NitNot ❘ Profile picture
Mar 5 86 tweets 17 min read
SOEHARTO BUKAN ARSITEK DIA KOMANDAN TEMPUR “SERANGAN OEMOEM 1 MARET 1949”
.
.
.
-Utas panjang-

Bisa jadi, Fadli Zon adalah korban hoax. Kebohongan yg diceritakan terus & terus & kemudian seolah menjadi fakta tunggal bukanlah cerita fiktif. Itu masuk akal dalam ilmu psikologi.
Bukan tentang Soeharto tak berperan dalam serangan umum 1 maret 1949, namun strategis posisi beliau sebagai sosok di balik gagasan besar itulah yang kini sedang dikaji ulang.
Namun, konsep di kepala Fadli sudah terlanjur mengkristal. Dia sudah keburu yakin bahwa kebenaran versinya lah yang paling benar.
Itu sangat masuk akal manakala kita tahu bahwa Fadli adalah generasi yang lahir pada tahun 70 hingga 80 an. Dia lahir pada 1971 di mana glorifikasi terkait Soeharto sedang marak-maraknya pada era 80 - 90 an.
Dia terlalu sering nonton film G30S PKI dan Janur Kuning. Film G30S PKI adalah tontonan wajib, sementara film Janur Kuning adalah film heroik yang banyak disukai anak-anak seumurannya.
Tidak semua generasinya percaya pada propaganda tersebut. Mahasiswa era reformasi ‘98 yang seumuran dengannya adalah bukti itu.
Fadli, entah karena otaknya benar-benar telah tercuci atau karena sebab lain seperti kapasitas dirinya yang memang cuma pas pasan dan maka tak mampu mengurai peristiwa itu dengan jernih misalnya, hanya dia yang tahu.

"Emang Soeharto bukan arsitek dari perang itu?"
Serangan Umum 1 Maret 1949 di Jogja memang berdampak cukup besar bagi nasib Indonesia di kemudian hari. Roem Royen sebagai perjanjian yang kemudian digelar di Hotel Des Indes pada 17 April 1949 adalah akibatnya.
Kelak perjanjian itu akan mendorong diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berujung pada pengakuan Kemerdekaan Indonesia oleh Belanda dan komunitas internasional secara de jure.
Namun melihat kejadian perang pada serangan umum 1 Maret 1949 itu tanpa menoleh pada dua perjanjian sebelumnya yakni Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Renville, jelas tak akan memiliki makna luar biasa. Perang itu hanya akan dianggap sebagai perang sia-sia.
Menang dengan hanya berhasil menguasai Jogja beberapa jam saja dan namun dengan korban luar biasa banyak, bukankah itu jelas adalah kesia-siaan belaka?
Menjadi berbeda ketika akibat dari perang itu kemudian memancing digelarnya sebuah perjanjian dan perjanjian tersebut pada akhirnya memantik KMB dan konsep diakuinya Indonesia Merdeka secara de jure muncul dari sana. Itu perang dengan maksud lain. Itu perang politis.
Adakah seorang militer dengan pangkat perwira menengah terlibat proses politik?

Sepertinya, pak Harto yang saat itu berpangkat Letnan Kolonel dan menjabat sebagai Komandan Wehrkreise III yang memiliki wilayah meliputi kota Jogja dan sekitarnya,
bukan sosok tepat untuk mengambil peran politik itu. Dia adalah komandan pasukan dengan tupoksi yang juga jelas.
.
.
Faktanya, jauh sebelum itu, proses politik sudah dimulai sejak Perjanjian Linggarjati dan perjanjian Renville.
Dua perjanjian itu masih menyisakan permasalahan dan masih harus diselesaikan secara politis dengan melibatkan banyak negara lain sebagai penengah di mana PBB turut terlibat di dalamnya.
.
.
Proses politik untuk mendapatkan pengakuan dunia itu masih berjalan dan maka opsi diadakannya serangan umum 1 Maret adalah salah satu cara saja agar secara politis negara baru lahir bernama Indonesia itu mendapat perhatian dunia. Itu pekerjaan para politisi.
Dengan kata lain, hasil dari serangan umum 1 Maret kelak, itu seperti amunisi tambahan untuk negosiasi yang lebih komprehensif bagi para juru runding di meja perundingan.

