CatatanYohanesChannel Profile picture
Sep 25, 2021 183 tweets 31 min read Read on X
Selamat malam manteman, mimin kembali hadir untuk menuliskan cerita buat kalian.

Terimakasih buat kalian yang selalu support mimin melalui like dan retweet dan tentu buat yang sudah berkunjung di karyakarsa mimin

Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian berlipat ganda 🙏 amin
Baik, tanpa basa lagi mimin langsung saja tulis ceritanya biar kalian tidak penasaran lagi.

Selamat membaca.. 🙏🙏🙏
“Ini Intan memaksaku terus Bim”, kata Samsul.

“Yaudah ayok, tapi kamu ajak yang lain juga biar aku gak jadi obat nyamuk kalian”, jawab Bima.

Ajakan Samsul kepada Bima akhirnya disetujui, namun dengan catatan. Samsul harus mengajak temannya yang lain.
“Oke, nanti aku hubungi Haris sama Putra”, kata Samsul.

Obrolan mereka di Angkringan Mbak Ros pun diakhiri ketika Samsul berpamitan pulang terlebih dahulu.
——

“Halo Bim”, sapa Putra.

“Eh Put, sama siapa kamu”, kata Bima.

“Itu, sama Haris”, singkat jawab Putra sambil terus berjalan memesan minuman.

“Halo Bim”, sapa Haris sambil tangannya yang besar memukul kepala Bima.

“Aduh, ehh iya Ris”, jawab Bima.
“Mbak Ros, kopi hitam sedikit gula seperti biasanya”, kata Haris memesan minuman dengan teriak.

Haris dan Putra pun duduk satu meja bareng Bima.

“Intan mengajakku muncak, kalian mau ikut “, kata Bima yang menghentikan keheningan disana.

“Gasss”, kata Putra.
Setelah menyalakan rokok, dan menyeruput kopi hitam yang barusaja diantarkan Mbak Ros.
“Mau muncak kemana?”, kata Haris.

“Emm soal itu, kita obrolkan lagi dengan Intan”, kata Bima.

Karena waktu yang terus berjalan hingga tidak terasa sudah tengah malam,
keseruan obrolan mereka pun terhenti. Karena Angkringan Mbak Ros segera tutup.

Keesokan harinya, Samsul mengajak Bima dan yang lain untuk mengobrolkan masalah muncaknya.

Haris, Putra, dan Bima yang sudah berada di Angkringan Mbak Ros menunggu kedatangan Samsul dan Intan.
“Mana Bim, jangan bohong kamu”, tanya Haris sambil menunjuk wajah Bima.

“Serius ini Ris, tadi Intan sudah ngechat aku di Whatsapp”, kata Bima.

“Awas aja kamu kalau bohong”, kata Haris mengancam.

Tidak lama berselang Intan dan Samsul pun datang.
“Haloo teman - teman”, sapa Intan.

“Haii Intannnn...”, sapa Putra dan Bima.

Namun beda dengan Haris, sifatnya yang tegas membuat siapapun yang berjanjian dengannya harus tepat waktu.

“Lama!”, kata Haris.

“Maaf ya, hehe biasa perempuan kan harus dandan dulu”, kata Intan.
Setalah memesan makanan dan minuman, Samsul mulai membuka pembicaraan tentang keinginan Intan untuk muncak.

Karena dia yang sama sekali tidak memiliki pengalaman dibidang tersebut, jadi Samsul mengajak Bima dan yang lain.
“Emang kamu pingin muncak kemana sih?”, tanya Bima ke Intan.

“Ke Gunung Arjuno Bim”, jawab Intan.

“Waduh, disana itu bahaya, ada banyak hutan yang masih mengandung unsur mistis”, kata Bima
Bima menjelaskan kepada Intan dan teman - temannya. Jika, Arjuno terkenal dengan unsur mistis, sehingga bakal banyak sosok lelembut yang mengganggu para pendaki. Dan sudah banyak cerita yang dijelaskan oleh para pendaki yang pernah kesana kalau mereka tersesat di hutan tersebut.
“Namanya hutan apa sih Bim?”, tanya Samsul.

“Hutan Lalijiwo”, Haris menjawab sesembali menghisap Rokok Surya kesukaannya.

“Iyaa itu”, kata Bima.
Obrolan siang itu, tidak menemukan titik temu. Dimana Bima yang sebenarnya takut apabila harus mendaki ke Gunung Arjuno, sedangkan keinginan kuat Intan untuk bisa sampai ke Puncak Gunung Arjuno.

Hingga, Putra pun akhirnya angkat bicara.
“Terkait unsur mistis yang ada disana, Semua kan bisa diatasi dengan berdoa. Terus juga larangan yang ada jangan dilanggar. Simpel sih Bim”, kata Putra.

“Nahh”, Semua setuju dengan pendapat Putra, Intan pun kegirangan karena mendapat dukungan dari teman - temannya.
“Yaudah, Hari Sabtu kita berangkat ke Gunung Arjuno”, kata Bima yang terpaksa harus berangkat kesana.

“Nah gitu dong”, kata Intan.
Akhirnya, mereka semua sepakat, Hari Sabtu, menjadi hari yang ditunggu - tunggu oleh Intan, karena sudah lama dia menginginkan rencana untuk muncak ke Gunung Arjuno.

Malam hari, sebelum keberangkatan besok pagi. Bima menanyakan terkait persiapan peralatan yang dibutuhkan.
tutt...tuttt...tuttt....
Dering hp Intan berbunyi.

“Eh iya, Halo Bima, ada apa?”, tanya Intan.
“Haloo Intan, hehehe maaf ya kalau menelfon kamu malam - malam gini”, kata Bima dengan rasa sungkan.

“Ohh iya, tidak apa - apa kok Bim. Santai aja”, jawab Intan.

“Emmm, aku mau tanya nih. Apa semua peralatan sudah siap untuk besok?”, tanya Bima.
“Oiya Bim, untuk persiapan peralatan sih sudah siap, cuma tinggal korlap saja yang belum”, jawab Intan.

“Oh korlap ya, Si Putra kayaknya punya korlap deh tan. Biar aku yang menghubungi Putra”, kata Bima
“Eh eh Bim. Nggak usah, aku sudah nelfon Putra kok untuk minjem korlapnya”, jawab Intan
Setelah mendapat jawaban dari Intan bahwa semua peralatan sudah lengkap, Bima pun menutup telfonnya.
———

Hari Sabtu pun tiba, Intan yang biasanya selalu terlambat datang, kali ini sejak pagi Intan sudah bersiap - siap.

Dia telfon semua temannya, sekaligus untuk membangunkannya.

Sesuai perjanjian sejak awal, mereka akan berkumpul di Angkringan Mbak Ros pukul 10 pagi.
Pukul 09.00 Samsul telah tiba dirumah Intan sekaligus untuk menjemputnya.

“Sudah siap, sayang?”, tanya Samsul.

“Sudah dong”, jawab Intan sambil tersenyum.

“Yaudah, yuk”.

Akhirnya, mereka berdua berangkat ke Angkringan Mbak Ros.
Sesampainya di sana, ternyata si Putra sudah berada disana.

