gerik bapak malah menunjukkan hal yg bertentangan dgn ucapan bapak sebelumnya?" Pak Tohar menatap penasaran ke arah Pak Ihsan.
Pak Ihsan tampak gelagapan.

"Memangnya ucapan saya barusan bertentangan dengan ucapan saya mengenai rumor kampung itu?" ucapnya seolah tidak merasa.

Ahran menatap penasaran ke arah Pak Ihsan. Ia merasa jika laki-laki itu sedang menyembunyikan sesuatu.
"Pak Ihsan kan kenal baik dengan Sulman. Mungkin bapak tahu hal soal dia yg tidak kami tahu?" ucapnya disambut gelengan kepala Pak Ihsan.

"Nak Sulman itu orangnya rajin, ia juga tidak pernah membantah jika diminta membantu pekerjaan seperti membetulkan genting misalnya," tukas
dia.

"Membantu pekerjaan?" Ahran merasa ada yg janggal dengan kata-kata yg diucapkan Pak Ihsan barusan.

"Sudahlah, nak Ahran. Tidak perlu dilanjutkan. Lagipula saya pamit mau pulang dahulu. Istri saya barusan WA. Ia meminta saya pulang. Ada tamu penting," kata Pak Tohar.
"Lalu untuk rencana kita mencari teman kami bagaimana itu, pak?" tanya Dani seraya bangkit dari duduknya.

Pak Tohar yg sedang bersiap melangkah, menoleh ke arah Dani.

"Kita bicarakan nanti di rumah. Kalian datang berdua, ya. Kalau Pak Ihsan sendiri apakah ada niatan untuk
datang? Mungkin bapak tertarik untuk ikut bersama kami?" ucapnya kemudian menatap ke arah Pak Ihsan yg sedang balik menatapnya.

"Tidak, terimakasih, Pak Tohar. Lagipula nanti malam saya mendapat giliran jaga," tukasnya sambil menatap ke kejauhan.
Waktu beranjak petang. Saat ba'da isya, Ahran dan Dani telah berada di rumah Pak Tohar. Mereka tdk berkumpul di dalam rumah melainkan di sebuah gazebo yg terbuat dari bambu yg dipelitur.

Malam itu mimik wajah Pak Tohar terlihat serius. Ia seperti baru mendapatkan kabar penting.
"Ini cukup gawat. Tamu yg datang tadi sore membawa kabar tidak mengenakkan. Mereka datang sekeluarga hanya untuk memberitahu saya bahwa anggota keluarga mereka, seorang perempuan, hilang ketika ikut rombongan para offroader. Tidak ada satu pun di keluarga itu yg tahu jalur yg
dilewati para offroader tersebut. Saya bertaruh jika para offroader itu melewati jalur di mana Sulman dan pasangan suami-istri itu hilang," ujar Pak Tohar dengan nada agak gemetar.

"Lalu, bagaimana tanggapan bapak?" tanya Ahran penasaran.

"Saya sudah berjanji pada mereka
untuk melakukan pencarian ke lokasi tersebut. Kalian berdua tentu yg menjadi rekan perjalanan saya. Apalagi kalian berdua ingin menemukan Sulman, bukan?" tukas Pak Tohar. "Besok setelah pekerjaan selesai, kita akan langsung berangkat," tambahnya.

"Apa itu tdk terlalu mendadak?"
tanya Ahran dengan heran.

"Lho? Bukannya lebih cepat lebih baik? Bahkan seharusnya malam ini juga kita berangkat. Tapi berhubung mobilnya sedang diservis, ya tunda dulu sampai jam kerja besok berakhir," kata Pak Tohar sambil mengedarkan pandangannya ke arah Ahran dan Dani.
Singkat cerita. Keesokan harinya tepat setelah jam kerja berakhir, yaitu pada pukul 04.00, sebuah mobil SUV warna putih melaju keluar dari kota kecil itu.

SUV tersebut melaju kencang di jalanan beraspal rata nan mulus.

"Kita terlalu sore berangkatnya. Sesampainya di sana kita
bisa kemalaman," ujar Ahran sambil menatap ke arah kaca depan.

"Sebentar lagi kita tiba di persimpangan itu. Hanya sepotong jalan yg diaspal. Selebihnya adalah jalan batu yg kemudian bersambung dengan jalan tanah yg sangat becek jika musim hujan," kata Pak Tohar yg mengemudikan
mobil.

"Pak, apakah bapak tidak melihat gelagat aneh Pak Ihsan saat kemarin kita di warung kopi? Kok dia seperti gelagapan begitu saat bapak membicarakan tentang kampung itu?" kata Dani yg duduk di samping Pak Tohar.

"Mungkin dia belum sarapan. Makanya gelagapan," tukas Pak
Tohar dengan santai.

"Masa karena belum sarapan? Mungkin dia sedang menyembunyikan rahasia yg berkaitan dengan keberadaan kampung di tengah hutan itu," kata Dani seraya melihat ke arah sebuah rumah berdiri terpencil dengan jarak beberapa meter dari pinggir jalan raya.
"Rumah itu mencurigakan. Aku barusan melihat sepasang mata yg menyala, mengintip dari jendelanya," katanya.

"Rumah itu sudah lama ditinggalkan penghuninya. Konon karena tanah itu milik pemerintah kabupaten. Membangun rumah di atasnya otomatis dianggap menyerobot tanah milik
negara," tukas Pak Tohar seraya melihat ke arah pertigaan.

Ia kemudian membelokkan kendaraannya ke arah kanan.

"Ini dia jalur menuju tengah hutan rimba. Yang saya tidak suka dengan jalur ini adalah banyaknya truk yg parkir sampai menutupi badan jalan," katanya seraya melihat
ke arah tiga truk yg terparkir hingga memakan badan jalan.

"Masih mending truk biasa, pak. Coba kalau logging truck yg trailer itu. Bisa-bisa kita harus mundur buat kasih jalan," sahut Ahran sembari menengok ke belakang dan tersentak.

"Astaga!" pekiknya.

"Ada apa, ran?"
Sontak Pak Tohar menginjak pedal rem kemudian melihat ke arah kaca spion tengah. Dani juga lantas menengok ke belakang ke arah Arhan.

Di bangku tengah hanya Arhan yg wajahnya terlihat memucat. Ia juga terdengar melafalkan ayat kursi.

"Ada apa sebenarnya, ran? Tidak ada apa
-apa, tuh," kata Dani dngn gusar.

Arhan mencoba menenangkan diri kemudian menghela nafas beberapa kali.

"Sumpah makhluk itu ada di bangku belakang. Kedua matanya itu bersinar warna merah. Ia seperti nenek-nenek berambut hitam mengembang begitu," ucapnya membuat Dani terkejut.
"Seperti nenek-nenek berambut hitam mengembang? Salahku tadi melihat ke arah rumah itu. Artinya dia mengikuti kita," tukas Dani seraya bergidik.

"Maksudmu?" tanya Ahran penasaran.

"Aku juga melihatnya. Tapi di rumah itu. Di balik jendela yg sudah tidak ada daun pintunya.
Ia melihat ke arahku seperti ingin menerkamku," tukas Dani.

"Kalian banyak-banyak berdoa saja. Baca-baca ayat suci Al-Qur'an. Semoga sosok itu tidak menyeret kita ke dalam nasib buruk," timpal Pak Tohar seraya melajukan kembali mobilnya.

Ahran dan Dani pun terdiam. Mereka
kini fokus menatap ke depan, ke arah jalan yg kini berupa jalur tanah yg penuh dengan cekungan bekas tapak ban mobil terutama truk.

Jalur tanah tersebut membelah sebuah perkampungan dengan ramainya aktivitas para warganya. Rumah-rumah tampak berderet di sepanjang kiri dan kanan
jalan yg dilewati.

Saat Pak Tohar memacu kendaraannya dengan kecepatan agak tinggi karena menemukan jalan yg berkontur rata, mendadak seorang nenek-nenek muncul menghadang.

Otomatis Pak Tohar menghentikan laju mobilnya.

"Astaghfirullah'al adzhiim! Nek, ngapain ngehalangin
jalan? Untung saja saya sigap berhentiin mobil," pekik Pak Tohar kemudian melihat ke arah nenek tersebut.

Nenek itu tampak berbicara dengan bahasa lokal yg tidak dapat dimengerti.

"Dia bicara apa?" tanya Ahran sambil menatap ke arah nenek itu.
"Dari gerak-geriknya sepertinya dia ingin kita putar balik. Dia melarang kita meneruskan perjalanan," tukas Pak Tohar.

