Jangan lupa untuk retweet, love, dan komentarnya, karena itu sangat berarti.
Terima kasih. 😁🙏
Pak Ujang tertawa melihat keterkejutan Andi, terlebih melihat wajah kasihannya melihat sang ibu yang sedang dirasuki makhluk utusannya.
"KAU APAKAN IBUKU? TOLONG HENTIKAN!" teriak Andi pada Pak Ujang, memecah sunyi di tempat itu, lantas kembali berjongkok, mengguncang-guncang bahu ibunya, mencoba menyadarkannya.
"Percuma, ibumu tak akan sadar begitu saja selama aku tak memerintahkan makhluk yang ada di dalam tubuhnya tuk keluar," jelas Pak Ujang penuh kesombongan.
Air mata tak henti-hentinya keluar dari mata Andi. Tatapan ibunya yang biasanya lembut, kini terasa mengerikan dan mencekam. Raut wajah yang biasanya ramah, terlihat bengis sekarang.
"Hentikan sekarang ... saya mohon hentikan," pinta Andi dengan nada memelas.
"Ha-ha-ha ... akhirnya kau melembut juga di hadapanku! Sudah putus asa?"
"Ambil saja nyawaku jika bisa, jangan Ibu! Kumohon ...."
Pak Ujang terdiam, menatap serius ke arah Andi. Lalu mengatakan pada Andi bahwa dia tak bisa melakukan itu, sebab bibinya Andi, adik ibunya, menginginkan Bu Sri sebagai korbannya.
Mendengar keinginan bibinya itu, amarah Andi kembali tersulut.
"Perempuan jahanam itu! Dia tega melakukannya hanya karena Ibu membuat anaknya yang seperti binatang dipenjara?"
Pak Ujang mengangguk. "Ya! Itu yang dia jadikan alasan, tetapi ada hal lain yang menjadi pemicunya."
Andi mengernyit. "Hal lain?"
"Dendam lama! Dendam seorang adik atas kakaknya yang selalu mendapatkan perhatian lebih dari orangtuanya. Dendam seorang adik yang selalu dinomorduakan.
Bahkan parahnya, nenek dan kakekmu memberikan rumah mereka sebagai warisan untuk ibumu sebelum mereka meninggal, tak memberikan sedikit pun peninggalan untuk bibimu itu!"
Andi terhenyak mendengar ucapan Pak Ujang, ternyata bukan hanya karena alasan anak Bik Nur, tak sesederhana itu, tetapi tetap saja Andi merasa hal itu bukan salah ibunya.
"Saya tak tahu akan hal itu, Nenek dan Kakek sudah meninggal sebelum saya lahir. Andaipun benar, bukan berarti Bik Nur bisa melakukan semua ini karena hal itu!"
Pak Ujang tertawa terbahak-bahak. "Aku setuju denganmu! Tetapi aku hanya menjalankan tugas dari mereka yang memakai jasaku. Terlebih aku menyimpan rasa pada bibimu yang hina itu!"
Andi terdiam, tak mengira pria di hadapannya akan berkata seperti itu.
Jauh dari rumah Pak Ujang, Dian yang sebelumnya dibawa oleh sosok kuntilanak, kini mendapati dirinya berada di sebuah pohon besar di tengah hutan.
Dian memegang kepalanya yang terasa berat dan pusing. Bulu kuduknya berdiri saat mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. Tak pernah dia bayangkan akan melihat makhluk mengerikan tersebut, terlebih dirinya dibawa terbang melintasi langit malam yang kelam.
"Kenapa? Kenapa aku?" gumam Dian dengan suara lirih.
Diselimuti rasa takut luar biasa, Dian mengeluarkan ponsel di saku celananya, menyalakan lampu senter tuk melihat ke sekelilingnya, tetapi tak terlihat apa pun selain dirinya di sana, membuat air mata membasahi wajahnya yang pucat pasi.
