Brii Profile picture
14 Oct, 97 tweets, 11 min read
Sering kali dalam kondisi tertentu kita terpaksa harus tinggal di satu tempat, walau sebenarnya tinggal di situ sangat menguji ketahanan nyali.

Salah satu teman akan bercerita pengalaman ketika terpaksa tinggal di salah satu apartemen.

Simak di sini, hanya di Briistory.

***
***
~Beberapa hari sebelumnya~

“Ya udah, sih. Lo nginep di apartemen gw aja dulu, sampe dapet kostan yang baru, ribet banget hidup lo.”

“Takut aku, Hes..”

“Takut apaan, deh?”

“Takut malah betah, hahahahahaha. Ntar gak pindah-pindah aku, hahaha.”
“Halah, kalo betah ya sukur, lo bisa nemenin gw, kan. Serius, kan udah gw bilang dari dulu, lo tinggal bareng gw juga gapapa.”
Itu percakapan aku dengan Hesti, salah satu teman dekatku di kampus. Kami satu jurusan di salah satu universitas swasta di Jakarta. Awal tahun 2019 percakapan ini terjadi, di mana semuanya bermula.

Aku Hera, asal Surabaya, sedangkan Hesti mojang priangan.
Diawali dengan aku yang harus meninggalkan tempat kost yang sudah aku tinggali selama dua tahun lamanya, ada satu alasan yang memaksaku untuk harus keluar dari tempat kost itu, lalu pindah ke tempat lain.
Karena itulah, akhirnya bercerita kepada Hesti mengenai hal ini, aku harus mencari tempat tinggal baru di Jakarta.
Seperti yang sudah aku bilang di awal tadi, akhirnya Hesti malah menawarkan untuk tinggal di apartemen tempatnya tinggal, dia bilang untuk sementara sampai aku dapat tempat kost yang baru. Walaupun dia akhirnya juga bilang kalaubmau tinggal di sana seterusnya juga gak masalah.
Tapi entahlah, aku tipikal orang yang gak mau menyusahkan atau merepotkan orang lain, makanya dalam hal ini aku lebih memilih untuk sementara saja, sampai dapat tempat kost yang baru.

Iya, pada akhirnya aku mengiyakan untuk tinggal di apartemen Hesti.
“Ya udah, besok lo bawain deh barang-barang lo sekalian. Tapi gw ke Bandung ya, lo pegang aja nih kuncinya.”
Hesti bilang begitu, menyuruh aku untuk langsung pindah dan tinggal di apartemennya segera.
Singkatnya, pada suatu hari di awal tahun 2019, aku benar-benar pindah ke apartemen Hesti, hari kamis, waktu itu gak ada perkuliahan sampai akhir pekan.

Kebetulan, Hesti sedang ada acara di luar kota, memaksa aku untuk datang dan pindah sendirian.

***
Selesai, akhirnya sudah kupindahkan semua barang-barangku di salah satu kamar di dalam apartemen.

Karena niatnya sementara, jadinya gak semua barang aku bongkar, hanya yang aku perlukan saja yang dikeluarkan, sisanya tetap berada di dalam kotak-kotak kardus.
Apartemen Hesti ini letaknya di Jakarta selatan, gak terlalu jauh dari patung Pancoran. Di dalam kawasannya, berdiri belasan tower apartemen yang menjulang tinggi. Iya, apartemen yang cukup terkenal pokoknya.
Unit yang dipunya Hesti cukup besar, punya dua kamar tidur, ruang tengah yang besar juga, ada balkonnya pula.

Secara keseluruhan, apartemen ini sangat nyaman untuk ditinggali. Makanya ada ketakutan beralasan yang aku bilang ke Hesti tadi, aku takut nantinya akan betah, hehehe.
Betah? Hmmmm,

***
Segelas minuman dingin menemaniku duduk sendirian di balkon. Sekitar jam delapan malam, aku melepas lelah menghirup udara luar, memandang lepas jauh tanpa halangan.
Pemandangan Jakarta dari lantai 12 ini cukup membuatku takjub, lampu-lampu dengan berbagai warna menghias menerangi malam, lampu kendaraan terlihat wara-wiri menyusuri jalanan ibu kota.
Cukup lama aku menikmati momen itu, sampai akhirnya gak terasa jam sudah mununjuk ke angka 11.
Tinggal di apartemen besar ini sebenarnya agak sedikit membuatku was-was, walaupun menurut teman-teman, aku termasuk orang yang pemberani, tapi tetap saja nyaliku agak sedikit bergetar ketika sedang berada di tempat baru seperti ini, sendirian pula.
Tv di ruang tengah aku biarkan terus menyala, walaupun sama sekali gak aku tonton. Begitu pula dengan lampu-lampu, sengaja aku nyalakan semuanya.

