Sebuah nostalgia cerita lama : Mungkin di masa itu, saya ga ada bedanya dengan kalian yang selalu dirundung rasa penasaran. Apalagi kalo objek yang dibahas adalah sebuah gunung. Tempat yang katanya penuh dengan blablabla
Ada 2 tempat yg saya rasa cukup menarik perhatian, Merapi & Merbabu. Namun adanya tempat bernama Jembatan Setan & Watu Gubug yang kemudian membuat mata saya sempat terbelalak. Gunung Merbabu pun menjadi pilihan saya, atas dasar nama Jembatan Setan yg nampak keren & membunuh.
Selama perjalanan menuju ke basecamp Merbabu, pikiran saya sudah kemana-mana. Apalagi untuk amatir yg tiba2 harus ngebayangin jalan gelap-gelapan diantara hutan. Dibilang minder duluan ya jelas minder. Tapi yg namanya udah terlanjur jalan, jadinya mau gamau harus dijalanin
Saya gamau munafik disini, sejak awal memang tujuan saya naik gunung cuma satu : berharap bisa ngeliat sesuatu yang tak kasat mata. Karena di kehidupan saya sebelumnya, saya ngerasa pernah ngeliat hal begituan tapi serba samar; antara yakin dan ga yakin
Maka dari itu, kenapa sedari awal saya getol cari informasi lewat artikel. Silahkan kalian anggap saya ini sompral atau apa, tapi saat itu yang ada di pikiran saya hanyalah sebuah pembuktian. Yang mana saya yakin, gunung adalah tempat yang pas buat ngejawab rasa penasaran saya
Sebelumnya saya ga pernah tahu kalo naik gunung itu wajarnya dimulai di malem hari. Perasaan antara tertantang karena tujuan personal saya berpotensi tercapai, sekaligus agak hancur juga perasaan; ngebayangin capeknya lah, kalo kesasar gimana, kalo ketemu binatang buas gimana
Apalagi kondisi saat itu bukan hari libur, jd peluang untuk jalan brg pendaki lain sangatlah minim. Rombongan kami akhirnya sepakat berangkat sekitar jam 20:00. Sepanjang jalan saya selalu iseng mainin lampu senter ke arah pepohonan. Siapa tau siapa tau aja kan ngeliat sesuatu
Tapi emg bener, kalo dari awal niatnya nyari tuh ga akan pernah kesampaian ngeliat. Apa bener "mereka" itu bisa ngeliat psikologi manusia & cuma nongol sesuai keinginan mereka? Bahkan sampai kami berhenti untuk beristirahat di pos satu, yg mana itu adalah kuburan; msh aja nihil
Jujur agak nyepelein jg dlm hati. Dan bener, selang beberapa waktu kemudian semesta punya cara sendiri buat ngasih liat rahasianya. Bukan di tempat yg identik tertulis di artikel / tempat yg dikenal angker. Justru rasa penasaran saya dijawab di tempat yg justru serba kebalikan
Di keramaian pos 2, akhirnya saya mengamini semua penasaran soal hantu-hantuan. Satu penampakan yg bener2 solid dlm bentuk wujud setelah rasa penasaran setengah mati; ini pun jg karena dikasih tau temen saya yg apesnya ngeliat duluan. Saya sergap senter ke arah yang ditunjuknya
Sesosok wanita tertunduk di balik pohon tumbang. Memakai baju putih bersimbah sedikit darah di bajunya. Bagian yang ada darahnya ini bener-bener diluar ekspektasi saya karena jujur itu udah keliatan khayal banget
Biasanya kan yang berdarah-darah gini bakalan sangar atau gimana, tapi enggak dengan wanita ini. Dari gestur tubuhnya itu entah kenapa bisa memancarkan aura kesedihan meminta pertolongan. Saya kemudian berfikir, apakah wanita ini yang diceritakan di urban legend Jembatan Setan?
