Brii Profile picture
13 Jan, 115 tweets, 13 min read
Gak memandang apa pekerjaan kita, “Mereka” akan datang dengan keseraman tanpa diduga, dengan berbagai bentuk yang gak tertebak.

Malam ini, simak pengalaman seorang supir travel di salah satu bagian Sumatera.

Hanya di sini, di Briistory…

***
~Lampung, Circa 1998~

“Hati-hati, Bang. udah malam ini, kenapa gak besok lagi ajalah nariknya.”

“Hehe, tanggung, Man. Setoran masih belum setengahnya ini, nanti bos marah.”
Nyaris jam sebelas malam, ketika aku masih berada di pelabuhan Bakauheuni, Lampung. Percakapan dengan Iman, rekan sejawat, sejenak membuyarkan lamunan.
Ya begitu, sudah menuju tengah malam tetapi aku belum dapat memenuhi target setoran, setengahnya pun belum. Makanya aku memaksa untuk bekerja sampai larut malam seperti ini, padahal sebelum-sebelumnya paling malam jam 9 sudah selesai.
Sudah nyaris 10 tahun bekerja sebagai supir travel, dengan trayek Bakauheuni – Bandar Lampung, sudah terbilang banyak makan asam garam, merasakan pahit getirnya pekerjaan ini.
Entah kenapa, beberapa hari belakangan penumpang sungguh sepi, bisa dihitung dengan jari ketika mobilku terisi penuh, yaitu 12 penumpang.
Dapat 5 penumpang saja sudah bagus. Malahan, malam ini baru hanya ada satu penumpang yang aku dapat, dia sudah duduk gelisah menunggu di mobil, sudah cukup lama bersabar menungguku mencari penumpang lain.
Angin malam di pelabuhan ini berhembus pelan, tapi dinginnya makin terasa menembus kulit. Aku yang duduk di tembok memanjang di pinggir terminal masih terus menunggu dengan sabar datangnya penumpang.
Sukurlah, jam sebelas lewat sedikit ada kapal merapat yang datang dari pelabuhan Merak, pasti bakal ada calon penumpang untukku.
Dari jauh aku perhatikan memang banyak penumpang yang turun dari kapal, secercah harapan makin terang ketika kalau diperhatikan banyak yang berjalan ke tempat di mana mobilku terparkir, masa iya gak ada yang jadi penumpangku.
Tapi, satu persatu yang datang hanya lewat saja, ada yang ke tempat penjemputan mobil pribadi, ada juga yang langsung menuju terminal bis besar, belum ada yang datang dan masuk ke mobil travelku.
“Duuhh, gak dapet penumpang lagi, siyalan” bergumam aku sendirian ketika akhirnya gak ada satu pun orang yang masuk ke dalam mobilku, mengarah pun tidak.
Beberapa menit kemudian jalur keluar penumpang kembali kosong, akan ramai lagi kalau ada kapal yang merapat. Itu yang terus jadi perputaran nasib dan rejeki buat aku dan teman-teman seprofesi.
Tapi, di tengah-tengah kegalauan, dari jauh aku melihat ada penumpang yang datang sendirian menyusuri jalur penumpang, datang dari pintu keluar.
Penumpang ini sangat menarik perhatian karena biasanya akan ada supir atau kernet travel yang mendekati, tapi kali ini nggak, sama sekali gak ada orang yang menawarkan angkutan yang akan mengantar ke tempat tujuan, dia terus berjalan sendirian dengan tas kecil di tangannya.
Pandangan terus mengikuti pergerakannya, yang bergerak terus menuju tempat parkir kendaraan travel, aku makin penasaran.

Remang redup lampu area parkir ini sedikit banyak membuat aku harus berusaha keras menajamkan mata untuk terus memperhatikan.
“Loh, kok dia berhenti di situ,” Aku bergumam sendiri ketika akhirnya si penumpang menghentikan langkah tepat di samping mobilku.