"Apa hubungannya dengan perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Renville?"
Sementara Amerika Serikat sedang fokus di kepulauan Jepang, Indonesia diletakkan di bawah kendali seorang laksamana dari Angkatan Laut Britania Raya, Laksamana Earl Louis Mountbatten, Panglima Tertinggi Sekutu untuk Komando Asia Tenggara.
Pada saat itu, pasukan Sekutu telah muncul di Kalimantan, Morotai, dan beberapa bagian di Irian Jaya. Para pegawai sipil Belanda juga telah kembali ke daerah-daerah tersebut. Pada banyak area yang dulu dikuasai oleh angkatan laut Jepang,
kedatangan pasukan Sekutu segera saja menghentikan aksi - aksi revolusioner.
.
.

Tentara Australia yang diikuti pasukan Belanda dan pegawai-pegawai sipilnya, dengan cepat menguasai daerah-daerah yang sebelumnya dikuasai Jepang, kecuali Bali dan Lombok.
Karena tidak adanya perlawanan berarti, dua divisi tentara Australia dengan mudah menguasai beberapa daerah di bagian Timur Indonesia.
Tanggal 23 Agustus 1945, pasukan Sekutu dengan NICA yang turut dalam gerbong itu, mereka mendarat di Sabang, Aceh. Selanjutnya, mereka tiba di Jakarta pada 15 September 1945.
Konon selain bertugas untuk membantu Sekutu melucuti tentara Jepang yang sudah menyerah, NICA di bawah pimpinan van Mook atas perintah Kerajaan Belanda membawa kepentingan lain.

>>>
Angin surga dia hembuskan agar rakyat Indonesia tak lagi merasa sebagai jajahan semata.
Van Mook membawa perintah dari Ratu Wilhelmina terkait staatkundige concept atau konsepsi kenegaraan di Indonesia dengan sebuah persemakmuran antara Kerajaan Belanda dan Hindia atau Indonesia di bawah naungan Kerajaan Belanda.
.
.
Namun, van Mook harus gigit jari. Indonesia sudah menjadi negara berdaulat. tawaran nya di tolak. Kekacauan segera terjadi.

Indonesia yang merasa bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan maka harus diperjuangkan namun di sisi lain,
Belanda juga merasa masih berhak memiliki bekas wilayah jajahannya dulu.
.
.

Berdasarkan aturan hukum internasional, pendudukan suatu negara dalam perang tidak mengubah kedudukan hukum wilayah yang sebelumnya konon adalah alasan hukum yang mereka gunakan.
Menjadi masalah ketika kabar bahwa Van Mook tak mau berunding dengan Soekarno. Bagi Van Mook, Soekarno maupun Hatta adalah produk Jepang dan maka dia tak ingin melakukan perundingan dengan mereka.

"Koq produk Jepang?"
Kekalahan Jepang dalam perang Pasifik semakin nyata. Pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso, mengumumkan bahwa Indonesia akan dimerdekakan kelak.
Itu adalah cara licik Jepang untuk mencari dukungan rakyat Indonesia. Dari janji itu Jepang berharap tentara Sekutu akan disambut oleh rakyat Indonesia sebagai musuh.
Pada 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan dibentuknya suatu badan khusus yang bertugas menyelidiki usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Setelah dianggap cukup, pada tanggal 7 Agustus 1945 Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk PPKI. Secara simbolik PPKI dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945 di Saigon Vietnam.
Konon katanya Soekarno, Mohammad Hatta dan Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat bahkan secara khusus harus didatangkan ke Kota Ho Chi Minh Vietnam.
Jenderal Terauchi kemudian juga menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada "PPKI".
Karena alasan itulah maka pihak Belanda sempat menuduh Soekarno dan Hatta berkolaborasi dengan Jepang dan mencela bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan hasil dari fasisme Jepang dan maka Van Mook menolak untuk berunding dengan Soekarno.
Gelagat ini rupanya sudah terbaca oleh Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan Sekutu 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir yang seorang sosialis menjadi perdana menteri.
Itu terkait figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik disandingkan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda.
Terjadinya perubahan besar dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia dari sistem Presidensial menjadi sistem Parlementer telah membuat mungkin bagi hadirnya perundingan antara pihak RI dan Belanda.
Dalam pandangan Inggris dan Belanda, Sutan Sjahrir dinilai sebagai seorang moderat, seorang intelek, dan seorang yang telah berperang selama pemerintahan Jepang.
Menjelang berakhirnya tahun 1945, sejak kedatangan sekutu dan NICA, situasi keamanan ibu kota Jakarta makin memburuk. Saling serang antara kelompok pro-kemerdekaan dan kelompok pro-Belanda terjadi.

