Kenduri merasa sudah mengerjakan banyak hal, tetapi waktu belum sampai pukul 5 petang. Agar Sabtu dan Ahad lekas berlalu, ia mesti menemukan cara yang tidak membosankan.
Maka terungkit di pikirannya tugas mata kuliah pengantar hukum Indonesia yang harus dikumpulkan Kamis depan. Masih lima hari lagi. Dus, Kenduri memutuskan, alangkah baiknya bila tugas tersebut dikerjakan hari ini demi mengisi kosong.
Ia tak menunda maunya, segera keluar kamar untuk pergi ke tempat penyewaan komputer. Lorong kamar kos tak menunjukkan denyut aktivitas. Para penghuni tentu punya kesibukannya.
Pagar depan dibuka. Ia berjalan santai. Di seberang jalan, sepasang mata lelaki asing mengawasinya dengan sinis. Kenduri sadar dirinya dipelototi, sehingga ia membalas pelototan tersebut agar si orang asing berhenti berulah.
Rental komputer bertebaran di Jalan Tohjaya 2. Namun untuk tujuan buang-buang waktu, Kenduri memilih berjalan jauh, kalau perlu sejauhnya yang ia bisa tempuh. Ujung Jalan Tohjaya 2 berada di pertigaan. Ke kiri jalan besar dan pintu utama kampus, lurus ke Jalan Ken Dedes.
Di Jalan Ken Dedes lebih banyak lagi penyewaan komputer, karena letaknya persis di belakang universitas. Kalau berangkat dan pulang kuliah Kenduri juga senang lewat sini, masuk dan keluar melalui pintu belakang.
Di Jalan Ken Dedes juga banyak berdiri warung makan, toko kelontong, toko alat tulis, dan kebutuhan lainnya. Jadi, ini jalur yang penting dan ramai.
Namun, pada Sabtu dan terutama Ahad Jalan Ken Dedes sepi, mengikuti liburnya kegiatan civitas akademik. Kecuali untuk beberapa alasan toko, warung, dan penyewaan komputer tetap beroperasi.
Kalau ditelusuri lagi, 300 meter ke depan Jalan Ken Dedes akan berakhir dengan jalan lain, yakni Jalan Tunggul Ametung. Walau lebarnya sama, aktivitasnya kurang bergairah dibanding Ken Dedes.
Kenduri mengarahkan kakinya ke Tunggul Ametung, lurus lagi seratus meter sampai bertemu gang satu mobil di sisi kanan. Ia berbelok ke situ. Namanya Jalan Arok. Sempit dan pendek, dan di ujungnya ada jalan ke kanan yang sempitnya serupa bernama Jalan Ken Endok.
Agak-agaknya pencetus jalan di daerah ini tidak terlalu mendukung kekuasaan politik Arok. Namun, perkara sejarah ini tidak terlalu penting bagi Kenduri.
Ia berhenti di satu kios kecil dengan tiga monitor dan dua printer. Di sinilah ia bisa mendapatkan sebuah rental komputer yang tenang, murah, dan komputernya sudah dipasangi Windows 2000.
Lelaki yang menjaga rental komputer sigap menanyakan apa keperluan Kenduri. Setelahnya ia pun menyiapkan satu unit komputer serta kursi. Sejak itu Kenduri duduk menyibukkan waktunya dengan buku dan ketak-ketik.
Sebenarnya ia lebih banyak menyalin mentah-mentah teori-teori dan pendapat-pendapat dari buku ke dalam makalah. Teori keadilan, misalnya, apa yang dikutip pengarang buku dari Grotius, ia tulis sejadi-jadinya.
Yang seperti ini memang efektif. Mahasiswa tingkat pertama pada umumnya belum pandai menulis—dan sebagian mereka tak kunjung pandai sampai lulus. Jadi, buat apa menyusahkan diri dengan soal-soal yang belum waktunya.
Di samping alasan lain, yaitu mengetik butuh biaya. Sewa komputer per jam 1.000 rupiah—kebanyakan sudah naik 1.500. Walau tanpa argo, waktu jalan terus, dan setiap jam ada perhitungannya.
Bayangkan begini, kalau satu makalah terlalu diseriusi, dengan kemampuan menulis yang memprihatinkan, maka ia baru akan selesai dalam tiga jam.
Bagaimana bila satu semester ada delapan mata kuliah, satu mata kuliah dua tugas makalah, tentu biayanya semakin gendut. Dan setiap penambahan biaya tugas kuliah berakibat serius pada semakin kurangnya uang makan.
Dengan kebijaksanaan semacam itu Kenduri menyelesaikan tugasnya dalam 90 menit. Ia harus membayar sewa komputer 2.000—jadi 1.500 setelah ditawar—selain ongkos cetak. Penjaga rental komputer lalu memberikan selembar kupon.
"Gratis satu jam?"
"Begini, kami baru membuka warnet di Ken Dedes. Dengan kupon ini bisa dapat diskon 50 persen untuk kunjungan pertama."
"Warnet?"