Sampai ketika, aku pingin pipis, dengan begitu aku harus meninggalkan balkon lalu masuk menuju toilet.
Nah, ketika sudah sampai di toilet, ada satu keanehan yang terjadi.
Aku sangat yakin kalau sebelumnya sudah menyalakan lampu di dalam toilet, aku memang sengaja membiarkannya terus menyala, tapi ketika aku lihat ternyata lampu toilet dalam keadaan mati, gelap jadinya. Ya sudah, aku menyalakan lagi, lalu masuk.
Nah, ketika hendak masuk, tiba-tiba seperti ada angin dingin berhembus keluar, berhembus menerpa tubuhku. Bingung, itu angin apa? Angin dari mana? dan itu memang jelas-jelas hembusan angin.

Gak terlalu ambil pusing, aku lalu meneruskan untuk masuk dan menyelesaikan buang air.
Ketika berada di dalam toilet, aku membiarkan pintu tetap terbuka, gak berani menutupnya, toh aku juga sedang benar-benar sendirian, pikirku begitu.

Tapi, yang terjadi kemudian, cukup membuat aku ketakutan..
Ketika masih duduk di atas kloset, tiba-tiba aku melihat seperti ada sesuatu yang melintas di depan pintu, di luar toilet, di ruang tengah, bergerak dari kiri ke kanan, dari pintu apartemen menuju balkon.
Sekilas, aku melihatnya seperti objek bergerak berwarna putih, setinggi orang dewasa, berkelebat melintas..

Jantungku langsung seperti berhenti berdetak..

Apa itu?
Setelahnya, aku berdiam selama beberapa puluh detik lamanya, menerka-nerka apa yang baru saja melintas..

Mati-matian aku coba kumpulkan nyali, memupuk keberanian untuk berdiri dan keluar.
Aku sangat ketakutan, dan ada alasannya. Karena belakangan aku seperti tersadar, kalau objek yang sekelebat melintas tadi bentuknya mirip sekali dengan satu mahluk seram yang sangat aku takutkan, bentuknya sangat mirip dengan pocong..
Dalam diam, aku berharap kalau aku salah lihat, aku barharap hanya berhalusinasi, aku berharap itu bukan pocong..
Nekat, perlahan akhirnya aku mulai berdiri lalu melangkah menuju pintu.
Pintu toilet ini letaknya di tengah, kalau menoleh ke kanan akan terlihat balkon, ke kiri pintu keluar. Nah, ketika sudah persis berada di pintu, perlahan aku menoleh ke kanan.
Di balkon, aku melihat sesuatu yang sedari tadi membuatku ketakutan walau hanya dalam pikiran. Namun kali ini, aku benar-benar melihatnya secara langsung..
Di balkon yang pintunya aku biarkan terbuka, berdiri satu mahluk yang bentuknya terlihat cukup jelas.

Sosok putih kusam, setinggi orang dewasa, berdiri diam dengan lilitan tali yang melingkar di beberapa bagian tubuhnya..

Iya, aku melihat ada pocong sedang berdiri di balkon..!
Gak bisa melihat wajahnya secara jelas, tapi dapat dipastikan kalau pocong itu berdiri menghadap ke dalam, berdiri menghadap aku, menatap.

Sontak aku menangis dalam diam. Beberapa detik terpaku menatap sosok menyeramkan itu..
Entah berapa detik kemudian, aku akhirnya seperti tersadar, lalu mengalihkan pandangan dari balkon. Kemudian sambil menunduk aku bergerak mendekat meja ruang tengah, meraih ponsel. Setelah itu perlahan melangkah menuju pintu, berniat untuk melarikan diri ke luar.
Aku bergegas keluar, pergi menjauh..
Pintu apartemen masih dalam keadaan terbuka ketika aku melangkah cepat menuju lift, berlari kecil menyusuri lorong.

Dan, entah penasaran atau gimana, bodohnya aku malah menoleh ke belakang, melihat ke arah pintu apartemen..
Ternyata, pocong sudah berpindah tempat, dia terlihat berdiri di depan pintu, di lorong, berdiri memperhatikan aku.
Aku menekan tombol lift berkali-kali agar cepat terbuka, ketika pada akhirnya sudah sampai di depannya.
Sukurlah, akhirnya pintu lift terbuka, lalu aku masuk ke dalamnya.

