Manusia memang diberikan kelebihan akal dan pikiran, tapi bukan berarti manusia lebih penting dibanding entitas lainnya. Konsep manusia sebagai pusat kehidupan ini dikenal sebagai antroposentrisme. Ibarat piramida, dalam konsep ini manusia diletakkan di paling atas. #Ummah4Earth
Allah SWT menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya sehingga diberi amanah untuk menjadi khalifah di Bumi.
Sayangnya banyak sekali manusia yang memiliki pola pikir seperti ini sehingga seringkali mengorbankan Bumi dan isinya demi memenuhi keserakahannya.
Jadilah Umat yang mengemban amanah Allah SWT sebaik-baiknya, yuk jaga Bumi beserta isinya! act.gp/ummah4earthid
Mungkin tidak sedikit dari kita bertanya-tanya, kenapa Indonesia mengimplementasikan Co-Firing? Kenapa sekarang? Bahan bakarnya dari mana saja? Bagaimana dampaknya?
-A Thread-
Co-Firing sudah digunakan sejak akhir 1990-an di sejumlah negara. Namun, Indonesia baru akan mulai menjadikan Co-Firing sebagai salah satu cara untuk menurunkan emisi karbon. Sayangnya masih banyak hal tentang Co-Firing yang belum dirasa jelas.
Co-Firing di Indonesia akan menggunakan sampah & limbah hasil perkebunan, seperti akasia, sawit, dan sengon dijadikan sebagai bahan baku co-firing. Bahan tersebut merupakan jenis tanaman yang membutuhkan banyak lahan. Artinya bisa menjadi celah tindakan deforestasi lagi dan lagi.
Pelemahan ekosistem hutan dan sumber daya alam membuat manusia kehilangan tempat serapan alamiah dan rentan kebakaran hutan & lahan (Karhutla). Di musim penghujan, banjir tidak dapat ditepis. Lalu, di musim kemarau, asap tebal harus menghiasi langit.
Di tahun 2021, banyak warga harus menderita karena banjir. Mundur ke tahun 2015-2019, napas warga tercekat karena kabut asap tebal imbas karhutla yang masif. Di Kalimantan Tengah, angka titik panas yang mencapai 4.000 titik merugikan secara multidimensional.
Situasi pun terus memburuk, hingga Gugatan Warga Negara (Citizen Law Suit/CLS) dilayangkan pada Pemerintah Indonesia. Melalui Putusan Nomor 118/Pdt.G/LH/2016/PN Plk, warga menang, namun hingga saat ini, Pemerintah Indonesia belum menjalankan putusan pengadilan dengan baik.
Selama 5 tahun terakhir (2015-2020) Indonesia masih didaulat sebagai salah satu negara penyumbang emisi GRK terbesar di dunia dengan kapita pertumbuhan emisi yang tinggi (sejumlah 5,8%). Jumlah tersebut bahkan belum memperhitungkan dampak dari alih guna lahan dan kehutanan.
Alih-alih beralih pada energi bersih, pemerintah memilih melanggengkan batubara lewat teknologi Co-firing dan CCS (Carbon Capture and Storage), serta ekspansi sawit lewat biofuel.
Padahal, peluang Indonesia dalam melakukan transisi energi yang benar-benar hijau begitu besar jika pemerintah mau melangkah serius dan ambisius.
Kekerasaan terhadap perempuan tidak hanya dapat berasal dari keluarga terdekat, lingkungan sekolah atau pekerjaan namun juga dapat berasal dari kebijakan negara.
Berdasarkan data Catatan Tahunan Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia pada 2020 mencapai 299.911. Kondisi tersebut semakin diperburuk dengan disahkannya Undang-undang (UU) Cipta Kerja, Oktober 2020 lalu.
Buruh perempuan semakin mengalami kondisi yang pelik. Mereka terpaksa juga harus menghadapi situasi kerja yang semakin buruk.
Insinerator itu alatnya, sedangkan proses pengelolaan sampah dengan suhu tinggi (sekitar 850-1400 derajat celcius) disebut insinerasi.
Proses ini diyakini mampu mengurangi volume sampah hingga 90%. Sampah yang menumpuk banyak itu bakal dibakar dan menjadi abu.
Sayangnya, masih buruknya kondisi pemilahan sampah di Indonesia bikin sampah yang masuk ke dalam insinerator beragam. Sehingga karakteristik abu sisa pembakaran yang dihasilkannya pun beragam. Bahkan bisa menjadi berbahaya karena berpotensi mencemari tanah.
Kalau banjir sudah datang, macam-macam pernyataan menyalahkan muncul.
"Salah mereka nih buang sampah sembarangan!",
"Salah pemerintah nih nggak menanggulangi banjir dengan baik",
dan yang paling absurd "Salahnya hujan nih!"
Hemmm emang bener salahnya hujan?
[UTAS]
Curah hujan dalam beberapa bulan ke belakang memang sedang meningkat, dan berbagai kejadian banjir terjadi di beberapa titik di Indonesia. Ingat dong bencana banjir di Kalimantan Selatan pada Januari lalu? Apakah curah hujan yang tinggi menyebabkan banjir dimana-mana?
Banjir disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor diantaranya:
1. Fenomena iklim musiman (musim hujan, la Niña, perubahan iklim) 2. Biofisik (topografi, sistem sungai / drainase, tanah) 3. Unsur antropogenik (tata guna lahan, deforestasi, sistem kanal / drainase, pola pemukiman)