“Sudah disini aja”, sapa Intan sembari menepuk pundak Putra

“Hehehe iya dong”, kata Putra

“Haris mana? Biasanya kan selalu berangkat sama kamu?”, tanya Intan

“Gatau, katanya dia mau berangkat sendiri”, jawab Putra.
Lalu mereka bertiga menunggu kedatangan dari Bima dan Haris.

Tidak lama menunggu, Bima datang bergoncengan dengan Haris.

“Anjing kamu, main ninggalin saja”, kata Haris sambil menunjuk Putra.

“Lah, kamu dibangunin gak bangun - bangun kata bapakmu”, kata Putra.
“Tau sendirilah, bapakku lagi mabuk diajak ngobrol”, kata Haris.

“Jelas nglantur jawabnya, Hahahaha”, kata Intan sambil tertawa.

“Nah iya”, Samsul menambahi omongan dari pacarnya.
Mereka pun mulai menyiapkan semua peralatan yang akan dibawa.

Setelah semua sudah siap, mereka pun berangkat menuju Gunung Arjuno dengan mengendarai motor.
Perjalanan panjang tanpa hambatan, sampailah mereka di basecamp, sekaligus memarkir motornya disana.

Setelah pengurusan administrasi selesai, berangkatlah mereka ke puncak Gunung Arjuno.
Baru beberapa puluh meter mereka berjalan, mereka bertemu dengan seseorang, sepertinya beliau warga sekitar lereng gunung.

“Monggo pak”, sapa mereka serentak.

“Kalian mau naik ke puncak?”, tanya bapak tersebut.

“Iya pak, kenapa ya?”, jawab Intan.
Halo man teman, untuk kelanjutan cerita “Hutan Larangan” sudah mimin update di Karyakarsa.

Buat kalian yang penasaran dan ingin membaca duluan, bisa kalian baca dulu di Karyakarsa.

karyakarsa.com/catatanyohanes…
Pertanyaan dari Bapak tersebut memberhentikan langkah mereka, lalu dengan seksama mereka mendengarkan omongan Bapak tersebut.

“Hati - hati ya, nanti selama perjalanan kalian bakal banyak menemukan Hutan Larangan, disana unsur mistisnya besar.
Apalagi jika kalian sudah sampai di Hutan Lalijiwo, sudah banyak pendaki yang tersesat disana, lebih - lebih kadang dari mereka bisa sampai hilang”.

Bapak tersebut mulai menjelaskan kepada mereka tentang unsur mistis disaat perjalanan menuju ke puncak.
“Lalu pak, apa yang harus kami lakukan agar perjalanan kami lancar hingga ke puncak?”, tanya Intan lagi.
Oh ya nanti cerita ini akan mimin update dulu di @karyakarsa_id. Soanya di twitter, mimin bakal tulis lanjutan dari “Jelangkung” dulu.

Buat kalian yg ingin membaca terlebih dahulu bisa kalian follow akun mimin di Karyakarsa.

Ini link lanjutan part 3 dari cerita “Hutan Larangan”
Bisa kalian baca dulu disini.

karyakarsa.com/catatanyohanes…

Terimaksih buat yang sudah support mimin terus, karena support dari kalian membuat mimin makin semangat dalam berkarya.

semoga Allah SWT selalu membalas kebaikan kalian semua. Amin 🙏
Cerita “Hutan Larangan” sudah tamat di @karyakarsa_id. Bisa kalian baca secara maraton part 1 - part 10.

Mimin akan bagi linknya ke kalian per partnya 😉

Part 1 : karyakarsa.com/catatanyohanes…

Part 2 : karyakarsa.com/catatanyohanes…

@IDN_Horor @ayuwidypramono @horrorstw @Penikmathorror
“Awalnya dari niat, jika niat kalian buruk, perjalanan kalian pasti tidak akan mulus, jauhkan pikiran kalian dari hal - hal kotor seperti berzina. Lalu apabila buang hajat jangan sembarangan, jangan di pohon - pohon besar, carilah pohon kecil saja, habis itu jangan bicara kotor,
omongan kalian harus benar - benar dijaga”, kata Bapak tersebut.
“Lalu pak?”, Kata Intan.

“Ya intinya jangan aneh - aneh nak, soalnya penunggu disini tidak segan untuk membunuh kalian”, kata Bapak tersebut.
Sontak semua kaget, penekanan kata membunuh dari Bapak itu yang sangat dalam, sehingga membuat mereka ragu untuk melanjutkan perjalanannya.

Namun dalam pikiran mereka, apabila mereka tidak melanjutkan perjalanan ke puncak, perjalanan mereka sudah jauh,
jadi menurut mereka sia - sia tidak ada hasilnya.

“Emang dulu ada yang sampai meninggal dunia pak?”, tanya Putra.

“Ada nak, jadi mitos disini itu kalau berzina di puncak, salah satu dari rombongan akan menjadi tumbal untuk diserahkan kepada jin2 penunggu disini”, kata Bpak tsb.
Setelah mendapat penjelasan panjang lebar dari Bapak tersebut.

Mereka berpamitan untuk melanjutkan perjalanan ke puncak dengan berpedoman pada peta, dimana mereka harus melewati beberapa pos terlebih dahulu.
Sambil trus berjalan Bima selalu mewanti2 Haris agar jangan sembarangan dalam bekata maupun bertindak disana, karna Bima paham dengan perilaku Haris yg paling susah dikontrol.

“Jangan saya saja, ini loh si Intan sama Samsul jangan main mantab2 kalau sudah di puncak”, kata Haris.
“Jaga mulutmu ya ris”, kata Intan yang mulai naik darah mendengar omongan Haris.

“Sudah - sudah jangan bertengkar”, kata Putra melerai mereka, membawa Intan agar posisinya lebih jauh dari Haris.

“Kamu sih”, kata Bima sambil menunjuk wajah Haris.
Karena tidak terima dengan tuduhan Bima, Haris pun mendorong Bima hingga terjatuh, Haris melepaskan carrier yang dia bawak, lalu mendekati Bima dan satu jotosan melayang ke muka Bima.
“Woyyy”, Intan menjerit ke arah keduanya yaitu Bima dan Haris.
Intan melepaskan rangkulan Putra lalu lari melerai Haris yang sudah diatas Bima, begitupun juga dengan Samsul dan disusul dengan Putra.
Intan langsung mendorong Haris membuat tubuhnya sedikit mundur, lalu Intan maju dihadapan Haris. Dia taruh wajahnya yang mendongak sedikit keatas menatap wajah Haris dengan tajam.

“Sini pukul aku kalau berani”, kata Intan.
Haris hanya diam lalu mundur beberapa langkah namun matanya masih tetap memandangi Intan.

“Ini temanmu, kenapa kamu pukul dia!”, kata Intan.

Haris hanya diam tidak menggubris Intan, lalu dia mengambil carrier miliknya.
“Bilang ris.. bilang”, kata Intan yang masih marah.

Disisi lain, Samsul dan Putra berusaha membangunkan Bima yang terjatuh, lalu Samsul melangkah ke pacarnya.