Seram, ketika pintu lift masih dalam proses tertutup, aku masih bisa melihat pocong itu di kejauhan, dia masih berdiri di depan pintu apartemen.
Selesai..

Malam pertama yang seharusnya menginap di apartemen Hesti, malah aku habiskan dengan bermalam di tempat kost temanku yang lain.

***
Malam menyeramkan itu, merupakan malam yang sangat menakutkan buatku.

Setelahnya, aku gak berani tinggal di situ sendirian. Setelah Hesti kembali dari Bandung, aku baru berani untuk tinggal di situ lagi, tapi tetap saja masih terus merasakan trauma, ketakutan tetap terus ada.
Aku belum menceritakannya kepada Hesti, aku pikir toh hanya sementara tinggal di situ, nanti saja akan aku cerita semuanya kalau sudah pindah ke kost baru.

***
Berikutnya hari terus bergulir, aku masih tinggal berdua dengan Hesti di apartemennya. Ya itu tadi, harus selalu ada Hesti, aku gak mau tinggal sendirian, pokoknya gak mau.
Entah ketika sudah hari keberapa tinggal di situ, aku lagi-lagi mengalami kejadian yang awalnya aku anggap biasa, karena memang itu sangat biasa, gak ada seram-seramnya sama sekali.

Aku lupa waktu itu hari apa, yang pasti sudah sore, sekitar jam tiga.
Pada hari itu aku menghabiskan waktu berleha-leha di kamar saja, beristirahat, hingga sekitar jam satu siang aku tertidur di kamar.

Ketika aku mulai tidur, Hesti masih ada di apartemen.
Nah, sekitar jam tiga aku terbangun, karena mendengar ada suara orang sedang berbincang di ruang tengah. Pintu kamar dalam keadaan tertutup, tapi aku masih bisa mendengar perbincangan itu.

Terdengar seperti suara dua orang laki-laki.

Aku bingung, mereka siapa?
Tapi, sebelum mencari tahu lebih jauh, terlebih dulu aku meraih ponsel yang tergeletak di atas meja.
Di ponselku ada pesan whatsapp dari Hesti, yang isinya: “Gw ke minimarket bawah dulu sebentar.” Pesan itu tertulis masuk 20 menit sebelum aku bangun. Berarti, Hesti sedang gak ada di apartemen.

Lalu siapa dua laki-laki yang sedang berbincang di ruang tengah?
Selanjutnya, aku gak berani keluar, sungkan kalau-kalau mereka ternyata keluarga dari Hesti yang sedang datang berkunjung, makanya aku memutuskan untuk terus diam di kamar.
Cukup lama, sekitar 10 menit aku diam sambil terus menajamkan pendengaran, coba untuk menangkap isi perbincangan di luar.
Tapi gak bisa, aku gak bisa mendengar dengan jelas, hanya gumaman-gumaman yang diselingi dengan tawa tertahan, itu pun sering kali ada jeda hening cukup lama.

Ya sudah, akhirnya aku menghabiskan waktu dengan membuka ponsel.
Namun, beberapa menit kemudian, perhatianku kembali teralihkan, karena tiba-tiba suara perbincangan di luar menghilang cukup lama, kira-kira beberapa menit.
Kok tiba-tiba sepi?

Aku lalu berdiri, berjalan menuju pintu, gak membukanya tapi mendekatkan telinga untuk mencoba menajamkan pendengaran. Tapi gak ada apa-apa, sepi yang ada, ruang tengah seperti kosong.

Ke mana dua orang tadi?
Nah, kemudian aku mendengar ada suara pintu terbuka, pintu depan.

Terdengar suara langkah masuk..

Tiba-tiba pintu kamar yang ada aku di dalamnya, terbuka..! ada yang mendorongnya dari luar!
Aaaahhh, ternyata Hesti.

“Kaget aku, Hes!” ucapku.

“Hahaha, maap, gw pikir lo masih tidur. Ngapain lo berdiri depan pintu?” tanya Hesti.

Kemudian, aku ceritakan semuanya, tentang mendengar ada dua orang laki-laki tadi.
“Oh, itu, itu…., itu Om gw, kadang dia mampir ke sini kok. Hehehe.” Begitu jawaban Hesti, dengan sedikit terbata.

Ya sudah, gak ada pertanyaan lebih lanjut. Laki-laki itu tadi ternyata Om-nya Hesti.

