Ada perkataan sederhana dalam psikologi kejahatan. Apabila engkau merasa dalam ancaman kejahatan, jangan beranjak ke tempat yang semakin jauh dari keramaian. Kenduri telah melalaikan satu hal itu, atau karena memang ia tidak tahu.
Sekarang keadaannya kian tersudut dan ia sangat dirugikan oleh keputusannya. Menurut hukum biologis, cuma soal waktu hingga dia terpaksa harus keluar. Sedangkan Reby punya pekerjaan yang jauh lebih ringan, hanya menunggu, tak lebih dari itu.
Namun, perkara sesungguhnya barangkali tidak sesederhana ini.
***
Kenduri telah memasuki suatu ruang bawah tanah yang gambarannya semata-mata belum pernah ada di pikirannya. Alih-alih hanya sepetak dinding, kenyataan sama sekali tidak. Ruang itu terdiri dari lorong-lorong sempit yang bermula dari pintu masuk di ujung tangga bawah.
Sesaat setelah gadis itu menutup pintu besi, ia bukan main tercengang menghadapi situasi sebenarnya. Pengap udara langsung terasa dan itu belum apa-apa dibandingkan fakta lainnya bahwa di tempat itu begitu minim cahaya, kalau bukan hampa cahaya.
Dengan cepat ia merasa sesak dada, meskipun dirinya bukan seorang yang takut gelap dan ruang sempit, keadaan semacam ini jelas menimbulkan kesulitan. Penglihatannya mendadak seakan-akan buta, keseimbangannya terganggu, dan ia merasakan tekanan yang lebih hebat pada mentalnya.
Kenduri segera menyesali pilihannya, untuk itu ia sempat menyerah karena menurutnya lebih baik memasrahkan dirinya pada Reby ketimbang berlama-lama ada di ruang sempit dan gelap itu.
Akan tetapi jalan keluarnya telah tertutup. Sekuat-kuatnya ia berusaha menarik pintu besi itu, keadaan tidak akan pernah berubah.
Jadilah perempuan itu meratapi nasib yang semakin tidak ada tentunya.
Sementara di luar ada seorang pemuda tengah memikirkan segala cara untuk mengeluarkan Kenduri. Ia sejatinya lebih-lebih menyesali langkahnya. Hatinya menjerit mengingat kebodohannya yang tak pernah berubah. Bagai keledai yang berkali-kali terperosok di lubang yang sama.
Mengapalah harus lagi seperti ini. Reby menyesal sejadi-jadinya. Padahal ini tentang hidup dan mati seseorang. "Mengapa aku tidak berkata terus terang sejak awal," lelaki itu geram terhadap kata-katanya sendiri.
Dan sebagaimana yang berlaku pada Kenduri, itu pula berlaku pada Reby. Ia takkan mampu membuka pintu itu dengan tenaganya, atau mungkin saja ia belum menemukan caranya.
Reby beringsut dari duduknya menuju ke atas. Langkahnya beriringan dengan penyesalan yang sukar dilukiskan. Akan tetapi hati kecilnya masih berharap suatu akhir yang baik dari kejadian malam ini.
Oleh itu ia berpikir bahwa ini saatnya melibatkan orang lain. Masalahnya jelas, siapa yang dapat dimintai bantuan?
Pemuda itu mengenang peristiwa setahun lalu yang menimpa Aryani, yang melibatkan dirinya terlalu jauh. Aryani harus diselamatkan dan wanita itu tidak pernah tahu kebenarannya sampai Reby berhasil mengeluarkannya dari rumah itu.
Sesungguhnya ada alasan di balik itu. Satu tahun sebelum kasus Aryani, Reby berusaha menyelamatkan seorang pria dengan memberitahunya secara langsung. Namun, tak sampai sehari, Reby menemukannya mati akibat menelan begitu banyak serpihan kaca.
Reby mengetahui rahasia rumah nomor 29 dan hanya dia yang mengerti, sehingga itu mendorong dirinya bertanggungjawab terhadap kejadian-kejadian luar biasa yang muncul seiring pengetahuannya.
Ingatan Reby tentang Aryani masih membekas dan agaknya tidak akan terhapus. Pada malam itu Reby menyelinap ke dalam rumah 29 dan berhasil menemukan Aryani di kamar nomor 21.