“Sudah sayang, jangan makin diperbesar masalahnya”, kata Samsul sambil menarik tangan Intan.
Akhirnya mereka kembali melanjutkan perjalanannya, Bima sebagai penunjuk jalan berada didepan, sedangkan Haris berada dibarisan paling belakang.

Sampailah mereka di Hutan Larangan pertama, dimana banyak sekali pohon - pohon besar yang menghiasi perjalanan mereka.
Perjalanan terus mereka lanjutkan, berjalan pelan namun pasti, meskipun sesekali beristirahat karena Intan yang mudah lelah.

Ditengah perjalanan tiba - tiba Haris meminta untuk berhenti sejenak, karena dia sudah tidak kuat lagi untuk segera menuntaskan membuang hajatnya.
“Berhenti dulu dong, mau pipis nih”, kata Haris.

“Bahaya Ris, kita ini masih didalam hutan loh”, kata Putra.

“Tahan dong, sedikit lagi loh sudah sampai pos 1”, kata Intan ketus.

“Gak kuat lagi cok, berhenti sebentar kenapa sih”, kata Haris.
“Ris jangan berkata kotor dong, yaudah yaudah berhenti dulu”, kata Samsul yang menengahi mereka.

Akhirnya mereka pun berhenti, tanpa basa - basi lagi, Haris langsung mencari pohon besar dan menuntaskannya disitu.

“Eh Haris itu buang air kecil dimana?”, tanya Bima.
“Eh iya dimana tuh?”, Intan pun ikut bertanya.

“Di pohon itu, pohon besar”, jawab Samsul.

“Waduh.. mati kita”, kata Putra sambil menepuk jidatnya.

“Emang kenapa?”, tanya Samsul.

“Kamu lupa kata Bapak tadi sewaktu masih dibawah?”, kata Putra.
“Iya sayang, ini kan Hutan Larangan, kata Bapak itu tadi seingatku jangan pipis di pohon - pohon besar”, Intan melanjutkan omongan Putra untuk menjelaskan kepada pacarnya.

“Oh iyaa. Terus gmna ini?”, tanya Samsul.
“Kan dari awal aku sudah bilang, mending kita tidak usah ngajak Haris, dia itu susah dibilangin”, kata Bima yang tiba - tiba nyeletuk.

“Tapi ini sudah terlanjur Bim”, jawab Intan.
Setelah selesai buang air kecil, Haris pun melangkah dengan santainya menuju teman - temannya dan langsung mengambil carrier nya.

“Kuy”, kata Haris.
“Kamu tadi pipis di pohon besar itu?”, tanya Intan.

“Iya”, jawab Haris singkat.

“Haduhh.... Haris gimana sih kamu, kan tadi sama Bapak yang di bawah sudah dibilangin jangan pipis di pohon besar, ini itu Hutan Larangan”.
Intan menjelaskan kepada Haris sangking kesalnya dengan kelakuan Haris yang sedari tadi selalu membikin ulah.

“Halahh cok cok, ini tahun berapa? Masih saja percaya gituan”, kata Haris yang menganggap enteng perihal kekuatan supranatural.
Bima menjelaskan kepada Haris bahwa selama pengalamannya mendaki, kekuatan supranatural itu emang nyata, dan juga Bima sering mendengarkan cerita - cerita dari teman pendakinya bahwa tidak sedikit yang hilang hingga mati karena melanggar aturan - aturan di gunung.
“Halah Bim, itu kan pengalaman temanmu, bisa saja dia mengada - ngada. Sekedar untuk konten doang”, kata Haris.

Penjelasan panjang lebar yang disampaikan Bima seakan tidak dapat membuka pikiran Haris. Keras kepalanya sangat susah untuk ditaklukkan.
“Tapi nanti di antara kita yang bakal menjadi tumbalnya”, ucap Putra

Akhirnya Putra pun membuka omongan, dengan harapan pikiran kolot Haris ini dapat terbuka menampung penjelasan dari teman - temannya.
“Iya bener itu, jika nanti yang bakal kena sialnya kamu sendiri, aku sih gak masalah”, kata Intan menambahi penjelasan dari Putra.

“Tidak mungkin kalian, jika pun nanti penunggu disini marah, pasti marahnya ke aku, nanti juga yang bakal sial ya aku sendiri”, kata Haris.
Karena perdebatan yang tidak menemukan ujung, dan sudah terlanjur terjadi juga, akhirnya Samsul mengajak temannya untuk melanjutkan perjalanan menuju ke pos 1.

Sesampainya di pos 1, mereka beristirahat sejenak di pos tersebut, dimana pos itu biasa disebut dg nama pos pet bocor.
“Ayuk gas, pos 2 masih jauh banget”, kata Bima.

“Yaudah ayok, biar gak keburu matahari terbenam”. kata Intan.

Intan juga menyutujui ajakan dari Bima, namun beda dengan Haris, badannya yang gemuk membuat membuat dia mudah lelah.

“Sabar dulu, capek cok”, kata Haris.
“Ini jam berapa ris, perjalanan dari sini ke pos 2 membutuhkan waktu 3-4 jam”, kata Bima.

“Iyaa belum lagi nanti kita harus membangun tenda disana buat bermalam”, lanjut Putra.

“Iya tau, tapi daripada aku pingsan ditengah perjalanan cok” kata Haris.
“Kan sudah bilang, ini anak susah diajak kompak, egois dia”, kata Bima.

Bima yang tidak suka dengan keikut sertaan Haris disitu menimbulkan pertikaian lagi antar keduanya.
Dimana yang awalnya Bima hanya diam melihat perlakuan Haris, kini dia mulai memberontak dengan mengutarakan kata - kata kotor kepada Haris.

“Jancok kamu ris, ayok kompak. Dasarnya anak preman sih, jadi kelakuannya gak jauh dari bapaknya”, kata Bima.
“Apa maumu Bim, jangan kamu bawak - bawak orang tua disini”, ucap Haris dengan Emosi.

Haris pun mulai melawan, dia beranjak dari tempat duduknya lalu melangkah kearah Bima.

Haris memukul wajah Bima, namun kali ini Bima tidak diam, dia membalas dengan memukul kepala Haris.
Terjadilah jual beli pukulan antar keduanya, hingga Samsul, Intan dan Putra kuwalahan saat memisahkan mereka.

“Berhenti.....”, Intan menjerit.

Jeritan Intan rasanya sudah tidak ada gunanya lagi, Haris dan Bima tidak menggubrisnya. Adu jotos antar keduanya terus berlanjut.
“Bruaakkkk”

Samsul berhasil mendorong tubuh Haris, hingga tubuhnya terjatuh diantara semak - semak belukar disana.

Samsul melangkah mendekati Haris dan berdiri memandang wajah Haris yang sudah berada dibawah, lama mereka saling menatap tajam.
“Kamu tau itu temanmu kan”, kata Samsul.
Samsul memulai obrolan disana dengan tegas kepada Haris, disana Haris hanya terdiam dan menghela nafas panjang.

“Ini tim, kita harus kompak” kata Samsul lagi.

Haris membuka suara membalas omongan Samsul,
dimana Haris tidak terima karena si Bima yang selalu membawa orang tua disetiap perilaku jeleknya.