"Lalu apa kita akan kembali saja? Oh, rupanya sudah hampir maghrib," kata Ahran sambil melihat ke depan.

Mendadak terdengar suara klakson nyaring dari
belakang. Saat menengok, rupanya sebuah truk logging trailer yg kosong, melaju melewati mobil Pak Tohar melalui jalur sebelah kiri yg kosong.

Si nenek tiba-tiba berlari ke arah truk itu, berusaha untuk menghentikannya, namun gagal. Truk trailer tersebut berhasil lewat hingga
semakin menjauh saja dari sana.

Si nenek tampak mencak-mencak kemudian melemparkan batu ke arah truk yg telah melewatinya dngn tidak sopan itu.

Saat ia melihat ke arah mobil yg dikendarai Pak Tohar, mobil tersebut sudah tidak ada.

Si nenek pun bersungut-sungut saat melihat
SUV putih tersebut telah jauh melaju, mengikuti truk trailer tersebut.

"Maafkan kami, nek. Bukannya kami tidak mau mendengarkanmu tapi kami tidak mengerti bahasamu," ucap Pak Tohar seraya terkekeh. "Meskipun kami mengerti tapi kami sudah bertekad untuk menemukan mereka yg
tersesat di dusun atau kampung itu," tambahnya.

"Tidak usah nyerocos, pak. Nenek itu tidak akan mendengarnya. Kalaupun mendengarnya juga, ia belum tentu mengerti," sergah Ahran.

SUV yg dikemudikan Pak Tohar melaju perlahan melewati jalan tanah yg mulai becek. Apalagi truk di
depan melaju tersendat karena mengalami slip di jalur licin dan becek itu.

"Di sini abis hujan, ya. Kalau saja lagi musim kemarau, jalanan seperti ini gampang dilewatinya," ujar Dani seraya melihat ke arah kaca spion di hadapan kirinya.

Ia tertegun saat melihat sosok tepat di
belakang Ahran, sedang bersiap mencengkeram bahu temannya itu.

"Ahran! Cepat menyingkir! Dia di belakangmu!" pekiknya.

Nguuuunggggg....

Mobil yg mereka tumpangi mengalami slip saat roda belakang terperosok ke dalam jejak ban truk yg cukup dalam.

"Ahhhhh!" Ahran berteriak
panik sembari ia bergulir ke kanan.

Saat melihat ke bangku belakangnya, tampak sosok itu sedang menyeringai.

"Baca, ran! Baca!" teriak Dani sembari membaca ayat kursi.

Sedangkan Pak Tohar yg turut dibuat panik, tidak lantas menoleh ke arah belakang di mana Ahran sedang
ketakutan. Ia tetap melihat ke depan, ke arah truk yg posisinya kini melintang menghalangi jalan.

"Pekerjaan lagi! Kita harus keluar. Tinggalkan saja itu!" ucapnya seraya mematikan mesin.

Ia kemudian keluar dari mobil. Sementara Ahran dan Dani dengan pontang-panting keluar
dan menyusul Pak Tohar.

"Ini mengerikan!" ucap Ahran sambil bergidik ngeri.

"Apa tujuan dia mengikuti kita?" kata Dani seraya bergegas ke arah truk yg mengalami gagal menanjak itu.

Tanjakan yg akan dilewati tidak seberapa tinggi, namun dikarenakan jalannya yg berupa tanah
serta baru diguyur hujan, maka tanjakan itu menjadi sulit untuk dilewati.

Pak Tohar yg lebih dulu sampai disambut sopir dan kernet truk tersebut.

"Wah, gagal menanjak, ya. Cuma 4x6, ya?" ujarnya.

"6x6, kok. Tapi saya tadi salah banting setir. Harusnya ke kanan, malah ke
kiri," sahut si sopir yg masih berada di kabin.

Sementara si kernet sedang berusaha menimbun lubang jejak ban truk dengan material seadanya seperti batu ataupun kayu.

"Tohar. Maghrib-maghrib begini mau mengangkut kayu, mas?" tanya Pak Tohar.

"Biasalah, om. Punya anak beranjak
remaja. Pengen dibelikan hape baru. Alasannya karena harus belajar secara online karena belajar di sekolah sedang dilarang," sahut sopir truk. "Oh, saya Arkim. Itu kernet saya namanya Cayut. Kami ini sejoli petualang jalanan ancur ini," lanjutnya.

"Hoi, sembarangan aja ganti
nama orang! Panggil saja saya Jackson, om," sahut si kernet yg baru selesai menimbun lubang bekas jejak truk.

Arkim terkekeh sembari berusaha mengeluarkan kendaraannya dari jebakan tanjakan licin itu.

"Tidak bisa! Ini terlalu dalam. Kayaknya kita harus menggali," ujar Pak
Tohar.

"Waduh, mana gelap lagi," ujar Ahran seraya menyalakan senter hapenya.

"Yut, ambil linggisnya. Kalau aku tidak digali, bannya akan tetap muter di situ-situ aja," seru Arkim seraya menengok ke arah Cayut dan Pak Tohar serta yg lainnya.

"Mana linggisnya?" tanya Dani.
Kata aku hilangkan saja, ya. Seharusnya kan 'Kalau tidak digali, bannya..... '
Cayut kemudian menghampiri kabin truk dan mengambil linggis yg disimpan di bawah bangku tidur di belakang kursi utama. Ia selanjutnya memberikan linggis itu kepada Dani.

"Terimakasih mau membantu. Kita ganti-gantian saja menggalinya," ucapnya seraya merogoh sakunya, mengambil
handphone-nya.

Selanjutnya Cayut menyoroti kolong truk bagian belakang sementara Dani mulai menyingkirkan gundukan tanah yg menghambat ban hingga menjadi slip.

"Kim, coba maju!" seru Cayut saat Dani selesai menyingkirkan gundukan tanah di kolong truk.

Truk itu mulai
bergerak perlahan dengan suara derunya yg keras pertanda jalur belum sepenuhnya dapat dilewati.

"Ayo bantu dorong!" seru Pak Tohar yg dibantu Arhan mulai mendorong truk. "Mendorong truk trailer susah juga. Punya dua badan, sih," keluhnya.

Sementara Arkim yg sedang dibalik
roda kemudi, mendadak tersentak saat melihat suatu sosok menyeramkan berdiri di antara sebatang pohon dan rumpun bambu. Itu adalah sosok yg sebelumnya mengganggu Arhan dan kawan-kawan.

"Yut! Apaan itu!" pekiknya panik.

"Apaan emangnya?" sahut Cayut sambil berlari ke arah
kepala truk.

"Di antara pohon dan rumpun bambu itu, yut!"

Pak Tohar, Arhan, dan Dani menghentikan aksinya mendorong truk. Mereka turut melihat ke arah yg ditunjuk Arkim.

"Nenek itu lagi! Apa maunya dia mengikuti kita?" gumam Arhan.

"Pir, sebaiknya jangan hiraukan. Terus
gas biar truknya bisa naik. Kurasa ban belakangnya sebentar lagi bisa naik," ujar Pak Tohar seraya kembali mendorong badan truk dibantu Arhan dan Dani.

"Hantunya nongol lagi, nongol lagi! Sudah kayak eek aja!" umpat Arhan.

"Penggemar tinja mengumpat. Hahaha," ledek Dani
seolah lupa bahwa mereka sedang diperhatikan sosok demit berambut mengembang itu.

Mendadak sosok tersebut berkelebat dan tahu-tahu muncul di belakang Arhan yg posisinya paling belakang setelah Pak Tohar dan Dani.

"Dan, belakang leherku terasa dingin begini. Seperti sedang
diraba oleh mayat yg sudah dikubur selama seratus hari," ucap Arhan gemetar.

Dani perlahan menoleh ke arah Arhan. Ia pun terhenyak saat melihat sosok tersebut sedang menyeringai di belakang temannya tersebut.

"Lain kali jaga bicaramu! Atau dia mendatangimu seperti ini!"
"Aaaahhhhh!"

Suara jeritan Arhan bergema di tempat tersebut, bahkan terdengar cukup jauh hingga ke hadapan suatu tumpukan batu berbentuk seperti sebuah gapura.

Tumpukan batu itu mengangkangi suatu jalan setapak menuju suatu dusun yg tampak berkabut. Tidak terlihat adanya
tanda kehidupan di sana. Hanya rumah-rumah yg terbuat dari kayu dan bambu yg berjejer dengan jarak sekitar empat meter.

