Insinerator itu alatnya, sedangkan proses pengelolaan sampah dengan suhu tinggi (sekitar 850-1400 derajat celcius) disebut insinerasi.
Proses ini diyakini mampu mengurangi volume sampah hingga 90%. Sampah yang menumpuk banyak itu bakal dibakar dan menjadi abu.
Sayangnya, masih buruknya kondisi pemilahan sampah di Indonesia bikin sampah yang masuk ke dalam insinerator beragam. Sehingga karakteristik abu sisa pembakaran yang dihasilkannya pun beragam. Bahkan bisa menjadi berbahaya karena berpotensi mencemari tanah.
Selain abu, pembakaran sampah dalam suhu tinggi ini juga menghasilkan gas berbahaya seperti Dioksin, CO2, dan NO2.
Teknologi filtrasi memang bisa mencegah tersebarnya gas berbahaya ini ke udara, tapi tidak bisa mencegah gas-gas ini menjadi hasil dari pembakaran.
Kalau hasil sisa pembakaran tersebut tidak terkelola dengan baik, justru hanya akan menimbulkan polusi baru.
Karena itu, insinerator tidak bisa jadi jalan pintas untuk mengurai masalah sampah.
Selain mengurangi sampah, katanya kita bisa dapat “bonus” untuk memanfaatkan panas dari insinerasi untuk dijadikan sumber energi salah satunya jadi energi listrik.
“Bonus” ini bikin kita untung atau buntung ya? Coba cek deh penjelasannya di dalam gambar ini.
Harus juga diingat kalau energi dari sampah tidak masuk dalam kategori energi baru terbarukan.
Terus, solusi terbaiknya apa?
Alih-alih menggunakan insinerator sebagai solusi semu sampah perkotaan. Lebih baik lakukan perbaikan manajemen persampahan dari hulu hingga hilirnya, agar dapat meminimalisir timbulan sampah yang berakhir ke TPA.
Kita bisa memulai mengurangi jumlah sampah yang kita hasilkan, menggunakan ulang barang, dan mulai memilah sampah. Di sisi yang lain, kita juga harus terus menagih peran produsen untuk bertanggung jawab terhadap sampah dari produk yang dihasilkan.
Kamu bisa menonton ulang IG Talks soal insinerator di Instagram kami buat tau lebih banyak soal ini: instagram.com/p/CS_kJmLnj_k/
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Kalau banjir sudah datang, macam-macam pernyataan menyalahkan muncul.
"Salah mereka nih buang sampah sembarangan!",
"Salah pemerintah nih nggak menanggulangi banjir dengan baik",
dan yang paling absurd "Salahnya hujan nih!"
Hemmm emang bener salahnya hujan?
[UTAS]
Curah hujan dalam beberapa bulan ke belakang memang sedang meningkat, dan berbagai kejadian banjir terjadi di beberapa titik di Indonesia. Ingat dong bencana banjir di Kalimantan Selatan pada Januari lalu? Apakah curah hujan yang tinggi menyebabkan banjir dimana-mana?
Banjir disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor diantaranya:
1. Fenomena iklim musiman (musim hujan, la Niña, perubahan iklim) 2. Biofisik (topografi, sistem sungai / drainase, tanah) 3. Unsur antropogenik (tata guna lahan, deforestasi, sistem kanal / drainase, pola pemukiman)
Tahun 2020, DPR & Pemerintah mengesahkan revisi UU Minerba di tengah Pandemi demi menyelamatkan industri tambang batubara. Bagaimana UU Minerba dan UU Cipta Kerja berkontribusi membuat bencana banjir seperti di Kalsel lebih parah dan lebih sering terjadi di masa depan?
Salah satu perusahaan batubara yang baru saja merasakan ‘kenikmatan’ UU Minerba adalah PT Arutmin Indonesia, milik Bakrie Group, yang kontraknya diperpanjang untuk beroperasi dalam jangka waktu 2x10 tahun di lahan lebih dari 57.000 hektare di Kalimantan Selatan.
Lalu PT Adaro milik keluarga Erick Thohir (Menteri BUMN) yang memiliki konsesi tambang batubara 31.380 hektar di KalSel juga dapat perpanjangan izin. Tak hanya mengatur perpanjangan izin, UU Minerba juga mengatur fleksibilitas perluasan lahan hanya dengan persetujuan menteri.
Kerusakan ekologi yang belum juga menjadi perhatian serius pemerintah @jokowi, mengantar pada bencana yang kembali mengawali awal pergantian tahun. Banjir Kalsel di awal tahun ini bukanlah yang pertama terjadi, tapi justru menimbulkan dampak yang kian parah.
Tingginya curah hujan masih dijunjung sebagai faktor. Padahal, laju #krisisiklim yang terus diperparah oleh ketimpangan lingkungan hidup atas kepentingan lahan industri menjadi penyebab utama.
Perlu selalu kita sadari bahwa keseimbangan ekologi bukan hanya perihal pelestarian lingkungan ataupun ekosistem alam di luar sana, tapi juga soal hajat hidup yang dekat dengan kita semua. Soal bencana yang semakin marak mengancam nyawa.
Omnibus Law Lebih Buruk Daripada Peraturan Zaman Kolonial!
Meskipun katanya atas nama investasi untuk rakyat, tapi Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini justru berpotensi memperparah konflik agraria dan bencana ekologis di Indonesia. ((Sebuah Utas)) #TolakOmnibusLaw
Kok lebih buruk daripada peraturan zaman kolonial?
Bagaimana tidak, dalam draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang mengatur ketentuan jangka waktu hak atas tanah di atas hak pengelolaan menyebutkan bahwa …
Berdasarkan Pasal 127 ayat (3) hak pengelolaan diberikan selama 90 tahun. Hal pengelolaan ini dapat diberikan hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB) & hak pakai (HP).
Bandingkan dengan hak sejenis di masa kolonial yakni hak erfpacht yang “hanya” 75 tahun #TolakOmnibusLaw
👩⚕️ : Min, sebenarnya apa sih hubungannya kebakaran hutan dan korupsi?
👩🚒 : Berikut beberapa kasus korupsi kehutan di Riau yang saat ini masih dilanda kabut asap.
Sudah tiga gubernur Riau yang tertangkap kasus korupsi, dan dua diantaranya terkait dengan sumber daya alam.
1. Gubernur Riau Rusli Zainal ditangkap karena korupsi izin kehutanan. Ia sahkan BKT-UPHHKHT yang sebabkan penebangan hutan alam dan merugikan negara senilai Rp265 M.
2. Gubernur Annas Mamun, yang juga mantan Bupati Rokan Hilir, ditangkap KPK di kawasan Cibubur karena menerima sejumlah uang dari pengusaha terkait alih fungsi lahan. #korupsikehutanan
Gelombang tanda tanya akan #HGU yang tak kunjung terbuka untuk publik semakin berderu. Apa sesungguhnya yang ditakutkan jika HGU dibuka?
Bongkar faktanya bersama dalam Konferensi Pers di @YLBHI besok!
Pekan lalu, kami tertegun ketika Menteri ATR/BPN @djalil_sofyan menyatakan menolak membuka data Hak Guna Usaha (HGU) dengan alasan membahayakan kepentingan nasional, khususnya industri sawit. #BukaHGU
Padahal HGU merupakan informasi yang seharusnya bisa diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. Jadi, apa sebenarnya alasan @atr_bpn menolak #BukaHGU?