“Semua salah, intropeksi masing - masing” Intan pun ikut berbicara.
“Kamu juga Bim, bisa gak kamu menyelesaikan masalah tanpa memancing emosinya Haris” kata Intan sambil tangannya menunjuk Bima.

Bima yang tidak tau harus membalas apa, disana dia hanya bisa menundukan kepalanya.
“Maaf”, kata Bima dengan suara lirih.

Setelah mendamaikan Bima dan Haris, Intan meminta mereka semua segera melanjutkan perjalanan ke pos 2, dan mau tidak mau mereka semua harus menuruti Intan.

Akhirnya mereka pun melanjutkan perjalanan menuju ke pos 2.
Jalur panjang dan terus naik membuat mereka sering sekali berhenti sejenak untuk menghela nafas.

Perjalanan mereka dikejar oleh waktu, dimana matahari segera menenggelamkan dirinya, yang membuat penerangan disana menjadi gelap.

“Ayok lebih cepat. Semangat gaess”, kata Intan.
“Iya ayok lebih cepat, mataharinya sudah mau tenggelam tuh...”, kata Putra juga.

Mereka pun lebih mempercepat langkahnya lagi, berharap sampai pos 2 lebih cepat dari matahari yang akan tenggelam.

“Ehh tunggu.... langitnya keren loh, fotoin dulu dong”, kata Intan.
“Ya Allah tan, katanya harus cepat sampai, kok malah minta foto”, kata Haris.

“Iya sayang, ayo dong... Keburu malam loh”, kata Samsul.

Samsul pun menyutujui omongan Haris, yang meminta Intan untuk terus melanjutkan perjalanan saja.
“Ehh sudah sudah, apa salahnya kita menuruti Intan, toh kan foto cuma sebentar”, kata Putra yang tiba - tiba menyeletuk.

Dimana argumennya justru lebih Pro ke Intan daripada ke Haris dan Samsul.

“Nah iya... cuma sebentar kok”, kata Intan.
Karena Intan yang sedikit memaksa hingga memohon - mohon ke mereka, akhirnya Haris dan Samsul pun mengizinkan Intan.

15 menit mereka berfoto - foto disana.

Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan lagi.

“Waduh, ini mataharinya sudah hampir tenggelam”, kata Bima.
“Tadi kita bawa berapa senter Bim?”, kata Samsul menjawab.

“Bawa 6 kok”, kata Bima.

“Yaudah pakai senter saja, per orang satu senter”, kata Samsul.

Mereka pun melanjutkan perjalanan hingga matahari tenggelam.

Berjalan dalam kegelapan membikin suasana menjadi horor,
langkah mereka seakan menjadi cepat dengan sendirinya.

“Lebih cepat lagi yok”, kata Putra.

“Iya ayok, aku takut”, kata Intan juga menambahi.

“Santai, pokok senternya jangan diarahin ke atas saja”, kata Bima.
Bima pun menjelaskan jika cahaya senter diarahkan ke atas akan berakibat fatal karena posisi mereka sekarang berada di hutan.

“Mana ada setan, ngaco”, kata Haris.

“Sudah ris, kamu cari masalah terus sama Bima”, kata Intan.
“Lah ini buktinya, liat tuh senterku aku arahin ke atas pohon hahaha”, kata Haris sambil mengarahkan senternya ke atas.

“Terserah...”, jawab Intan.

“Ini kita di hutan sampai matahari tenggelam gini kan, gara - gara kamu lama berfoto”, jawab Haris.
“Sudah.... sudah....”, ucap Putra yang melerai Haris dan Intan.

Akhirnya sampailah mereka di pos 2 setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam setengah.

Disana mereka langsung membangun tenda, karena mereka akan melanjutkan perjalanan besok paginya.
Ketika tenda sudah jadi sekitar pukul 8 malam, mereka langsung menyiapkan perlatan untuk masak dan membuat api unggun kecil untuk menghangatkan tubuh.

Intan mulai menanak nasi, dan memasak air untuk membuat kopi.
Singkat cerita setelah semua siap, mereka makan bersama, lalu selesai makan melanjutkan ngobrol sambil menikmati kopi didekat api unggun.

Suasana kehangatan yang mereka ciptakan menjadikan waktu seakan berputar sangat cepat.
Melihat jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, mereka semua memutuskan untuk tidur.

Sebelum tidur Intan meminta Samsul mengantarkannya kencing.

Tanpa sadar mereka diikuti oleh Haris, yang sebenarnya juga ingin kencing. “Sekalian lah biar ada temannya juga”, kata Haris.
“Sayang sini, sepi kok”
Tiba - tiba Haris mendengar suara lirih Intan yang mengajak Samsul bermain mantab - mantab disana. Karena merasa gak enak, Haris tidak ingin memergokinya, namun karena keusilannya dia tetap menguping sambil mengintip mereka dari balik pohon besar.
“Jangan sayang, ini di gunung loh. Aku takut nantinya ada apa - apa diantara kita dan teman - teman yang lain”, kata Samsul

“Ahhh gak apa - apa loh, sebentar saja”

Intan memaksa dan terus merayu Samsul untuk bisa diajak bermantab - mantab,
mumpung teman - teman yang lain sudah masuk kedalam tenda.

“Gak mau ah, aku takut sayang. Nanti aja ya kalau sudah pulang. Nanti kita puas - puasin dirumah”, kata Samsul yang masih tidak terhasut rayuan Intan.

“Yaudah ciuman aja, mau kan?”, kata Intan.

“He’em”, jawab Samsul.
Karena sudah terasa dipucuk, akhirnya Haris meninggalkan Intan dan Samsul, lalu dia mencari semak - semak yg lain untuk menuntaskan hajatnya.

Setelah itu Haris langsung kembali ke tenda lalu tidur disamping Bima.

Tak lama setelah Haris datang, Intan dan Samsul kembali ke tenda.
Jadi, mereka semua tidur dalam satu tenda besar, dimana Intan berada dipaling ujung, lalu Samsul, Haris, Bima, dan Putra berada diujung sisi selanjutnya.

Obrolan didalam tenda seakan mengantarkan mereka menuju ke alam mimpi.

Pukul 2 dini hari tiba - tiba Haris terbangun.
Karena hasrat ingin membuang hajat, akhirnya dia melangkah keluar melewati Samsul dan Intan, Namun Haris kaget karena Intan tidak ada ditenda.

“Lah Intan kemana?”, kata Haris dalam hati.

“Ohh mungkin dia buang air kecil”, kata haris lagi menambahi.
Tanpa berfikir yang aneh - aneh lagi, akhirnya Haris keluar lalu menuju ke semak - semak.

Selesai buang air kecil dia mencoba menikmati udara tengah malam disana, dia berjalan - jalan disekitar sana.

Suasana horor seakan tidak ada apa - apanya bagi Haris.
Dia terus menyusuri semak2, dengan mata yang terus menyoroti pohon - pohon besar disana.

Tiba - tiba Haris melihat sesuatu berwarna putih bergelantungan diatas pohon, karena penasaran, Haris berniat mendekatinya, dia berjalan terus, hingga Haris tepat berada dibawa pohon itu.
“Waduh”, kata Haris kaget.
Haris seketika langsung membalikkan badannya, dengan cepat Haris kembali ke tenda. Lalu mencoba untuk tidur kembali.

