Cadas Pangeran, satu tempat bersejarah. Ratusan tahun berusia, sahihkan kisah hitam dan putihnya, terus bergulir hingga kini.
Mamal ini, seorang teman akan menceritakan pengalamannya ketika melintasi daerah ikonik ini. Seram? Tentu saja.
Simak di sini, hanya di Briistory.
***
Lepas dari pusat kota Jatinangor, aku akhirnya masuk ke daerah yang terlihat seperti gak berpenduduk.
Tahun 1998, Cadas Pangeran masih sangat sepi, jalan berkelok dikelilingi oleh pepohonan yang membentuk hutan, sama sekali gak ada penerangan, gelap gulita.
Memang, ada satu atau dua warung kecil berdiri di pinggir jalan, tapi sudah dalam keadaan tutup, hanya lampu kecilnya saja yang masih menyala redup.
Jalanan aspal Cadas Pangeran masih cukup bagus untuk dilalui walau ada beberapa bagian yang rusak dan berlubang.
Saat itu, menemani perjalanan, aku mendengarkan siaran dari salah satu stasiun radio, walaupun tangkapannya sudah gak bagus karena kendala jarak, namun aku masih terus menyalakan dan mendengarnya, seenggaknya membantu memecah kesunyian.
Karena sudah tengah malam, stasiun radio memutar lagu-lagu slow hits yang tenar pada saat itu, atau pun lagu lawas yang masih enak didengar.
Tapi, berikutnya aku jadi gak terlalu fokus mendengar radio, karena lebih banyak konsentrasi memperhatikan jalan.
Jalanan mulai berkelok banyak, menanjak, dan tentu saja semakin senyap dan sepi. Kanan kiri yang ada hanya gelap pepohonan rapat berdiri, sudah sangat hapal kalau kanan jalan terdapat banyak jurang yang sangat dalam, membuat pengendara harus berhati-hati terutama malam hari.
Sebenarnya, daerah Cadas Pangeran ini gak makan banyak waktu untuk dilalui, sebentar saja, setelahnya akan ditemui lagi rumah penduduk, tapi tetap saja aura kengerian sungguh terasa.
Yang paling khas, adalah adanya patung dua sosok bersejarah yang sedang bersalaman, yaitu Pangeran Kornel dan Daendels. Sang Pangeran bersalaman dengan Daendels menggunakan tangan kiri, ada sejarahnya kenapa digambarkan seperti itu.
Seperti yang aku bilang tadi, jalan Cadas Pangeran ini gak terlalu panjang, mungkin hanya kurang lebih lima kilometer saja, makanya, seharusnya aku akan melewatinya gak sampai setengah jam, seharusnya seperti itu.
Tapi, saat itu aku merasa kalau sudah cukup lama waktu berjalan, tapi belum juga sampai di patung yang aku bilang tadi.
Sementara jalanan masih terus menanjak, dengan kelokan tajam, gelapnya semakin pekat, sepinya jangan ditanya lagi.
Terus berkonsentrasi memperhatikan jalan, aku jadi gak terlalu fokus pada radio yang sejak tadi menemani, padahal siarannya sudah berganti..
Iya, aku baru sadar kalau ternyata radio sudah nggak memutar lagu-lagu lagi, tapi malah mengeluarkan suara yang sangat aneh.
Karena itulah yang menyebabkan aku perlahan mulai memperlambat laju kendaraan, teralihkan dengan suara dari radio.
Awalnya seperti suara angin, hanya itu saja, suara angin, tapi lama kelamaan sayup terdengar suara lain.
Kenapa aku bilang sayup, karena suaranya terdengar seperti dari kejauhan, berdesakan dan hampir tertutup oleh suara angin tadi, tapi kedengaran.
Ada bunyi yang sepertinya suara dari banyak orang, orang-orang yang bersahutan seperti sedang terlibat percakapan.
Laju kendaraan jadi makin lambat, malah nyaris berhenti, aku lebih fokus mendengarkan suara aneh ini yang muncul dari radio..