Dia berhenti, diam, melihat itu aku langsung mematikan rokok lalu buru-buru berdiri kemudian berjalan menghampiri.
“Mau ke mana, Pak?” tanyaku ketika akhirnya sudah ada di hadapanya.

Lelaki 40an berperawakan tinggi kurus, mengenakan kemeja berwarna gelap dan celana kain, layaknya karyawan baru pulang kantor.
“Ke sini, bisa?”

Dia menjawab sambil tangannya menyodorkan secarik kertas, aku lalu mengambilnya. Memperhatikan sebentar, ternyata di dalamnya ada beberapa baris tulisan tangan yang nyaris gak bisa terbaca dengan jelas.
“Ini apa , Pak?” tanyaku agak kebingungan.

“Alamat, bisa antar saya ke sana” Jawab Bapak itu lagi.
Sekali lagi aku perhatikan kertas ini, ternyata benar itu adalah barisan kata yang membentuk alamat tujuan.

Alamatnya gak tertulis lengkap, hanya nama desa dan beberapa patokan yang harus dilewati kalau ingin menuju ke sana.
“Alamatnya kurang lengkap, Pak. Tapi Bapak tau jalan ke sananya kan?” tanyaku lagi.

“Iya, tau, nanti saya pandu. Bisa antar saya ke sana?”

“Bisa, Pak. Bisa,”
Aku menyanggupi, ya lumayanlah dari pada hanya dapat satu penumpang kan lebih baik dapat dua, lagi pula, tujuan yang dia maksud aku perkirakan letaknya gak jauh dari jalan besar, jalan lintas Sumatera yang sudah biasa aku lalui.
“Tapi nanti ada beberapa teman saya yang akan ikut, mereka menunggu di jalan yang mengarah ke sana, gak apa-apa?” Bapak itu bilang begitu.

“Oh ya gak apa-apa, Pak. Bagus malah, hehe”
Ya tentu saja aku senang mendengarnya, jadinya nanti akan ada tambahan penumpang lagi, lumayan kan. Saking senangnya, aku jadi gak menanyakan lagi berapa jumlah teman yang akan ikut nanti, biar sajalah, makin banyak makin bagus.
“Ok, Pak. Bapak silakan masuk, kita berangkat sebentar lagi”

Bapak itu langsung masuk lewat pintu samping. Sementara penumpang yang satu lagi aku lihat sudah dalam posisi tidur di kursi tengah.

Ya sudah, aku langsung bergegas menuju kursi pengemudi, lalu menyalakan mesin.
Malam mulai larut, mendekati tengah malam, udara bergerak membentuk semilir angin berhembus menerpa apa pun di hadapannya, suasana khas pelabuhan di ujung timur Sumatera.
Sekali lagi aku melirik jam tangan, angkanya menunjuk ke pukul 11.45, saat itulah aku mulai manjalankan kendaraan, keluar pelabuhan, mengantarkan penumpang ke tujuan.
Gelap pekat titik awal Jalan Lintas Sumatera, aku tembus dengan kecepatan sedang, jendela terbuka setengahnya, berhembuslah angin malam masuk kendaraan..
Melirik kaca spion, beberapa detik aku memperhatikan penumpang di belakang. Penumpang yang pertama masuk, masih tertidur dengan kepala bersandar ke kaca jendela.
Sementara penumpang yang satu lagi, yang masuk belakangan, masih duduk tegak tanpa bersandar, dia di kursi tengah paling depan, dengan begitu aku bisa melihatnya dengan jelas.
Beberapa belas kilometer pertama, jalanan selepas palebuhan menanjak dan menurun, dengan banyak tikungan yang menantang, penerangan juga seadanya kalau gak mau dibilang gelap, hanya mengandalkan cahaya lampu kendaraan saja.
Ditambah, jalanan juga bisa dibilang sepi, lebih sepi dari biasanya, memang sih ini bukan akhir pekan atau masa liburan, tapi ini terhitung sangat sepi. Kendaraan yang melintas hanya segelintir, yang searah denganku atau pun yang berlawanan.