Keesokan paginya mereka semua bangun seperti biasa, dimana Intan langsung memasak ditemani Samsul.

Perjalanan ke pos 3 kira - kira berapa jam Bim?” tanya Intan.
“Sekitar 6 jam tan, jauh” jawab Bima.

“Kalau gitu mending bentar lagi langsung siap - siap saja biar gak seperti kemaren malam - malam di hutan”, Kata Intan yang mengajak teman - temannya berangkat lebih awal

Supaya sebelum matahari tenggelam mereka sudah berada di pos 3.
Singkat cerita setelah mereka beres - beres mereka pun langsung melanjutkan pendakian menuju pos 3.

Karena jarak pos 2 dan pos 3 sangat jauh, membuat pendakian mereka terhambat karena banyaknya istirahat untuk menghela nafas.
Haris yang mudah capek sering ketinggalan dibelakang, hingga sering terjadi cekcok dengan Bima dan Intan.

Singkat cerita pukul 4 sore mereka sudah sampai dipos 3. Karena terlalu capek mereka berencana bermalam lagi di pos 3.
Disaat mereka membangun tenda tiba - tiba ada 3 orang preman yang berkedok sebagai penambang disana, mereka masing - masing membawa golok dan celurit.
3 preman itu meminta uang rokok kepada mereka, dan salah satu preman itu sebut saja Onggok yang tiba - tiba menarik Intan lalu mengalunginya dengan celurit.

Sontak semua ketakutan, apalagi Samsul, melihat langsung pacarnya yang akan dibunuh oleh preman itu.
“Mas, tolong jangan bunuh pacar saya” ucap Samsul kepada Onggok.

“Hahaha itu pacarmu mbak? Kok bisa toh samean mau sama dia, jelek gitu wajahnya” kata Onggok sambil matanya melihat ke Intan.

Intan hanya diam, badannya gemetar. Keringat dingin mulai mengalir ditubuhnya.
“Cantik juga nih cewek Bom”, kata Onggok kepada temannya.

“Wah boleh juga tuh”, jawab Bombom.

“Cewekmu bagi ke kita ya”, kata Onggok lagi sambil terus mengalungi leher Intan dengan Celurit.
Samsul hanya diam, antara merelakan pacarnya di perkosa di depan matanya, atau mati karena melawan.

Mungkin karena jiwa Haris yang pemberani, Haris melangkah maju mencoba melawan 3 preman tersebut.

Namun berbeda dengan teman lainnya,
mereka lebih memilih menuruti permintaan 3 preman itu.

“Sini kalau berani maju satu - satu”.

Dengan hanya bermodalkan pisau dapur yang dibawa untuk memasak, Haris melangkah pasti dengan keyakinan yang sangat tinggi.
“Jangan Ris... Kita kasih saja mereka uang” ucap Putra yang mencoba menghentikan Haris.

“Mau berapa duit kita kasih ke dia? Makin di kasih, pasti nanti dia ngelunjak” jawab Haris.

“Cari aman aja Ris”, kata Putra lagi.
“Dikasih berapa pun, Intan tetap akan diperkosa Put”, jawab Haris sambil terus melangkah maju.

“Wahh siapa ini berani - beraninya sama kita” Sambil terus mengalungi Intan celurit, Onggok bertanya kepada temannya.
Ditengah - tengah langkah Haris yang disusul juga oleh langkah 2 preman lain Bombom dan Bento, secara tiba - tiba muncul seseorang bapak - bapak yang berteriak melerai Haris dengan preman - preman itu.

“Ada apa ini?” kata bapak tersebut.
“Loh, Pak Adi..” ucap Bombom yang ternyata mengenal bapak tersebut.

“Jangan macam - macam sama mereka, mereka ini masih saudara saya” kata Pak Adi.

“Loh maaf pak, saya tidak tahu kalau mereka saudaranya bapak”.

“Yaudah sana pergi” kata Pak Adi.
Karena pertolongan Pak Adi, akhirnya ketiga preman tersebut pergi sambil terus meminta maaf kepada Pak Adi.

Setelah melihat preman tersebut pergi.

Intan dan teman yang lain mendekati Pak Adi dan mengucapkan terimakasih kepada Pak Adi,
lalu disana mereka mengobrol banyak lalu Pak Adi bersedia mengantarkan mereka hingga sampai ke puncak.

“Saya juga mau ke puncak kok mbak, kalau gitu monggo saya antar sekalian” kata Pak Adi kepada Intan.
“Boleh banget pak, Sebelumnya terimakasih banyak pak” ucap Intan dengan semangat dan disetujui teman - teman yang lain.

Lalu Pak Adi pun ikut bermalam dengan mereka dg membangun tenda kecil miliknya.

Banyak obrolan malam itu, Pak Adi semangat menceritakan kisah gunung disana.
“Dulu itu banyak orang Belanda yang mati disana mas, karena hutan lalijiwo itu akan menyesatkan orang - orang yang mempunyai niat buruk”.

Dengan seksama mereka mendengarkan cerita - cerita dari Pak Adi, hingga beberapa pertanyaan pun mereka lontarkan karena rasa penasarannya.
“Orang Belanda itu kok bisa mati Pak?” kata Putra.

“Soalnya orang Belanda itu akan mengejar orang - orang pribumi yang lari ke puncak, nah di Hutan Lalijiwo sebelumnya dibacain seperti mantra - mantra oleh dukun setempat.
Jadi, ketika orang Belanda itu sudah sampai di Hutan Lalijiwo, mereka semua akan lupa sama jiwanya.

Darisitu banyak orang Belanda yang saling membunuh satu sama lain, dan banyak juga yang memilih bunuh diri disana”
Pak Adi pun menjelaskan kepada mereka sekaligus menjawab pertanyaan Putra.

Hari semakin malam, Intan meminta ijin untuk tidur dulu, yang tidak lama disusul mereka semua.

Ternyata Pak Adi tidak langsung tidur, Pak Adi berkeliling memantau sekitar, ntah apa tujuannya.
Keesokan harinya mereka bangun sekitar pukul 5 subuh. Setelah makan dan bersiap2 mereka langsung berangkat menuju ke puncak.

Perjalanan mereka tinggal sedikit lagi, 1 jam waktu yg dibutuhkan menuju pos 4, lalu satu jam lagi menuju ke Hutan Lalijiwo dan terkahir menuju ke puncak.
Tidak terasa karena disambi dengan cerita - cerita Pak Adi tentang mistos dan misteri gunung disana tiba - tiba mereka telah sampai di pos 4.

Istirahat sebentar, lalu mereka melanjutkan perjalanan.

Lama mereka berjalan,
akhirnya mereka tiba di Hutan Larangan selanjutnya yaitu Hutan Lalijiwo.

Disambut dengan 2 pohon besar bak gerbang disuatu kerajaan.

“Nah ini mas yang dinamakan Hutan Lalijiwo” kata Pak Adi.