Meski tidak tampak tanda-tanda keberadaan manusia, namun samar-samar terlihat siluet hitam dari beberapa sosok manusia yg membawa busur dan anak panah.
Sebagiannya terlihat membawa tombak dan senjata sejenis parang.

Siluet-siluet tersebut terlihat bergerak sangat cepat menuju ke arah asal tempat di mana suara teriakan terdengar.

Mereka bergerak sangat cepat melewati pepohonan, semak belukar hingga sungai kecil.
Sementara itu di mana Pak Tohar dan yg lain sedang berusaha membantu mendorong truk yg bannya slip. Mereka tetap melakukannya meski baru saja diteror sosok mistis. Dan itu belumlah berakhir karena sosok tersebut bisa muncul sewaktu-waktu.

Hal itu karena setelah mengganggu Arhan
, mendadak hantu itu menghilang, namun suara erangannya terdengar muncul di tempat itu. Padahal sebelumnya sosok tersebut tidak mengeluarkan suara apapun.

Setelah cukup lama berupaya, akhirnya truk berhasil naik. Sekarang giliran Pak Tohar menaikkan mobilnya melalui tanjakan
yg amat licin dan becek itu.

"Beruntung kita tidak perlu mendorong lagi. Mobil ini sudah double gardan. Belum lagi winch yg siap sedia," ucap Pak Tohar dengan bangga.

"Itu cukup melegakan," tukas Dani yg kini duduk di bangku tengah bersama Arhan.

"Kalian duduk berdua. Saya
jadi merasa seperti menjadi sopir pribadi kalian saja," kata Pak Tohar sambil memperhatikan truk yg melaju di depannya.

"Lah, tidak usah protes, pak. Saya duduk di belakang kan karena Ahran diganggu terus sama nenek gondrong," tukas Dani. "Kacau dah, suara nenek itu masih
terdengar," gumamnya.

Tiba-tiba Pak Tohar mengerem mobil dengan mendadak, membuat para penumpangnya terpelanting.

"Astaga! Di jalan ancur begini kok bisa-bisanya berhenti mendadak seperti habis ngebut, pak," protes Dani sambil melihat ke arah truk yg juga tengah berhenti.
"Ada apa, pir? Eh, kim?" seru Pak Tohar seraya melihat ke arah kepala truk di mana Arkim terlihat keluar dari sana.

"Ada yg melemparkan potongan batang pohon ke tengah jalan, pak. Itu jelas sangat mengganggu. Saya sama Cayut terpaksa harus menyingkirkan dulu kayu-kayu ini,"
sahut Arkim seraya menoleh ke belakang ke arah mobil Pak Tohar.

"Astaga," gumam Pak Tohar seraya keluar dari mobil.

Setengah berlari ia menghampiri Arkim yg sedang mencoba menyingkirkan potongan kayu gelondongan bersama Cayut.

"Kayu-kayu ini tiba-tiba saja berjatuhan
seperti abis dilemparkan oleh orang," kata Arkim seraya mendorong potongan kayu gelondongan itu.

"Siapa itu?" Cayut tiba-tiba berseru saat mendengar suara gemerisik dari sebelah kiri jalan yg berupa tebing pendek dengan pepohonan yg berjajar diselingi semak-semak.
"Apa mereka mengalaminya juga saat kemari sebelum menghilang?" gumam Arkim saat mengamati sebongkah potongan kayu gelondongan yg mirip dengan kayu yg dorong yg telah berada di pinggir jalan.

Padahal ia dan Cayut baru sekali mendorong bongkahan-bongkahan kayu itu.
"Maaf? Mereka? Menghilang? Maksudmu?" Pak Tohar terkejut saat mendengar ucapan Arkim barusan.

"Oh, tidak. Maksud saya, rekan saya yg suka mengambil kayu yg lewat jalan ini apakah pernah mengalami hal seperti ini. Begitu lho, pak," tukas Arkim tergagap.

"Tidak perlu berkilah.
Jujur saja saya kemari karena ingin mencari teman kami yg menghilang saat hendak mengambil muatan di ujung hutan sana. Katakan siapa temanmu yg sedang kalian cari," kata Pak Tohar seraya menatap penuh selidik ke arah Arkim yg sedang berdiri mematung di depan bongkah kayu itu.
"Baiklah. Ini sangat kebetulan. Berarti kita satu tujuan. Bos kami yg bernama Pak Idlam dan istrinya, Bu Lashri, menghilang di area di depan sana, tepatnya di tikungan yg sejatinya hanya mengarah ke kanan. Tapi ternyata di sana ada tikungan tersembunyi yg mengarah ke kiri.
Jalur itu memang seharusnya hanya tikungan biasa yg berbelok ke kanan. Tapi faktanya itu adalah pertigaan, dengan satu tikungan yg terlihat dan satu tikungan yg hampir tidak terlihat alias samar-samar," tukas Arkim seraya menghela nafas. "Saya bersyukur di perjalanan menemukan
orang yg ternyata memiliki tujuan yg sama. Ngomong-ngomong siapa teman bapak yg hilang di sini?" lanjutnya.

"Namanya adalah Sulman Sartudi, sopir truk pengangkut kayu yg biasa wara-wiri di jalur ini. Ia menghilang saat hendak menjemput muatannya. Selain dia, ada seorang
gadis yg diduga hilang di daerah ini setelah ikut rombongan para offroader mobil. Keluarganya sampai datang kepada saya, memohon agar saya mau mencari gadis itu," tukas Pak Tohar menuturkan.

"Mas Cayut, sepertinya di sana ada orang tapi kok tiba-tiba seperti menghilang," ujar
Arhan seraya memperhatikan barisan pohon yg berdiri di atas tebing pendek itu.

"Bukan sepertinya. Itu memang orang. Aku melihatnya membawa tongkat atau lebih tepatnya itu tombak. Saya tidak dapat memastikannya," sahut Cayut seraya mendorong potongan kayu terakhir bersama Arhan.
Sementara Pak Tohar yg masih berbicara dengan Arkim terlihat mengusap kening.

"Saya kenal Pak Idlam dan Bu Lashri. Mereka pernah datang kepada saya. Mereka meminta pendapat saya tentang niat mereka untuk membuktikan keberadaan kampung atau dusun tertutup di pedalaman hutan ini.
Sulman pun pernah mengatakan hal yg sama di depan saya. Kalau gadis itu tidak karena saya belum pernah bertemu dengannya. Tapi setidaknya saya tahu wajahnya. Dia cantik tapi tidak secantik teh Amel," papar Pak Tohar membuat Arkim mengerutkan kening.

"Saya tidak tahu nama
yg barusan anda sebut," tukas Arkim kemudian perhatiannya teralihkan pada siluet-siluet yg berjejer di antara pepohonan yg berdiri di atas tebing pendek. "Tikungan itu tinggal dua puluh meter lagi dari sini. Ketika siang aku tidak pernah melihat mereka," lanjutnya.

"Mereka
melihat ke arah kita. Kita sebaiknya pergi," kata Pak Tohar seraya berjalan menuju mobilnya.

Arhan dan Dani pun menyusul. Sementara Arkim telah menghidupkan mesin truknya.

Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan hingga akhirnya tiba di tikungan yg dimaksud.
Baik Arkim dan Pak Tohar sama-sama menghentikan kendaraannya ketika mereka mencapai tikungan yg dimaksud.

"Truk Sulman ditemukan sekitar dua puluh meter lagi dari sini. Mungkin dia berjalan kaki dari sana untuk kembali kemari. Atau mungkin dia menemukan jalan lain menuju dusun
itu," ujar Dani seraya melihat ke arah Arkim dan Cayut yg sedang keluar dari kabin truk sembari menyorotkan lampu senter ke arah mobil pak Tohar.

"Kita mulai dari sini. Kita mesti berjalan kaki mengingat tikungan ke kiri tidak dapat dilewati mobil," tukas Pak Tohar seraya keluar
dari mobil.

Arhan dan Dani saling pandang seperti merasa ragu untuk melanjutkan niat mereka.

"Padahal kalau kita kemarinya pas siang hari. Tidak akan menakutkan seperti ini. Mungkin kita juga akan melihat dengan jelas orang-orang itu," ucap Arhan seraya mengusap wajahnya.
"Di siang hari tampaknya mereka tidak akan keluar. Mereka juga pasti tidak ingin terlihat jelas oleh orang luar. Dugaanku lainnya bisa saja di antara mereka ada yg memiliki kemampuan seperti ninja. Aku pernah mendengar cerita soal suku asli daerah ini," tukas Dani. "Apapun yg
akan terjadi kita harus selalu siap. Tujuan kita kemari adalah untuk menemukan Sulman. Jika yg lainnya ketemu, maka itu adalah bonus," tambahnya.