📷Alamy.com
Banyak petinggi negara mendapat ancaman. Ketua Komisi Nasional Jakarta, Mr. Mohammad Roem mendapat serangan fisik. Demikian pula, Perdana Menteri Syahrir dan Menteri Penerangan Mr. Amir Sjarifuddin yang juga nyaris dibunuh simpatisan NICA.
Karena itu pada tanggal 1 Januari 1946, Presiden Soekarno memberikan perintah rahasia kepada Balai Yasa Manggarai untuk segera menyiapkan rangkaian kereta api demi menyelamatkan para petinggi negara.
Pada tanggal 4 Januari 1946 Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta beserta beberapa menteri meninggalkan Jakarta dan pindah ke Yogyakarta sekaligus pula memindahkan ibu kota.
Perdana Menteri Sutan Syahrir dan kelompok yang saat itu pada posisi sedang bernegosiasi dengan Belanda tetap tinggal di Jakarta.

Sementara kerusuhan dan perang saling tembak selalu terjadi maka pada akhir Agustus 1946,
pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda.
.
.

Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn.
Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata pada 14 Oktober dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.
Hasil perundingan tersebut memang sangat merugikan pihak Indonesia namun karena alasan satu dan lain hal kita menerima.

Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera,dan Madura.

>>>>
Kemudian Belanda juga harus sudah meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.

Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat.
Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.

Gilanya, hasil perundingan yang sudah membuat Belanda untung pun pada faktanya tak mereka taati.
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus.
.
.

Pada tanggal 20 Juli 1947, Van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini. Dan pada 21 Juli 1947, Agresi Militer Belanda I dilancarkan.
Perang dan kekacauan itu akhirnya membuat PBB turun tangan. Pada tanggal 1 Agustus 1947, DK PBB mengeluarkan resolusi gencatan senjata.
Pada 25 Agustus, Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi yang diusulkan Amerika Serikat bahwa Dewan Keamanan akan menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda secara damai dengan membentuk Komisi Tiga Negara.
Belgia dipilih Belanda, Australia dipilih oleh Indonesia, dan Amerika Serikat disetujui kedua belah pihak.

Anehnya, pada 29 Agustus 1947, Belanda justru memproklamirkan garis Van Mook yang membatasi wilayah Indonesia dan Belanda.
Republik Indonesia menjadi tinggal sepertiga Pulau Jawa dan kebanyakan pulau di Sumatera.
.
.

Indonesia bahkan tidak mendapat wilayah utama penghasil makanan. Blokade oleh Belanda juga mencegah masuknya persenjataan, makanan dan pakaian menuju ke wilayah Indonesia.
Perjanjian Renville ditandatangani pada 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat yang berlabuh di Jakarta.
Sekali lagi kita kalah. Sekali lagi, perundingan berakhir dengan keuntungan pihak Belanda. Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia.
Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda juga mereka lakukan. Bahkan, "TNI" juga harus ditarik mundur dari banyak daerah di wilayah Jawa Barat.
Kedegilan Belanda ternyata tak hanya berhenti di situ. Meski wilayah Indonesia telah makin menyempit, mereka masih terus menekan Indonesia.
Agresi Militer kembali menjadi opsi mereka. Agresi Belanda II terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap ibu kota Indonesia di Jogja. Mereka juga menangkap Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya.
Demi menjaga keberlangsungan pemerintahan, Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara telah dibentuk sebelum penangkapan itu terjadi.
Bahkan, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, telah pula dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang berada di New Delhi.
Bahwa Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tetap tinggal dalam kota meski Belanda melakukan pendudukan, konon itu agar mereka selalu dapat berhubungan dengan Komisi Tiga Negara sebagai wakil PBB.
Artinya, perundingan terkait status Indonesia masih terus menjadi opsi bagi keberlanjutan negara ini.
.
.

Luar biasanya, pada forum internasional, Belanda justru melakukan kampanye tentang kondisi Indonesia yang sudah tak lagi memiliki pemerintahan.
Di sinilah makna politis serangan umum 1 Maret harus dibuat. Pada poin ini lah perlunya meyakinkan dunia internasional terutama Amerika Serikat dan Inggris, bahwa Negara Republik Indonesia masih eksis.
Masih memiliki pemerintahan dengan bukti adanya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dan tentu saja sekaligus bukti bahwa negara ini masih memiliki Tentara Nasionalnya sendiri.
Untuk membuktikan hal itu, untuk maksud menembus resolusi, maka harus dibuat sebuah serangan yang tidak bisa lagi disembunyikan oleh Belanda. Dan itu harus diketahui oleh United Nations Commission for Indonesia dan hingga warga dunia.
Bukan merebut Jogja untuk selamanya tapi mematahkan dominasi Belanda di Jogja meski hanya beberapa jam saja dan namun dunia harus mendengar. Itu jelas pekerjaan politik.