Sepi, benar-benar sepi..
Sudah biasa seperti ini, sudah sering kali menyusuri jalanan sepi tengah malam, aku hanya harus tetap fokus dan konsentrasi.
“Bang, aku berhenti di depan aja, di Kalianda.”

Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara salah satu penumpang, sontak aku langsung melirik ke spion untuk melihat ke belakang. Ternyata yang bilang begitu adalah penumpang yang sejak tadi tertidur, penumpang pertama.
“Bukannya mau turun di Rajabasa, Pak?” tanyaku memastikan.

“Gak usah, Kalianda aja,” dia langsung menjawab seperti itu, sambil sekilas aku lihat ada raut ingin bergegas di wajahnya.
Ya sudah, aku akan ikuti, gak mungkin juga memaksakan sampai ke Rajabasa karena di awal naik tadi dia bilang tujuannya ke sana.
Kalianda masih berjarak beberapa menit lagi, tapi lagi-lagi penumpang ini bersuara, “Bang, stop, Bang. Aku turun di sini aja”, dia bilang begitu.

“Kalianda masih di depan loh, Pak. Sebentar lagi,” timpalku.

“Iya, gak apa-apa, aku turun di sini aja. Stop, stop, Bang,”
Bersikeras Bapak itu ingin turun, ya sudah, gak bisa memaksanya, seketika itu juga aku menepi dan menghentikan mobil.

Hanya kira-kira beberapa menit dari Kalianda, untungnya kami berhenti persis di depan restoran besar yang terlihat masih ada kegiatan walaupun sepi.
Ketika mobil sudah benar berhenti, bapak ini langsung turun, lalu berjalan ke pintu depan dan membukanya.

“Kalau bisa, jangan lanjut perjalanan, Bang. Istirahat aja di restoran ini, lanjut besok pagi,” setengah berbisik, dia bilang begitu.
“Memangnya ada apa, Pak? Ini masih ada satu penumpang lagi yang harus diantar, belum bisa istirahat,” jawabku kebingungan.

“Ya, sudah. Yang penting aku sudah mengingatkan. Hati-hati, Bang,”
Setelah bilang begitu, si Bapak langsung menutup pintu dan buru-buru berjalan menuju restoran, dalam perjalanan menjauh, sesekali dia menengok lagi ke belakang, melihat kendaraan.

Ada apa sih? Kenapa dia tadi ngomong begitu?

Ah, entahlah, aku gak tahu dan belum mau tahu.
Beberapa menit kemudian, aku lalu injak gas lagi, melanjutkan perjalanan, masih ada satu penumpang lagi yang harus diantarkan.

***
Malam semakin larut, gelap menyelimut, satu bagian kecil tanah Sumatera sedang aku susuri dalam detik dan menit yang berurut.
Suara mesin kendaraan hanya satu-satunya yang terdengar, selebihnya sepi mengemuka. Angin makin dingin, aku tutup sedikit kaca jendela.

Melirik spion, penumpang di belakang masih saja duduk tanpa bersandar, menjadikan posisinya cukup jelas kelihatan.
Oh iya, aku hampir lupa, kan katanya ada teman-teman penumpang ini yang akan ikut naik di tengah-tengah perjalanan.

“Pak, maaf, teman-temannya naik dari mana ya?” sambil melirik spion aku bilang begitu.
“Di depan, nanti saya kasih tau,” jawabnya datar.

Baiklah, aku ikuti saja perintahnya, sambil terus memperhatikan jalan yang makin sepi saja.
Kalau aku gak salah kira, alamat yang dituju oleh penumpang ini adalah satu daerah yang agak pedalaman, keluar dari jalan utama yang sedang aku susuri ini.
Belokannya pun aku mengira-ngira saja. Sudah sekitar 15 menit kami melewati Kalianda, seharusnya persimpangannya sudah dekat, menurut perkiraanku.
“Pak, maaf, belokannya di mana ya? Saya takut salah,” tanyaku lagi.