Tak banyak bicara, mahasiswi semester satu langsung diangkut walau sedang terlelap. Aryani cepat tersadar dan mestinya ia meronta sembari berjuang meloloskan diri. Namun dia malah mengikuti kemauan Reby tanpa kata-kata, hanya matanya yang menatap kosong.
Reby mengira Aryani masih tertidur di punggungnya, hingga sampailah di lantai bawah, perempuan itu berkata, "Turunkan aku di sini. Aku bisa berjalan sendiri."
Kala itu Reby menoleh dan ia menjumpai Aryani dalam penampakan yang sangat berbeda dari sesaat sebelumnya. Wajahnya jadi begitu mengerikan, keluar urat-uratnya yang biru, terbelalak matanya, dan kantung mata itu menghitam.
Seketika ia lepaskan gadis itu hingga berdiri tegak. Kemudian ia tertawa mengejek sembari menatap Reby penuh benci. Reflek saja Reby memundurkan langkahnya dan Aryani sedikit pun tak bergeming di tempatnya. Yang terjadi sesudah itu menjadi puncak rasa takut.
Aryani, entah bagaimana menjelaskan ini, terlempar tubuhnya ke tembok berulang kali. Wanita itu telah hilang kesadaran sejak tadi, dan sebagai gantinya, ada sesuatu yang menguasai raganya.
Reby hanya memandangi fenomena itu dengan nyali ciut. Tidak ada pilihan yang lebih menguntungkan kecuali meninggalkan tempat itu. Namun, saat dia berbalik arah hendak kabur, dia mendengar bunyi yang paling keras daripada sebelumnya.
Lelaki itu melihat Aryani sudah berada sekian meter di depan, tergolek tidak sadar. Tubuhnya terhempas begitu kuat sejauh itu.
Malam itu Aryani tidak mati. Reby berhasil membawanya keluar untuk dilarikan segera ke rumah sakit. Ia mengalami beberapa pendarahan sehingga harus diinapkan beberapa hari.
Para dokter akhirnya mampu menyembuhkan trauma tubuhnya, tetapi itu tidak cukup, karena trauma pikirannya tidak hilang.
Mulai saat itu Aryani kehilangan ingatan. Ia tidak dapat melakukan apa pun seolah-olah otaknya tidak dapat mengirim instruksi. Sekadar mengucapkan kalimat sederhana, meminta sesuatu, bahkan mengenakan baju ia tak bisa.
Lebih parah lagi bahwa ternyata Aryani dibesarkan oleh yayasan dan tidak ada keluarga sebagai tempat kembali. Maka dari itu Reby memutuskan untuk memindahkan dia sementara waktu di kamar kosnya. Sialnya, belakangan dia dilaporkan atas tindakan penculikan.
Ayah Reby marah benar mengetahui hal itu. Kendati begitu ia punya pengaruh untuk menghentikan masalah anaknya dengan mudah. Akhirnya kasus itu berakhir dengan perdamaian. Pihak yayasan melepaskan tanggung jawab perawatan Aryani kepada keluarga Reby.
Rentetan peristiwa yang begitu hebat itu mengakibatkan Reby tidak dapat sembarangan bertindak. Lantas, mengapa sampai malam ini ia masih saja mengurusi masalah orang lain?
Reby terkenang kakaknya, Barry yang menjadi korban indoktrinasi ajaran sesat di rumah itu. Barry tewas dalam peristiwa kebakaran yang begitu dahsyat tiga tahun lalu.
Akan tetapi pemuda itu cepat berpaling dari kenangannya oleh sebab ia mendapatkan ide yang mungkin saja dapat menolong Kenduri.
Radio.
***
Bagian 26 update 30 menit lagi
-Bagian 26-
Di tengah rasa takut yang tidak tertahankan, mendadak Kenduri melihat sinar lampu yang begitu kilau. Ia memejamkan pandangnya sejenak lalu perlahan-lahan membuka matanya. Teranglah sekarang dan ia bisa melihat seperti apa tempat yang dimasukinya.
Lorong sempit itu menjorok jauh ke dalam. Kenduri menduga pula kalau lorong itu jika ditelusuri akan membawanya ke satu lorong lain, bahkan mungkin berlorong-lorong.
Mula-mula Kenduri mengerti bahwa ia tidak perlu membuat-buat rasa penasaran, atau kalau penasaran itu terlanjur ada ia tak usah menurutinya.
Ungkapan bahwa rasa penasaran membunuh kucing kerapkali benar. Namun, Kenduri belakangan tidak tahan berlama-lama diam. Ia pun beranjak untuk mengetahui lebih banyak.