Mereka semua mengangguk, sesekali sambil tersenyum.
Auranya beda, Intan merasakan merinding - merinding kecil di seluruh tubuhnya. Dan ternyata dirasakan semuanya kecuali Pak Adi, mungkin karena Pak Adi sudah terbiasa melewati Hutan Lalijiwo.

Atau mungkin lelembut penunggu disana sudah mengenal Pak Adi.
Banyak pendaki - pendaki yang tersesat ditempat itu, namun mereka tidak.

Sang penunjuk jalan, Pak Adi sudah hafal betul dengan jalur dan medan disana.

“Astaughfirllah”

Dengan gestur kaget Intan mengucapkan kata itu.

Sontak fokus semuanya langsung mengarah ke Intan.
“Kenapa Tan?” tanya Putra.

“Iya sayang, kenapa kamu?” Samsul juga ikut menanyakan.

“Tadi ada sosok putih terbang dari pohon itu ke pohon yg dibelakangnya”, ujar Intan dengan wajah ketakutan, kedua alisnya yang menyambung dan matanya tidak lagi mau melihat ke arah yang dimaksut.
“Ohh... gak apa - apa mbak, sudah biarkan. Yang penting niat kita baik” jawab Pak Ady.

“Yaudah ayok sayang lanjut lagi”

Samsul mengajak Intan untuk melanjutkan perjalanan lagi.

1,5 jam akhirnya mereka telah sampai dipuncak Gunung Arjuno.
Tentu orang yang paling bahagia diantara mereka adalah Intan.

Bagaimana tidak, sudah lama dia menginginkan berada disitu, dipuncak Gunung Arjuno.

“Arjunooooo” Intan berteriak sambil berlari tidak sabar ingin memuaskan batinnya.
Akhirnya mereka semua pun berfoto ria disana dan Pak Ady melakukan hal lain, dia pergi ke tempat yang berbeda dan berjanji akan kembali setengah jam kemudian.

Tidak ada rasa curiga sama sekali sama Pak Adi. Namun kecurigaan mulai muncul saat Intan berbisik ke Samsul.
“Sayang, sedari kemarin kan Pak Ady selalu membawa celurit dan golok yang ditaruh dipundaknya ya”

Lalu Samsul pun menjawab “iya sayang, lalu kenapa?”.
“Aku kira awalnya dia akan mencari kayu bakar atau rumput di puncak, tapi kok itu dia kembali tanpa membawa apa - apa” kata Intan menjelaskan uneg - unegnya.

Samsul hanya terdiam, namun matanya masih terus menyoroti Pak Adi kejauhan yang melangkah ke arah mereka.
“Itu liat, celuritnya pun masih dia bawa kan sayang” kata Intan.

Samsul mengangguk pelan. “Biar saja kita ikuti alurnya sayang. Tapi kita harus tetep hati - hati ya” kata Samsul.

“Iya sayang” jawab Intan.

Tidak lama Pak Adi datang menyapa mereka.
Sapaan Pak Adi disambut hangat oleh Putra dan Bima.

Setelah puas berfoto kami pun duduk bersama, mengobrol ngalor ngidul dengan Pak Adi.

Hampir saja kepergok ketika mata Intan dan Samsul terus menyoroti celurit dan golok yang dipegang terus sama Pak Adi.
Sambil bercerita tiba - tiba mata Pak Ady reflek melirik Intan dan Samsul, untung saja Intan dan Samsul tetep tenang menyikapinya sehingga tidak timbul kecurigaan dalam diri Pak Adi.
Pancaran sinar matahari yg mulai memanas, membuat Putra berinisiatif mengajak mereka pulang, agar sampai di basecamp tidak terlalu malam.

“Mas nanti mampir dulu ke tempat saya, makan sama istirahat sebentar”, kata Pak Adi.

“Gausah Pak, nanti malah tambah ngerepoti” jawab Intan.
“Gak apa - apa Tan, nanti kan sekalian ketemu sama istri dan anaknya Pak Adi. Siapa tau nanti kalau kesini lagi bisa mampir” kata Haris.

Pak Adi pun tersenyum “nah benar kata mas Haris mbak”

Karena kalah suara dengan yang lain,
Intan akhirnya mengikuti temannya yang lain untuk mampir dulu ke rumah Pak Adi.

Perjalanan turun pasti lebih cepat dari pada saat mendaki.

Hutan Lalijiwo memang menyeramkan, suara lirih tangisan wanita menyambut kedatangan mereka sebelum benar2 masuk ke dalam Hutan Lalijiwo.
Berjalan cepat dan terus mempercepat langkahnya agar suara tangisan itu segera hilang, tidak!

Suara tangisan itu ternyata tidak hilang, sepertinya wanita itu mengikuti mereka. Jelas itu sosok lelembut disana,
Apakah semua diantara mereka selamat hingga turun ke basecamp?

Buat kalian yang ingin baca duluan lanjutan ceritanya, bisa kalian baca di @karyakarsa_id.

karyakarsa.com/catatanyohanes…
bagaimana tidak dengan suara yang sangat keras namun wujudnya tidak ada ketika dicari.

“Apa sosok itu mulai mencari tumbal diantara kita?” pikir Intan dalam hati.

Intan terus melangkah namun tetap dengan langkah yang cepat.
“Tapi siapa diantara kita yang pernah melanggar aturan disini?” Intan terus bertanya - tanya dalam hatinya.

Seakan dia memutar lagi memori yang ada diotaknya ke perjalanan awal dari basecamp hingga sampai ke puncak. Darisana Intan menemukan jawaban yang sangat kuat.
“Haris!”
kata hati Intan berkata semua ini karena ulah dia, dimana dia lah orang yg paling tdk bisa dikasih tau, mulai dari kencing di pohon besar, omongan jorok pun sering keluar dari mulutnya, bahkan bukan cuma jorok. Omongan menantang terhadap lelembut disana sering sekali dia ucapkan.
“Berhenti berhenti”

Pak Adi secara tiba - tiba meminta mereka semua untuk berhenti, begitu pun dengan suara tangisan wanita tadi juga berhenti. Lalu Pak Adi menyampaikan kepada mereka bahwa mereka kembali ke jalan yang sudah mereka lewati.
“Benar begitu pak?” tanya Bima.

“Iya mas Bima, pohon besar yang ada ukirannya ini tadi sudah kita lewati, sepertinya kita diputar - putarkan di hutan ini.”

Sontak, semua ketakukan, takut tidak ada lagi celah untuk keluar dari sana. Feeling Intan terhadap Haris seakan terjawab.
Namun ketakutan Intan yang lebih besar kali ini adalah Pak Adi.

“Saling Bunuh antar warga Belanda yang kemarin dia jelaskan itu apa benar - benar orang Belanda ?” kata Intan dalam hati sambil mundur menjauh sedikit demi sedikit dari Pak Adi.
Yuk, baca duluan di karyakarsa. Sambil nanti Part 11 mimin update di karyakarsa sampai selesai.

karyakarsa.com/catatanyohanes…
Part 11 sudah hadir di karyakarsa. Disana mimin menuliskan cerita melalui sudut pandang Haris.

