Video pengakuan seorang perempuan ditawari menjadi pemandu acara (MC) acara diduga arisan sosialita bertumbal menghebohkan media sosial.
Perempuan itu menyebut acara itu diadakan oleh para sosialita di kawasan Pondok Indah, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Dalam video itu ia mengungkapkan terdapat ritual penumbalan manusia dalam arisan sosialita yang digelar.
Dalam video yang ia unggah di Aplikasi TikTok, perempuan itu mengungkap kejanggalan saat proses tawaran harga jasa MC yang biasa ia tawarkan.
Perempuan itu menceritakan apa yang ia alami dilengkapi dengan tangkapan layar percakapannya saat ditawari menjadi MC.
Dikutip dari TribunJakarta.com, ia awalnya ditawari untuk menjadi MC di sebuah acara arisan yang disebut privat.
Ia mengaku akan diberi bayaran Rp 10 juta per jam di acara arisan sosialita itu.
Namun, wanita itu mulai curiga saat calon kliennya menjelaskan soal rangkaian acara.
Lantaran kliennya menjelaskan bahwa akan ada berondong alias pemuda yang akan dijadikan tumbal.
Menurutnya pemuda yang dihadirkan dalam acara itu kemudian akan dilakukan tidak layak.
Perempuan itu juga mengatakan, bahwa hal itu dilakukan agar para peserta arisan bisa tetap awet muda hingga memiliki karir yang bagus.
Menanggapi hal itu, Kapolsek Kebayoran Lama, Kompol Donni Bagus Wibisono mengaku baru mengetahui video viral itu.
Namun, ia mengatakan akan melacak dan menyelidiki kebenaran terkait apa yang dimuat dalam video itu. (Tribun-video.com/TribunJakarta.…)
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Viral Video Perempuan Ditawari MC Arisan Sosialita Pakai Tumbal Berondong, Polisi Cek Kebenarannya
Video Editor: Thesi Suryadi
Di Rilies oleh Majalah Tempo 👇
Ramadhinisari alias Dini, mengaku siap dipanggil oleh polisi soal video arisan sosialita di Pondok Indah yang disertai persembahan tumbal brondong (lelaki muda).
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
HARI PERTAUBATAN NASIONAL ATAU HARI PEMBANGKANGAN NASIONAL ? Jum'at, 2 Juli 2021
Tanggal 5 Juli 2021 akan menjadi hari yang sangat bersejarah andaikan Presiden Joko Widodo mengambil opsi bertaubat dan melaksanakan 4 (empat) syarat yang kami ajukan.
Tanggal 5 Juli 2021 akan menjadi tonggak sejarah hari pertaubatan nasional, karena pertaubatan seorang Presiden menjadi penanda pertaubatan bangsa dan negara, dan pertanda kebajikan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Namun, jika tanggal 5 Juli 2021 Presiden Joko Widodo enggan bertaubat, tidak mau mundur dan tidak mau menyatakan diri telah melakukan perbuatan tercela, maka tanggal 5 Juli 2021 akan menjadi penanda hari 'Pembangkangan Nasional'.
Sebuah parlemen Austria mendemonstrasikan ketidaksempurnaan tes Covid-19 pemerintah dengan menunjukkan bagaimana segelas coke cola memberikan hasil yang positif. Dalam cuplikan dari pertemuan di Wina Jumat, Sekretaris Jenderal FPO Michael Schnedlitz membawa segelas cola ke podium
, dari mana ia mulai mengumpulkan tetes untuk digunakan pada tes cepat antigen yang digunakan dalam skala massal. Usai naik ke mimbar dan memulai pidatonya, politisi tersebut memercikkan rapid test corona dengan beberapa tetes cola.
Tiga menit kemudian tes menunjukkan hasil: Itu positif. Jadi Coke memicu hasil seperti itu. Setelah menunjukkan hasil positif, Schnedlitz melanjutkan dengan membanting tes sebagai pemborosan sumber daya pembayar pajak. "Bapak. Pak Presiden,
MARI KITA BUKTIKAN SIAPA YG BENAR & SIAPA YG SALAH :
1. Jika kalian yg benar menurut Allah SWT, Tuhan Yg Maha Esa, maka kami beserta keluarga & keturunan kami dilaknat Allah SWT di dunia sampai akhirat. #UsutPredatorKM50 #BebaskanIBHRS
Seperti yang dikutip dari ANTARA, ada empat berkas perkara yang dikembalikan oleh Kejaksaan Agung kepada Bareskrim, berikut rincian dari berkas perkara yang telah diteliti oleh peneliti Jaksa Agung:
Pertama, berkas tersangka Rizieq dengan sangkaan melanggar Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 216 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kedua, berkas tersangka Hari Ubaidillah HU, Maman Suryadi MS, Ahmad Sobri Lubis ASL, Ali bin Ali Alatas AAA & Idrus dng sangkaan melanggar Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tntang Kekarantinaan Kesehatan Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 216 KUHP Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.