Dian mencoba menghubungi nomor Andi, tetapi tak ada sinyal di tempat dia berada, dia pun memasukkan ponselnya kembali ke saku celana.
"Kenapa aku?" gumamnya lagi dengan suara parau.
"Tolong saya, tolong keluarkan saya," balas suara itu agak lebih keras sekarang.
Dian melihat ke sekitar kembali, mencoba menemukan sumber suara yang dia dengar. Dia terdiam sesaat saat menyadari suara itu berasal dari dalam sumur yang tak jauh darinya.
"Tolong ...," mohon suara itu lagi, memecah lamunan Dian yang masih menimbang-nimbang untuk mendatangi asal suara, sebab dia masih tak yakin yang meminta tolong itu manusia.
"Tolong Bapak, Andi ...."
Mata Dian membulat ketika mendengar nama Andi disebut.
"Siapa itu sebenarnya?" tanya Dian dengan suara yang lebih keras sekarang.
"A-a-ada orang di atas sana?"
"Ya, tapi siapa Anda?"
'Saya Arifin! Ustad Arifin!" jawab suara itu lagi.
Mendengar hal tersebut Dian bangkit, mengeluarkan ponselnya kembali tuk menyalakan lampu senter, lalu dengan rasa takut yang masih tersisa, dia melangkah ke arah sumur.
Dian bernapas lega saat melihat siapa yang ada di dalam sumur. "Pak Ustad!" serunya.
Pria yang tubuhnya disorot oleh cahaya senter, tersenyum lega. "Ya, ini saya! Bisa tolong saya keluar dari sini?" tanya Pak Ustaz penuh harap.
Dian menyorot ke sekitar, mencari sesuatu yang bisa membantu Pak Ustaz keluar dari dalam sumur, tetapi dia tak menemukannya.
"Boleh tunggu sebentar Pak Ustad?"
Ustaz Arifin mengangguk. "Baiklah, saya tunggu."
Dian melangkah menjauh dari sumur, cahaya senter dari ponselnya diarahkan ke sembarang tempat, tujuannya menemukan tali, tali yang cukup kuat dan besar untuk dipanjat oleh pria dewasa.
"Di mana? Di mana aku bisa menemukannya?" gumam Dian.
Tak lama terdengar suara benda jatuh ke tanah di dekatnya, membuatnya terkejut.
Rasa takut dan penasaran menjadi satu di pikirannya kini, diperparah oleh bisikan di telinganya yang meminta Dian untuk melihat ke arah suara tersebut. Dian mencoba mengabaikannya, tetapi semakin diabaikan, suara bisikan itu berubah menjadi semakin nyaring di telinganya.
"Baik ... baik .... Siapa pun kamu, aku akan menuruti maumu!"
Dian akhirnya menyerah, dan mengikuti keinginan si pembisik. Dia melangkah menuju ke sebuah pohon di mana terdengar benda menghantam tanah tadi.
"Tali tambang?" ucapnya tak percaya saat melihat benda yang menjadi sumber suara itu.
Dengan perasaan lega, Dian memungut tali tambang itu, lalu meninggalkan tempat tersebut, kembali ke sumur di mana Ustaz Arifin berada.
Dari atas pohon, sosok kuntilanak bergaun hitam yang membisikkan Dian tersenyum lega, lantas menghilang. Ya, kuntilanak bergaun hitam yang membawa Dian sesungguhnya tak bermaksud jahat, dia membawa Dian agar tak terjebak di rumah sang dukun bersama Andi.
Bahkan tali tambang yang Dian bawa, adalah tali tambang yang dia ambil dari rumah Pak Ujang.
"Alhamdulillah. Terima kasih sudah membantu saya keluar," ucap Ustaz Arifin sesaat setelah dia berhasil keluar dari dalam sumur.
"Sama-sama."
"Tapi, bagaimana kamu bisa tahu saya ada di sini?" tanya Ustaz heran.
