Brii Profile picture
30 Sep, 101 tweets, 11 min read
Tempat kost, harusnya jadi tempat yang nyaman untuk tinggal, tapi kadang malah jadi tempat yang sungguh menyeramkan.

Salah satu teman akan menceritakan kisah seram di tempat kost-nya di Bandung.

Simak di sini, di Briistory.

***
Aku langsung mematikan lampu, lalu memastikan kalau pintu sudah terkunci. Situasinya nyaris sama dengan beberapa hari yang lalu..

Sepinya beda, hawanya gak biasa.
Derit lantai kayu terdengar samar, suara yang seharusnya timbul karena ada seseorang yang sedang melangkah, masih samar karena sepertinya sumber suara masih jauh.
Tapi ya itu, aku merasa seperti sendirian, padahal yakin kalau penghuni lain masih ada yang sedang berada di kamarnya, tapi ini malah sepi, gak ada suara sama sekali selain derit lantai di kejauhan.
Yang awalnya samar, lama kelamaan semakin jelas, menandakan kalau sumbernya bergerak makin mendekat, mendekat ke depan kamar.
Hawa yang aku rasa makin gak enak, dingin suhu berangsur menghangat. Sungguh aneh rasanya ketika udara Bandung malah membuat tubuh berkeringat, malam hari pula.
Sama seperti sebelumnya juga, setelah makin mendekat suara derit lantai kayu jadi gak sendirian, malah timbul suara lainnya. Lebih menyeramkan dari derit kayu, suara yang satu lagi terdengar seperti kaki yang berjalan terseret, gak melangkah dengan benar.
Jadi, nyaris bisa dipastikan kalau suara-suara itu adalah suara langkah kaki yang sedang bergerak menyusuri lorong depan kamar-kamar.
Dari suara-suara yang ditimbulkan, juga terdengar kalau langkah kaki itu seperti bergerak sangat lamban, sehingga akan memakan waktu agak lama untuk sampai di depan kamarku.
Aku hanya bisa diam duduk di sudut tempat tidur, terus menatap jendela, menajamkan pendengaran, berusaha untuk terus menangkap suara-suara itu.

Berusaha sebisa mungkin gak bersuara, menggerakkan kaki pun aku gak berani, karena takut nantinya akan menimbulkan bunyi.
Jendela kamar masih berbentuk jendela kaca, namun di bagian sebelah kanan masih berupa jendela kaca nako, yang bisa dibuka kalau ingin ada angin masuk dari luar. Jendela ini hanya tertutup tirai tipis tembus cahaya
Nah, karena jendela masih berbahan kaca nako inilah, akibatnya suara-suara di luar jadi mudah terdengar dari dalam.
Jantung berdegup gak karuan, aku membaca doa sebisanya, karena berikutnya akan terdengar suara yang sungguh sangat menyeramkan..
Perkiraanku, sang pemilik suara langkah sudah tinggal satu atau dua meter lagi untuk sampai, posisinya sudah berada di depan kamar sebelah kanan. Kenapa aku bisa berpikir seperti itu? Karena suara berikutnya sudah terdengar..
Suara apa?

Suara nafas, tarikan suara nafas panjang. Gambarannya adalah suara nafas seperti nafas orang yang memiliki gangguan pernafas, paham kan, ya?

Begitu terdengarnya, derit lantai kayu, langkah terseret, dan suara nafas sesak..

Seram? Sangat..
Aku makin diam, ketakutan.
Aku yang sejak tadi gak melepaskan pandangan ke jendela, akhirnya melihat sesuatu di ujung kanan.
Jendela kaca tertutup tirai tipis, dari tirai itu aku dapat melihat bayangan karena ada cahaya lampu dari lorong
Iya, dari tirai itu aku melihat ada bentuk sosok yang sedang berjalan di depan kamar, di teras. Walau hanya bayangannya saja, tapi aku tetap dapat melihat dengan jelas kalau yang sedang berjalan itu adalah seorang laki-laki kurus tinggi.
Sosok itu berjalan dengan sangat lambat, langkahnya terseret, derit lantai kayu terdengar jelas. Yang paling seram, suara sesak nafasnya, panjang diselingi batuk kecil tersendat.
Aku makin bisa melihatnya dengan jelas, ketika dia sudah berada persis di depan kamar. Sangat ketakutan, karena selama beberapa detik sosok ini sempat berhenti tepat di depan jendela.