Lama kelamaan suara angin perlahan menghilang, berganti dengan percakapan orang-orang. Aku memperbesar volume, berusaha untuk lebih jelas lagi menangkap suaranya.
Ternyata, orang-orang yang ada di dalam radio ini bercakap-cakap menggunakan bahasa sunda, tapi bahasa sunda yang nyaris sebagian besar aku gak mengerti, namun tetap dengan logat khas sunda kental.
“Ini siaran radio apa, sih?” bertanya-tanya sendiri.
Di tengah-tengah kebingungan, tiba-tiba mesin mobil tersendat, seperti mau mati. Duh, ada apa lagi ini?
Untungnya, aku masih sempat meminggirkan kendaraan tepat sebelum mesinnya benar-benar mati.
Dan benar, beberapa saat kemudian mesin mobil mati, mogok.
Dalam gelap dan sunyi Cadas Pangeran, aku terdampar di tengah malam buta.
Sebentar aku masih diam di dalam, walaupun mesin mobil mati namun radio masih terus menyala dengan siaran yang sangat aneh ini.
Aku terus fokus mendengarkan, karena lama kelamaan makin aneh, percakapan orang-orang itu juga makin jelas.
Dan keanehan bertambah lagi, kalau diperhatikan dengan seksama ternyata ada suara lain, aku mendengar orang-orang itu sedang melakukan pekerjaan kasar, karena muncul suara seperti palu menghantam batu atau besi, dan juga ada suara-suara lainnya, yang kira-kira sama seperti itu.
“Ini siaran drama radio kah? Atau apa sih?” saat itu aku gak tahu.
Tapi, aku terpaksa harus mengalihkan perhatian ke mobil, kenapa mesinnya sampai mati total begini.
Beberapa saat kemudian aku turun kendaraan, lalu berjalan ke depan untuk memeriksa kondisi. Berbekal lampu senter di tangan, aku membuka kap mesin, memeriksanya.
Dengan mata telanjang, aku bisa melihat kalau mesin seharusnya gak ada masalah, bahan bakar masih terisi penuh, harusnya benar gak ada masalah, tapi kenapa malah mogok?
“Kenapa sih ini mobil..” bergumam aku sendirian.
Angin bertiup sepoy, dinginnya menembus jaket tebal yang aku kenakan. Sepi dan hening menyelimut suasana yang sejak tadi mulai terasa aneh.
Keanehan menjadi mulai menjurus seram ketika aku akhirnya tersadar akan sesuatu.
Aku menyorot lampu senter ke arah jalanan..
Kenapa ke jalan? Karena keanehannya terletak di situ.
Ternyata, jalanan yang tadinya beraspal tiba-tiba sudah berubah jadi jalan tanah berbatu!
Iya, jalan tanah berbatu..
“Kok jadi jalan tanah? Emang tadi salah belok di mana?” itu pertanyaan yang muncul di kepala.
Lalu, angin yang tadinya hanya bertiup sepoy dan ada sedikit pergerakan, tiba-tiba berhenti, sama sekali gak ada hembusan.
Dan yang sangat terasa, waktu seperti berhenti bergulir, terpatri diam pada satu titik.
Mulai merinding, aku kemudian menutup kap mesin lalu bergegas masuk mobil.
Hmmmm, sementara radio masih menyiarkan siaran aneh itu.
Di mobil, aku mencoba peruntungan, memutar kunci untuk menghidupkan mesin. Apes, ternyata masih belum bisa hidup juga, mesin masih mati.
Nah, aku akhirnya mematikan radio ketika lagi-lagi makin aneh.
Dalam siarannya, tiba-tiba aku mendengar ada orang-orang sedang berteriak kesakitan, seperti ada penyiksaan massal, teriakannya sungguh menggambarkan sakit teramat sangat.
Mengerikan, makanya aku langsung mematikan radio, takut.
Hening sempat menguasai, sepi jadi selimut suasana yang sudah menjurus ngeri..