Adakah pekerjaan seperti ini adalah wilayah seorang perwira menengah berpangkat Letnan Kolonel?
Di samping itu, mematahkan dominasi militer Belanda di Jogja jelas bukan pekerjaan yang dapat dilakukan oleh kekuatan satu wilayah saja.
Saat itu, demi kekuatan tak mudah goyah, Jogja dikelilingi oleh wilayah penyangga militer Belanda di Surakarta dan Magelang. Sedikit lebih jauh, ada Semarang.
.
.
Artinya, setiap ada usaha penyerangan terhadap posisi Belanda di Jogja, bantuan pasukan dari Surakarta dan Magelang pasti akan cepat datang.
Artinya, ketika pasukan TNI dari Jogja ingin menyerang Belanda di Jogja, butuh pasukan yang juga mampu menghadang bala bantuan dari Surakarta dan Magelang.
Itu tentang koordinasi. Itu tentang kerja sama dengan banyak komponen pasukan di luar kewenangan seorang wehrkreis III dari Jogja saja.

>>>>
Dan data berbicara bahwa wehrkreis III adalah bawahan dari Panglima Divisi III dimana Kolonel Bambang Sugeng adalah komandannya. Divisi III memiliki wilayah meliputi Banyumas, Pekalongan, Kedu (Magelang, Purworejo, Temanggung. Kebumen, Wonosobo) dan Jogja.
Sementara Surakarta yang masuk dalam wilayah Divisi II dipimpin oleh Kolonel Gatot Subroto.
Adakah seorang komandan wehrkreis III memiliki kewenangan dapat memerintahkan pasukan yg berada Surakarta & Magelang demi menghambat pasukan bantuan Belanda dari daerah itu tanpa koordinasi dengan para Komandan Divisi yg notabene salah satunya adalah komandanya sendiri tersebut?
Di sisi lain, ketika berita itu harus disebar ke seluruh dunia, ternyata butuh pemancar radio AURI di Playen dan Wiladeg di Gunung Kidul. Bukankah itu terkait kerja sama antar matra dan butuh kewenangan pangkat dan jabatan yang lebih tinggi?
Konon Wakil Kepala Staf Angkatan Perang Kol. Simatupang adalah sosok yang turut dalam pekerjaan ini. Jabatannya sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Perang memenuhi syarat untuk melakukan kerja antar matra tersebut.

"Trus siapa arsitek dari semua ini?"
Itu jelas pekerjaan politik sekaligus militer tingkat tinggi. Pada saat itu, posisi tertinggi pada dua jabatan itu ada pada Sultan Hamengkubuwono IX dan Jenderal Sudirman yang memang sedang memimpin perang gerilya.
Baik Kolonel Bambang Sugeng sebagai Komandan Divisi III dan Kolonel Gatot Subroto sebagai Komandan Divisi II adalah bawahan langsung dari Jenderal Sudirman. Sementara dari sisi politik, posisinya sebagai Raja jelas sangat menguntungkan beliau.
Kepindahan pemerintahan Indonesia dari Jakarta ke Jogja adalah bagian dari idenya. Pada 2 Januari 1946,
Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Pakualam VIII mengirimkan surat melalui kurir yang mempersilahkan apabila pemerintah RI bersedia memindahkan ibu kota RI ke Yogyakarta atas jaminan mereka berdua.
.
.
Kepiawaian beliau berdua telah mengantar bangsa ini pada pengakuan dunia bahwa secara De Jure Indonesia telah merdeka pada Konferensi Meja Bundar sebagai kelanjutan Perjanjian Roem Royen akibat Serangan Umum 1 Maret 1949.

"Trus peran pak Harto?"
Pada perang itu, beliau jelas memberi andil besar. Dia adalah komandan perang pasukan tempur TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949 di Jogja.
Sepertinya, dia memang bukan arsitek seperti anggapan banyak pihak selama ini namun perannya jelas sangat besar.
.
.
Dan pada kajian naskah akademik Keppres No 2 tahun 2022 nama Soeharto disebut sebanyak 48 kali.
.
.
.
_____________
Ilustrasi diambil dari banyak sumber

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with NitNot ❘

NitNot ❘ Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @Leonita_Lestari

Mar 4
TOLAK PENUNDAAN PEMILU!
.
.
.

Kemarin, mereka terlihat sibuk hanya demi kasak kusuk. Pada ruang-ruang gelap dan sepi, pada lorong-lorong keangkuhan yang lama telah mereka buat, mereka berbicara sambil berbisik. Mereka menyiasati sebuah agenda.
Kelak, mereka akan berbicara bahwa tingkat kepuasan pada Presiden berada pada posisi sangat tinggi, 73,9%.