Katanya sih disana ada seorang wanita yang sering menangis meminta tolong di sisi kanan-kiri jurang, sehingga banyak pendaki yang kemudian terperosok. Kalo pun memang iya, berarti dia niat banget dong sampe turun sebegitu jauhnya cuma buat ngasih liat doang
Dibilang niat, ya bisa jadi niat. Mungkin beberapa dari kalian pernah merasakan sensasi dimintai tolong oleh “mereka” dan seketika kehidupan kalian disetting sedemikian rupa demi tujuan mereka. Saya sendiri pernah mengalaminya beberapa kali
Mungkin bukan untuk saat itu wanita td meminta tolong. Bisa jd permintaannya baru terjadi skg. Sesederhana ia memohon diekspose & berharap pembaca cerita ini mau mencari tahu lebih tentangnya. Bisa jd skg ia berbisik ke telinga kalian & mempengaruhi pikiran buat terus mikirin dia
Satu hal yang saya pelajarin lagi pada saat pendakian Gunung Merbabu. Ternyata ada benarnya kalo wujud mereka memang beberapa diluar nalar manusia. Setelah melihat penampakan wanita tadi? Bohong kalo saya masih ngerasa sok kuat dan ga pucet ketakutan
Setelah tertunduk beberapa saat, saya angkat kepala saya lg. Dan tebak apa yg saya liat waktu itu? Yap.. belasan atau mungkin puluhan sosok pocong yg berdiri dengan ketinggian berbeda-beda. Ada yg setinggi dua meter, ada juga yg tingginya hampir seperempat tinggi pohon.
Jadi kalo kalian kira, sosok pocong itu cuma setinggi manusia berdasarkan referensi layer kaca, fix nongkrong kalian kurang jauh hahaha.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Kelahiranku di dunia manusia memang tidak pernah diharapkan, sebab itu kemudian aku tumbuh dan berkembang di alam gaib, di rumah panggung. Disana aku tidak sendiri, kami berteman dengan anak-anak lain, anak-anak yang juga mati dari keguguran.
Orang tua kami, menguburkan kami di dekat rumah panggung ini, dan pada saat malam tiba, pada saat orang tua kami sedang tidur dengan pulas, kami sering datang masuk ke dalam mimpi mereka.
Bukan seperti mengisi ruangan pada umumnya, tentu saja, karena ini adalah rumah hantu. Tentunya hiasan atau dekorasinya akan dibuat semenakutkan mungkin, hingga kalian akan berpikir ulang untuk menikmati wahana ini.
Itulah yang terlintas di pikiranku saat itu. Aku adalah salah satu staff manager di tempat hiburan yang menciptakan rumah hantu pertama di Semarang kala itu.
Bagaimana reinkarnasi bisa menjadi sebuah kesatuan makna dalam perjalanan hidup setiap manusia di bumi? Karena reinkarnasi berangkat dari sebuah pemikiran, yang didasari dari prinsip teologi.
Seperti yang pernah dikemukakan Descartes “saya berpikir, maka saya ada,” menandakan keberadaan atau eksistensi kita, dengan cara kita berpikir.
Waktu adalah ilusi nan menakjubkan, ia dikelilingi kemisteriusan, yang mendorong kita dengan kuat, ke dalam lingkaran tanpa akhir, kita akan terus berputar-putar, tanpa henti di dalam sana, melewati kelahiran, dan kematian berkali-kali.
Dalam dimensi ruang dan waktu yang berbeda-beda, sebelum akhirnya kita mencapai pada kesempurnaan sejati. Sunan Kalijaga dalam ajaran asli Jawa kuno menamai ini sebagai “Perjalanan batin menuju kesempurnaan”.
Hidup hanya menunda kekalahan demi kekalahan, segala apa yang kita punya, pada akhirnya akan kembali pada asalnya.
Namun terkadang manusia tidak mau begitu saja menerima kekalahan, ada rasa sakit yang harus dibalas dengan rasa sakit yang jauh lebih hebat, dendam kesumat semacam itu, bisa mendatangkan ajal, yang mencengkam dari belakang, ketika kita tidak melihat.