"Termasuk kemungkinan terburuk bukan? Ya, itu bisa saja terjadi mengingat kita akan memasuki wilayah yg tidak kita ketahui seperti
apa masyarakatnya. Apakah mereka ramah atau tidak terhadap orang asing? Kita akan segera tahu," ucap Arhan seraya keluar dari mobil.

Ia kemudian mengedarkan pandangannya kemudian berhenti pada area sebelah kiri jalan yg berlawanan dengan tikungan yg mengarah ke kanan.

Di sana
tidak terlihat adanya jalan meski Arhan menyorotinya dengan senter. Hanya rerimbunan daun pepohonan yg tingginya sekitar empat meter. Di sana juga hanya ada semak-semak yg menutupi area yg sebelumnya diceritakan adalah sebuah tikungan ke kiri.

"Tidak ada jalan ke sana," ujar
Cayut saat menyoroti area itu bersama dengan Arhan.

"Kamuflase?" ucap Pak Tohar seraya menatap ke arah Arkim yg tampak seperti sedang meneliti area itu.

"Bukan. Memang tidak ada jalan yg dengan sengaja dibuat di sana. Tapi kita bisa menyelinap ke balik pohon yg itu," tukas
Arkim sambil menyorot sebatang pohon yg lebih tinggi dari pohon lain yg ada di dekatnya.

"Udaranya dingin sekali. Padahal sudah pakai jaket," ucap Arhan sambil melihat ke arah pohon tersebut. "Aku seperti melihat wajah nenek hantu itu di batang pohon ini," lanjutnya dengan
gemetar.

"Tetap tenang, han. Banyak-banyak berdoa. Kita sedang berada di tengah hutan yg sangat luas untuk mencari Sulman dan yg lain. Jangan grogi. Kita akan segera menemukan mereka kemudian pulang," kata Pak Tohar seraya menghampiri pohon itu. "Hmm, di bawah sana terlihat
baik," ucapnya setelah mencapai pohon tersebut.

Akhirnya Pak Tohar, Arhan, Dani, Arkim, dan Cayut, melanjutkan langkah dengan melewati pohon tersebut untuk mencapai suatu area yg berada lebih rendah dari area di mana pohon itu berada.

Mereka terus berjalan seraya memutarkan
pandangan.

Kuk, kuk, kuk,

Terdengar suara burung hantu yg diringi suara-suara binatang malam lainnya. Malam itu agak terang saat sang rembulan menampakkan diri setelah beberapa waktu lalu tertutup awan.

Pak Tohar menyorotkan senternya ke depan dan tidak sengaja menyorot
sesuatu yg terlihat seperti selembar sarung bermotif kotak berwarna oranye.

"Sarung?" ucapnya seraya mempercepat langkah menuju selembar sarung yg menggantung di ranting pohon kecil.

"Ini kan sarungnya Sulman? Kok bisa Tim SAR tidak menemukannya?" ucap Dani terkejut.
"Mungkin mereka menemukannya tapi sengaja tidak membawanya," timpal Arhan yg turut memperhatikan sarung itu.

"Tim SAR memang kemari. Ini buktinya," kata Pak Tohar seraya menyoroti banyaknya bekas jejak sepatu di atas tanah yg sebagiannya tampak berlekuk dalam.

"Kok mereka bisa
tidak mengambil sarungnya? Padahal sarung ini bisa jadi barang bukti," kata Dani penasaran.

"Sarung ini baru empat hari menggantung di sini. Artinya waktu Tim SAR kemari, sarung ini tidak ada di sini," kata Pak Tohar yakin.

"Bagaimana anda bisa tahu kalau sarung ini baru
empat hari di sini?" tanya Dani penasaran.

"Ini. Saya tidak perlu mendekatkan mata saya ke sarung ini untuk membaca tulisan yg tertulis di sana," Pak Tohar menunjuk tulisan tangan yg memenuhi salah satu permukaan sarung itu.

"Astaga!" gumam Arhan saat melihat itu.
"Siapapun yg menemukan sarung ini, tolong saya. Saya dikejar-kejar oleh mereka. Para penduduk dusun ini sangat menakutkan. Mereka memiliki cucuk di hidungnya dan selalu membawa senjata tajam yg berlumuran darah yg sudah kering," ucap Arhan membacakan tulisan yg terpampang di
sarung tersebut.

Ia kemudian melanjutkan membaca tulisan tersebut. "Kemungkinan bagi saya untuk pulang sangatlah kecil. Mereka tidak pernah membiarkan saya kabur. Jika saya berusaha kabur, mereka selalu bisa menangkap saya dan membawa saya kembali ke dusun angker mereka.
Bagi kalian yg membaca tulisan ini, tolonglah saya. Saya sudah putus asa. Saya tidak tahu cara bagaimana saya untuk kabur. Tolonglah saya sebelum mereka menebas leher saya seperti yg mereka lakukan pada mas Idlam."

Bammmm!

Bagaikan tersambar petir di saat tiada hujan, semua
orang tersentak kaget saat tulisan tersebut menyebut nama salah satu orang yg menjadi target pencarian Arkim dan Cayut.

"Oh Tuhan! Ini benar-benar masalah besar!" Arkim melenguh frustrasi. "Bos kita telah tiada, yut. Kita sepertinya akan kehilangan pekerjaan," lanjutnya.
"Apalah daya, kim. Saat itu rupanya menjadi hari terakhir kita bertemu dengannya. Pantas saja dia mengatakan hal-hal aneh seolah dia akan pergi selamanya," tukas Cayut seraya menunduk.

"Saya turut berduka cita, mas Arkim, mas Cayut. Saya juga tidak menyangka akan menjadi begini
. Rupanya saat itu juga menjadi pertemuan terakhir saya dengannya. Ternyata rasa kepenasaranannya justru membawanya pada kematiannya," ucap Pak Tohar seraya menatap ke arah tulisan di sarung itu.

"Hmm, saya merasa ada yg aneh dengan tulisan itu, lho. Kok bisa ya Sulman atau
siapapun itu menulis sepanjang ini. Padahal kan logikanya orang yg sedang dalam bahaya itu jangankan menulis panjang, menulis pendek saja belum tentu bisa. Biasanya orang yg sedang dalam bahaya itu cukup menulis singkat namun dapat difahami. Dan oh, iya ini bukan tulisan Sulman,"
kata Arhan yg lantas disambut tatapan bingung semua orang.

"Arhan benar. Ini bukan tulisan Sulman. Ini terlalu rapi. Tulisan Sulman itu seperti ceker ayam. Beneran, lho. Pak Tohar belum pernah melihat tulisannya Sulman?" timpal Dani mendukung argumen Ahran.

Pak Tohar tampak
termangu.

"Iya juga, ya. Kenapa saya tidak berpikir ke situ?" tukasnya seraya menepuk kening.

"Tapi meskipun itu bukan tulisan teman kalian. Bisa saja itu tulisan yg lain yg turut menjadi korban penculikan warga dusun ini. Bisa saja ini tulisan Bu Lashri. Eh, tapi ini bukan
tulisan Bu Lashri. Saya hafal betul tulisan Bu Lashri. Tulisannya rapi tapi sangat berbeda dengan tulisan ini," kata Arkim mendadak menarik kata-katanya.

"Hmm, apa mungkin ini tulisan gadis itu?" gumam Pak Tohar bingung.

"Masalahnya adalah kita tidak tahu apakah gadis itu
benar-benar hilang di sini. Lagipula sepanjang kita melewati jalur tengah hutan ini kita tdk menemukan jejak mobil hardtop atau mobil offroad. Kebanyakan justru jejak truk," tukas Dani yg turut kebingungan.

"Ini sangat membingungkan. Lantas apa kita lanjutkan pencarian saja?"
tanya Ahran.

"Kita tidak akan mundur barang selangkah krna Sulman masih di sana. Dia pasti sedang menunggu bantuan," tukas Pak Tohar seraya mengambil sarung tersebut kemudian menyimpannya di tas gendongnya.

"Semoga saja ini hanya pesan palsu. Kita hanya perlu terus mencari,"
ucap Arkim yg kemudian memperbaiki letak golok yg diselipkan di pinggangnya.

"Aku khawatir jika orang-orang tersebut akan menyerang kita hanya karena melihat di antara kita ada yg membawa senjata," kata Pak Tohar saat melihat golok tersebut.