Bernafas pun aku gak berani. Keringat dingin jatuh di dahi..
Tapi, detik berikutnya, dia lalu kembali meneruskan langkah, bergerak ke sisi kiri. Terus bergerak sampai akhirnya bayangannya ikut hilang dari jendela, namun suara-suara menyeramkan yang mengiringi masih terdengar.
Suara-suara itu semakin lama semkin samar, sampai kemudian hilang sama sekali.

***
Aku Irsa, mahasiswa angkatan 2017 salah satu Universitas yang ada di Bandung. Asalku dari Banjarmasin, dengan begitu aku harus ngekost untuk tinggal di kota kembang ini.
Mungkin sama dengan teman-teman mahasiswa lain yang berasal dari luar jawa, aku juga pada awalnya kesulitan untuk menemukan tempat kost yang nyaman dan sesuai dengan uang kiriman.
Sudah beberapa kali berpindah sampai akhirnya betah tinggal di tempat kost yang aku tinggali sampai saat ini.
Nah, yang akan aku ceritakan kali ini adalah kisah yang aku alami ketika sempat tinggal di salah satu tempat kost. Ini adalah tempat kost kedua selama aku tinggal di bandung. Pindah ke kost ini karena di kost pertama yang letaknya di belakang monumen gasibu, ternyata gak aman.
Waktu itu aku dapat info dari salah satu teman, kalau ada tempat kost yang nyaman, aman, dan harganya terjangkau.

Ya, sudah, aku langsung pergi melihatnya. Dan benar, ternyata tempat kost ini menurutku nyaman, gak jauh pula dari jalan besar.
Letaknya di daerah Suci, gak jauh dari Masjid Islamic center, letaknya persis di belakang gedung kmpus terkemuka. Untuk teman-teman yang tinggal di Bandung, gak akan susah untuk mengira-ngira di mana kiranya tempat kost ini.
Nah, karena letaknya strategis dan harganya juga terjangkau, akhirnya aku memutuskan untuk pindah secepatnya.
Singkat kata, akhirnya aku benar pindah.

Bangunan dua lantai, bagian depan ada parkiran yang cukup luas, pagar besi jadi pengamannya. Pintu masuk utama berada di paling depan, agak seperti lorong panjang sebelum kita benar-benar bisa melihat barisan kamar kost di dalamnya.
Setelah sudah berada di dalam, kita akan melihat kalau kost ini bentuknya memanjang, kamar-kamar saling berhadapan dengan ada lorong di tengah-tengah.
Kalau di lantai dasar, lorongnya lebih luas, bisa buat meletakkan meja atau barang-barang lainnya. Sementara di atas, lorongnya berbentuk teras, dari teras depan kamar kita bisa melihat ke lantai bawah. Lantai bawah ada 12 kamar, lantai atas ada 14.

Begitulah gambarannya.
Aku dapat kamar di lantai atas, letaknya nyaris di paling ujung, agak jauh dari tangga. Jadi kalau mau menuju tangga, harus berjalan melewati banyak kamar terlebih dulu.
Katanya, kostan ini sudah berdiri sejak awal 90an, berarti umurnya sudah 30 tahunan. Beralasan, sih, karena dari bentuk bangunannya juga sudah kelihatan berumur, walau belum klasik-klasik amat.
Yang cukup khas, suasana di dalamnya cenderung gelap, karena gak ada ruang terbuka, jadinya cahaya matahari yang masuk sangat sedikit, paling hanya bisa masuk dari lubang angin di beberapa sudut bangunan.
Kost-kostan ini juga gak ada induk semangnya, jadi isinya hanya para penghuni kost.
Waktu aku pertama kali datang, katanya gak semua kamar terisi, ada banyak yang kosong, entah apa sebabnya.
Saat itu barang bawaanku belum banyak, hanya beberapa lembar pakaian dan perlengkapan standar anak kost, karna memang waktu itu aku belum lama tinggal di Bandung.