Tak cukup dengan itu, mereka juga akan menyodorkan data berasal dari sebuah penelitian komprehensif.
Konon, satu dari empat isi hasil kajiannya adalah bahwa perubahan konstitusi di 199 negara, ternyata berdampak positif dengan perkembangan demokrasi mereka.
.
.
Read 14 tweets
Feb 28
ORANG POLITIK SEBAIKNYA PAHAM GEOPOLITIK
.
.
.

Bukan melulu terkait sensitif dan maka kudu hati-hati, ini lebih terkait dengan rumitnya masalah itu ditinjau dari banyak perspektif dengan masing-masing aspek memiliki banyak simpul tak mudah diurai. Image
Ajakan mendukung Rusia dengan alasan bahwa Barat dengan AS sebagai motor di balik semua permasalahan ini jelas terlalu dangkal. Pun mendukung Ukraina karena Rusia dianggap telah melanggar hukum Internasional tentu juga tak semudah kita berucap.
Dan maka, bisa dibilang, tak banyak politisi kita berani bicara perkara itu secara terbuka. Image
Read 49 tweets
Feb 26
BUKAN SOAL MOBIL |anda tak mampu mencapai kecepatan itu, aturan yang ada tak memberi izin. Pada ruas jalan tol, kecepatan maksimal diizinkan adalah 100 km/jam. Di atas batas kecepatan itu anda akan dianggap melanggar dan sanksi menanti. Image
Itu batasan pertama. Itu batasan yang dengan mudah dapat dilanggar dengan banyak alasan yang dapat diperdebatkan. Soal sanksi, itu nilai relatif dan tak sama pada setiap orang.
Batasan kedua, biasanya terkait keamanan anda sendiri. Entah karena faktor mobil atau kondisi jalan, pada kecepatan 160 km/jam misalnya, anda mulai berpikir ulang untuk injak gas lebih dalam lagi. Anda mulai berhitung nyawa. Nalar mulai mengambil alih.

"Batasan ke tiga?" Image
Read 18 tweets
Feb 25
PERANG, WAJAH SURAM MANUSIA
.
.
.
.

Waktu bukan sekadar jarum jam yang terus berputar tanpa henti. Waktu, di sana ada makna uang, kesempatan dan hingga karya yang terus bergulir tanpa ujung demi mengukir makna hidup yang tiada hentinya.
Waktu hanya menjadi pengikat dan kemudian mengungkung kebebasan kita manakala kita jatuh pada makna menunggu. Menanti perintah atau komando.

Kebebasan waktu, hanya terjadi pada orang yang mampu memberikan segala karya, cipta, dan karsanya bagi semua.
Dan kebebasan waktu itu sekarang ada pada kita. Karya dan karsa Indonesia sebagai Presidensi G20 dinanti oleh dunia.
Read 50 tweets
Feb 24
SEBAIKNYA KITA BERDOA SAJA
.
.
.
.

Bila ada salah satu negara dari Eropa Barat yang akan segera merespon perkembangan di Ukraina, bukan mustahil itu adalah Jerman. Jerman bagian timur secara geografis sangat dekat dengan Ukraina dan hanya berjarak Polandia di timurnya. Image
Dan benar, di utara, Jerman langsung melakukan antisipasi dan dikabarkan telah bersiap memimpin 1.610 pasukan. Itu terdiri dari personil tentara Jerman, Norwegia dan Latvia.
Kepada Presiden Latvia Egils Levits, Kanselir Jerman Olaf Scholz berkata, Jerman punya hak untuk berperang. Pernyataan itu dia katakan pada 17 Februari 22 saat menyertai 350 pasukan dari negaranya bergabung dengan pasukan Nato yang terpusat di negara itu. Image
Read 25 tweets
Feb 23
KAREL DOORMAN PUN MENYELINAP PERGI.
.
.
SEPERTI DI UJUNG SENJA KITA MASIH TERUS BERDEBAT MENCARI JAWAB DAN SESEKALI MELIRIK PADA RUMPUT YANG BERGOYANG. SIAPA TAHU DI SANA ADA JAWABNYA.
.
.
.
.
Janjinya, sesuai kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, konon Belanda akan kembali bicara soal Papua barat. Bukan setahun atau dua tahun, bahkan hingga 10 tahun kemudian niat itu tak pernah mereka wujudkan.
Presiden Soekarno pun marah. Ide mengambil paksa beliau gaungkan. Menjadi masalah, negara ini tak memiliki alutsista memadai bagi pengambilan paksa tersebut.

Pilihan pertama, pada AS lah kita utarakan niat untuk membeli alutsista..
Read 39 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(