***
“Sebentar aja Heraaaaaa, tenang aja, paling lambat jam 11 gw dah balik.”
Pada suatu malam, sekitar jam 7, Hesti bilang begitu. Dia berencana untuk jalan ke luar bersama pacarnya.

Aku tentu saja awalnya gak setuju, sempat bilang kalau begitu aku pergi juga, ke mana saja, yang penting gak di apartemen sendirian. Aku takut..
“Gak lah, lo gak usah pergi, gw usahain deh jam 10 dah balik. Lo parno amat sih, udah lo gak usah ke mana-mana deh.”
Ya sudah, dengan berat hati aku mengiyakan. Aku pikir, toh Hesti akan pulang malam ini juga.

Begitulah, akhirnya Hesti pergi, meninggalkan aku sendirian, sekali lagi.

***
Malam terus bergulir..

Sudah hampir jam 11. Aku masih duduk di balkon, menghabiskan waktu menunggu Hesti yang belum datang juga.
Was-was dan kecemasan tentu saja terus melintas, masih trauma dengan kejadian pocong waktu itu.
Tapi, karena sebelumnya hari sudah sangat melelahkan, akhirnya aku memutuskan masuk kamar, akan coba memaksa diri untuk tidur.

Agak kesal karena Hesti gak menepati janji, sudah beberapa kali aku whatsapp tapi jawabannya selalu “Otw”, entah otw ke mana, kesal aku.
Ya sudah, akhirnya aku masuk kamar.

Setelah sudah di dalam kamar, kali ini aku menutup pintunya, takut kalau-kalau ada yang melintas lagi di depan pintu.
Aku membiarkan lampu dalam keadaan menyala terang, namun aku tetap memaksa mata untuk terpejam.

Sukurlah, ternyata gak ada hambatan, gak lama kemudian aku terlelap..

***
Mengucek-ngucek mata, tiba-tiba aku terjaga. Langsung meraih ponsel, ternyata sudah hampir jam satu, hanya sekitar dua jam saja aku sempat terlelap.

Kenapa tiba-tiba terjaga? Karena ada yang membangunkanku..
Lagi-lagi aku mendengar ada suara orang sedang bercakap di ruang tengah.
Laki-laki itu lagi, Om-nya Hesti, suaranya terdengar sampai ke dalam kamar, aku yang sudah terjaga jadi jelas mendengarnya. Namun kali lawan bicaranya bukan laki-laki, tapi perempuan, dan perempuan ini dapat dipastikan bukan Hesti, karena aku sangat mengenali suara dia.
Om-nya Hesti dan teman perempuan ini terlibat percakapan yang gak terlalu intens, sesekali saja, dan itu pun hanya tektok beberapa kalimat pertanyaan yang jawabannya hanya iya dan nggak.
Aku juga berasumsi kalau Hesti belum pulang, karena gak mendengar suaranya sama sekali.
Aku belum berani untuk bangun dari tempat tidur atau berusaha mendekat ke pintu, dengan begitu akan dapat lebih jelas mendengar suara mereka, aku belum berani, kawatir mereka akan sadar kalau sedang ada aku di dalam kamar. Iya, aku berasumsi, mereka gak tahu ada aku di sini.
“Hesti, Om-mu dateng lagi nih, ada temennya juga, cewek. Aku gak enak. Kamu katanya mau balik, kok belum sampe juga, sih?!”
Pesan whatsapp aku kirim ke Hesti dengan sedikit mengomel, karena sudah hampir jam satu dia belum pulang juga.
Ya wajar saja aku whatsapp dia, aku jadi gak nyaman tinggal di apartemen miliknya ini dengan gak ada tuan rumah, ditambah ada om dia yang tiba-tiba datang dengan membawa teman. Aku jadi gak enak hati..
Cukup lama pesan whatsapp-ku gak dijawab oleh Hesti, sebelum akhirnya sekitar 15 menit kemudian ada pesan masuk.
“Om gw?, om gw yang mana?” pesan pendek Hesti bertanya seperti itu.

“Om kamu looohh, kamu kan bilang kemarin, kadang-kadang om-mu dateng sebentar. Gimana sih..!!” Jawabku.
“Oooohh, om gw yang itu. Iya, iya, biarin aja, Ra. Lo di kamar aja, dia gak bakalan notice kalo lo ada di kamar, lo gak usah keluar.”