Pelan-pelan ia melangkah. Tangannya meraba-raba dinding batu yang disemen rata. Tempat itu sebenarnya lebih tepat disebut terowongan. Tingginya sedikit lebih tinggi dari tubuh Kenduri, lebarnya hanya muat dilewati satu orang.
Tiap beberapa meter terpasang lampu bercahaya kuning di kanan atas tembok, lampu itu diberi kurungan besi. Juga terlihat saluran udara meski itu tidak banyak menolong. Lambat tapi pasti Kenduri tiba di ujung lorong yang berliku ke kiri.
Diikutinya arah itu, tak lama sesudahnya terowongan berbelok ke kanan. Belokan kedua sangat pendek, sehingga ia menikung lagi ke kanan. Sekarang terowongan itu kelihatan panjang. Selain itu tampaknya ada beberapa ruang di depan, terutama di ujung.
Kenduri digelayuti ragu sejenak. Berpaling atau menelusuri tempat itu sampai habis. Namun ia ingat perjanjian yang ia buat bersama dirinya seorang, bahwa ia bertekad menyelidiki rumah itu.
Dan itu seakan-akan menjadi takdir yang tidak dapat ditolak. Betapa kuatnya keinginan meninggalkan rumah itu, di ujungnya ia tetap kembali.
Kenduri akhirnya mematuhi janjinya. Ia juga mengira kakinya sudah kadung tercebur, basah saja sekalian. Apa bedanya di sini dengan di luar bertemu dengan Reby kalau ujungnya sama-sama petaka. Begitulah keadaannya. Kenduri tidak tahu mana yang benar.
Pelan-pelan ia sudah sampai di tengah terowongan. Rupanya tidak ada ruangan lain di tengah lorong, melainkan hanya satu di ujung. Dan sekarang gadis itu menangkap samar suara manusia, bukan saja satu, tetapi banyak. Ia makin ingin tahu apa yang ada di sana.
Mendekatlah ia kian dekat. Suara-suara itu kian jelas. Seperti satu perkumpulan rahasia yang sedang mempercakapkan suatu topik serius. Ia mengenali beberapa suara di dalam sana, yakni Hasana, Nasikhin, Barry, dan gadis dari kamar 20 yang terakhir kali disebut bernama Mirantih.
Tidak seperti sebelum-sebelumnya, Mirantih yang biasanya pendiam malam ini justru kedengaran cerewet. Malah agaknya Mirantih yang memimpin perkumpulan itu.
Kenduri berhenti. Jaraknya dengan ruangan rahasia itu tinggal sejengkal, hanya terpisah pintu besi yang terbuka sedikit. Melalui celah itu suara-suara terdengar.
Lalu ia mengintip ke dalam ruangan sebelah kanan. Tiada seorang pun. Mungkin mereka terpusat di sebelah kiri, pikir Kenduri. Dan ia tidak berani memasuki tempat itu.
Sesudah itu pembicaraan orang-orang terhenti sejenak, digantikan siaran radio.
"Mari dengar sama-sama, pasti ada cerita menarik malam ini," suara Mirantih.
Yang mengudara selanjutnya adalah iklan-iklan yang dibawakan penyiar radio. Kenduri menunggu di luar dengan pendengaran terpasang penuh. Akhirnya iklan-iklan itu habis. Penyiar segera memandu segmen acara.
"Kembali lagi bersama saya Ricky di acara Cermat, cerita malam keramat. Pasti sudah banyak pendengar yang menunggu-nunggu cerita mendebarkan malam ini. Seperti biasa akan ada penelepon yang berbagi kisah-kisah pengalaman mistis kepada semua pendengar...
..khusus malam ini ada yang spesial. Saya baru saja menerima telepon dari seseorang bernama Reby, dan ia sangat berharap bisa menceritakan kisahnya. Hmm, tampaknya ini sangat serius. Jadi tambah penasaran, kan?
Oke, langsung saja, kita sudah terhubung dengan Reby. Halo, Reby!"
"Ya, Halo, Ricky, salam untuk pendengar sekalian di mana pun berada. Saya tidak punya banyak waktu, jadi, langsung saja, saya akan menceritakan sebuah rumah di Jakarta,
...yang mana pernah menjadi tempat perkumpulan ajaran sesat. Rumah itu terbakar habis tiga tahun lalu, tetapi masih memakan korban sampai hari ini."