Tapi hanya sebentar, momen berikutnya aku akan melihat pemandangan yang sangat aneh..
***
Sekeliling masih sangat gelap, penglihatan hanya dibantu oleh terang redup langit malam.
Aku masih terus memandang ke depan, jalanan tanah yang sejak tadi jadi sumber kebingungan. Jalanannya kosong, tapi sepinya seperti memperhatikan.
Nah, ketika sedang dalam kebingungan mancari jawaban dan menerka-nerka apa yang sedang terjadi, tiba-tiba perlahan aku mendengar suara, suara yang awalnya sayup seperti dari kejauhan, tapi lama kelamaan makin jelas.
Aku mendengar suara-suara yang persis sama dengan yang muncul di radio sebelumnya. Suara-suara orang yang sedang melakukan pekerjaan kasar. Namun kali ini bukan dari radio, dari luar.
Penasaran, aku lalu menurunkan sedikit kaca jendela, dengan maksud supaya bisa mendengar lebih jelas lagi.
Benar! ternyata suara itu memang dari luar. Seperti ada orang yang sedang bekerja. Tapi, aku belum melihat ada siapa-siapa, sekitar masih tetap sepi dan kosong.
Tapi, belasan detik berikutnya mulai ada yang berubah.
Ada pemandangan yang awalnya sangat samar..
Memicingkan mata, berusaha memastikan kalau penglihatanku gak salah, karena melihat ada pergerakan gak jauh di depan.
Aku melihat ada orang yang sepertinya sedang bekerja di jalan!
Karena gelap, aku masih melihat penampakan sosok itu dalam bentuk siluet, tapi lama kelamaan aku jadi yakin kalau dia memang sedang bekerja, karena tangannya sedang mengayunkan perkakas lalu menghantamkannya ke jalan, berulang-ulang.
“Siapa dia? Dia lagi ngapain tengah malam gini?” dalam hati aku bertanya-tanya.
Nah, yang awalnya aku melihat sosok itu sedang “bekerja” sendiran, lama kelamaan muncul sosok lain. Satu persatu bermunculan di tempat berbeda, berpencar, namun masih di wilayah yang sama. Ada yang kelihatan sangat jauh, ada pula yang hanya beberapa meter dari kendaraan.
Dan sama, mereka semua terlihat seperti sedang bekerja, beberapa di antaranya malah ada yang sambil berbincang.
Tapi ya itu, aku tetap melihat dalam bentuk bayangan hitam, sama sekali gak bisa melihat wajah mereka dengan jelas, padahal ada beberapa sosok berdiri sangat dekat jaraknya.
Ketakutan mulai menyeruak isi kepala, karena aku tiba-tiba ambil kesimpulan kalau mereka ini bukan manusia..
Keseraman membuat udara dingin jadi sama sekali gak terasa.
Cukup lama memperhatikan mereka semua, sampai akhirnya aku berasumsi kalau mereka seperti sedang bekerja mambangun membuat jalan, jalanan tanah yang jadi sumber kebingunganku dari awal.
Tuhan,sedangterdampar di manakah aku ini.. :(
Dan, seperti terhipnotis aku terus-terusan memperhatikan pemadangan seram itu, sampai-sampai gak sadar kalau ternyata ada sosok yang sedang memperhatikan aku!, sosok ini berdiri tepat di samping kendaraan, persis pintu kanan, tubuhnya nyaris menempel badan mobil, sangat dekat!
Tentu saja aku kaget..
Sosok seram ini hanya berdiri diam, namun sangat berbeda dengan sosok seram lain yang sudah muncul duluan, dia gak berbentuk bayangan hitam, aku melihat dengan jelas kalau dia berbentuk sosok manusia, sangat jelas aku melihat garis mukanya.
Berperawakan tinggi besar, berkumis, bertopi bundar, berpakaian warna putih lusuh dengan beberapa saku di depan. Benar, dia orang bule, terlihat seperti mandor Belanda.