"Saya akan menyembunyikannya
kalau begitu," tukas Arkim seraya menutupi golok tersebut dengan jaket yg dikenakannya.

"Baiklah. Ayo kita lanjutkan pencarian ini," tukas Pak Tohar seraya beranjak diikuti yg lain.

Cahaya lampu senter berseliweran di area itu saat Pak Tohar dan yg lain tengah menelusuri
tempat itu.

Sesekali sorot lampu senter menyorot pada sosok mistis yg dengan cepat menghilang.

"Masih nenek itu. Apa dia akan terus mengikuti kita ke mana pun?" ujar Arhan saat mengenali sosok itu.

Saat Pak Tohar sedang memperhatikan area di hadapannya, mendadak kaki
kirinya terantuk sesuatu yg keras seperti batu. Sesuatu yg keras itu berada di area seperti suatu bekas galian dangkal dengan tumpukkan tanah bekas galian.

Saat ia menyoroti benda yg membuat kakinya terantuk tersebut, ia terkejut bukan main. Sebab ternyata benda yg membuat kaki
nya terantuk adalah seonggok tulang-belulang yg masih mengenakan pakaian lengkap. Tulang-belulang tersebut sebagiannya masih berupa daging yg telah membusuk.

"Mayat!" pekik Arhan saat melihat tulang-belulang tersebut.

"Kok tidak bau, ya? Padahal ini dalam kondisi membusuk,"
kata Dani yg juga melihat ke arah onggokan tulang-belulang itu.

Arkim terlihat mendekati mayat yg hampir tinggal tulang-belulang itu. Ia kemudian memperhatikannya dengan seksama.

"Ada dua mata anak panah yg menyembul di dadanya. Dia pasti mati karena dibunuh menggunakan panah
oleh seseorang atau dua orang yg ahli menggunakan panah. Kalian sempat melihat orang-orang itu, kan? Meski gelap di antara mereka terlihat ada yg membawa busur panah. Kesimpulannya kita sedang dihadapkan pada sesuatu yg sangat berbahaya. Mungkin orang-orang itu sangat berbahaya,"
ujarnya seraya mengamati dua anak panah yg menyembul di dada mayat itu. "Dia pasti sedang melarikan diri saat dua anak panah mengenai punggungnya hingga tembus ke dada," lanjutnya.

"Mayat ini tidak kami kenal. Entah dari pakaiannya atau aksesoris yg dikenakannya tidak ada yg
menunjukkan ciri-ciri Sulman. Tapi saya yakin mayat ini berjenis kelamin laki-laki," kata Dani setelah menelusuri mayat tersebut dari ujung kaki hingga kepala.

"Ini juga bukan Pak Idlam apalagi Bu Lashri," tukas Arkim.

"Mungkin kita sebaiknya tinggalkan dia. Saya melihat di
balik pepohonan tinggi itu seperti ada semacam rumah dari bambu, dan itu bukan hanya satu," ujar Pak Tohar seraya menyoroti sela-sela pepohonan tinggi di sebelah kiri area di mana mayat itu berada.

Semua orang menatap ke arah lokasi yg ditunjuk Pak Tohar. Memang benar, di sana
terlihat beberapa rumah berbilik bambu yg tampak lengang serta tanpa penerangan satupun.

"Tapi rumah-rumah itu dikelilingi semacam pagar dengan bambu runcing. Kita tidak akan melewati pagar itu karena sangat berisiko. Kita juga tidak akan merusak pagar yg susah payah dibangun
orang lain," ujar Pak Tohar seraya menyoroti pagar dengan bambu runcing yg berderet sepanjang pagar tersebut.

"Lalu kita akan mencari pintu gerbangnya begitu?" tanya Arhan penasaran.

"Kita harus melakukan itu jika tidak ingin dianggap sebagai penyusup," tukas Pak Tohar seraya
berlalu menuju ke kiri dari area di mana mayat ditemukan.

Semuanya pun mengikuti Pak Tohar seraya celingukan saat mendengar suara gemerisik dari arah kanan. Suara tersebut persis sama dengan suara saat mereka sedang membahu menyingkirkan potongan-potongan kayu gelondongan yg
menutupi jalan.

"Suara gemerisik itu lagi?" ujar Cayut sambil menoleh ke belakang.

"Mereka tampaknya membuntuti kita," ucap Arkim saat berjalan agak mendahului Pak Tohar.

Tidak sadar ia melewati sebuah arca yg dikiranya adalah tunggul pohon. Arca tersebut rupanya memiliki
tali yg terbentang hingga k arca lainnya yg jaraknya sekitar empat meter. Arkim rupanya malah melewati tali tersebut dan tersandung karenanya.

Mendadak dr balik kegelapan munculah puluhan sosok manusia yg membawa berbagai jenis senjata. Mrk semua mengepung Arkim dan yg lainnya.
Sosok tinggi besar berwarna hitam itu menyeruak dalam kegelapan. Ia menerjang ke arah Pak Tohar seraya mengayunkan sebilah kapak besar ke leher pria yg kini sudah tidak dapat melarikan diri ini.

Jreesssss.......

"Huaakkkkhhhhhhhh!"
Byurrrrr....

Air mengguyur tepat ke wajahnya, membangunkannya dari ketidaksadarannya. Ia pun terbangun dengan nafas megap-megap.

Setelah berhasil mengatur nafasnya, ia menoleh ke sebelah kiri kemudian ke sebelah kanannya. Ia pun tersadar jika dirinya sedang dalam posisi duduk
saling membelakangi dengan Arhan dalam kondisi kedua tangannya terikat menyatu dengan kedua tangan Arhan.

Sementara itu ia juga melihat Dani dalam posisi duduk terikat bersama Cayut. Sedangkan Arkim terlihat sendiri terikat pada sebatang kayu yg ditancapkan ke tanah.
Waktu itu hari sdh mulai terang. Artinya pagi telah datang.

Lalu berapa lama ia dan kawan-kawan di tempat tersebut dalam kondisi terikat?

Pak Tohar kemudian melihat beberapa orang laki-laki yg kebanyakan berusia di atas 60 tahun sedang berdiri mengelilinginya dan kawan-kawan
sembari menatap dengan tatapan dingin.

Beberapa di antara mereka terlihat menunjuk-nunjuk ke arah Arkim sembari berbicara dalam bahasa yg tidak dapat dimengerti.

Tak lama kemudian muncul beberapa orang perempuan yg juga sudah cukup sepuh. Namun di antara mereka terdapat yg
lebih muda bahkan berparas cantik.

Orang-orang yg adalah warga dusun misterius tersebut mengenakan pakaian tradisional yg cara pembuatannya adalah dengan cara ditenun. Hal itu dapat diketahui dengan adanya beberapa alat tenun di setiap teras rumah sederhana di dusun ini.
Pak Tohar kemudian menoleh ke arah Dani yg posisinya di samping Arhan.

"Dan, kau sudah sadar? Kenapa yg lain masih belum siuman juga? Padahal kita sama-sama mendapat guyuran," ucapnya perlahan seraya menghindari adu pandang dengan warga yg sedang mengawasinya.

"Entahlah, pak.
Tapi sepertinya nasib kita akan berakhir di sini seperti halnya Sulman. Lihatlah mereka sangat mengintimidasi. Mereka pasti sangat tidak ramah," tukas Dani seraya mencoba melihat ke arah para ibu dan gadis yg berdatangan.

Ia kemudian mengalihkan perhatiannya pada seorang warga
laki-laki yg sedang mengamati sebilah golok sembari berbicara.

"Itu goloknya Arkim," ucap Dani saat mengenali golok tersebut.

"Sangat disayangkan. Sudah dia yg melanggar tali itu, dia juga yg membawa senjata tajam. Ini akan berakhir buruk," tukas Pak Tohar sembari menatap
tanpa berkedip ke arah warga yg sedang memegang goloknya Arkim.

Warga tersebut terlihat menunjuk ke arah Arkim yg masih belum siuman. Tak lama seorang pemuda dari warga dusun datang menyiramkan air menggunakan sebuah wadah dari buah labu air ke wajah Arkim.

Arkim terlihat
menggerakkan badannya kemudian meronta saat sadar dirinya dalam keadaan terikat.

Salah seorang warga kemudian mendorong tubuh Arkim dengan yg lainnya terlihat menambahkan ikatan ke tubuh laki-laki itu.