"Betul. Warung internet."
Kenduri berterima kasih atas pemberian itu. Ia sangat mengerti dengan istilah internet, jadi, kupon itu bakal dipakainya lain waktu.
Usai mengerjakan tugas Kenduri singgah di toko alat tulis untuk mem-fotocopy makalah. Selagi menunggu, seorang lelaki menegurnya sopan. Reby.
"Hei," sahut Kenduri sekadarnya.
"Aku bisa melihat mahasiswa yang akan lulus tujuh semester," goda Reby.
Kenduri melirik, "Apa itu sulit?"
"Setidaknya bagiku."
Pegawai toko mendekati Kenduri untuk menanyakan keperluannya lalu ia kembali berurusan dengan mesin.
"Kakak sepertinya suka terlihat di banyak tempat," sindir Kenduri untuk Reby.
"Sebab aku gampang bosan."
"Dan untuk mengusir bosan caranya dengan mengajak orang asing mengobrol?"
Reby terpingkal, "Apakah aku masih orang asing buatmu?"
"Jangan pernah percaya pada pria yang mengajakmu bicara di akhir pekan."
Reby terpingkal lagi dengan suara yang memancing orang-orang untuk menoleh. Bersamaan itu pegawai fotocopy telah menyelesaikan salinan makalah Kenduri. Gadis itu pun segera membayar pesanannya.
Kemudian Reby berkata, "Adakah lanjutan dari kata bijak itu?"
"Tentu."
"Aku ingin mendengarnya."
"Aku mau pulang."
"Mana kata-kata bijaknya?"
"Itu," sahut Kenduri dingin. "Setiap gadis lebih baik menyendiri pulang daripada percaya dengan pria asing yang mengajaknya bicara di akhir pekan."
Reby tak menginginkan Kenduri lepas begitu cepat sebab ia punya sesuatu yang penting. Namun perempuan muda, kurus, dan berkulit cokelat itu berjalan seperti angin. Reby mencoba menyusulnya dengan bujuk rayu yang diucapkannya serius, tetapi upayanya pada akhirnya sia-sia saja.
Kenduri semakin jauh perginya. Di Jalan Tohjaya 2 ia berpaling ke belakang guna memastikan bahwa ia tidak dikuntit. Dan Reby tidak lagi terlihat.
Jam 8 malam lewat Kenduri tiba di kosnya. Buka pintu. Di kursi tamu Nasikhin tengah membaca koran. Kedatangan Kenduri tak mengusik lelaki tua itu sedikit pun, maka sebaliknya pun begitu, Kenduri bersikap cuek.
Namun baru sekali melangkah, seekor kucing berbulu abu-abu berlari dari dalam. Kenduri mengira kucing itu ingin keluar. Jadi, ia membuka pintu untuk jalannya. Dan si abu-abu pun melesat kencang. Sesudahnya Kenduri langsung menutup pintu.
Akan tetapi sesudah itu pandangnya tak sengaja berhenti di pagar. Tampak seorang lelaki berdiri di luar. Dari celahnya cukup jelas untuk meyakinkan Kenduri bahwa dia adalah Reby.
-Bersambung-
Silakan yang mau baca duluan. Suddah tamat 28 bab di Karyakarsa. Terima kasih untuk dukungannya. karyakarsa.com/Creepylogy/rub…
Akhir pekan akan terasa lebih panjang bagi siapa yang tidak punya rencana cukup baik. Demikian yang dirasakan Kenduri. Dua hari tersebut selalu menyebalkan karena ia tidak pernah tahu cara melewatkannya dengan baik.
Rumah kos nomor 29 tak berbeda siang maupun malam. Sepi. Bahkan terasa lebih sepi dari lorong rumah sakit di malam hari. Hanya sewaktu-waktu terdengar siaran radio atau musik, dan musik yang diputar pun musik aneh, seperti lagu mengandung kepedihan juga keputusasaan.
Kenduri tidak langsung keluar dari bilik telepon. Ia tak habis pikir dengan tingkah bapaknya yang di luar nalar dan iman. Menurutnya bukan waktunya lagi orang segaek itu bermain-main dengan klenik.
Ada legenda hantu di suatu kampung di Jawa Barat yang menurut gue menarik banget. Saking menariknya gue jadi begitu semangat mematahkan mitos tersebut langsung di depan para penduduk kampung tersebut.
Th 2010 gue main ke rumah salah seorang kawan lama. Keasyikan ngobrol sampai malam, ya sudah, nginap sekalian. Kawan gue yg ini random. Gitaris, suka nyari biawak, sering jualin onderdil motor jadul, demen ngulik Fathul Bari & saat itu baru bisnis rotan & sampah sekaligus. Ajaib.
Seperti yang berlaku pada umumnya, pergaulan menjadi kebutuhan mendasar yang wajib dipenuhi mahasiswa baru. Anak-anak muda yang wajahnya masih polos itu gemar bergerombol, dari satu tempat ke tempat lain, seolah-olah rasa percaya diri mereka minggat begitu saja.