"Maaf, Reby, boleh dikasih tahu sedikit lokasinya, dan dari mana kamu mendapatkan cerita ini?"
Reby langsung memberitahukan lokasinya secara rinci, dan katanya lagi, "Tempat ini dulu dikenal bernama rumah kos 29. Saya sendiri adalah bekas penghuni kos itu, satu-satunya yang berhasil selamat."
"Maksudmu, semua penghuninya tewas dalam kebakaran? Oh, tunggu, sebelumnya juga ada yang bercerita tentang rumah yang sama, kalau tidak salah si penelepon namanya..."
"Percaya atau tidak, saya satu-satunya orang yang tahu kisah itu. Wanita yang menelepon sebelumnya itu punya nama yang sama dengan salah satu penghuni yang tewas."
"Jangan bercanda, Reby, maksudmu dia..."
"Maaf, tidak ada banyak waktu. Saya menelepon malam ini dengaan tujuan meminta tolong kepada pendengar."
Penyiar segera maklum. Mulai sekarang dan seterusnya Reby akan bercerita selengkapnya.
"Saya tinggal di rumah kos itu dari menjelang akhir tahun 1997 sampai pertengahan 1998. Tidak sampai setahun. Semester satu saya masuk. Abang saya lebih dulu di situ, jadi, kami berdua tinggal satu kamar...
...Semua orang di sana sangat akrab satu dengan yang lain, lebih-lebih dari keluarga. Mula-mula itu mengherankan. Asal tahu saja, abang saya sudah tinggal di sana tujuh tahun sebelum saya datang.
...Ia tampak tidak peduli apa pun kecuali terhadap orang-orang di rumah itu. Bahkan ia bergelagat tidak mau menikah. Dengan bertambahnya hari saya akhirnya melihat sejumlah perubahan pada dirinya.
Dia punya pandangan hidup yang aneh. Menurutnya hidup tidak hanya sekali, tetapi akan berkali-kali, seperti besi yang dapat dilebur lalu dibentuk kembali. Karenanya dia mengatakan tidak perlu takut terhadap apa pun, sebab kematian itu tidak ada.
...Para penghuni selalu mengadakan perkumpulan tiap sabtu malam, kecuali saya. Mulanya tak sedikit pun saya menggubris hal itu, hingga lama kelamaan saya jadi mau tahu.
Dalam perkumpulan sabtu malam disyaratkan tiap-tiap orang membawa persembahan berupa kepala kambing yang telah diawetkan.
Ada 23 pajangan kepala kambing di satu ruangan yang tampak mencolok. Itu milik mereka yang harus dibawa saban sabtu. Perkumpulan itu dipimpin seorang gadis muda yang penampakannya paling aneh di antara semua keanehan.
Gadis itu menempati satu kamar di lantai dua. Ia tak pernah mengangkat wajahnya, tetapi pernah terlihat oleh saya bahwa ia berwajah amat lisut, seolah-olah kemudaannya sirna. Namanya Mirantih. Dengar-dengar dia adalah anak pasangan pemilik rumah itu.
Mirantih adalah sosok yang paling disayangi sekaligus dihormati semua orang. Sukar menjelaskan hal ini. Begini, sebetulnya saya menganggapnya gila atau mungkin dalam pengaruh, entah obat atau hal lain.
Mirantih senang berkhalwat di kamarnya dan cuma keluar sekali dalam sepekan. Namun semua orang begitu perhatian padanya, kerap mengirimi apa pun melalui perantaranya, yaitu ibunya. Namun demikian, saya pernah menyaksikan kejadian Mirantih yang luar biasa.
Suatu sabtu seorang penghuni membawa padanya seekor kucing abu-abu mati dengan badan hampir membusuk. Mirantih kemudian membawa kucing tersebut ke kamarnya. Tak lama ia kembali bersama kucing itu yang tiba-tiba berubah lincah dan lapar.
Setelah berbulan-bulan saya jadi tahu kalau seisi rumah itu adalah penekun sebuah ajaran yang aneh—atau sesat. Sewaktu-waktu saya mendengar keributan dari rubanah. Saya pun menyelidiki suara-suara itu hingga saya menemukan mereka sedang berteriak histeris di depan sebuah patung.
Penyelidikan saya itu belakangan menjadi sebab saya harus pergi dari rumah itu. Mungkin saja ada yang bertanya, mengapa saya tidak terlibat bersama mereka. Sebab sedari awal saya memang berencana tinggal hanya sementara waktu.