"Lepaskan saya! Apa yg akan kalian lakukan kepada saya!" Arkim berteriak.
Salah seorang warga terlihat mencoba berbicara dengan Arkim namun ia malah menepuk keningnya saat menyadari bahwa orang yg di hadapannya tidak dapat mengerti perkataannya.

Warga lainnya terlihat menggerak-gerakkan kedua tangan seolah sedang menggunakan bahasa isyarat.
Namun ia belum dapat membuat Arkim mengerti akan maksudnya.

Pak Tohar mengamati dengan seksama gerakan-gerakan warga yg sedang menggunakan isyarat itu.

"Intinya dia ingin kita pergi dan jangan pernah kembali ke dusun ini. Ini aneh. Kalau menurut rumor, orang yg mereka tangkap
tidak akan pernah kembali lagi bahkan dalam bentuk mayat sekalipun," ucapnya seraya terus mengamati gerakan warga tersebut.

"Lalu bagaimana dengan Sulman, Pak Idlam dan Istrinya? Mereka belum juga kembali. Lalu bagaimana dengan mayat itu?" Dani tampak penasaran setelah
Pak Tohar menerjemahkan bahasa isyarat warga tersebut.

"Ia juga mengatakan jika dusun ini sedang terancam. Ada sebuah kelompok yg ingin dusun ini diratakan sebab nun jauh di bawahnya terdapat cadangan emas yg berlimpah. Kelompok tersebut telah mengeksplorasinya dan dusun ini
harus dibebaskan. Tentu saja warga dusun menolak karena mereka tidak ingin tanah leluhur mereka dieksploitasi demi kepentingan bisnis. Berarti kelompok yg dimaksud adalah korporasi atau perusahaan yg bergerak di bidang pertambangan khususnya emas dan perak," tutur Pak Tohar.
"Masalahnya adalah di mana mereka menyembunyikan Sulman?" ucap Dani seraya menoleh ke arah Arhan yg telah tersadar.

"Di mana ini? Mereka menangkap kita?" gumamnya.

"Menurutmu?" sahut Dani.

Sementara Pak Tohar terus memperhatikan gerak-gerik warga yg menggunakan isyarat itu.
"Selebihnya dia mengatakan bahwa dia pusing karena di antara tawanan tidak ada yg mengerti akan isyaratnya," ucapnya dilanjutkan dengan berteriak. "Halooo!"

Para warga yg sedang mengerumuni Arkim tersebut lantas berpaling ke arah Pak Tohar.

Pak Tohar lantas meronta ingin
ikatannya dilepaskan.

Tak lama kemudian dua orang warga maju ke arah Pak Tohar. Mereka selanjutnya membuka ikatan Pak Tohar dan memindahkan ikatan Arhan ke belakang Dani dan Cayut.

Salah seorang warga kemudian menodong Pak Tohar menggunakan golok sementara satunya lagi
mempersilahkan Pak Tohar berbicara menggunakan isyarat.

Pak Tohar kemudian mulai membuat gerakan-gerakan isyarat.

"Kami kemari untuk mencari teman kami yg hilang. Kami menduga mereka hilang karena menemukan dusun ini. Mereka tidak dapat ditemukan karena kalian menyembunyikan
mereka."

Warga yg menodong Pak Tohar mendadak menempelengnya dengan keras. Ia juga hendak kembali menempeleng Pak Tohar jika tidak dihentikan oleh warga lainnya.

Tak lama warga yg sedang menjadi lawan bicara Pak Tohar, menggerakkan tangannya.

"Jangan sembarangan menuduh!
Kami tidak pernah menyembunyikan siapapun yg kepergok datang ke dusun kami. Mereka selalu kami biarkan pergi dengan syarat mereka jangan lagi datang kemari."

Pak Tohar menggeleng.

"Ada mayat yg tidak berbau, tergeletak tidak jauh dari dusun ini. Apa kalian tahu mayat itu?"
"Kalau utk mayat itu kami akui kami yg membunuhnya. Itu adalah mayat salah seorang dari kelompok yg ingin menghancurkan dusun kami demi penggalian emas. Kami terpaksa membunuhnya dan membiarkannya begitu saja. Itu kami tujukan sebagai peringatan untuk kelompok para penggali itu.
Mereka tidak akan pernah bisa merusak apalagi menghancurkan tanah leluhur yg selalu kami jaga ini."

Pak Tohar menghela nafas.

"Mayat itu tidak berbau meski telah membusuk. Pertanyaan saya adalah apa kalian tidak takut dengan konsekuensi dari pembunuhan yg kalian lakukan
terhadap orang-orang mereka? Sedikit saya beritahu bahwa kelompok ini adalah sebuah perusahaan besar di mana orang-orangnya memiliki banyak harta. Dengan harta tersebut mereka bebas melakukan apapun demi mencapai tujuan. Sampai sini paham?"

Para warga terlihat saling pandang.
Raut wajah mereka mendadak memancarkan aura kecemasan.

"Kami sudah melakukan kesalahan besar?" tanya warga yg menjdi lawan bicara Pak Tohar.

"Bisa jadi. Tapi sepertinya mereka blm menemukan mayat itu. Jika mereka menemukannya, akan ada pembalasan dari mereka," tukas Pak Tohar.
"Tapi kami siap mati untuk mempertahankan kelangsungan kehidupan kami. Kami tidak ingin kehilangan tanah leluhur hanya karena rayuan kelompok penggali itu," tukas warga itu.

Selanjutnya ia berbicara kepada warga lainnya disambut dengan perginya mereka dengan segera ke suatu
tempat.

"Meski begitu, saya tidak mau membuat kaum perempuan dan anak-anak berada dalam risiko bahaya. Oleh karenanya mayat itu harus diambil untuk dikremasi," katanya menggunakan isyarat.

Pak Tohar menatap ke arah warga tersebut.

"Kenapa mayat itu bisa tidak berbau?"
"Racun yg dioleskan di mata panah bisa meminimalisir bahkan menghilangkan sama sekali bau busuk dri bangkai. Itu terdengar mustahil tapi begitulah adanya," tukas warga itu seraya melihat ke arah orang-orangnya yg telah kembali tanpa membawa apapun.

"Celaka! Mayatnya sdh hilang!"
Ia berbicara menggunakan isyarat kepada Pak Tohar.

Namun kemudian seseorang muncul dari balik pintu sebuah rumah yg ukurannya lebih besar dari rumah-rumah lainnya serta memiliki desain yg juga berbeda. Kemunculannya mendadak disambut oleh semua warga dengan berlutut di tanah,
menghadap ke arah orang yg merupakan seorang laki-laki yg mengenakan setelan pakaian adat lengkap dengan penutup kepala.

Warga yg tadi berdialog dengan Pak Tohar terdengar berbicara dengan bahasa lokal. Sedangkan Pak Tohar beserta Arhan dan Dani terkejut bukan kepalang saat
melihat kemunculan orang tersebut yg mereka sangat kenal. Mereka merasa tidak habis pikir bagaimana bisa orang itu ada di dusun ini dan sangat dihormati oleh warga dusun.

"Pak Ihsan?" ucap Pak Tohar terperangah.

Sedangkan Pak Ihsan hanya menatap ke arah Pak Tohar dan yg lain.
Laki-laki yg adalah Pak Ihsan tampak mengisyaratkan agar para warga berdiri. Selanjutnya ia turun dari rumah besar yg merupakan rumah panggung itu.

"Saya tadinya tidak akan keluar menampakkan diri saya dan membiarkan para warga menyelesaikan urusan ini. Sebab saya tidak ingin
rahasia saya terbongkar. Tapi stlh saya menyimak apa yg kalian diskusikan, saya menjadi terpancing untuk keluar. Apalagi setelah mayat itu tdk ada di tempat itu," tutur Pak Ihsan seraya menghampiri Pak Tohar.

"Selamat datang di dusun kami, Pak Tohar dan kawan-kawan," lanjutnya.
Singkat cerita, Pak Ihsan yg ternyata adalah Kepala Dusun terpencil tersebut, meminta warganya untuk melepaskan Pak Tohar dan yg lain. Namun sebelum membiarkan mereka pergi, Pak Ihsan membeberkan hal-hal yg berkaitan dengan hilangnya Sulman dan pasangan suami-istri bosnya Arkim.
"Pengkhianatan bisa terjadi di mana saja tanpa terkecuali. Begitu pun di dusun yg saya pimpin ini. Karena merasa tidak puas dengan keputusan saya dan mayoritas warga untuk menolak berkompromi dengan perusahaan tambang itu, beberapa orang warga yg kontra, memilih pergi dan
berasimilasi dengan kehidupan luar sana. Meski mereka pergi namun bukan berarti mereka menyerah. Karena sikap kontra itulah, mereka menjadi sangat fanatik hingga mencari berbagai cara untuk melenyapkan dusun ini, termasuk dengan melakukan serangkaian penculikan dan pembunuhan,"
tutur Pak Ihsan di ruangan tengah rumahnya saat berbincang dengan Pak Tohar dan yg lainnya.

