Partai final #AFFSuzukiCup2020 tampak bakal jadi antiklimaks lagi bagi timnas Indonesia. Di leg 1, Ricky Kambuaya dkk dibekuk 0-4 oleh Thailand. Sebelum menyongsong leg 2, setidaknya ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik skuat muda Garuda.
(1) Anak asuhan Alexandre Polking menunjukkan cara bermain high pressing dgn baik kpd pemain timnas. Agresif kepada pemegang bola dan menjaga ketat opsi-opsi terdekat. Akibatnya, timnas yg terbiasa bermain umpan pendek saat build up jadi kesulitan. Ini momen sebelum gol pertama.
Gol pertama Thailand via Chanatip (AM) tidak lepas dari kegagalan Edo dan Irianto menjegal pergerakan Roller (RB). Dewa bereaksi meninggalkan penjagaannya pada Chanatip untuk menutup Roller. Dengan cepat, set up dari Roller diselesaikan dengan first time shoot oleh Chanatip.
Prinsip high press yang diperagakan Thailand membuat pemain timnas sering melakukan salah umpan, entah keluar lapangan atau direbut lawan. Jikapun tidak, maka umpan panjang tidak terarah terpaksa dilepaskan. Skema ini berjalan konsisten nyaris sepanjang laga.
Timnas juga memeragakan high press, namun lebih mudah dieliminasi. Persoalannya terletak pada tidak agresifnya tekanan yang diberikan kepada pemegang bola dan tidak terjaganya opsi umpan terdekat Thailand. Ini membuat Thailand leluasa mengontrol permainan.
Tanpa high press, gol ketiga Thailand lahir. Kritsada (CB) tidak dipress, sehingga mudah mengakses Chanatip (AM). Chanatip dan Supachai (CF) bermain cepat mengakses Roller (RB) di kanan selagi pertahanan timnas disorganisasi. Cutbacknya berhasil mencapai Supachok (RW).
Dengan margin empat gol, high press timnas wajib diperbaiki menjelang leg 2. High press bisa jadi kunci menyulitkan Thailand dan memaksa mereka melakukan kesalahan. Beberapa keberhasilan pressing sempat terlihat di leg 1, namun masih minim.
(2) Timnas juga mesti belajar bgmn kolektivitas Thailand mampu menghidupkan koneksi antarpemain. Polking tidak ragu menempatkan banyak pemainnya ketika menyerang dengan jarak yang berdekatan. Pola ini selalu terbentuk, baik itu ketika menyerang dari sayap atau dari tengah.
Spt momen di bawah. Supachok (RW) memang berhasil melewati Dedik dan Irianto. Namun lihat koneksi yg tercipta di sekitar dirinya. Ada Teerasil (CF) dan Weerathep (CM) di depan, serta Roller (RB) dan Bordin (LW) di sisi terjauh. Thailand nyaris menambah gol di ujung babak pertama.
Agar tercipta koneksi antarpemain, Polking membolehkan pemainnya keluar dari posisi untuk menciptakan jalur umpan ke berbagai arah. Sekaligus mencegah situasi kalah jumlah. Konsistensi ini membuat permainan Thailand terus berkembang dan tidak terbendung.
Gol kedua Thailand tercipta berkat konektivitas dan kolektivitas yang selalu terjaga. Meski gol ini diperoleh dari situasi transisi positif atau counter attack, pemain Thailand lain sadar harus memposisikan diri di mana menyesuaikan dengan posisi pembawa bola.
Bordin melakukan one touch pass kepada Supachok dalam situasi transisi cepat. Ketika menyerang, Teerasil menyediakan opsi umpan. Pemain belakang timnas sempat mampu ganggu upaya serangan Thailand. Chanatip kemudian hadir dari second line menyediakan koneksi atau opsi umpan.
Koneksi ini penting untuk memprogresi bola ke depan, seperti saat momen satu-satunya tembakan on target timnas. Kambuaya dan Dedik menghidupkan koneksi dengan Ridho, lalu koneksi ke sayap ada Irja. Hal ini perlu dilatih, serta dilakukan berulang kali saat leg 2 nanti.
(3) Counterpress juga jadi senjata Thailand. Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi kolektivitas Thailand saat menyerang dengan banyak pemain. Jadi ketika kehilangan bola, Thailand berupaya merebut bola secepat mungkin, sebelum terancam lewat situasi counter attack timnas.
Witan baru saja merebut penguasaan bola dari Thailand dan memindahkannya kepada Dewa. Alih-alih regroup, pemain Thailand lain bereaksi secepat mungkin merebut bola atau memaksa timnas gagal melakukan counter attack.
Gol terakhir Thailand juga diperoleh dgn cara yg sama. Asnawi memberi umpan nanggung kepada Egy. Berkat counterpress, Thitiphan (CM) bisa merebut bola, lalu mengubah situasi dari kehilangan bola menjadi mengancam dan menciptakan gol dalam sekejap. Thitipan -> Worachit -> Bordin.