Kami sempat bertatapan cukup lama..
Wajahnya mengerikan, tersenyum datar tanpa ekspresi.
Aku sangat ketakutan.
Mandor Belanda ini tangan kanannya memegang tongkat pendek, nah dengan tongkat ini dia lalu mengetuk kaca jendela..
Aku semakin panik, gak tahu apa yang harus dilakukan..
Gak kuat, lalu aku menundukkan wajah, menempelkan kepala ke stir mobil, gak berani melihat sekeliling, apa lagi menatap sosok yang ada di sebelah kanan.
Menangis ketakutan, bait-bait doa mulai keluar dari mulut, aku meminta pertolonganNya.
Sementara itu, suara ketukan jendela masih terus terdengar, seram. Gak, aku gak berani melihatnya lagi. Lebih memilih untuk terus menunduk sambil berdoa.
Iya, ketukan pada jendela terus-terusan terdengar.
Namun, lama kelamaan ketukan makin jarang, sampai akhirnya menghilang sama sekali. Suara-suara sosok-sosok yang sedang bekerja pun ikut menghilang.
Sepi dan hening kembali menguasai..
Tapi, aku masih tetap terus menundukkan kepala, belum berani melihat sekitar. Beberapa menit lamanya berlangsung seperti itu.
Sampai ketika, tiba-tiba ketukan itu muncul lagi..
Kembali tubuhku gemetar.
Terus-terusan, ketukan pada jendela ada lagi!
“Kang, kang.., kang.”
Tapi, setelahnya aku malah mendengar ada suara memanggil seperti itu.
Tentu saja aku langsung menoleh ke jendela.
Ternyata, di luar sudah ada dua orang pemuda, yang satu berdiri di samping jendela mengetuk kaca mobil, yang satu lagi duduk di atas motor.
Aku lalu memandang sekitar, ternyata sosok-sosok seram sudah menghilang, dan jalanan sudah berubah berganti lagi jadi jalan aspal.
Aku lalu membuka kaca jendela.
Dalam bahasa sunda pemuda yang satu bertanya, “Kang, kenapa sendirian berhenti di sini? mobilnya mogok?”
“Muhun (iya),” Aku menjawab begitu.
“Ada yang bisa kami bantu?” pemuda itu bertanya lagi.
Aku lalu reflek memutar kunci untuk menyalakan mesin. Nah, ternyata mobil langsung menyala normal, sama sekali gak ada tanda-tanda kerusakan.
“Alhamdulillah, udah nyala lagi. Makasih ya.” dengan ramah aku bilang begitu, karena merasa sangat terbantu dengan mereka berdua.
Ya sudah, lalu mereka kembali melanjutkan perjalanan dengan motornya, aku mengikuti dari belakang.
Dan, beberapa belas meter kemudian akhirnya terlihat patung ikonik itu, patung dua sosok bersejarah yang sedang bersalaman, berdiri gagah di pinggir jalan, di Cadas Pangeran.
Sungguh pengalaman seram yang sangat berkesan..
***
Hai, balik lagi ke gw ya, Brii.
Sekian cerita malam ini, insyaAllah akan ada cerita lainnya lagi minggu depan.
Sehat selalu, jaga hati dan perasaan, diri sendiri maupun orang lain, supaya bisa terus merinding bareng.
Salam,
~Brii~
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Tempat kost, harusnya jadi tempat yang nyaman untuk tinggal, tapi kadang malah jadi tempat yang sungguh menyeramkan.
Salah satu teman akan menceritakan kisah seram di tempat kost-nya di Bandung.
Simak di sini, di Briistory.
***
Aku langsung mematikan lampu, lalu memastikan kalau pintu sudah terkunci. Situasinya nyaris sama dengan beberapa hari yang lalu..
Sepinya beda, hawanya gak biasa.
Derit lantai kayu terdengar samar, suara yang seharusnya timbul karena ada seseorang yang sedang melangkah, masih samar karena sepertinya sumber suara masih jauh.