Kebetulan juga kamar kost ini sudah menyediakan tempat tidur, meja belajar, dan lemari, sudah cukup buat aku.
Oh iya, dalam kamar gak ada kamar mandi, kamar mandi adanya di luar, berbarengan penggunaannya dengan penghuni lain, di lantai bawah empat, di atas tiga.
Setelah ada penggambaran tadi, aku maklum kalau teman-teman pembaca mengambil kesimpulan “Kok tempat kostnya kelihatan seram, ya”, ya memang benar, memang agak kelihatan seram, aku juga berfikir seperti itu ketika pertama kali masuk.
Mungkin karena bangunannya bangunan tua, ditambah dengan suasana di dalamnya cenderung redup, jadinya terkesan seperti itu. Tapi, ya sudahlah, aku gak terlalu memikirkan hal-hal itu ketika akhirnya memutuskan untuk benar-benar tinggal di situ.
Letaknya gak jauh dari kampus, harganya juga terjangkau, selesai.

***
“Sa, ada bapak-bapak tua yang lagi duduk di lorong deket pintu, itu yang punya kost, ya?”

Rendy, teman kampus, dia bertanya begitu ketika pada suatu hari sedang mampir ke tempat kostku.
“Bapak tua yang mana? Aku gak lihat siapa-siapa, ah” jawabku.

“Ada tadi, duduk di kursi dekat pintu, masa kamu gak lihat.”
“Gak ada, kalo kursinya sih aku lihat. Lagian, yang punya kost gak tinggal di sini, penghuni kost gak ada yang bapak tua juga. Kamu salah lihat kali.” Aku bilang begitu.
Itu adalah satu percakapan yang waktu itu aku sama sekali gak memikirkannya, karena mungkin saja Bapak tua itu adalah orang tua dari salah satu penghuni kost, atau ada tetangga yang kebetulan sedang berkunjung, banyak kemungkinan.
Tapi, perihal Bapak tua ini beberapa hari kemudian muncul lagi, kali ini dari mulut teman kampus yang lain lagi, Dadi.
“Irsa, reuwas urang bieu, aya bapak-bapak duduk na tangga, cicing weh di dinya, saha eta?” begitu Dadi bilang dengan logat Bandungnya yang kental. Sedikit-sedikit aku mengerti bahasa sunda, karena ada keluarga yang berasal dari tanah Pasundan.
“Gak ada ah, gak liat siapa-siapa tadi di tangga, salah liat kali”, aku jawab begitu, karena memang aku gak lihat ada siapa-siapa.
Nah, itu bukan yang terakhir, hari-hari berikutnya ada lagi temanku yang lain melihat sosok yang sama, bapak tua.
Yang menarik, penggambaran mereka tentang bapak tua ini nyaris sama, umur kisaran di atas 60 tahun, tubuhnya kurus tinggi, rambutnya putih uban semua. Begitulah, nyaris sama penggambarannya.
Sementara aku, setelah sudah sekitar satu bulan tinggal di situ sama sekali belum pernah bertemu dengan bapak itu. Penasaran? Sedikit.
Dadi juga pernah bilang, ketika pada suatu hari menginap di kost aku, dia lagi-lagi melihat sosok Bapak tua itu, sedang berdiri diam di dekat tangga, diam.
Kata Dadi, pemandangan itu agak menyeramkan karena waktu itu nyaris tengah malam.

