Berhubung masih musim batuk-pilek, kita bahas lagi ya.
Apa warna ingus? Awalnya bening dan encer, trus jadi kental kuning atau ijo. Rasanya? Asin kan.. 😋 Perlu antibiotik? No, no, no! Memangnya ingus kental kuning-hijau karena infeksi bakteri? Ini penjelasannya..
Sebuah utas. Image
Prinsipnya: antibiotik untuk infeksi bakteri. Antibiotik BUKAN untuk infeksi virus. Ketika anak mengalami selesma (common cold), atau mungkin flu (influenza) yang bergejala batuk, pilek, dengan/tanpa demam, maka penyebabnya adalah infeksi virus. Jadi, apa DIAGNOSISnya? Paham ya. Image
Ini penjelasannya. Kembali ke diagnosis. Meskipun ingus berubah warna dan mengental, tetap saja common cold atau mungkin influenza yang penyebabnya adalah virus. Ada memang keterlibatan bakteri. Tetapi BAKTERI BAIK penghuni saluran napas kita. Tidak buat sakit. Jangan dibunuh. Image
Sama halnya dengan demam, yg sudah berkali-kali saya bahas, bertujuan baik untuk melawan virus dan bakteri jahat pembuat sakit. Ingus pun bermanfaat! Bukti kekebalan tubuh bekerja. Dan asin rasanya😋 Ingus berbahaya? Hidung anak tersumbat, rewel pastinya. Obatnya #SabarDanGendong Image
Tidak ada anak meninggal karena hidungnya (saluran napas atas) mampet. Tetapi: kematian bisa terjadi karena paru-parunya (dan perjalanan menuju saluran napas bawah) "mampet". Diagnosisnya bukan lagi selesma atau flu. Tetapi menjadi pneumonia, atau mungkin asma serangan berat. Image
Maka, jangan bermudah-mudah memberikan antibiotik pada selesma dan/atau influenza. Orangtua adalah "dokter" pertama anak-anaknya. Salah satu tanggung jawabnya adalah mempelajari penyakit langganan anak yang lagi musim. Orangtuanya pun sama, bisa tertular selesma dan flu. VIRUS. Image
Sudah paham juga ya mengapa ingus berubah warna menjadi kuning dan/atau hijau. Sama lho, ingusnya orang dewasa dan anak. Meskipun pada remaja dan dewasa, ada kemungkinan sinusitis yang sebagiannya memerlukan antibiotik. Tapi prinsipnya sama pada common cold dan flu. No antibiotic Image
Pada balita, sinusitis jarang sekali dipikirkan. Maka kembali lagi: common cold dan flu nggak perlu antibiotik. Trus obatnya apa: pengencer dahak (mukolitik), antitusif, dekongestan, apalagi terapi inhalasi yang sebenarnya isinya obat asma, semuanya nggak diperlukan! Image

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with dr. Arifianto, Sp.A(K)

dr. Arifianto, Sp.A(K) Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @dokterapin

18 Nov
Berhubung udah musimnya, saya ucapkan "Selamat Datang!" Satu bocah kena, nular batuk-pileknya ke bocah lain, trus pindah ke emak-bapaknya, trus aja sampai semua akhirnya sembuh sendiri. Iya, sembuh sendiri! Selesma alias common cold akibat infeksi virus. Nggak perlu minum obat.
Ketika ingus keluar, alias pilek, bilangnya flu. Padahal flu singkatan dari influenza, penyakit akibat virus influenza A/B. Batuk pilek plus demam yang sering dialami anak dan menular ke dewasa, lebih tepat terminologinya adalah SELESMA (common cold). Sakit ringan, sembuh sendiri
Apa beda selesma dengan influenza? Virusnya beda, gejalanya mayoritas sama. Sama-sama infeksi VIRUS, NGGAK PERLU antibiotik, dan sebenarnya nggak perlu minum obat. Kalaupun ada demam, obat pereda gelala seperti parasetamol hanya diberikan ketika tubuh tidak terasa nyaman saja
Read 8 tweets
18 Jul
Dalam banyak hal, saya khawatir "paket obat isolasi mandiri" khususnya "paket B (ringan)" will do MORE harm than good.