Cek cek....

karyakarsa.com/catatanyohanes…
Yukk mimin lanjut lagi di thread, selamat membaca, jangan lupa diretweet dan dilike, biar yang lain juga tau 😉
Duduk menghela nafas sambil sesekali minum air putih yang mereka bawa, Pak Adi dan Bima berdiskusi untuk bisa keluar dari Hutan itu.

“Gimana ini sayang, apakah ini permainannya sih Adi saja” kata Intan berbisik kepada Samsul.
Disisi lain Bima terus berfikir mencari jalan keluar sambil mengeluarkan peta dan kompas yang dia dapat saat proses regristasi di basecamp.

“Coba kali ini kita coba sekali lagi, jalan kita dari tadi sudah benar” kata Bima.
Kali ini Bima yang memimpin perjalanan keluar dari Hutan Lalijiwo itu disusul Pak Adi dibelakangnya, lalu Samsul dan teman yang lain. Atas keyakinannya, Bima percaya bahwa jalan yang dia lewati sudah benar.

Terus mereka berjalan menyusuri tanah yg sudah ditumbuhi rumput2 hijau.
Dan benar saja, mereka dapat keluar dari Hutan Lalijiwo itu. Dua pohon besar bak seperti gerbang suatu kerajaan sudah mereka lewati.

Tidak lama dari itu pos 4 sudah berada didepan mata.
Sesampainya di pos 4 mereka hanya beristirahat sebentar untuk minum lalu kembali melanjutkan perjalanan.

Tidak sampai setengah jam mereka sudah sampai di post 3, kali ini tidak berhenti, mereka langsung melanjutkan ke pos 2.
Perjalanan yg melelahkan menuju ke pos 2 tp tetap saja tidak se lelah sewaktu masih mendaki.

Lama mereka berjalan dan ada sedikit berhenti untuk minum dan menghela nafas.

Singkat cerita sampailah mereka di pos 2, dimana di pos tersebut terdapat warung yg katanya milik Pak Adi.
Penjualnya yang cantik itu anak Pak Adi, Fira namanya.

Suguhan makanan dan minuman tidak akan membuat mereka merasa kurang. Dan mungkin ini akan menjadi tempat perpisahan mereka dengan Pak Adi, atau “mungkin tempat perpisahan kita dengan Bumi yang dibunuh Pak Ady” kata Intan.
“Kemarin sewaktu berangkat, disini kok gak ada warung ya ?” tanya Intan ke Putra dan Samsul dengan suara pelan.

Belum sempet mereka menjawab, tiba - tiba Haris datang sambil membawa Kopi.

“Cantik si Fira, sepertinya aku suka ke dia” ujar Haris.
“Eh Ris, hati - hati. Kita ini itu di gunung bahaya ah, jangan sembarang main disukai” kata Intan.

“Iya benar, iya kalau itu manusia, kalau bukan?” Putra menambahi dan Samsul mengangguk.

“Ah aku tidak perduli itu, yang penting cantik” jawab Haris sambil menyruput kopinya.
Lalu tidak lama Haris meminta ijin kepada teman - temannya hendak membuang hajat.

Namun, cukup lama kita menunggu dia kembali, hingga matahari terbenam pun Haris tidak kunjung kembali.

Dan anehnya, Fira dan Pak Adi pun juga tidak kembali lagi ke warung tersebut.
Sontak membuat semua temannya panik, dan Intan berinisiatif mencarinya.

Karena memang penerangan yang kurang, membuat mereka memutuskan untuk turun melaporkannya ke basecamp.
....
....

“Jadi begitu ceritanya Pak”

Intan, Samsul, Putra dan Bima menjelaskan kepada Tim Sar tentang kronologi kejadian sebelum hilangnya Haris.

“Doakan saja biar Haris cepat ketemu ya..”, kata salah satu Tim Sar.
Lama masa pencarian hingga memakan waktu 4 hari, akhirnya Haris ditemukan dalam keadaan lemas di dekat sungai.

Langsung saja semua tim sar mengevakuasi Haris, dan memberikannya pertolongan pertama.

Singkat cerita, keesokan harinya setelah keadaan tubuh Haris berangsur membaik,
Haris menceritakan kejadian yang dialaminya kepada keluarga dan sebagian tim sar yang menolongnya.

“Jadi, saya ditinggal, Pak.” kata Haris.

Lalu, salah satu tim sar bertanya, “ditinggal gimana mas?.”
“Pokoknya pada waktu itu saya sedang izin ke membuang hajat setelah merapikan tenda, lah pas saya kembali, teman-teman saya sudah tidak ada,” jelas Haris.

Mendengar penjelasan Haris, sontak semua mata yang ada disana langsung tertuju kepada Intan, Samsul, Putra, dan Bima.
Mereka berempat menunduk, namun Intan memberanikan diri menjawab, “Kami sudah menunggu sangat lama, Pak. Karena takut terjadi apa-apa sama Haris. Kita memutuskan turun untuk melaporkan ke basecamp.”

“Benar begitu, Ris?,” tanya salah satu tim sar kepada Haris.
“Tidak pak. Saya membuang hajat hanya sebentar, gak sampai 5 menit,” jawab Haris.

Setelah mendengar jawaban Haris, salah satu tim sar menoleh ke arah Intan.

“Lalu, bagaimana dengan cerita yang kemarin diceritakan kalian itu?,” tanya tim sar ke Intan, Samsul, Putra, dan Bima.
“Cerita apa, Pak?,” tanya Haris yang tiba-tiba nyeletuk.

“Jadi begini....” tim sar menceritakan panjang lebar kronologi hilangnya Haris di Gunung Arjuno, sesuai dengan penjelasan yang dikatakan Intan, Samsul, Bima, dan Putra.
Ditengah2 penjelasan, tiba-tiba haris memotong omongan bapak tim sar tersebut, “lah kapan saya kencing di pohon besar?,” kata Haris dengan nada tinggi meskipun kondisi badannya masih lemas.

Lalu, Haris melanjutkan omongannya, “Semua yg dikatakan mereka itu salah!,” tegas Haris.
“Ini semua karangan Intan, Pak. Dia lah yang telah berzina selama berada diatas, dia berzina dengan Samsul dan Putra,” lanjut Haris.

Akhirnya, Haris menjelaskan semua kejadian yang dialaminya.
Menurut tuturan Haris, tidak ada yang namanya Pak Adi ataupun si Fira. Begitu juga dengan 3 preman selama di pos 3, itu semua tidak ada. Intan lah dalang dari semua ini.
Intan melakukan itu karena takut dia yang nantinya akan menjadi tumbal untuk diserahkan ke penunggu disini, dan Intan juga takut perzinahan yang dia lakukan dengan Putra, bakal ketahuan sama Samsul. Karena pada saat malam hari itu. . .

“Pukul dua dini hari tiba2 saya terbangun.
Karena hasrat ingin membuang hajat, akhirnya saya melangkah keluar melewati Samsul dan Intan, Namun, saya kaget karena Intan tidak ada ditenda.

“Lah Intan kemana?”, kata saya dalam hati.

“Ohh mungkin dia buang air kecil”, pikir saya.
Tanpa berfikir yang aneh - aneh lagi, akhirnya saya keluar lalu menuju ke semak - semak.

Selesai buang air kecil saya mencoba menikmati udara tengah malam disana, saya berjalan - jalan disekitar sana.