"Jadi maksud Pak Ihsan, Sulman diculik oleh mantan warga bapak?" tanya Dani sambil menatap penasaran ke arah Pak Ihsan.

"Sementara saya berasumsi seperti itu. Mereka begitu benci kepada
saya dan para warga yg mendukung saya di samping mereka tergoda akan harta benda yg ditawarkan perusahaan. Karena kebencian dan nafsu akan harta, mereka melakukan serangkaian teror yg seolah-olah dilakukan oleh kami. Seolah-olah kami yg menculik atau membunuh orang-orang yg
tersesat ke dusun ini. Untuk kasus mayat yg kalian temukan, saya akui itu adalah kesalahan fatal dari saya dan para warga. Kami terlalu cepat mengambil tindakan tanpa memikirkan akibat yg akan terjadi. Sekarang sudah terlanjur. Mungkin dusun ini akan segera musnah hanya dalam
hitungan hari dan berganti menjadi lahan eksplorasi pertambangan yg dipenuhi kendaraan dan para pekerja," kata Pak Ihsan seraya menghela nafas.

"Saya juga turut merasa risau, pak. Lalu soal ketertutupan dusun ini apakah terkait dengan perusahaan tambang itu?" tanya Pak Tohar.
Pak Ihsan tidak segera menjawab pertanyaan Pak Tohar. Ia termenung beberapa saat kemudian menghela nafas.

"Dusun ini sebenarnya tidak pernah menutup diri dari orang luar. Kami sangat menyambut dengan senang hati kedatangan para pengunjung. Namun belakangan ini kami merasa
trauma menerima kembali kedatangan orang luar. Ini tidak lepas dari datangnya seorang laki-laki yg tersesat ke dusun ini pada tiga tahun yg lalu. Kami sudah berbaik hati menolongnya, membantunya pulang. Tapi apa balasannya? Sebulan yg lalu ia kembali kemari dengan membawa orang-
orangnya untuk merayu kami meninggalkan dusun dengan imbalan penghidupan serta harta benda. Kami akan dipindahkan ke wilayah lain yg lebih dekat dengan pusat keramaian. Tapi kami menolak. Seperti yg sudah saya katakan, kami tidak akan pernah meninggalkan tanah leluhur kami,"
jelas Pak Ihsan panjang lebar.

"Orang itu ternyata adalah pemimpin sebuah perusahaan tambang emas yg mana rupanya tanpa sepengetahuan kami, orang-orangnya telah melakukan eksplorasi di dusun ini tepat setahun setelah ia datang kemari," tambahnya. "Hasil eksplorasi itulah yg
mendorongnya kembali kemari bersama orang-orangnya."

"Lalu apa mereka mengancam untuk menggusur dusun ini setelah adanya penolakan dari bapak dan para warga?" tanya Pak Tohar.

"Tidak ada ancaman yg secara gamblang keluar dari mulut mereka. Tapi beberapa kejadian di dusun ini
yg terjadi belakangan ini menandakan bahwa mereka sedang berupaya untuk mengusir kami dari dusun ini, dari kampung halaman kami sendiri. Kalian melihat mayat itu, kan? Itu salah satu buktinya. Kami membunuhnya bukan tanpa alasan. Ia telah membunuh salah satu warga yg memergokinya
sedang memasang alat peledak, mungkin dinamit tepat di bawah tanah dari sekitar sepuluh rumah penduduk. Kami telah menyingkirkan dinamit tersebut dan menyimpannya sebagai barang bukti. Tapi masalah ini akan segera membesar setelah kesalahan kami yg tidak segera menguburnya,"
papar Pak Ihsan. "Seharusnya kami membawa mayat dan menguburkannya atau mengkremasinya sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama manusia meskipun dia telah berbuat jahat," tambahnya.

Pak Tohar hanya mengusap wajahnya kemudian menoleh ke arah Arkim yg sedari tadi duduk membisu.
"Kim, suka tidak suka, mau tidak mau kita harus pergi meninggalkan dusun ini. Apalagi mereka yg kita cari tidak ada di sini," ujarnya disambut tatapan dingin Arkim.

"Kita pulang begitu saja? Lalu bagaimana dengan Pak Idlam, Bu Lashri, dan juga teman kalian?" tukas Arkim.
"Juga dengan dusun ini. Apa kita tidak ada niat untuk membantu Pak Ihsan dan para warga?" timpal Arhan yg disambut tatapan bingung Pak Tohar.

"Biarkan kami menghadapi masalah ini sendiri. Saya tidak ingin campur tangan orang luar malah hanya akan mempersulit keadaan," kata Pak
Ihsan. "Saran saya, kalian sebaiknya pulang. Mengenai teman-teman kalian yg diculik para mantan penduduk dusun ini biar saya yg atasi. Saya akan menghubungi kalian secepatnya jika menemukan mereka. Apalagi kalian telah memberikan foto sebagai panduan untuk saya menemukan mereka,"
tambahnya.

Pak Tohar menatap ke arah Arhan kemudian Arkim, Cayut, dan Dani. Mereka terlihat mengangguk.

"Kami mempercayai anda, Pak Ihsan. Apalagi anda bukan orang baru bagi kami. Anda adalah teman dan juga rekan kerja yg baik. Semoga dusun ini selamat dari ancaman para
penggusur itu," ucap Pak Tohar disambut anggukan Pak Ihsan.

"Pergilah, mumpung hari masih terang," ucap laki-laki yg menjadi kepala dusun itu.

Singkat cerita, Pak Tohar bersama yg lain meninggalkan dusun terpencil itu. Dilepas oleh tatapan Pak Ihsan, mereka berlalu
meninggalkan dusun.

Tanpa mereka sadari sedikitnya empat pasang mata tengah mengawasi mereka dari balik semak-semak belukar. Empat pasang mata dari orang-orang yg semi telanjang yg membawa berbagai jenis senjata di tangannya masing-masing.

Sementara Pak Ihsan yg menyadari hal
itu hanya membatin.

"Aku harap orang-orang barbar itu masih memiliki hati. Kecuali jika mereka sudah kembali ke zaman batu."

Kembali ke Pak Tohar dn yg lain yg kehilangan arah sehingga gagal menemukan jalan keluar menuju di mana kendaraan mereka berada.

"Sial! Kita tersesat.
Seharusnya arah ini sudah benar. Kita seharusnya ke timur, kan?" gerutu Arhan sembari mengedarkan pandangannya.

"Entahlah, sepertinya kita di sini tidak akan menemukan arah yg benar. Tapi sepertinya kita kembali ke dusun itu. Lihatlah rumah-rumah itu," tukas Pak Tohar.
Dani berjalan mendahului Arhan kemudian berhenti dan mengamati rumah-rumah itu.

"Kita sudah satu jam berjalan. Tidak mungkin kita masih berada di sekitaran dusun itu. Ada yg berbeda yg saya lihat dari dusun ini dengan dusunnya Pak Ihsan," ucapnya seraya melihat ke arah gapura
yg dibuat dari tumpukkan batu-batu kali.

"Dusunnya Pak Ihsan tidak memiliki gapura ini. Hanya sepasang arca yg diberi tali yg membentang," sahut Arkim yg dapat mengingat betul pintu masuk menuju dusun Pak Ihsan.

"Apa-apaan ini? Kok sudah gelap saja?" Arhan tersentak kaget saat
menyadari hari telah berangsur gelap.

"Ada yg tidak beres. Ini bukan malam hari tapi ada seseorang yg sedang mengawasi kita. Orang itu pasti sangat sakti," tukas Pak Tohar seraya memutarkan pandangannya.

"Firasatku mengatakan, orang-orang gelap itu yg sedang mengintai kita,"
kata Cayut saat melihat kelebatan banyak siluet di antara pepohonan yg memisahkan antara posisi ia dan kawan-kawan dengan rumah-rumah dan gapura tersebut.