Sudah jelas WHO menyatakan tidak perlunya antibiotik (seperti azitromisin) dan antivirus (seperti oseltamivir) pada C19.

Maka saya sangat khawatir 🤦🏻‍♂️
Pekan lalu sudah saya sampaikan hal ini. Saya ulangi lagi, melihat kondisi yang ada di lapangan.
@milissehat di Instagram nya sudah membuat penjelasan yang tegas dan mudah dipahami
Read 10 tweets
22 May
Tiada hari tanpa infeksi virus Dengue. Selalu ada kasus baru masuk tiap harinya. Apa bedanya Demam Dengue dengan Demam Berdarah Dengue (DBD)? Apakah semua DBD harus dirawat? Bagaimana supaya trombosit cepat naik? Apakah semua penurunan trombosit berarti Dengue?
Terminologi DBD berasal dari definisi yang dibuat WHO (badan kesehatan dunia), dan merupakan terjemahan dari Dengue Haemorrhagic Fever atau DHF, sebagai salah satu bentuk penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan antar manusia oleh perantara nyamuk Aedes aegypti
Menurut panduan WHO 1997, selain DBD, dikenal juga Demam Dengue (DD). Gejala DD dan DBD serupa. Demam selama 2–7 hari, cenderung tinggi (suhunya mencapai kisaran 39–40°C), disertai gejala2 lain: mual, muntah, nyeri atau ngilu sendi, sakit kepala, & kadang ruam kemerahan di kulit
Read 8 tweets
22 May
Sudah daftar untuk belajar bareng "Kejang pada Anak", besok? Buruan! Hari ini hari terakhir. Daftar langsung ke taplink.cc/asclepio.maste…
Read 10 tweets
20 May
Ketika aku makan bersama istri dan anak2ku, aku ingat kamu.

Iya, kamu. Saudara2ku di Gaza khususnya, dan Palestina umumnya.

Kami bisa makan dengan aman, kenyang, dengan anggota keluarga lengkap. Sedangkan kalian, di pagi hari masih bersama, di sore hari berkurang jumlahnya.
Ketika aku pergi ke masjid untuk shalat berjama'ah, aku ingat kamu.

Iya, kamu. Yang ada di Gaza khususnya dan Palestina umumnya.

Kami bisa shalat di masjid kami yang utuh berdiri, berada dalam shaf yang nyaman. Kalian kehilangan masjid, padahal sangat ingin berada di dalamnya
Ketika aku pergi ke tempat kerjaku di RS, aku ingat kalian. Di Gaza terkhusus, dan bumi Palestina seluruhnya.

Kami melayani pasien2 kami dengan tenang. Kalian menghadapi ambulans meraung-raung membawa mereka yang meregang nyawa, terus bertambah dan belum tahu kapan berakhir.
Read 9 tweets
27 Jan
“Dok, anakku baru berusia 2 tahun. Ia sudah bisa jalan sejak usianya 12 bulan. Tapi kok jalannya “ngangkang” ya? Bentuknya seperti huruf “O” ketika berdiri. Normal nggak ya? takut penyakit “kaki O”. Atau karena dulu waktu bayi nggak dibedong? Kan bayi nggak perlu dibedong?” 😅
Pertanyaan ini cukup sering. Setelah saya amati, kebanyakan masuk kategori “physiologic bowed leg”. Alias: kaki “bowed” (melengkung/seperti busur/O) yang fisiologis, alias wajar. Dan seiring waktu, akan menghilang, biasanya sampai berusia 3-4 tahun.
Sesudahnya, anak balita berjalan tidak tampak “mengangkang” atau makin berkurang bentuk “O”-nya. Kadang ketika melepas diaper pun terlihat bedanya. Apalagi ketika diaper penuh dan anak batita berjalan dengan santainya. Ia tampak mengangkang cara berjalannya 😁
Read 6 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(