“Sebentar lagi, nanti saya kasih tau,” penumpang ini masih menjawab datar.

Lagi-lagi aku harus diam dan terus melajukan kendaraan.
Roda-roda terus menggelinding menyusuri aspal dingin malam, suaranya berdesakan dengan mesin yang menderu pelan, melaju dengan kecepatan sedang. Desir angin dingin yang masuk lewat celah jendela, menerpa wajah yang sejak tadi mulai terasa kaku, sedikit mengantuk.
“Depan, belok kanan..”

Suara dari belakang membuyarkan lamunanku.

“Ok, Pak,”
Benar, di kejauhan aku melihat jalan masuk menuju sisi kanan jalan, terpaan cahaya lampu sorot membuat aku bisa melihatnya, walau samar. Jalan masuk yang ditandai oleh gapura lusuh terbuat dari kayu. Setelah sudah sampai persis di depannya, aku memutar stir mobil ke kanan.
Yang tadinya sudah sepi dan gelap, makin menjadi ketika kendaraan sudah berbelok ke kanan, masuk ke jalan yang gak selebar jalan utama namun masih tetap beraspal.
“Itu, teman-teman saya,”

Baru beberapa belas meter melewati gapura, penumpang di belakang bilang begitu.

Aku gak menjawab, malah memicingkan mata coba melihat kejauhan, sampai batas terjauh lampu kendaraan.
Benar, aku melihat ada yang sedang berdiri di pinggir jalan, aku menebaknya ada sekitar empat atau lima orang. Mereka berdiri dalam gelap.

“Ini orangnya, Pak?” tanyaku lagi.

“Iya, itu.”
Aku mengurangi lagi kecepatan yang memang sudah pelan sejak belok tadi. Beberapa saat kemudian, aku hentikan kendaraan tepat di depan orang-orang ini.
Menghitungnya lagi, benar ada empat orang, tiga laki-laki dan satu perempuan, semuanya setengah baya. Aku langsung turun lalu berjalan menuju pintu penumpang untuk membukakan pintu.
Satu persatu mereka masuk, lalu menduduki kursi kosong, tapi gak ada satu pun yang duduk di depan.

Senang rasanya melihat isi mobil yang hampir penuh, setelah dari titik keberangkatan tadi hanya terisi dua kemudian tinggal satu penumpang.
“Tujuannya masih sama, Pak?” tanyaku sambil melirik spion.

“Masih,” jawab si Bapak pendek.

Ya sudah, aku lalu mulai injak gas lagi, perlahan.
Jalanan yang sedang kami lalui ini bukan jalan utama, sudah bukan termasuk Jalan Lintas sumatera, jadi ada baberapa perbedaan, lebih sempit, aspal yang gak terlalu bagus, dan tentu saja lebih gelap, bisa dibilang merupakan jalan kampung.
Pemandangan kanan kiri hanya pepohonan rapat dengan sesekali ada perumahan penduduk yang jaraknya gak berdekatan.

Di luar gak ada angin, terlihat dari pepohonan yang nyaris semuanya gak ada pergerakan, tapi udaranya dingin, cukup untuk merasuk menembus kulit.
Jendela aku tutup sedikit lagi, hanya menyisakan ruang kecil agar asap rokok bisa ke luar.
Alamat yang sedang dituju ini seharusnya aku sudah tahu, karena ingat kalau entah kapan aku pernah masuk ke jalan ini juga, mengantar penumpang, tapi waktu itu masih ada matahari.
Kali ini situasinya sangat beda, malam hari. Dan juga tujuan penumpang ini malah lebih jauh lagi, terus masuk ke pedalaman, tapi walaupun begitu jalanannya masih bisa untuk dilewati.
“Ini masih jauh ya Pak?” tanyaku, ketika sudah mulai ada pertanyaan dalam kepala.

“Masih, nanti saya kasih tahu.”