"Berarti orang-orang itu bukan berasal dari dusunnya Pak Ihsan. Lalu dusun ini? Pak Ihsan tidak pernah mengatakan bahwa ada
dusun lain yg tidak jauh dari dusun yg ia pimpin," tukas Pak Tohar seraya menyipitkan kedua matanya, melihat ke arah empat siluet yg sedang bergerak cepat di antara pepohonan.

"Tidak, tidak, sebaiknya kita tinggalkan tempat ini. Ini bahaya!" ujar Arkim seraya bergegas diikuti
yg lain.

Mereka segera meninggalkan tempat itu ketika dirasa keadaan menjadi mencekam karena kehadiran kelebatan sosok-sosok gelap itu.

Namun kemudian tiba-tiba terdengar suara mendesis yg datang dari arah belakang diikuti suara jerit Cayut yg tengah berlari bersama Dani.
Cayut tiba-tiba jatuh telungkup setelah menjerit.

Semua orang lantas menghentikan langkahnya kemudian berbalik ke arah Cayut.

"Yut, Cayut, kamu kenapa?" pekik Arkim seraya menghampiri rekannya yg kini telungkup dalam kondisi lemah.

"Astaga! Dia terkena panah!" pekik Arhan.
Pak Tohar segera menyoroti punggung Cayut dan mendapati sebatang anak panah menancap di punggung Cayut.

"Allahu akbar! Kita sedang diserang. Kita harus segera mencari tempat aman," ucapnya seraya membantu Arkim memapah Cayut.

"Darahnya terus merembes. Apa di antara kita tidak
ada yg membawa kotak P3K?" ucap Dani yg tampak menyoroti punggung Cayut seraya celingukan.

"Awas!" teriak Arhan seraya mendorong Dani hingga terjatuh saat sebatang anak panah melesat ke arahnya.

Anak panah tersebut mengenai sebatang pohon yg berada dekat dengan Dani.
Di saat mereka hendak mencapai tepian sungai kecil, mendadak beberapa sosok gelap bermunculan menghadang. Mereka semua menodong Pak Tohar dn kawan-kawan menggunakan berbagai jenis senjata. Beberapa di antaranya yg datang dari belakang langsung memukul jatuh Pak Tohar dan yg lain.
~~~ BERSAMBUNG ~~~

Lanjut ke "DUSUN ANGKER BAGIAN II"

(Akan ditulis jika ada apresiasi khusus)

Thanks

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Acep Saepudin

Acep Saepudin Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @acep_saep88

Jun 12, 2022
Menulis lagi dgn harapan tulisan ini tidak stuck lagi......

--Petilasan Begawan Sakti di Tengah Hutan --

Sebuah cerita untuk hiburan semata. Semoga berkesan di hati para pembaca...

@P_C_HORROR @HorrorBaca @ceritaht @IDN_Horor #ceritahorror #ceritaseram #ceritaaneh #absurd Image
@P_C_HORROR @HorrorBaca @ceritaht @IDN_Horor Malam itu di tengah suatu hutan yg lebat, seorang laki-laki setengah baya tengah duduk menghadap ke arah suatu api unggun yg beberapa saat yg lalu ia nyalakan.

Laki-laki itu adalah Pak Tasrin, seorang musafir yg hendak pergi ke kampung di mana putrinya tinggal.
@P_C_HORROR @HorrorBaca @ceritaht @IDN_Horor Ia telah melakukan perjalanan yg sangat jauh dari kampung halamannya. Ia telah melewati beberapa tempat baik itu yg berpenduduk maupun berupa wilayah kosong seperti hutan yg saat ini tengah disinggahinya.

Ia kemalaman di tengah hutan tersebut, dan merasa tidak mungkin untuk
Read 192 tweets
Aug 21, 2021
-- Rahasia Terpendam Reruntuhan di Tengah Hutan --

Suatu reruntuhan rumah mewah yg berdiri di tengah hutan yg lebat dan kelam.
@ceritaht @IDN_Horor @bagihorror @Penikmathorror @WdhHoror17 @HorrorBaca @FaktaSejarah Image
Pada pagi itu di suatu kota kecil. Di salah satu sudut jalan tampak seorang laki-laki yg adalah Arhan sedang mengendarai sepeda motornya jenis bebek manual. Ia sepertinya hendak menuju suatu tempat yg merupakan di mana para kenalannya sedang berkumpul.

Sesampainya di tempat yg
dituju, ia menghentikan sepeda motornya kemudian melihat ke arah dua orang satpam yg sedang berjaga di posnya. Mereka tampak melihat ke arah Arhan kemudian salah seorang di antaranya berseru.

"Arhan, tumben kemari? Sepertinya ada proyek baru, nih," ujar salah seorang satpam
Read 165 tweets
Aug 13, 2021
-KEBAYA HIJAU DAN LUKISAN PINGGIR RAWA -

Sebuah cerita yg ditujukan sebagai sekuel dari Sang Pejalan Malam Versi 2. Cerita akn mengangkat seputar misteri gubuk yg berisi kebaya hijau dan lukisan misterius.
@ceritaht @horrornesia @WdhHoror17 @IDN_Horor @HororBaca @Penikmathorror Image
Samar-samar yg terlihat oleh bocah lelaki itu adalah sosok perempuan yg selama ini membesarkannya, diseret keluar dari dalam rumah. Orang-orang itu membawa perempuan tersebut entah ke mana.

"Jadi ibumu dibawa orang-orang itu dalam keadaan masih memakai kebaya hijau?" tanya
Pak RT yg beberapa jam setelah kejadian, datang menemui bocah lelaki yg kini tengah terbaring lemah di dalam rumah itu.

Bocah lelaki itu hanya mengangguk lemah seraya terisak.

"Siapa sebenarnya mereka? Untuk apa mereka menculik Bu Lastri?" gumam Pak RT.
Read 204 tweets
Aug 3, 2021
-- SANG PEJALAN MALAM V2--

Halo, selamat berjumpa kembali di thread dari Acep Saep. Kali ini saya membawakan cerita lama yg di remake. Semoga menghibur...

@ceritaht @IDN_Horor @WdhHoror17 @Penikmathorror @HororBaca #ceritahorror Image
Cerita ini pernah dibuat ketika pertama kali saya aktif membuat thread di twitter. Saya membuat cerita yg sama bukan karena cerita yg lama sukses melainkan karena saya merasa cerita tersebut kurang sreg dan juga terlalu absurd.
Makanya saya mencoba membuat reboot dari cerita tersebut. Penasaran dengan ceritanya? Ayo kita simak saja.
Read 181 tweets
Jul 11, 2021
-- DUSUN ANGKER BAGIAN II --

Sebuah cerita tentang para penduduk kota yg tersesat di sebuah dusun angker di pedalaman hutan. Selain tersesat, mereka juga harus berhadapan dg pendduk lokal yg tidak ramah...

@ceritaht @IDN_Horor @WdhHoror17 @HororBaca Image
Dalam keremangan saat itu, Pak Tohar diseret oleh beberapa orang pengepung dalam kondisi dari wajah hingga ujung kaki dipenuhi tetesan darah. Laki-laki itu terlihat tidak berdaya saat orang-orang semi telanjang tersebut membawanya melewati gerbang dari tumpukkan batu yg mengarah
masuk ke perkampungan itu.

Teman-temannya tidak kalah menderitanya dari dia. Mulai dari Arkim hingga Dani, dalam kondisi yg serupa dengannya. Apalagi Cayut yg kini dalam kondisi tidak sadarkan diri.

Laki-laki itu dalam kondisi koma setelah terluka oleh sebatang anak panah yg
Read 160 tweets
May 31, 2021
-- Petaka Sang Dukun Santet --

Terinspirasi dari kisah nyata tentang seorang laki-laki yg suka membuat ulah, memantik permusuhan kpd banyak orang, yg ujung2nya menggunakan ilmu ghoib untuk menyakiti orang2 yg dimusuhinya..

@ceritaht @IDN_Horor @WdhHoror17 #ceritahoror Image
Malam itu di sebuah kampung di suatu desa yg namanya dirahasiakan. Di dalam sebuah rumah berdinding bata merah yg tidak diplester, sedang terjadi suatu kepanikan luar biasa.

Bagaimana tidak, seisi rumah yg terdiri dari para penghuni rumah dan para tetangga sedang berkerumun,
mengelilingi tubuh seorang pria berusia sekitar 60 tahunan yg sedang meronta-ronta kesakitan di atas tempat tidurnya yg telah begitu lusuh dan dipenuhi tetesan darah.

Tubuh pria itu dipenuhi bintik-bintik merah seperti bekas luka tusukan dari puluhan jarum yg ditancapkan.
Read 152 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(