#AFFSuzukiCup2020 tinggal menyisakan dua tim saja. Keduanya akan saling sikut dalam partai final yg dimainkan dua leg. Indonesia sbg tim dgn predikat ‘nyaris juara’ terbanyak (5x) bakal menantang Thailand sbg tim dgn gelar juara AFF terbanyak (5x)
Kedua tim dipastikan tidak tampil dgn skuat terbaiknya. STY kehilangan Pratama Arhan (LB), sementara Alexandre Polking tidak bisa memainkan Theerathon Bunmathan (LB) dan Chatchai Budprom (GK). Meskipun keduanya sudah merasakan bermain tanpa mereka di pertandingan sblmnya.
Edo Febriansyah (LB) turun sejak awal menggantikan Arhan di laga kontra Laos. Di kubu Thailand, Theerathon baru bermain sebanyak empat dari enam laga yang dilakoni Gajah Perang. Budprom sendiri pernah tidak tampil kala Thailand menghadapi Singapura di fase grup.
Menggunakan data analisis, kita akan mencari DM/gelandang bertahan untuk Manchester United. Guna mengcover banyak aspek, beberapa parameter kita masukkan seperti tackle, press, progresi, duel udara & operan. Data diambil dari @fbref, under 26 thn di 5 liga top Eropa
Pertama kita ambil parameter tackles & pressures. Dengan gaya bermain Rangnick yang agresif, Manchester United tentu membutuhkan DM dgn parameter ini. Wilfred Ndidi (25) jadi nama yg cukup menonjol.
Selain itu ada Wonderkid Aurelien Tchouameni (21) dan Boubacar Kamara (22) yang akan berstatus free transfer. Mereka juga layak diperhatikan Selain Ndidi. Menarik juga karena ada Neves serta Rice.
Indonesia mencapai final #AFFSuzukiCup2020 keenamnya usai menumbangkan tuan rumah Singapura 4-2 pada semifinal leg 2. Terlepas dari drama dan kontroversi yang terjadi sepanjang laga, mari kita ulas taktik yang digunakan kedua tim!
Tatsuma tetap menggunakan formasi yang sama 5-4-1, namun dengan empat rotasi pemain. Sedangkan STY yang hanya merotasi dua pemain, lalu menempatkan Dewa di posisi gelandang bertahan bersama Irianto, sehingga membuat formasinya menjadi 4-2-3-1.
Perubahan posisi Dewa itu utk menambal kekurangan timnas di leg 1 yang ruang antarlininya kerap terekspos. Dengan dua DM, ruang antarlini jadi tidak mudah diekspos Singapura. Selain itu, Ramai bakal mengcover posisi DM, jika Dewa atau Rian terpaksa out of position untuk pressing.
Pressing ala Rangnick dieksekusi dengan formasi 4-2-2-2. Kita bahas mekanisme yg mengharuskan bergeser cepat, kelemahan terhadap switch serta korelasi striker sebagai 2 presser di depan.
Big thanks buat yg sudah retweet & like.
2-2-2 akan start di tengah. Di sini pentingnya membaca trigger utk melakukan press yg harus dilakukan secara kompak. Pemicunya seringnya ketika bola di samping.
Muncul isu sebelumnya bahwa CR7 ga akan masuk skema Rangnick krn intensitas pressing yg tinggi. Di laga ini, CR7 menunjukkan work rate-nya dgn aktif melakukan press.
Nonton ulang Leipzig saat masih dipegang Rangnick waktu lawan Bayern. Ini yg dimaksud ball oriented press. Bertahan secara unit mengikuti bola & mempersempit area bermain lawan guna mempermudah merebut bola sekaligus counterpress/2nd ball.
Gegenpress secara bahasa adalah counterpress itu sendiri. Namun jika dilihat dlm arti luas, situasi counterpress/rebut bola kembali/2nd ball tadi langsung diubah menjadi serangan kilat. Tujuannya menyerang transisi atau saat pertahanan lawan belum terbentuk sempurna/disorganisasi
Jadi, ide ini sebetulnya lebih ke fase bertahan/ketika tidak mendapat bola. Memang prinsip ketika bertahan salah satunya mempersempit area bermain. Lari jadi semakin pendek, 2nd ball bisa dimenangkan, intensitas press bisa simultan. Ada juga di Filanesia kalo ga salah ingat.
Nama-nama yg pernah bekerja dengan Rangnick & jabatannya skr via The Athletic. Apakah nama-nama ini yg akan dia bawa untuk jadi manager selanjutnya?
Yup, Rangnick statusnya nanti interim. Wajar, 8 tahun di Red Bull pun hanya 2 tahun dia turun gunung jadi manajer.
Apa gelarnya? Bisa dihitung jari kalo kita bicara gelar. Kenapa banyak yg bilang Rangnick “bapak gegenpress” krn memang dia yg meletakkan pondasi itu. Bertahan scr unit mengikuti bola lalu mengubah form bertahan tadi jadi serangan cepat.
Hoffenheim dia bawa dari divisi 3 ke div teratas. Lalu di eranya, RB Leipzig naik dr tier 4 ke semifinalis UCL.
Waktu di Salszburg dia bikin plan jangka panjang. Bukan cuma gelar melainkan plan utk bisa jual pemainnya. Tentunya dgn plan scouting serta plan development.