Ada keanehan lain, di belakang sama seklai gak ada percakapan, saling diam satu sama lain padahal katanya mereka semua berteman.
Tapi lama kelamaan aku gak terlalu memikirkan itu, lebih memilih untuk fokus memperhatikan jalan karena makin lama jadi mulai menyeramkan, ditambah jalan aspal sudah berganti dengan jalan tanah sejak beberapa menit yang lalu.
Yang tadinya masih ada rumah penduduk walau jarang, sekarang sama sekali gak ada rumah atau bangunan lainnya, hanya banyak pepohonan dan semak belukar yang jadi pemandangan di kanan kiri.
Gelap? Jangan ditanya lagi, penerangan hanya berasal dari sinar lampu mobilku saja, aku yakin kalau saja lampu mobilku mati gelapnya akan sangat total, hiiiii seram.
Lalu, mau ke mana sebenarnya kami ini? Desa terakhir yang sudah pernah aku kunjungi sebelumnya sudah terlewati beberapa menit yang lalu, setelah itu sama sekali aku gak kenal daerah ini, sama sekali belum pernah ke sini sebelumnya.
“Belok kanan, ya”

Suara penumpang belakang memecah sepi, suaranya pelan tapi cukup membuat aku kaget. Gak menjawab apa-apa, aku ikuti omongannya, berbelok ke kanan.

Roda mobil terus berputar, menelusuri jalan sepi ini menembus malam.
Sekitar 50 meter setelah belokan tadi, aku melihat ada gapura lagi, sangat samar karena bentuknya sudah kusam dan sepertinya berlumut. Gak jelas, karena gelap dan sambil jalan, aku jadi gak bisa membaca tulisan yang ada di gapura ini.
Terus injak gas pelan, aku perlahan melewati gapura yang sepertinya merupakan batas suatu desa, entah desa apa.

“Berhenti..”

Tiba-tiba salah satu penumpang bilang begitu, aku langsung menginjak rem.
“Di sini, Pak?” tanyaku.

"Iya,"

Padahal kanan dan kiri jalan sama sekali gak ada rumah atau bangunan, tapi kok ada satu penumpang yang turun di sini?
Aku memutuskan untuk tetap duduk di balik kemudi, gak mau turun, agak ngeri tempatnya, makanya aku hanya menunggu si penumpang untuk turun sendiri berpatokan dengan suara pintu terbuka dan tertutup.
Tapi, tanpa melihat ke belakang, aku sama sekali gak mendengar ada suara pintu, hening aja, padahal aku sudah berhenti agak lama.

“Pak, jadi turun gak ya?” tanyaku beberapa saat kemudian, ketika menyadari kalau gak ada pergerakan.
Tapi gak ada jawaban, hening dan sepi aja. Karena itulah akhirnya aku menoleh ke belakang..

“Pak? Jadi turun gak?” tanyaku lagi sambil melihat para penumpang.
Mereka semua diam, karena gelapnya ruang aku jadi sama sekali gak bisa melihat wajah mereka satu persatu dengan jelas, gelap, hanya siluet hitam bayangan yang tertangkap mata.

“Pak?” sekali lagi aku bertanya.

Masih gak ada jawaban..
Tapiiii, aku akhirnya menemukan ada keanehan, yang mendadak membuat merinding. Gak sengaja aku menghitung penumpang itu,

1..

2..

3..

4..

Hanya ada empat penumpang..

Harusnya lima..
Ke mana yang satu penumpang lagi? sudah turunkah? kapan? karena sebelumnya sama sekali aku belum berhenti menurunkan penumpang, ke mana dia?
“Sudah turun, baru aja”

Dalam gelap, salah satu penumpang aku gak tahu yang mana, bilang begitu. Sudah turun? Kok aku gak mendengar pintu terbuka? Apa lagi melihat orangnya turun..

Mulai timbul kecemasan, siapakah yang jadi penumpangku ini sebenarnya?
“Cuma satu yang turun, Pak?” tanyaku.