“Dia bawa temen sekarang, cewek, lagi ngobrol tuh di ruang tengah.”
“Temen cewek? Ooh iya iya, dia kadang bawa temennya. Udah, lo di kamar aja ya, jangan keluar. Bentar lagi gw pulang.” Begitu Hesti bilang.
“Ya, udah. Aku di kamar aja nih. Tapi kamu buruan pulang dong, ah. Gak enak aku ngumpet gini, gimana coba kalo om-mu sampe tau kalo ada aku di dalem kamar?”

“Gak lah, om gw gak akan sadar kalo lo ada di situ. Udah, lo diem aja, gw balik sekarang.”

Percakapan selesai.
Aku turuti apa yang Hesti bilang, tetap diam di kamar menunggu sampai dia pulang.
Setelahnya, waktu berjalan lagi.

Dalam keheningan, aku terus diam di atas tempat tidur sambil terus menajamkan pendengaran, coba menangkap setiap rangkaian kata membentuk kalimat yang terdengar dari pembicaraan Om-nya Hesti dan temannya.
Tapi gak bisa, hanya sedikit kata yang dapat aku tangkap agak jelas, selebihnya hanya gumaman-gumaman mengambang antara ada dan tiada.
Selain itu, aku juga berharap Hesti akan menepati janjinya, untuk pulang sebentar lagi. Sangat gak nyaman, berada dengan orang yang gak aku kenal dalam satu apartemen.
Cukup lama berdiam di atas tempat tidur, sampai akhirnya aku gak tahan lalu memutuskan untuk bangun, melangkah mendekat ke pintu.

Kenapa begitu? kenapa tiba-tiba aku nekat ingin membuka pintu? karena seketika suara percakapan itu hilang, hening dan sepi jadinya.
Pada ke mana orang-orang itu? sudah pergikah? tapi sepertinya gak mungkin, karena sama sekali aku gak mendengar ada suara pintu terbuka atau tertutup.

Ya sudah, aku penasaran, akhirnya memutuskan untuk mencari tahu, berniat membuka pintu untuk melihat situasi ruang tengah.
Tapi, ketika sudah hanya tinggal memutar gagang pintu, tiba-tiba ponselku berbunyi, ada pesan masuk. Itu ternyata whatsapp dari Hesti.
Lemas aku membaca isi Whatsappnya..
Mengumpulkan segenap nyali dan keberanian, akhirnya aku mampu untuk memutar gagang pintu, lalu perlahan membukanya..

Celah pintu melebar perlahan, karena memang aku mendorong membuka dengan sangat pelan.

Aku ketakutan, takut kalau-kalau ada pemandangan seram di ruang tengah..
Aku diam, jantungku seperti berhenti berdetak, aku ketakutan teramat sangat, ketika akhirnya bisa melihat ruang tengah dengan sepenuhnya, ketika pintu sudah terbuka lebar..
Ruang tengah gak dalam keadaan kosong, ternyata di situ ada dua sosok yang sedang duduk di sofa, berhadapan, terpisah oleh meja di tengahnya.
Sosok laki-laki dan perempuan. Yang lelaki mengenakan kemeja lengan panjang warna putih, yang perempuan duduk dengan rambut tergerai sebahu, pakaiannya berwarna gelap kusam.
Menyeramkan, karena kemudian mereka berdua menatapku dengan wajah pucatnya, tersenyum datar tanpa ekspresi. Aku sangat yakin kalau mereka bukan manusia, karena wujudnya sangat mengerikan.
Kemudian, akhirnya aku memutuskan untuk berlari menuju pintu berniat untuk ke luar, ketika pada saat terakhir aku berdiri menatap mereka, samar terdengar suara pelan dan datar dari si sosok perempuan, aku menangkap dia bilang begini: “Jangan pergi..”
Gak pikir panjang, aku langsung lari ke luar, pergi dari situ secepatnya..

***
Selesai..
Balik ke gw lagi ya, Brii.

Selesai cerita malam ini, sampai jumpa dengan cerita yang lain lagi minggu depan.

Tetap sehat, jaga hati dan perasaan diri sendiri serta orang lain, supaya bisa terus merinding bareng.

Salam,
~Brii~

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Brii

Brii Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @BriiStory

30 Sep
Tempat kost, harusnya jadi tempat yang nyaman untuk tinggal, tapi kadang malah jadi tempat yang sungguh menyeramkan.

Salah satu teman akan menceritakan kisah seram di tempat kost-nya di Bandung.

Simak di sini, di Briistory.

***
Aku langsung mematikan lampu, lalu memastikan kalau pintu sudah terkunci. Situasinya nyaris sama dengan beberapa hari yang lalu..

