Sebelum mulai, saya mau memberitahukan bahwa perjalanan menuju Desa Setan akan segera dilakukan bulan depan. Jadi, siapkan uang untuk membeli tiketnya! πππ»
Andi bergegas lari ke arah kamar, tetapi tak dia dapati apa yang dicari.
"Ibu? Ke mana Ibu?"
Mendengar suara tangisan Dian, Andi tersadar, dan secepat mungkin kembali ke tempat wanita yang merawat ibunya.
"Apa yang terjadi? Ke mana Ibu?" tanyanya panik pada Dian.
Dian menceritakan saat dia kembali dari menyiapkan air hangat untuk membersihkan tubuh Bu Sri, ibu dari Andi itu sudah berdiri tegak sambil tersenyum dengan ekspresi menakutkan. Namun, bukan itu penyebab tubuh wanita muda yang ada di hadapan Andi sekarang bergetar hebat.
"I-i-ibu Anda melangkah mendekat ... ke arah saya, l-l-lalu berbisik dengan suara menyeramkan seorang pria."
"Apa katanya?"
"D-d-dia bilang ...," ucap Dian menggantung.
"Apa?" tanya Andi kembali dengan suara meninggi.
"Jangan menahanku jika kau tak ingin mati!"
Andi membelalak. "Dia mengancammu?"
Dian mengangguk.
"Lalu apalagi yang terjadi setelahnya?"
"S-s-setelah itu ... dia berlari ke arah dapur, dan pergi keluar rumah dari pintu belakang," jelas Dian sambil terisak.
Andi menghela napas, lantas membuangnya kasar, lalu jatuh berlutut.
"Maafkan saya tak bisa menahannya." Dian menyesali ketidakmampuannya menjaga amanah Andi.
"Pulanglah," ucap Andi lemah, membuat Dian menatap matanya.
Andi tak marah dengan Dian, dia paham yang Dian rasakan, tetapi kini bertambah lagi masalahnya.
"Saya tidak marah denganmu, hanya saja saya tak ingin kamu ikut menjadi korban selanjutnya."
Dian sedikit bernapas lega, ucapan Andi setidaknya mengurangi rasa bersalahnya, meski tak membuatnya hilang sepenuhnya.
"Saya tak bisa lepas tangan. Saya mau membantu mencari ibu Anda," jawab Dian yang mulai mampu menahan tangisnya.
Andi ingin menolak niat baik Dian, tetapi dia mengurungkannya setelah melihat tatapan memohon Dian.
"Tetapi ... ke mana kita akan mencari ibu Anda?"
Keduanya lantas terdiam, merenung memikirkan jawaban atas pertanyaan Dian. Semakin merenung, semakin mereka tak menemukan jawabannya.
"Tak ada pilihan lain," ucap Andi membuat Dian kembali menoleh ke arahnya. "Pak Ujang! Kita harus ke rumahnya lagi!"
"Sungguh?"
"Masih ada kesempatan untukmu pulang."
Dian menunduk. Ucapannya ingin membantu mencari ibu Andi itu sungguh-sungguh, tetapi pergi ke rumah dukun sakti di malam hari menurutnya bukan ide yang bagus.
"Tunggu!" Andi sudah hampir keluar pintu depan saat Dian menghentikannya. "Saya ikut!"
Berboncengan menggunakan sepeda motor Andi, mereka berdua menerobos jalanan desa yang mulai menggelap dan sepi karena sudah Magrib, tak ada yang masih terlihat berada di luar rumah, pun pos ronda masih kosong.
"Boleh saya bertanya?" Andi membuka obrolan selama di perjalanan.
"Boleh."
"Saya belum lama mengenalmu, tak seperti Ibu. Kenapa kamu sebegitu peduli dengannya?"
Dian menghela napas. Pertanyaan Andi membuatnya mau tak mau membuka luka lama. Soal kejadian yang menimpanya di hari-hari pertama dia bekerja di Puskesmas Kendawangan.
"Dian? Kamu dengar?" Andi bertanya kembali.
