9. Berpengetahuan (Ilmu) dan Lawannya Bodoh (Jahlun)
Sifat wajib yang kesembilan bagi Allah adalah sifat berpengetahuan (ilmu). Sifat ilmu merupakan sifat azali yang ada pada dzat Allah.
Fungsi sifat ilmu adalah menyingkap segala sesuatu yang dapat diketahui, baik yang wajib, yang mustahil atau pun yang jaiz.
Ketersingkapan ini bersifat utuh, bukan sebagian. Maka sifat ilmu Allah adalah sempurna; bukan dugaan atau asumsi apa lagi mengandung keraguan. Sifat pengetahuan (ilmu) Allah pun tidak akan pernah bertentangan dengan fakta.
Maka pengetahuan Allah bukan karena mengkuti pengetahuan pihak lain. Mengikuti pengetahuan pihak lain adalah mustahil bagi Allah.
Sifat pengetahuan Allah ini memiliki implementasi yang bersifat terdahulu (ta’aaluq tanjizi qadim), yaitu pengetahuan Allah akan yang wajib, yang mustahil dan yang jaiz bagi Allah.
Allah mengetahui dzat-Nya dan sifat-sifat-Nya sebagai sesuatu yang besifat terdahulu dan wajib adanya. Tidak mungkin tidak ada. Dan Allah tahu bahwa dzat-Nya tidak berada di suatu tempat dan tidak berada dalam dimensi waktu.
Allah juga mengetahui segala sesuatu yang mustahil. Maksudnya, Allah mengetahui bahwa sekutu (syarik) tidak mungkin ada, karena jika ada sekutu bagi Allah, maka akan terjadi kerusakan alam raya ini.
Allah juga mengetahui sesuatu yang jaiz. Artinya, Allah mengetahui apa yang ada dan apa yang tidak ada dari yang jaiz itu.
Ilmu Allah menyingkap segala sesuatu, baik yang besar (secara global) atau yang kecil (secara terperinci). Allah mengetahui apa yang ada di dalam bumi. Allah mengetaui jumlah semut di bumi ini. Allah mengetahui jumlah daun-daun di semua tumbuhan.
Allah juga mengetahui apa yang ada di langit, dan lain-lain. Barangsiapa meyakini bahwa Allah tidak mengetahui secara terperinci maka ia dianggap kafir.
Ilmu Allah mengetahui segala sesuatu sebelum sesuatu ada, ketika ada dan sesudah ada. Yang ghaib sama dengan yang nyata (hadir) bagi Allah. Tidak ada yang samar bagi Allah.
Ilmu Allah tidak bisa dikategorikan sebagai ilmu hasil belajar (kasbiyun) dan tidak bisa pula dikategorikan sebagai ilmu pasti, ilmu teoritis dan aksioma. Kategori-kategori ini mengandaikan adanya ketidak-tahuan (jahlun) sebelum tahu. Maha suci Allah dari ketidak-tahuan.
Argumentasi bahwa Allah memiliki sifat ilmu sebagai berikut: jika Allah tidak maha tahu, berarti Allah bodoh.
Jika Allah bodoh, berarti Allah tidak punya sifat kuasa (qudrah) dan kehendak (iradah). Jika Allah tidak punya sifat kuasa dan kehendak, maka tidak akan ada apapun dari alam raya ini.
Tidak adanya apapun dari alam raya ini adalah tidak sesuai fakta (batil). Faktanya alam raya ini ada. Maka, adanya alam raya ini menjadi bukti bahwa Allah memiliki sifat kuasa dan kehendak.
Dzat yang berkuasa (qadiran) dan berkehendak (muridan) pasti berilmu (aliman). Ketika dipastikan Allah memiliki sifat ilmu, berarti mustahil Allah bersifat bodoh (jahlun).
-Bersambung...
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Penjara itu terkenal sangat “angker”. Para sipir di dalamnya sangat keras dan kejam terhadap para tahanan. Hanya satu tahanan yang diperlakukan dengan sangat baik, bahkan terkesan dihormati. Sebut saja tahanan itu bernama Doni.