Sepinya beda, hawanya gak biasa.
Derit lantai kayu terdengar samar, suara yang seharusnya timbul karena ada seseorang yang sedang melangkah, masih samar karena sepertinya sumber suara masih jauh.
Read 101 tweets
23 Sep
Liburan bersama teman memang sangat menyenangkan, seru. Tetapi banyak pula acara liburan yang malah berubah jadi pengalaman seram, mengerikan.

Salah satu teman akan bercerita pengalaman seramnya ketika menginap di Villa Puncak, Bogor.

Simak di sini, hanya di Briistory.

***
“Lumayan, kan. Villa gratis, hehehe.” Rimba bilang begitu.

“Liburnya lama pula. Sedap beneeerr..”, Vero gak kalah antusiasnya.

“Iya, kata bokap, yang penting bisa jaga kelakuan dan kebersihan, soalnya gak ada yang bantu-bantu, jadi kita bener-bener sendirian,” ucap Deasi.
Percakapan menyenangkan itu terjadi di dalam kampus, tempat kami semua berkuliah.

Oh, iya, aku Bara, mahasiswa angkatan 2016 salah satu universitas di Jakarta.
Read 95 tweets
9 Sep
Jakarta, banyak terselip kisah seram, entah di kantor atau tempat tinggal.
Salah satu bentuk tempat tinggal adalah apartemen. Sama seperti tempat lain, banyak apartemen yang punya cerita seram. Salah satu teman akan menceritakan kisahnya.

Simak di sini, di briistory..

***
Pintu kamar sengaja aku buka, supaya tetap bisa melihat ke ruang tengah, imajinasi jadi gak melayang ke mana-mana.

Namun, tetap saja susah untuk tidur.
Terkadang, mata sudah terpejam, tetapi aku malah merasa seperti ada yang sedang berdiri memperhatikan. Was-was jadinya.

Awalnya, aku pikir mungkin itu hanya perasaan saja, awalnya begitu.
Read 121 tweets
2 Sep
Sejarah perkebunan karet nan angker ini sebagian besar akhirnya terungkap, ada darah dan air mata di belakangnya. Selimut horornya berbalut sedih di antara kengerian.

Simak final episode dari prekuel #rhdpk, hanya di sini, di Briistory..

*** Image
Pagi harinya, seisi kampung gempar setelah tersebarnya berita tentang adanya dua pendatang yang sempat terjebak dalam situasi menyeramkan pada malam sebelumnya.
Ini peristiwa geger kesekian kali yang terjadi di Sindang Hulu, sebelumya sudah ada beberapa kejadian yang dialami oleh warga, termasuk Yudar. Ramdan dan Ilham adalah orang luar pertama yang merasakan keseraman kejadian itu.
Read 120 tweets
19 Aug
Petualangan di desa Sindang Hulu masih berlanjut, cerita seram masih datang berurut.
Masih mencekam, masih membuat nafas tertahan.

Simak lanjutan ceritanya di sini, hanya di Briistory.

*** Image
Hembusan angin dingin semilir bertiup, menembus ruang gelap malam, menyentuh setiap sudut kosong pedesaan. Heningnya seperti bicara dalam diam, menebar ketakutan.
Suara daun-daun kering yang terangkat terbang lalu jatuh kembali, menyentuh dan bergesekan dengan tanah, itu adalah satu dari sedikit suara yang terdengar. Kadang sesekali serangga nekat berbunyi walau sebentar, sebelum (seperti) ada yang memaksanya berhenti lalu diam.
Read 109 tweets
8 Aug
Sering kali cerita hidup gak sesuai dengan skenario yang kita mau, malah berbelok ke tempat gak menyenangkan. Memaksa kita untuk menelan kesedihan, remuk redam.

Di hari minggu cerah ini, ijinkan gw bercerita pendek drama non horror.

Simak dengan hati, hanya di Briistory.

*** Image
Sekitaran tahun 2008, pada suatu malam minggu gw mengantar Irwan (salah satu teman di Rumah Teteh) dari Bandung menuju Depok, untuk menemui seorang perempuan, namanya Indah.
Awal mula hubungan Irwan dan Indah adalah ketika mereka berkenalan secara gak sengaja di satu mall di Cihampelas, Bandung.

Pada hari perkenalan itu, mereka menyempatkan diri untuk makan dan jalan bareng, berkenalan lebih dari sekadar tahu nama.
Read 23 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(