Lama kelamaan, penasaranku semakin membuncah, siapa sih Bapak itu?, kok lama kelamaan makin menyeramkan
Sampai akhirnya, terjadilah peristiwa seram yang sudah aku ceritakan di awal tadi. Peristiwa itu pun sebenarnya gak serta merta terjadi, beberapa malam sebelumnya aku sudah mengalami peristiwa yang cukup aneh.
Beberapa kali aku mendengar ada suara langkah kaki berjalan di teras berlantai kayu di depan kamar, awalnya hanya itu saja, suara langkah kaki.

Aku pikir itu langkah kaki penghuni kamar sebelah.
Tapi, kalau beberapa kali aku perhatikan, ternyata setelah langkah kaki itu gak ada suara pintu yang terdengar terbuka atau tertutup, suaranya langkahnya hilang begitu aja, aneh.
Dan, setiap kali sebelum muncul suara-suara aneh itu, hawa dan suasana dalam kost tiba-tiba berubah drastis, jadi beda, beda yang aneh, gak biasa.

Pokoknya aneh.
Nah, setelah aku pada akhirnya “melihat” sosok bapak tua itu, aku ceritakan semua ke salah satu teman kost yang kamarnya di lantai satu, JIbran namanya.

Kebetulan kami waktu itu makan siang bersama di warung makan gak jauh dari kostan.
“Jadi, lo udah ngeliat bapak itu juga?” tanya Jibran, sambil menghentikan makannya.

“Iya, serem banget, aku sampe gak bisa tidur semaleman.” Jawabku.

“Dan lagi, beberapa teman kampus sebelumnya juga lihat bapak itu, dia itu siapa sih?” Lanjut aku.
“Hmmm, inilah alasan gw untuk pindah kost, minggu depan gw udah di kost baru, haha.” Kata Jibran.

“Kamu mau pindah? Knapa? Gak betah? Ada apa?”
“Iya, gw juga baru empat bulan di situ, gak tahan, serem. Apa lagi minggu depan udah liburan semester kan, anak-anak kost pasti pulang mudik semua, kosong deh tuh kostan.”

“Emang ada apa sih?” aku makin penasaran.
“Jadi, yang lo lihat itu, yang temen-temen lo lihat itu, adalah bapak kost pemilik kostan, dulunya.” Jibran akhirnya mulai bercerita.

“Dulunya? Kok dulunya?”

“Iya, Bapak itu udah meninggal, awal tahun 2000an, gw dengernya juga dari penghuni lama.”
Aku langsung terdiam mendengar cerita Jibran.
“Makanya, penghuni kost gak ada yang tahan lama, paling lama enam bulan, makanya kamarnya selalu banyak yang kosong kan, karena pada ketakutan.” Lanjut Jibran.
“Serem banget, selama hidupnya, Bapak itu dulunya memang selalu keliling kamar kost untuk menagih bayaran kalau sudah jatuh tempo, pintu kamar akan diketuk satu persatu.”
“Yang menyeramkan, setelah meninggal pun Bapak itu kadang masih melakukan kebiasaannya, mengetuk pintu kamar. Serem banget kan, makanya gw mau pindah.” Tutup Jibran
Ah seram amat, aku jadi merinding sendiri setelah mengetahui semuanya. Langsung terlintas niat untuk ikut Jibran pindah kost juga.

***
~Dua minggu kemudian~

Benar apa yang dibilang Jibran sebelumnya, akhirnya kami memasuki masa liburan semester. Selayaknya anak kost, setiap ada libur panjang pasti akan mudik ke kampung halaman.
Begitu juga dengan tempat kostku, nyaris semua penghuninya mudik, aku hitung hanya ada tiga orang yang gak mudik, dua orang di lantai bawah, satu orang di lantai atas, aku orangnya.
Aku gak mudik karena kendala ongkos, kalau pulang aku harus naik pesawat yang mana tiketnya mahal. Jadi, aku akan pulang kalau libur lebaran saja.