“Iya,” ada yang menjawab, lagi-lagi aku gak tau yang mana.
Aku kemudian kembali menginjak pedal gas, kendaraan melaju sangat pelan, sengaja seperti itu.
Beberapa belas meter setelah mobil bergerak, aku akhirnya melihat ada bangunan, di sebelah kanan jalan, bangunan yang sepertinya merupakan rumah penduduk, tapi lagi-lagi karena gelap aku hanya bisa melihatnya dalam bentuk hitam siluet.
Setelah rumah pertama, beberapa menit berikutnya aku melihat ada rumah lagi dengan bentuk yang nyaris sama, lagi-lagi aku melihatnya dalam bentuk siluet hitam.
Nah, ketika sudah masuk ke desa ini tadi, entah kebetulan atau nggak, bulan memancarkan sinarnya cukup terang, jadinya aku agak bisa melihat sekitar agak jelas, tapi walaupun begitu aku melihat rumah-rumah di sini tetap saja gak terlalu jelas, hanya hitam.
“Di depan berhenti,” Salah satu penumpang bilang begitu.

“Di sini, Pak?” tanyaku memastikan.

“Iya,” jawab yang di belakang lagi.

Aku perlahan menginjak rem, menghentikan kendaraan.
Kali ini aku melirik spion, coba memperhatikan pergerakan di belakang, dan menajamkan pendengaran supaya bisa mendengar suara pintu kalau dibuka dan ditutup.
Gelap, tapi aku masih bisa melihat belakang, pergerakannya terlihat, salah satu penumpang memang bergerak menuju pintu. Tapi, beberapa belas detik kemudian, yang padahal aku menunggu suara pintu terbuka, ternyata gak ada!, sama sekali gak ada suara pintu!
Tiba-tiba, “Sudah, Pak”, nah, apa lagi ini?
Sontak aku menoleh ke belakang, ternyata benar, hanya tinggal tiga penumpang. Gimana caranya penumpang tadi turun? Karena pintu sama sekali gak terbuka.

Di sini aku mulai makin ketakutan aku makin merasa kalau ini ada yang aneh..
Gak menunggu perintah lagi, aku langsung injak gas, kali ini agak cepat..
Masih sama, kanan kiri masih sangat sepi, dengan rumah-rumah hitam terlihat beberapa kali di kanan kiri, sungguh merupakan desa yang sangat aneh, seram, karena aku baru sadar kalau dari awal tadi sama sekali gak ada lampu yang menyala, gelap semuanya.

***
Di tengah-tengah memperhatikan keanehan di luar, aku terkejut ketika ada tangan dingin yang memegang pundakku!
“Saya berhenti di depan ya,” begitu kata sang pemilik tangan.

Nah, kali ini ada yang beda, karena aku mencium aroma wangi menyerbak, sangat wangi, wangi bunga yang aku gak tahu bunga apa.
Kemudian aku berhenti, persis di depan satu rumah, yang lagi-lagi aku melihatnya sangat gelap, masih berbentuk siluet.
Ketika masih fokus memperhatikan rumah itu, tiba-tiba perhatianku berpindah, ada sesuatu yang bergerak.
Ternyata, ada sosok berbentuk manusia yang sedang berjalan, mendekat menuju rumah.

Iya, sosok itu berjalan terus dan terus, sampai akhirnya aku melihatnya masuk ke dalam rumah tanpa membuka pintunya, dia berjalan menembus dinding depan!
Tersentak, aku kaget melihatnya. Benar dugaanku, ini ada yang gak beres.

Kemudian aku perlahan menoleh ke belakang, yang aku takutkan terjadi, dugaan benar kalau penumpang sudah berkurang satu lagi, sekarang hanya tinggal dua sosok di belakang.
Kemudian lanjut lagi, gak perlahan, aku memacu kendaraan lebih cepat.

Mulai sangat ketakutan, penumpang yang aku bawa ternyata bukan sosok penumpang biasanya.
“Berhenti,” lagi-lagi salah satu penumpang bilang begitu.

