Ternyata Imam Syafi'i memiliki Murid "Slow Learner". Begini cara beliau mengajarinya.
Yang ditulis Imam Baihaqi dlm kitab Manaqib Imam Syafii, sangat mengesankan, ttg bgm cara Imam Syafii, sbg guru mengajar salah satu muridnya yang sangat lamban dalam memahami pelajaran.
Sang murid itu adalah Ar Rabi’ bin Sulaiman, murid paling lamban. Berkali-kali diterangkan oleh sang guru, tapi Rabi’ tak juga paham. Setelah menerangkan pelajaran, Imam Syafii bertanya,
“Rabi’ sudah paham paham belum ?”
“Belum paham, ya Syaikh", jawab Rabi’.
Dengan kesabaranya, sang guru mengulang lagi pelajarannya, lalu ditanya kembali, ”sudah paham belum?"
"Belum", jawabnya.
Berulang kali diterangkan sampai 39x Rabi’ tak juga paham.
Merasa mengecewakan gurunya dan juga malu, Rabi’ beringsut pelan-pelan keluar dari majelis ilmu.
Selesai memberi pelajaran Imam Syafii mencari Rabi'. Melihat muridnya itu, Imam Syafi'i berkata, ”Rabi’ kemarilah, datanglah ke rumah saya !”.
Sebagai seorang guru, sang Imam sangat memahami perasaan muridnya, maka beliau mengundangnya untuk belajar secara privat.
Sang Imam mengajarkan Rabi’ secara privat, lalu ditanya kembali, ”Sudah paham belum ?"
Hasilnya? Ternyata Rabi’ masih belum paham juga.
Apakah Imam Asy-Syafi’i berputus asa? lalu menghakimi Rabi’ bin Sulaiman sebagai murid bodoh? Sekali-kali tidak !
Beliau berkata,
”Muridku, sebatas inilah kemampuanku mengajarimu. Jika kau masih belum paham juga, maka berdoalah kepada Allah swt agar berkenan mengucurkan ilmu-Nya untukmu. Saya hanya menyampaikan ilmu.
Allah-lah yang memberikan ilmu. Andai ilmu yang aku ajarkan ini sesendok
makanan, pastilah aku akan menyuapkannya kepadamu”.
Mengikuti nasihat gurunya, Rabi’ bin Sulaiman rajin sekali bermunajat berdoa kpd Allah dgn khusyu'. Dia juga membuktikan dgn kesungguhan dlm belajar. Keikhlasan, kesalehan, dan kesungguhan, inilah amalannya Rabi’ bin Sulaiman.
Rabi’ bin Sulaiman kemudian menjelma menjadi salah satu ulama besar Madzhab Syafi’i dan termasuk perawi hadis yang sangat kredibel dan terpercaya dalam periwayatannya.
Sang slow learner itu bermetamorfosis menjadi ulama besar.
Inilah buah kesabaran sang guru, Imam Asy-Syafi’i.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Banyak orangtua yg tanpa sadar bersikap tidak adil pada anak2nya. Pilih kasih atau memiliki 'anak favorit'. Kondisi sebenarnya tak boleh dibiarkan dan Islam sangat melarang hal tsb.
Sikap orangtua yg pilih kasih dan membeda2kan anak bisa menimbulkan permusuhan. Hubungan kakak beradik jadi tidak baik, anak akan kehilangan rasa kasih sayang antar saudara dan berdampak pada sikap tidak menghormati orangtuanya.
Sebagaimana sebuah hadits yg diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari kisah An-Nu’man bin Basyir, bahwa ayahnya datang membawanya kepada Nabi Muhammad saw dan berkata:
"Sungguh aku telah memberi pemberian berupa seorang budak milikku kepada anakku ini”.
|Kisah Nyata: Keimanan Yang Menyelamatkan. Kisah Hijab Bibiku|
Pada 1979 kakek saya membuat keputusan untuk meninggalkan rumahnya di Suriah dan memulai hidup baru di Amerika. Rencananya kakek saya akan datang ke California terlebih dahulu lalu disusul nenek diikuti 7 anak mrk.