Kira-kira dua pekan sesudah saya pindah saya mendapat kabar malam hari bahwa rumah kos 44 ditimpa kebakaran dahsyat. Saat itu juga saya meluncur ke lokasi. Menyaksikan kobar api yang tingginya seakan-akan melangit.
Hanya dengan melihat apinya saya segera yakin bahwa tidak ada harapan bagi siapa pun dapat selamat. Keyakinan itu persis sama dengan kenyataan. Tiada seorang pun yang beruntung. 23 orang semuanya hangus.
Penyebab peristiwa itu tidak pernah terungkap. Tidak ada jejak arus pendek atau apa pun itu. Api seperti tiba-tiba saja ada lalu menghabisi semua-mua yang ada di dalam bangunan itu.
...Satu tahun berselang saya telah melupakan tragedi itu, termasuk mengikhlaskan kepergian abang saya. Namun, suatu hari saya melihat satu pria yang tampak berumur tiga puluan memasuki rumah itu pada malam hari.
Tentu saja saya langsung mengejarnya lalu menjelaskan kenyataannya. Pertama kali pria itu menuduh saya gila, tetapi entah bagaimana, tiba-tiba ia tampak ketakutan. Lalu dia membenarkan perkataan saya. Dan malam itu saya membantunya berkemas pergi.
Jika saya mengira itu sudah selesai, ternyata tidak. Beberapa hari kemudian ia ditemukan tewas di rumah itu oleh sepasang muda-mudi pada malam hari. Kematian tersebut dilaporkan ke pihak yang berwajib.
Pemeriksaan otopsi kemudian menyatakan ia tewas karena luka dan pendarahan hebat di organ pencernaan. Lelaki itu menelan pecahan kaca yang tidak karuan banyaknya. Tentunya ini mengherankan, sehingga saya menelusuri informasi mengenai keadaan terakhir korban sebelum kematiannya.
...Keluarganya menuturkan bahwa mendiang menunjukkan perubahan drastis sejak ia kembali dari rumah itu. Lelaki itu seperti manusia yang tidak punya pikiran maupun ingatan. Dia pergi tanpa diketahui keluarganya sampai akhirnya tewas."
Kenduri menyimak setiap kata yang terdengar dari speaker radio. Sukar dipercaya, tetapi itulah yang ia dengar. Dan Reby telah berbuat sejauh itu, memberitahukan semua orang, yang artinya ia punya pertimbangan serius sebelum melakukan hal tersebut.
Secara pasti batin Kenduri bergejolak. Antara yang benar dan salah. Tetapi sial, jika Reby ternyata benar, Kenduri juga telah terjebak di tempat yang tidak seharusnya.
Reby juga meceritakan kisah Aryani yang berakhir di rumah perawatan mental, dan akhirnya ia menyebut nama Kenduri.
"Dan Kenduri malam ini terjebak di dalam terowongan terkutuk itu. Saya harus mengeluarkan dia secepatnya dan inilah tujuan saya bercerita...
...Kepada siapa pun yang berkenan membantu, mohon segera datang ke lokasi. Harap diingat, terowongan bawah tanah itu ditutup oleh pintu besi yang begitu kuat."
Ketika Reby memohon bantuan kepada semua pendengar, Kenduri akhirnya mengerti siapa yang benar. Namun ia hanya dapat menyesali semua itu.
Disantet berulang kali tak juga mempan, Edi Candra alias Pupung Sadili (54) dan Adi Pradana alias Dana (23) akhirnya diracun serta dianiaya hingga tewas. Mayatnya ditemukan hangus di dalam mobil di Cidahu, Sukabumi.
Pembunuhan ini diotaki oleh istri Pupung, yakni Aulia Kesuma (45). Aulia tidak tahan punya utang usaha sebesar Rp 10 miliar dengan cicilan Rp 200 juta tiap bulan. Karenanya ia membujuk Pupung agar mau menjual rumahnya untuk membayar utang.
Rumah Pupung sendiri terletak di Lebak Bulus, hanya berjejeran jalan dengan rumah Anies Baswedan. Dalam arti kata, kalau kalau rumah itu terjual sangat cukup untuk menutup utang.