Penasaran mengalahkan rasa takut, setelah mobil berhenti aku langsung menoleh ke belakang, aku ingin tahu bagaimana caranya mereka ini turun kendaraan.
Aku memperhatikan dua sosok ini, dan benar, salah satunya kemudian bangkit dari duduk lalu mendekati pintu.
Tahu apa yang aku lihat? Ternyata, penumpang ini turun kendaraan dengan cara menembus pintu, tanpa membukanya sama sekali!
Tuhan! Aku ketakutan, ternyata penumpangku bukan manusia..
Penumpang yang turun kali ini juga sama, dia langsung berjalan menuju salah satu rumah yang ada di sebelah kiri, lalu masuk dengan menembus pintu!
Tinggal ada satu penumpang, injak pedal gas, cukup cepat aku memacu kendaraan, bergerak menembus gelapnya desa mengerikan ini, tujuannya ke mana? Aku gak tahu, aku cuma mau keluar dari desa ini secepatnya, walau gak tentu arah.
Tapi, masih ada satu sosok lagi di belakang, sosok penumpang terakhir!
Nah, ketika aku masih berkonsentrasi memperhatikan jalan dalam kecemasan, tiba-tiba tercium bau yang sangat wangi, lagi-lagi seperti itu.
Mencium ini, aku langsung reflek mencari tahu sumbernya.

Alangkah kagetnya aku, ternyata ketika melirik kursi sebelah kiri, sudah ada yang sedang duduk di situ, duduk di sebelahku persis!
Sosok perempuan, ini penumpang yang benar tadi aku melihatnya ketika naik. Namun kali ini beda, wajahnya tersenyum tanpa ekspresi memandang ke depan, rambut panjangnya terurai.

Aku gemetar ketakutan, bait-bait doa melintas dalam hati, meminta pertolonganNya.
Beberapa belas detik kemudian, tangannya mulai bergerak, bergerak sampai akhirnya aku mengerti maksudnya, telunjuk tangan kanannya menunjuk ke satu arah, ke salah satu rumah. Aku langsung membawa mobilku menuju rumah itu.
Rumah biasa, dan lagi-lagi berbentuk siluet hitam. Aku menghentikan kendaraan persis di depannya.

Ada pemandangan menyeramkan, aku melihat sosok seram ini turun dengan menembus pintu mobil, sangat mengerikan karena kejadiannya hanya berjarak kurang dari satu meter di hadapan.
Setelah turun, kemudian dia berjalan mendekat ke rumah tadi, terus berjalan sampai akhirnya masuk dengan cara lagi-lagi menembus pintu!
Beberapa saat lamanya aku terkesima seperti terhipnotis, sampai akhirnya seperti ada yang menyadarkan lalu bergerak untuk membawa kendaraan cepat-cepat pergi dari tempat ini.
Setelah para “penumpang” tadi turun, aku sangat cemas kalau-kalau nantinya gak menemukan jalan keluar desa, jalan menuju jalan utama.
Tapi ternyata gak begitu, seperti ada yang menuntun, sekitar setengah jam kemudian aku sudah sampai di jalan utama, Jalan Lintas Sumatera.

Selesai..

Sungguh pengalaman yang sangat menyeramkan..

***
Hai, balik lagi ke gw ya, Brii.

Cukup sekian cerita malam ini, semoga bisa memuaskan dahaga akan cerita seram.

Sampai jumpa lagi minggu depan, tetap sehat, jaga hati dan perasaan diri sendiri serta orang lain, supaya bisa terus merinding bareng.

Salam,
~Brii~

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Brii

Brii Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @BriiStory

16 Dec 21
Sejarah panjang dan kelam sering kali terungkap dalam senyap, tergambar oleh tarikan garis seram.

Satu sudut di Lembang, tersaji horor tempat pelatihan, seorang teman coba bercerita pengalaman seramnya di sana.

Simak di sini, hanya di Briistory..