Karena mendapatkan perlakuan yang berbeda, Doni dicurigai oleh para tahanan yang lain. Jangan-jangan dia adalah intel yang disusupkan untuk memata-matai para tahanan.
Mereka lantas sepakat “menyidang” Doni. Doni didesak agar mengaku bahwa dirinya adalah intel. Doni membantah. Mereka tambah kasar memperlakukan Doni, bahkan ada yang sampai memukulnya.
9. Berpengetahuan (Ilmu) dan Lawannya Bodoh (Jahlun)
Sifat wajib yang kesembilan bagi Allah adalah sifat berpengetahuan (ilmu). Sifat ilmu merupakan sifat azali yang ada pada dzat Allah.
Fungsi sifat ilmu adalah menyingkap segala sesuatu yang dapat diketahui, baik yang wajib, yang mustahil atau pun yang jaiz.
Ketersingkapan ini bersifat utuh, bukan sebagian. Maka sifat ilmu Allah adalah sempurna; bukan dugaan atau asumsi apa lagi mengandung keraguan.
Sifat pengetahuan (ilmu) Allah pun tidak akan pernah bertentangan dengan fakta. Maka pengetahuan Allah bukan karena mengikuti pengetahuan pihak lain. Mengikuti pengetahuan pihak lain adalah mustahil bagi Allah.
1. Kamu melihat wanita cantik di satu pesta, kemudian kamu datang kepadanya dan langsung berkata, “Aku orang mapan. Maukan kamu jadi pacarku?” Ini disebut DIRECT MARKETING.
2. Kamu melihat wanita cantik di satu pesta, kemudian kamu menyuruh kawanmu mendekatinya dan mengatakan kepadanya, “Dia laki-laki mapan. Dia ingin menjadi pacarmu.” Ini disebut ADVERTISING.
3. Di satu pesta, wanita cantik datang kepadamu dan berkata, “Kamu sangat menarik. Maukah kamu jadi pacarku?” ini yang disebut BRAND RECOGNITION.
Qidam artinya terdahulu; adanya (wujud) Allah tidak ada permulaannya, atau tidak didahului oleh tidak ada. Ini jelas berbeda dengan adanya makhluk. Adanya semua makhluk ada awalnya atau didahului oleh tidak ada.
Argumentasi sifat Qidam adalah sebagai berikut: jika adanya Allah tidak terdahulu, berarti Allah baru (ada awalnya). Tidak ada sifat di antara terdahulu dan baru. Segala sesuatu, jika tidak terdahulu, maka ia baru.
Jika Allah bersifat baru, maka Allah membutuhkan pihak lain yang membuatnya.
Pembuatnya tentu membutuhkan pihak lain lagi yang membuatya. Dan begitu seterusnya. Inilah yang disebut dengan istilah rangakain atau hirarki yang tidak berkesudahan (at-tasalsul).
Ilmu Tauhid adalah ilmu yang menjelaskan tentang sifat-sifat Allah dan para rasul, baik yang wajib, mustahil dan jaiz. Sifat wajib bagi Allah ada 20, sifat mustahil bagi Allah ada 20 (lawan dari sifat wajib), dan sifat jaiz bagi Allah ada satu.
Sifat wajib bagi para rasul ada 4, sifat mustahil bagi para rasul ada 4 (lawan dari sifat wajib), dan sifat jaiz bagi para rasul ada 1. Jika sifat-sifat ini digabungkan, maka jumlahnya ada 50. Inilah yang disebut dengan akidah 50 (Aqa’idil Khamsin).
Sebelum masuk ke dalam pambasahan lebih lanjut, tentu sangat penting memahami istilah wajib, mustahil dan jaiz dalam Ilmu Tauhid. Definisi istilah-istilah ini harus dijelaskan agar tidak ada kerancuan dalam memahaminya.