Di Pati, jangankan pengusaha rental mobil, bayi tak berdosa berumur 3 bulan pun diberangus oleh bapaknya sendiri. Seperti yang ditunjukkan Muhammad Sholeh Ika Saputra (20) yang membunuh putrinya, Elnaura hanya karena gadis kecil itu nangis melulu.
Pada Senin sore (1/5/2023) Sholeh pergi dengan motor Honda Adv dari rumahnya di Pati Kidul menuju sebuah tempat. Biasanya ia motoran bersama dua anaknya, Rahma dan Elnaura, yang harus diangin-angini agar bisa bobo. Namun hari itu Sholeh tampak jalan-jalan sendiri.
Usai jalan-jalan dan pulang ke rumah, Sholeh mendapati si bungsu Elnaura tidak ada di kamar. Dengan panik ia pun segera melaporkan kejadian itu kepada istri dan kedua orang tuanya.
Mitos dari Gunungkidul ini konon telah bertahan dari abad ke abad. Bola api berekor bercahaya terang, melesat bagai komet melintasi langit dusun di malam hari. Mereka yang percaya mengatakan, tak lama lagi akan ada yang mati gantung diri.
Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta secara istiqomah menunjukkan angka bunuh diri yang stabil. Dengan rata-rata 30 korban jiwa per tahun setidaknya sejak 15 tahun terakhir, Gunungkidul menjadi salah satu daerah dengan persentase bunuh diri tertinggi se-Indonesia.
Tingginya bunuh diri di Gunungkidul tidak bisa dipisahkan dari kepercayaan kultural terhadap pulung gantung. Secara harfiah, pulung dapat diartikan ilham, tanda, bisikan, yang secara turun temurun disikapi sebagai takdir Yang Mahakuasa.
–Tujuh bulan dicari keluarga, ternyata dibunuh suami–
Dibantu tiga orang temannya, Asep Saepulah (23) menggorok istrinya, Irma Nurmayanti atau Irma Novitasari di dalam rumahnya. Kasus ini kemudian terungkap setelah kakak korban menerima pesan anonim di Instagram.
Asep dan Irma menikah baru setahun. Perkawinan keduanya tidak harmonis. Asep kerap mengobral talak, berakal pendek, dan temperamen. Ada kabar menyebutkan bahwa Asep beberapa kali terjerat kasus narkoba namun selalu berakhir dengan tebusan.
Irma seorang penyanyi. Cantik, bisa cari uang. Ketika situasi rumah tangganya makin memburuk, ia tak ragu memutuskan pergi dari rumah yang ditinggalinya bersama Asep di Pacet, Kabupaten Bandung menuju Cimahi.
Itu yang diucapkan Muhamad Qo'dad Af'alul Kirom alias Affan (29) setelah ia membunuh AZ (9). Ia yakin perbuatan itu dilakukannya untuk menyelamatkan korban dari kehidupan dunia yang kacau supaya mati syahid.
📷 detik.com
Affan menikah dengan Devi Sulastri, perempuan yang dikenalnya di sebuah tempat hiburan di Surabaya. Devi bekerja sebagai pemandu lagu, sampingannya pemadat. Kemudian ia ketemu Affan yang sama-sama pemadat. Cocok.
Dari pernikahan tersebut lahir AZ, putri semata wayang. Anak ini segera tidak terurus. Affan dan Devi dilanda masalah ekonomi, selain perilaku mereka juga memang soak. Untuk menghidupi keluarga, Affan menjadi bakul narkoba. Akhirnya ia ditangkap dalam sebuah pesta madat.
–Jadian baru dua minggu, Kayla diperkosa dan dibunuh pacarnya–
Pada awal Januari 2024 Argyan Abhirama dilaporkan atas tuduhan perkosaan, tetapi Polres Depok tak kunjung menangkapnya. Dua pekan berselang, pemuda 20 tahun itu memerkosa dan membunuh Kayla, mahasiswi yang baru dipacarinya.
Argyan dan Kayla berkenalan September 2023 di aplikasi Line. Karena sering chat, singkat cerita, keduanya berpacaran di awal Januari. Sebenarnya hubungan mereka tidak begitu baik. Kayla pernah memblokir nomor handphone Argyan, tapi pemuda itu mendekatinya lagi dengan nomor baru.
Kayla dan Argyan belum pernah bertemu sekalipun. Dari pdkt sampai jadian dilakukan secara online. Kayla tentu tidak pernah tahu, saat ia jadian, pacar barunya baru dilaporkan ke Polres Depok atas tuduhan perkosaan.