***
Waktu seperti berhenti, udara sama sekali gak bergerak, suara detik jam yang tadinya samar terdengar tetiba gak ada lagi. Dalam gelap, aku terus memperhatikan ujung tangga, menunggu kira-kira siapa gerangan yang akan turun dari lantai atas.
Sementara itu, suara yang sepertinya bunyi langkah kaki, terus saja kedengaran, makin jelas, makin dekat.
Read 101 tweets
25 Nov 21
Cadas Pangeran, satu tempat bersejarah. Ratusan tahun berusia, sahihkan kisah hitam dan putihnya, terus bergulir hingga kini.

Mamal ini, seorang teman akan menceritakan pengalamannya ketika melintasi daerah ikonik ini. Seram? Tentu saja.

Simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
Lepas dari pusat kota Jatinangor, aku akhirnya masuk ke daerah yang terlihat seperti gak berpenduduk.
Tahun 1998, Cadas Pangeran masih sangat sepi, jalan berkelok dikelilingi oleh pepohonan yang membentuk hutan, sama sekali gak ada penerangan, gelap gulita.
Read 64 tweets
18 Nov 21
Keangkeran tempat kerja kadang terpaksa harus dihadapi. Keseraman lain dimensi, sesekali menghadirkan sosok-sosok ngeri.

Malam ini, ada teman yang akan bercerita tentang seramnya pabrik tempatnya bekerja. Tahun 2001 peristiwa ini terjadi.

Simak di sini, hanya di Briistory.

***
Suara itu lagi, walaupun sudah pernah mendengar sebelumnya, tetap saja aku terkejut, tetap menoleh ke pintu walau tahu masih dalam keadaan tertutup.
Suara gesekan sapu ijuk dengan lantai, menggusur debu serta kotoran, membersihkan.

Suara sapu ini mungkin akan terdengar biasa saja kalau siang hari, tapi beda cerita ketika terdengarnya tengah malam seperti ini.
Read 85 tweets
11 Nov 21
Entah bagaimana cara dan prosesnya, berjalan lintas dimensi bisa saja terjadi. Siapa pun bisa mengalami, gak pandang bulu.

Malam ini, satu teman akan bercerita pengalaman seramnya, lintas dimensi merasakan kekacauan garis ruang dan waktu. Hanya di sini, di Briistory..

***
~Circa 2003, selatan Jawa~
Aku dan Virgo akhirnya menyerah, kami sudah gak kuat menahan kantuk.
Read 101 tweets
28 Oct 21
Banyak peristiwa menjurus seram terjadi ketika kita sedang berada di tempat asing, tempat yang belum pernah dikunjungi sebelumnya.

So, simak cerita pengalaman salah satu teman, ketika dia terdampar di losmen hantu, di jalan lintas Sumatera.

Hanya di sini, di Briistory.
***
“Ada, Mas. Gak jauh lagi, kok.”

“Besar bangunannya, Pak?”

“Gak terlalu, tapi kamarnya lumayan banyak.”

“Oh, gitu. Ya sudah, nanti saya ke sana deh, Pak.”
Kemudian Bapak pemilik warung kecil ini kembali melanjutkan kegiatannya, membereskan warung untuk menutupnya segera, aku pelanggan terakhir.
Read 96 tweets
14 Oct 21
Sering kali dalam kondisi tertentu kita terpaksa harus tinggal di satu tempat, walau sebenarnya tinggal di situ sangat menguji ketahanan nyali.

Salah satu teman akan bercerita pengalaman ketika terpaksa tinggal di salah satu apartemen.

Simak di sini, hanya di Briistory.

***
***
~Beberapa hari sebelumnya~

“Ya udah, sih. Lo nginep di apartemen gw aja dulu, sampe dapet kostan yang baru, ribet banget hidup lo.”

“Takut aku, Hes..”

“Takut apaan, deh?”

“Takut malah betah, hahahahahaha. Ntar gak pindah-pindah aku, hahaha.”
Read 97 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(