"Seandainya tidak ada Bu Sri-ibu Anda-mungkin saya tidak ada lagi di dunia ini," jawab Dian lirih.
"Maksudmu?"
Dian menghela napas pelan, lalu mengembuskan perlahan. "Bu Sri menggagalkan upaya bunuh diri saya."
Mendengar hal itu, Andi memelankan laju kendaraannya.
"Maaf, tapi ... kenapa kamu mau bunuh diri?"
Dian membisu, tak keluar sepatah kata lagi dari mulutnya hingga beberapa menit berlalu, membuat Andi paham bahwa yang ditanya tak ingin menjawab pertanyaan tersebut.
"Baiklah, tak perlu menjawab jika itu mengusik-"
"Saya diperkosa oleh anak tante Anda," ucap Dian dingin, memotong ucapan Andi, membuat Andi menepi dan mematikan mesin motornya.
"Rusli memerkosamu?" tanya Andi yang kini menatap ke mata Dian.
Dian menarik bibir ke dalam mulutnya. Matanya kembali berair setelah tak lama menumpahkan air mata.
"Rusli-anak Bik Nur-melakukannya?"
Dian mengangguk pelan.
Apa yang Dian sampaikan membuat Andi terkejut, sebab cerita yang dia dengar dari ibunya, Rusli dipenjara karena kedapatan mencuri di rumah warga.
"Apa karena itu?" gumam Andi menghubungkan masalah Rusli dengan apa yang menimpa ibunya.
"Siapa yang melapor hingga Rusli dipenjara?"
"Bu Sriβibu Anda," jawab Dian, membenarkan dugaan Andi sebelumnya.
Andi memejamkan mata, lantas menunduk. Kini dia paham kenapa Bik Nur tega melakukan hal tersebut kepada ibunya.
Dalam diam Andi menyalakan mesin motornya kembali. Melaju ke arah tujuan semula.
Hatinya disesaki dengan rasa marah kepada bibinya itu, marah karena membuat ibunya menderita sebab kelakuan anaknyaβRusliβyang memang biadab.
Akhirnya mereka tiba di halaman rumah Pak Ujang. Andi menyadari ada sesuatu yang berbeda dari kunjungan dia sebelumnya ke rumah itu.
"Dia pergi dari sini?" gumam Andi melihat pintu rumah Pak Ujang yang terbuka lebar, ditambah tak ada satu pun lampu yang menyala, hanya cahaya bulan yang membantu penglihatan mereka.
Andi turun dari motornya setelah meminta Dian untuk turun terlebih dahulu.
"Tunggu di sini," pinta Andi pada Dian yang terlihat menahan rasa takut.
"Di sini? Tidak ikut denganmu?"
"Saya hanya memastikan keadaan sebentar, jika sudah aman saya akan memanggilmu."
Meski enggan melakukannya, Dian tak menolak, dia tak ingin membebani pikiran Andi.
"Baiklah," ucap Dian.
Pelan Andi melangkah, menghindari ranting dan dedaunan yang berserakan di tanah dengan hati-hati selama menuju rumah sang dukun. Keringat di dahinya terasa dingin oleh angin malam yang menerpa wajahnya.
Tak lama dia pun sudah berdiri di bawah palang pintu rumah Pak Ujang, menyalakan lampu senter di ponselnya, dan menyorot ke dalam rumah.
"Tak ada siapa pun," gumamnya setelah menyorot cahaya sentar ke seisi rumah.
"ANDI!!"
Suara teriakan yang nyaring itu, membuat Andi menoleh ke arah wanita yang dipintanya menunggu di dekat motor.
"DIAN!" teriak Andi yang melihat Dian sudah berada dalam dekapan sosok kuntilanak bergaun hitam.
"TOLONG!!" teriak Dian sebelum dirinya dibawa terbang dan menghilang dalam gelapnya malam oleh sosok itu.
Andi ingin berlari mengejarnya, walau mustahil untuk merebut Dian kembali. Namun, kakinya tak bisa digerakkan, bukan karena kelu, tetapi ada tangan dari yang menahan kedua kakinya dengan sangat kuat.