Ya sudah, akhirnya aku terdampar sendirian di lantai atas. Iya, sendirian..
Gak harus masa liburan, masa kuliah pun tempat kost ini sudah sering sepi terasa, apa lagi liburan seperti ini.
Lantai atas apa lagi, sangat terasa kosong, hanya aku satu-satunya penghuni yang ada.
Setelah mendengar cerita dari Jibran, cerita tentang almarhum bapak kost, aku jadi selalu was-was kalau malam tiba, siang juga sama saja, sih, was-was juga.

Beberapa kali aku menginap di rumah Dadi kalau sudah merasa ada yang janggal atau mulai menjurus seram.
Tapi, pada suatu malam aku terpaksa harus melaluinya di kamar kost, padahal hawanya sudah gak enak dari awal.

Waktu itu aku gak bisa menginap di rumah Dadi karena dia sedang ke luar kota bersama keluarganya.
Hari itu, sebenarnya dari sore sudah ada kejanggalan. Persisnya ketika sedang mandi, aku mendengar ada suara gemericik air juga di kamar mandi sebelah, aku mendengar seperti ada yang mandi juga, padahal kan di lantai atas gak ada orang sama sekali.
Kemudian, aku langsung lari keluar kamar mandi ketika kemudian mendengar dengan jelas ada yang batuk, lalu diikuti dengan suara nafas sesak.
Malamnya, ketika sedang rebahan di tempat tidur, sekitar jam delapan malam aku mendengar ada suara langkah kaki yang mendekat, tapi setelah terdengar sudah sampai tepat di depan pintu kamar, langkah itu berhenti.
Tentu saja aku langsung membuka pintu, karena kupikir itu adalah temanku yang datang. Aku langsung merinding parah karena ternyata di luar gak ada siapa-siapa.
Hiburanku hanya ponsel, sampai menjelang tengah malam hanya layarnya yang aku perhatikan.

Satu jam sebelumnya lampu sudah aku matikan, kamar jadi sudah gelap total.
Jam sudah menunjukkan pukul 12 lewat sedikit, ketika aku mulai merasakan ada perubahan. Hawa tiba-tiba jadi aneh, suasana berubah jadi makin sepi, kosong.
Aku menyadari itu, makanya ngantuk yang sebelumnya mulai datang langsung menghilang.
Benar, seperti sebelum-sebelumnya, pertanda sama mulai terjadi lagi. Awalnya hawa tiba-tiba berubah, kemudian udara berangsur menghangat..
Mulailah, sepinya berbicara, seramnya seperti punya rencana.
Aku menahan nafas, menajamkan pendengaran, ketika samar mulai terdengar suara yang menandakan kalau ada yang sedang melangkah di teras.

Iya, ada suara langkah..
Suaranya khas, aku sudah mulai hapal. Derit lantai kayu yang terinjak, tarikan kaki yang bergeser terseret.

Hapal dengan seramnya..

Belum bangkit dari rebahan, aku tetap berbaring di balik selimut, sambil terus menerka-nerka tentang keseraman apa yang akan terjadi.
Benar, itu suara langkah kaki, langkah yang sangat pelan, semakin jelas aku mendengarnya.

Makin lama makin mendekat,

Makin tinggi aku menarik selimut, sampai sebatas wajah, hanya mataku saja yang kelihatan.
Geseran langkah terseret itu semakin jelas terdengar, menandakan makin dekat si empunya.

Makin dekat, dan makin dekat, sampai akhirnya yang paling menyeramkan terdengar, suara nafas sesak. Suara nafas layaknya orang yang memiliki gangguan pernafasan.
Suara nafas itu makin nyaring, ketika pada akhirnya dari jendela aku melihat ada bayangan sosok bapak tua itu di tirai. Sosok ini terus bergerak lambat, menuju pintu.