Pesawat mereka American Airlines # 191 terbang ke New York kemudian transit di Chicago sebelum akhirnya tiba di California. Sewaktu di New York, Semua imigran harus mengajukan kartu hijau sebelum tujuan berikutnya.
Bibi saya, Hala Atik saat itu baru menggunakan jilbab.
Ketika tiba waktunya utk foto, petugas meminta bibi saya untuk melepas jilbabnya dan dia berkata: TIDAK !. Petugas terus menerus memberi tahu jika dia tak mau, maka kami semua tak bisa ikut penerbangan berikutnya dan pindah ke AS bisa gagal, namun dia tetap bersikeras dgn haknya
Sebuah kisah yang disampaikan Syeikh Dr. Usamah Azhari mengenai Gurunya Habib Abu Bakar al Adni yang sangat membekas jiwa mendengarnya.
“Salah seorang guru saya dari Yaman yang bernama Habib Abubakar al-‘Adniy (lihat foto) pernah berkisah sewaktu beliau masih berusia 6-7 thn.
Waktu itu beliau lebih suka bermain dengan teman sebayanya daripada menghafal Quran. Sementara ayahnya adalah seorang da’i dan sangat memperhatikan hafalan Quran anaknya.
Suatu saat beliau dipanggil oleh ayahnya ketika sedang asyik bermain: “Abubakar, kemarilah!”
Kemudian Habib Abu Bakar mendekati ayahnya. Ayahnya berkata, "anakku coba kamu dengarkan perkataan ayah dan jagalah perkataan ini baik-baik. Ayahmu ini hafal Qur'an, anak dari penghafal Qur'an, cucu penghafal Qur'an, moyangku penghafal Qur'an hingga sampai Rasulullah saw.
Abdul Wahid bin Zaid bercerita, "Ketika itu kami naik perahu, angin kencang berhembus menerpa perahu kami, sehingga kami terdampar di suatu pulau. Kami turun ke pulau itu dan mendapati seorang laki-laki sedang menyembah patung"
📸 wp: thoughtsong7
Kami berkata kepadanya, "Diantara kami, para penumpang perahu ini tidak ada yang melakukan yang kamu perbuat".
Dia bertanya, "Kalau demikian, apa yang kalian sembah?"
Kami menjawab, "Kami menyembah Allah"
Dia bertanya, "Siapakah Allah?"
"Zat yang memiliki istana di langit,
dan kekuasaan di muka bumi, " jawab kami.
Dia bertanya, "Bgm kamu bisa mengetahuiNya?"
Kami jawab, "Zat tsb mengutus seorang Rasul kpd kami dgn membawa mukjizat yg jelas, maka Rasul itulah yang menerangkan kpd kami mengenai Dia"
Dikisahkan, di masa akhir era Tabi’in, hidup seorang pemuda dari kalangan biasa namun saleh. Suatu hari, pemuda yg bernama Tsabit bin Zutho itu berjalan di pinggiran Kota Kufah, Irak.
Terdapat sungai yg jernih di sana. Tiba2, sebuah apel segar tampak hanyut.
📸 tin_veebee
Dalam kondisi yg lapar, Tsabit pun memungut apel itu. Rezeki datang tiba2, tanpa diduga di saat yg tepat. Tanpa pikir panjang, ia pun memakannya, mengisi perut yg keroncongan. Baru segigit menikmati apel merah nan manis itu, Tsabit tersentak. Milik siapa apel ini? bisik hatinya.
Meski menemukannya di tempat umum Tsabit merasa bersalah memakan apel tanpa izin si empunya. Bagaimanapun juga, pikir Tsabit, buah apel dihasilkan sebuah pohon yang ditanam seseorang. '”Bagaimana bisa aku memakan sesuatu yang bukan milikku,” kata Tsabit menyesal.