"Tak sopan jika baru saja datang bertamu, sudah mau langsung pergi."
Andi menoleh perlahan ke arah belakang, ke dalam rumah, dan mendapati Pak Ujang berdiri dengan melipat tangan di dada.
"Ya, ini aku-si tuan rumah-bukan sosok yang menahan kakimu itu," ucapnya dengan tatapan mengarah ke lantai tempat Andi berdiri.
Andi yang penasaran, mengikuti arah tatapan Pak Ujang, dan betapa terkejutnya dia melihat sosok yang menahannya.
Bersambung.
Sampai ketemu di bab selanjutnya.
Jangan lupa RT dan love-nya, biar saya secepat kilat melanjutkan kisahnya. πππ»
Oh, ya! Judul babnya salah, ini harusnya judul untuk bab 11, jadi saya koreksi di sini saja.
TUJU
(BAB 10: menGhilang)
β’ β’ β’
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Mohon maaf baru sempat melanjutkan. Kemarin 1 mingguan saya sakit ISPA, jadi enggak bisa konsen mikirin alur cerita. Juga saya sudah mulai promosi novel Desa Setan yang akan mulai Open PO tanggal 23 Februari sampai 9 Maret nanti.
Langsung saja.
Ustaz Arifin dan Dian tiba di desa. Kemunculan mereka membuat heboh warga, sebab kabar tentang Ustaz Arifin disekap oleh Pak Ujang sudah tersebar sejak pagi.
"Jadi semua itu benar, Pak?" tanya Pak Karyo, mereka kini tengah berbicara di ruang tamu rumah Ustaz Arifin.
Udah nonton series From? Kalau belum silakan nonton bagi pecinta film horor-fiksi ilmiah-misteri.
From berkisah tentang sebuah kota yang bisa dimasuki tetapi tak bisa ditinggalkan. Masalahnya bukan hanya di sana, tetapi mereka yang ada di dalamnya diteror sosok hantu/monster
-yang hanya keluar saat hari sudah mulai malam.
Mereka yang ada di dalamnya bertahan hidup dengan mengurung diri di rumah yang sudah dalam perlindungan jimat saat malam hari. Jika mereka melakukan itu, mereka akan aman. Namun apakah semudag itu? Tentu tidak!
Sosok hantu/monster itu menjelma menjadi seseorang yang kita kenal, sayangi, cintai, dan mereka akan memengaruhi pikiran kita untuk membuka pintu atau jendela agar mereka bisa masuk lalu menyantap kita dengan sadis.
Serie ini berjumlah 10 episode dan sepertinya akan ada season 2
Alhamdulillah akhirnya buku antologi bersama Gol A Gong sampai di tangan, buku yang berisi kumpulan fiksi mini dari banyak penulis yang rata-rata guru di Indonesia.
Sebenarnya sudah sampai tanggal 18 Desember tahun lalu, hanya saja dikirimnya ke alamat orang tua di kabupaten, dan baru sempat dikirim ke saya kemarin.
Menurut saya harganya cukup murah, karena masa Open PO kemarin hanya dibanderol di harga 80-an dengan jumlah halaman 300-an.
Akan tetapi, yang terpenting bukan harganya, tetapi banyak cerita yang bisa dibaca, dan banyak pesan di dalamnya.
Terima kasih sudah membaca dan mendukung cerita Desa Setan sejauh ini. Jujur saya sangat tak menyangka responnya akan seperti ini, dari akun Twitter saya yang sepi dan hanya punya 49 follower selama 2 tahun, akhirnya hampir mencapai 700 follower.
Setelah ini saya akan fokus melanjutkan cerita TUJU hingga selesai, dan akan saya TAMATKAN DI SINI sebagai ungkapan terima kasih kepada kalian.
Bab ini jadi bab terakhir yang boleh saya bagikan, jika kalian penasaran dengan nasib Retno & Wawan, tunggu presalenya bulan depan. π