"S-s-saya juga tak mengerti, Pak Ustad. Ada makhluk yang membawa saya kemari saat saya berada di halaman rumah Pak Ujang."
"Kamu ke rumahnya? Sendiri?"
Dian menggeleng. "Saya bersama Andi, tetapi sepertinya saat ini Andi sudah berada di rumah Pak Ujang," jelas Dian.
"Astaghfirullah .... Kita harus segera kembali ke desa, meminta bantuan warga untuk menyelamatkan Andi. Karena apa yang menimpa saya, Pak Ujang pelakunya.
Dian mengangguk. "Saya paham, Pak Ustad. Mari kita meninggalkan tempat mengerikan ini."
Bersambung.
Doakan kelanjutan ceritanya bisa segera saya up. Bantu retweet, love dan komen. 😁
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Mohon maaf baru sempat melanjutkan. Kemarin 1 mingguan saya sakit ISPA, jadi enggak bisa konsen mikirin alur cerita. Juga saya sudah mulai promosi novel Desa Setan yang akan mulai Open PO tanggal 23 Februari sampai 9 Maret nanti.
Langsung saja.
Ustaz Arifin dan Dian tiba di desa. Kemunculan mereka membuat heboh warga, sebab kabar tentang Ustaz Arifin disekap oleh Pak Ujang sudah tersebar sejak pagi.
"Jadi semua itu benar, Pak?" tanya Pak Karyo, mereka kini tengah berbicara di ruang tamu rumah Ustaz Arifin.
Udah nonton series From? Kalau belum silakan nonton bagi pecinta film horor-fiksi ilmiah-misteri.
From berkisah tentang sebuah kota yang bisa dimasuki tetapi tak bisa ditinggalkan. Masalahnya bukan hanya di sana, tetapi mereka yang ada di dalamnya diteror sosok hantu/monster
-yang hanya keluar saat hari sudah mulai malam.
Mereka yang ada di dalamnya bertahan hidup dengan mengurung diri di rumah yang sudah dalam perlindungan jimat saat malam hari. Jika mereka melakukan itu, mereka akan aman. Namun apakah semudag itu? Tentu tidak!
Sosok hantu/monster itu menjelma menjadi seseorang yang kita kenal, sayangi, cintai, dan mereka akan memengaruhi pikiran kita untuk membuka pintu atau jendela agar mereka bisa masuk lalu menyantap kita dengan sadis.
Serie ini berjumlah 10 episode dan sepertinya akan ada season 2
Alhamdulillah akhirnya buku antologi bersama Gol A Gong sampai di tangan, buku yang berisi kumpulan fiksi mini dari banyak penulis yang rata-rata guru di Indonesia.
Sebenarnya sudah sampai tanggal 18 Desember tahun lalu, hanya saja dikirimnya ke alamat orang tua di kabupaten, dan baru sempat dikirim ke saya kemarin.
Menurut saya harganya cukup murah, karena masa Open PO kemarin hanya dibanderol di harga 80-an dengan jumlah halaman 300-an.
Akan tetapi, yang terpenting bukan harganya, tetapi banyak cerita yang bisa dibaca, dan banyak pesan di dalamnya.
Terima kasih sudah membaca dan mendukung cerita Desa Setan sejauh ini. Jujur saya sangat tak menyangka responnya akan seperti ini, dari akun Twitter saya yang sepi dan hanya punya 49 follower selama 2 tahun, akhirnya hampir mencapai 700 follower.
Setelah ini saya akan fokus melanjutkan cerita TUJU hingga selesai, dan akan saya TAMATKAN DI SINI sebagai ungkapan terima kasih kepada kalian.
Bab ini jadi bab terakhir yang boleh saya bagikan, jika kalian penasaran dengan nasib Retno & Wawan, tunggu presalenya bulan depan. 😁
Sebelum mulai, saya mau memberitahukan bahwa perjalanan menuju Desa Setan akan segera dilakukan bulan depan. Jadi, siapkan uang untuk membeli tiketnya! 😁👍🏻