Aku gemetar, merinding, sementara pandangan gak bisa lepas memperhatikan jendela.
Bapak tua terus berjalan, sampai ketika sepertinya dia sudah di depan pintu, lalu berhenti, karena langkah kaki gak kedengaran lagi.

Hening, hanya menyisakan suara nafas tersengal, di balik pintu.

Lalu, tiba-tiba..
“Tok, tok, tok”

Ada yang mengetuk pintu kamarku. Bapak itu mengetuk pintu kamar!

Aku ketakutan, sama sekali gak ada niat dan keberanian untuk membuka pintu.
“Tok, tok, tok”

Bunyi sekali lagi..

Aku semakin ketakutan,

Tuhaaaaaaan, aku berharap semoga sebelumnya gak lupa mengunci pintu..
Ternyata harapan tinggal harapan.

Beberapa detik kemudian, gagang pintu mulai bergerak sendiri, sepertinya ada yang sedang berusaha membuka pintu dari luar.

Aku yang sudah dalam ketakutan yang teramat sangat, tiba-tiba melihat pintu kamar perlahan mulai bergeser terbuka..
Iya, pintu kamarku terbuka dengan sendirinya..
Makin seram, aku meremas ujung selimut kuat-kuat, pandangan gak berkedip terus menatap.

Pergeseran pintu terbuka perlahan, perlahan juga aku akhirnya dapat melihat kalau ada sosok yang sedang berdiri di depan pintu, di depan kamar. Sosok yang sudah bisa aku tebak sebelumnya.
Pintu akhirnya terbuka lebar, saat itulah aku bisa melihat dengan jelas ada sosok bapak tua yang sedang berdiri diam,
Tubuhnya kurus tinggi, agak membungkuk, mengenakan kaos putih kusam, bercelana warna gelap, rambut putihnya menghiasi wajah dengan garis usia yang pucat pasi tanpa ekspresi, suara tarikan nafas sesaknya terus terdengar.
Bapak itu menatapku dengan tatapan kosong, ada lingkar gelap di sekitar mata.

Kemudian, sambil memiringkan kepala, dia mulai tersenyum, menyeringai seram.

Aku menangis dalam diam menyaksikan semuanya..
Cukup lama seperti itu, sampai ketika dia perlahan mulai melangkah lagi, menuju ke arah kiri kamar. Langkahnya pelan, aku terus perhatikan..

Dan akhirnya, dia hilang dari pandangan.
Seperti tersentak tersadar, aku bangkit dari tidur, lalu lari ke luar kamar. Gak menoleh ke belakang, aku terus lari ke luar tempat kost.

Malam itu aku gak berani pulang.

***
Hai, balik lagi ke gw ya, Brii.

Sekian cerita malam ini, semoga bisa jadi teman membaca mengisi waktu luang di kamar kost.

Tetap jaga kesehatan, hati, dan perasaan, diri sendiri dan orang lain, supaya bisa terus merinding bareng.

Sampai jumpa minggu depan,

Salam,
~Brii~

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Brii

Brii Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @BriiStory

23 Sep
Liburan bersama teman memang sangat menyenangkan, seru. Tetapi banyak pula acara liburan yang malah berubah jadi pengalaman seram, mengerikan.

Salah satu teman akan bercerita pengalaman seramnya ketika menginap di Villa Puncak, Bogor.

Simak di sini, hanya di Briistory.

***
“Lumayan, kan. Villa gratis, hehehe.” Rimba bilang begitu.

“Liburnya lama pula. Sedap beneeerr..”, Vero gak kalah antusiasnya.

“Iya, kata bokap, yang penting bisa jaga kelakuan dan kebersihan, soalnya gak ada yang bantu-bantu, jadi kita bener-bener sendirian,” ucap Deasi.
Percakapan menyenangkan itu terjadi di dalam kampus, tempat kami semua berkuliah.

