Sudah mulai terbayang bagaimana hasil akhir dari kampanye ini?
Akibatnya segala strategi dalam memenangkan Pilpres 2019 selalu mengacu pada Pilkada DKI 2017 sebagai benchmark-nya. Termasuk dalam pemilihan Cawapresnya.
Pertama, karena Indonesia bukan hanya DKI. Nanti kami jelaskan berdasarkan pengalaman sejarah.
Kedua, dengan terlalu mengacu pada pengalaman kekalahan Ahok di Pilkada DKI 2017 kubu Jokowi justru melupakan pengalaman menang pada Pilpres 2014.
Pd Pemilu 1955 ada Masyumi yg berhasil meraih 26,0% dan NU yg memperoleh 15,6% suara. Sementara di daerah Jawa lainnya partai2 non agama yg mendominasi
Pada Pemilu tahun 1977 meski Golkar berhasil memengangkan suara 61,2% secara nasional namun kalah oleh PPP di DKI. Inilah awal kejatuhan Ali Sadikin.
Sedemikian besarnya kekuatan Islam di DKI.
Ini fakta sejarah yg berlanjut hingga era pasca reformasi.
Sejarah menunjukkan bahwa Pilkada DKI tidak apple to apple dengan Pemilu.
Fitnah Jokowi anak PKI, Kristen dan keturunan China itu sdh sangat massive dilakukan sejak tahun 2014. Tak ada bedanya dgn sekarang!
Dulu kita secara cerdas memanfaatkan fitnah2 dan politik SARA itu untuk kemenangan Jokowi, sedangkan sekarang tergopoh2 reaktif bahkan ikut2an bermain kotor politik SARA.
Saya bukan bagian dari kelompok Islam yang sesuka hatinya mengafirkan saudaranya sendiri."
Islamnya kubu Jokowi adalah Islam yg lembut dan ramah sedangkan Islamnya pihak lawan adalah Islam yg keras.
Orang Indonesia itu cenderung memihak pada pihak yg dizholimi. Itulah yg dikapitalisasikan oleh para pendukung Jokowi pada Pilpres 2014.
Itu yg ditanamkan betul2 dalam benak publik hingga mereka berada di bilik suara.
Bahkan ketika tak ada yg menzholimi-pun dia bikin2 sandiwara seoleh sedang dizholimi.
Adaa..!
Karena rakyat Indonesia itu memang punya tendensi membela pihak yg dizholimi.
Maka pilihan kita adalah, apakah akan memanfaatkan fitnah2 itu untuk kemenangan Jokowi atau justru ikut2an menggunakan politik SARA untuk menyerang Prabowo?
Tapi coba pertimbangkan fakta2 tentang pemilih Prabowo, pemilih Jokowi dan undecided voters berikut ini:
Lalu mari kita lihat apa yg akan terjadi ketika kubu Jokowi ikut2an memakai politik identitas sebagai strategi mereka.
TIDAK.
Sebab pemilih Prabowo terdiri dari mereka yg memang sejak awal dukung Prabowo dan mereka yg anti Jokowi. Sudah tersegmentasi.
BANYAK.
Sebab jangan sampai asumsi dijadikan sebagai patokan. Bisa blunder.
Pilihan mereka adalah Prabowo vs Jokowi, kenapa oleh timses Jokowi justru dibuat mudah menjadi Prabowo vs Prabowo KW?
Jokowi-Ma'ruf 53,2%
Prabowo-Sandi 31,2%
Undecided voters 15,6%.
Dan yg dilakukan kubu Jokowi adalah berusaha mengejar suara undecided voters dengan membuang suara yg jelas2 memilih Jokowi.
Adakah yg lebih bodoh dari itu?
Berikut beberapa saran dari kami. Silakan dijalankan jika memang ingin menang.
Jokowi tidak perlu jadi Prabowo KW. Jokowi adalah Jokowi yg selama karir politiknya punya rekor tak pernah kalah dalam pemilihan.
Dalam hal diferensiasi, biarkan Prabowo ambil suara kaum radikal, Jokowi merangkul kaum moderat.
Sebab siapa yg ingin mendapatkan semua justru tak akan mendapat apa2.
Banyak hal yg bisa diserang dari Prabowo dan Sandi tanpa perlu ikut2an permainan mereka dalam politik SARA.
Lihatlah betapa lelah dan emosinya kubu Jokowi menghadapi narasi2 lawan. Bahkan ketika bisa memenangkannya pun lawan dengan santainya beralih narasi. Hati2 stroke mengancam..
Dan Prabowo pun ditampilkan sebagai sosok capres yg toleran.
Cape tidak sih ngikuti narasi lawan terus?
Disinilah sebenarnya kunci mengapa fitnah2 terhadap Jokowi bisa dipercaya sbg fakta olh sebagian masyarakat.
Jadi solusinya bukan lomba baca Al Qur'an, tapi rebut mimbar2 tempat fitnah2 itu disalurkan
Sebaliknya pendukung Prabowo kali ini jauh lebih militan benar2 menggarap akar rumput mulai dari masjid2 hingga ke pintu2 rumah penduduk.
Ingat, kebohongan yg disampaikan berulang2 akan dianggap sebagai kebenaran.
Jadi tugas TKN adalah merebut mimbar2 tempat fitnah2 itu disalurkan.
Jangan memilih diam ketika ada anggota group yg menyuarakan dukungan pada Prabowo apalagi dgn fitnah dan isu SARA. Lawan!
Jangan berharap kubu lawan berhenti fitnah tapi manfaatkan fitnah2 lawan untuk kemenangan Jokowi.
Tak ada salahnya belajar dari mantan kita yg satu itu..