Tidak ada suasana horor, malah saya bisa merasakan sejuknya udara disana.
Saya terus menyusuri semak - semak, dengan mata yang terus menyoroti pohon - pohon besar disana.

Tiba - tiba, saya kaget karena melihat sesuatu berwarna putih bergelantungan diatas pohon, karena penasaran, saya berniat mendekatinya,
saya berjalan terus mendekat, hingga saya tepat berada dibawa pohon itu.

Sosok putih yang bergelantungan tadi hilang, namun disana saya melihat Intan dan Putra sedang bermain mantab-mantab.

“Waduh,” kata saya.
Langsung saja saya membalikkan badan, dengan cepat saya kembali ke tenda. Ternyata Intan mengetahui, jika malam itu saya sempat memergoki mereka.

Intan menemui saya ketika semua berfoto ria di puncak.
Dia menegaskan bahwa kejadian yang saya lihat malam itu jangan sampai disebar luaskan,” jelas Haris.

“Begitu, Pak,” kata Haris.

Tim sar dan orang-orang yang berada disana hanya menggeleng-gelengkan kepala. Mereka tidak menyangka bahwa Intan melakukan semua itu.
-TAMAT-

Terimakasih buat man-teman yang sudah membaca hingga akhir. Jangan lupa tinggalkan jejak dengan menekan tombol like, retweet dan komentar positifnya 🙏

Dan jangan lupa untuk subscribe channel kami di Youtube “Catatan Yohanes”

Terimakasih 🙏🙏

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with CatatanYohanesChannel

CatatanYohanesChannel Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @CatatanYohanes_

Jan 20, 2022
Makam Keramat
dan tempat Pemakaman Mayat Mr.X!!!

Ilustrasi: Google.

A thread horror

@IDN_Horor @threadhororr @Penikmathorror @autojerit @Horroraddict_id @HorrorTweetID @ceritaht @P_C_HORROR @HorrorBaca @ayuwidypramono @hororthread Image
@IDN_Horor @threadhororr @Penikmathorror @autojerit @Horroraddict_id @HorrorTweetID @ceritaht @P_C_HORROR @HorrorBaca @ayuwidypramono @hororthread “Kata guru nanti malam kita disuruh datang ke kuburan di daerah Tapal,” ucap Ade.
Haris dan Soni hanya mengangguk.
Menurut Haris perjalanannya selama lelono ke kuburan, ya begitu-begitu saja. Mentalnya sudah benar-benar teruji.
“Tapi....”
Kata Ade yang tidak mau melanjutkan.
Read 115 tweets
Jan 7, 2022
“Bisa melihat, tapi kok masih saja takut!”

Banyak orang terdekatku selalu saja menyampaikan kalimat tersebut, tanpa memikirkan bagaimana rasanya jadi aku, yang terus mendapatkan teror dari mereka makhluk-makhluk tak kasat mata.
Terlebih indigoku yang mendadak muncul pada diriku sejak aku mulai masuk dunia SMA.

Tidak pernah menemukan jawaban ketika aku mencari sebabnya kenapa mataku bisa melihat makhluk tak kasat mata.

Juga tanpa aku sadari,
Read 89 tweets
Nov 28, 2021
Bangkai Bus Kecelakaan.
“Jeritan Korban”

Ilustrasi by Google.

A Thread Horror

@IDN_Horor @Penikmathorror @autojerit @HorrorTweetID @ceritaht @P_C_HORROR @threadhororr @HorrorBaca @ayuwidypramono @PembacaHorror @hororthread Image
Sudah lama rupanya mimin tidak menyajikan cerita2 sama manteman pembaca. Mohon di maafkan ya 🙏.

Kali ini mimin akan mulai menuliskan beberapa cerita dari Narasumber yang bisa manteman baca untuk mengisi waktu senggang dan yang pasti semoga bisa bermanfaat untuk manteman 🤲
Cerita pertama yang akan mimin tulis ini, berhubungan dengan kecelakaan yang pernah terjadi di suatu daerah. Kecelakaan Bus dan Truk yang menyebabkan Bus terbakar dan membuat seisi penumpang meninggal dunia.
Read 117 tweets
Nov 3, 2021
Kisah Nyata Tukang Becak.

“Turun Di Makam, Saat Tengah Malam”

A thread

@IDN_Horor @ceritaht @Penikmathorror @horrorstw @ayuwidypramono @BacahorrorCom @bacahorror @HorrorBaca @HorrorTweetID

#threadhorror #ceritahorror #ceritamistis

Ilustrasi by Google. Image
Halo manteman sudah lama nih mimin gak update cerita horor, nih mimin mau coba tuliskan cerita horor lagi.

Kisah tukang becak yang menurunkan penumpangnya di dalam makam, saat tengah malam.

Kita langsung saja menuju ke ceritanya...
Eitss... Sabar dulu ya, mimin tuliskan nanti siang untuk ceritanya.

Sekarang mimin mau menikmati hawa sejuk pagi hari di perdesaan sambil nyeruput kopi dulu 😬

Stay Tuned ya !!!
Read 33 tweets
Oct 25, 2021
Sejatine Wong Gendeng!!!
(Sejatinya Orang Gila)

“Perjalanan Sunyi”

A thread

@autojerit @IDN_Horor @HorrorBaca @bacahorror @BacahorrorCom @ceritaht @horrorstw @Penikmathorror @ayuwidypramono @HorrorTweetID @horrornesia

Ilustrasi by Google. Image
Selamat sore menjelang senja manteman semua, cerita baru dari mimin, cerita ini hasil obrolan mimin dengan keluarga besar saat acara arisan keluarga.

Sebut saja namanya Dede, tentu bukan nama aslinya. Dede menceritakan kisahnya bertemu “wong gendeng” yang dipukuli warga.
Disana, dia berinisiatif melerai, karena kasian. Dan lebih kasiannya lagi dia melihat tubuhnya yang kotor dan kolor yg digunakan sudah compang-camping. Robek dimana-dimana.

Jadi, dia membawanya pulang, untuk sekedar memandikan “wong gendeng” itu, dan memberikan beberapa bajunya.
Read 53 tweets
Oct 21, 2021
SESAJEN !!!

“Kenapa kamu makan sesajenku?”

“Hanya karena rokok, mereka yang tak kasat mata marah.”

A Thread Horror

POV : Rizky (Narasumber)

@IDN_Horor @horrorstw @bacahorror @Penikmathorror @ayuwidypramono @BacahorrorCom @ceritaht @HorrorBaca @chow_mas

Ilustrasi by Google.
Suasana liburan menjadi kacau, semua karena ulah Fery. Dia hisap rokok dan dia makan satu buah pisang segar yang disajikan untuk para leluhur.

Jelas saja, tak butuh waktu lama untuk mereka yang tak kasat mata marah.
Halo man-teman pembaca, terimakasih buat kalian yg selalu meninggalkan jejak like, retweet dan berkomentar positif.

Dan buat yang baru hadir, jangan lupa follow akun kami, tinggalkan jejak kalian setelah membaca thread ini, agar kalian tidak ketinggalan di cerita selanjutnya.
Read 60 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(