Oh, iya, aku Bara, mahasiswa angkatan 2016 salah satu universitas di Jakarta.
Read 95 tweets
9 Sep
Jakarta, banyak terselip kisah seram, entah di kantor atau tempat tinggal.
Salah satu bentuk tempat tinggal adalah apartemen. Sama seperti tempat lain, banyak apartemen yang punya cerita seram. Salah satu teman akan menceritakan kisahnya.

Simak di sini, di briistory..

***
Pintu kamar sengaja aku buka, supaya tetap bisa melihat ke ruang tengah, imajinasi jadi gak melayang ke mana-mana.

Namun, tetap saja susah untuk tidur.
Terkadang, mata sudah terpejam, tetapi aku malah merasa seperti ada yang sedang berdiri memperhatikan. Was-was jadinya.

Awalnya, aku pikir mungkin itu hanya perasaan saja, awalnya begitu.
Read 121 tweets
2 Sep
Sejarah perkebunan karet nan angker ini sebagian besar akhirnya terungkap, ada darah dan air mata di belakangnya. Selimut horornya berbalut sedih di antara kengerian.

Simak final episode dari prekuel #rhdpk, hanya di sini, di Briistory..

*** Image
Pagi harinya, seisi kampung gempar setelah tersebarnya berita tentang adanya dua pendatang yang sempat terjebak dalam situasi menyeramkan pada malam sebelumnya.
Ini peristiwa geger kesekian kali yang terjadi di Sindang Hulu, sebelumya sudah ada beberapa kejadian yang dialami oleh warga, termasuk Yudar. Ramdan dan Ilham adalah orang luar pertama yang merasakan keseraman kejadian itu.
Read 120 tweets
19 Aug
Petualangan di desa Sindang Hulu masih berlanjut, cerita seram masih datang berurut.
Masih mencekam, masih membuat nafas tertahan.

Simak lanjutan ceritanya di sini, hanya di Briistory.

*** Image
Hembusan angin dingin semilir bertiup, menembus ruang gelap malam, menyentuh setiap sudut kosong pedesaan. Heningnya seperti bicara dalam diam, menebar ketakutan.
Suara daun-daun kering yang terangkat terbang lalu jatuh kembali, menyentuh dan bergesekan dengan tanah, itu adalah satu dari sedikit suara yang terdengar. Kadang sesekali serangga nekat berbunyi walau sebentar, sebelum (seperti) ada yang memaksanya berhenti lalu diam.
Read 109 tweets
8 Aug
Sering kali cerita hidup gak sesuai dengan skenario yang kita mau, malah berbelok ke tempat gak menyenangkan. Memaksa kita untuk menelan kesedihan, remuk redam.

Di hari minggu cerah ini, ijinkan gw bercerita pendek drama non horror.

Simak dengan hati, hanya di Briistory.

*** Image
Sekitaran tahun 2008, pada suatu malam minggu gw mengantar Irwan (salah satu teman di Rumah Teteh) dari Bandung menuju Depok, untuk menemui seorang perempuan, namanya Indah.
Awal mula hubungan Irwan dan Indah adalah ketika mereka berkenalan secara gak sengaja di satu mall di Cihampelas, Bandung.

Pada hari perkenalan itu, mereka menyempatkan diri untuk makan dan jalan bareng, berkenalan lebih dari sekadar tahu nama.
Read 23 tweets
5 Aug
Seperti tempat-tempat lain, perkebunan karet yang menyeramkan ini ternyata juga memiliki sejarah panjang. Ada kisah suram di belakangnya, di sinilah ketika semuanya berawal..

Simak prekuel berikutnya dari #rhdpk, hanya di sini, di Briistory..

*** Image
~Desa Sindang Hulu, 1953.~
Sebagian limpahan anugerah Tuhan terhampar di salah satu desa terpencil di pedalaman Sumatera. Terang saja dibilang begitu, karena desa ini wilayahnya subur,
Read 106 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(