Thread by @Mentimoen

Ini Peta Jokowi vs Prabowo, berdasarkan data dari QC Charta Politika.

Catatan, semakin merah, semakin condong ke 01, semakin hijau ke 02. Yg 50-50 warnanya putih.

Data untuk peta ini diambil dari info berikut ini:
news.detik.com/berita/d-45284…

Ah gitu lho.. propinsi dimana 01 menang merah, semakin tinggi persentase, semakin merah, semakin tipis kemenangan, semakin putih.. Jadi pink berarti lebih tipis kemenangan daripada yg merah tua.

https://twitter.com/bella_pramitha/status/1122690421866418176

Menurut hasil QC Charta Politika, 01 unggul 54.71% vs 02 yg mendapat 45.29%.

Karena data yg dibeberkan di situs Detik cuma persentase per propinsi, susah untuk mencheck kebenaran angka keunggulan Jokowi tsb. Sy mau mentest kebenaran data ini dgn data demografi. ==>

Dgn menggunakan data kependudukan BPS tentang jumlah penduduk/propinsi 2010, dgn propinsi Kalimantan Utara diambil dari Kalimantan Timur. Kemudian diasumsikan fraksi pemilih dari jumlah penduduk sama. Data itu kemudian diproyeksikan ke proporsi pemilih 01 & 02..

Hasilnya....

Hasilnya adalah, 01 unggul dgn 53.97%. Dgn demikian, angka 54.71% okaylah diterima, dgn melihat variasi proporsi jumlah pemilih setiap propinsi dan fluktuasi perbedaan jumlah penduduk dari 2010 ke 2019.

Dgn data BPS ini, sy tertarik untuk mengetest pendapat Fahri Hamza, bahwa jika memakai sistem elektor Amrik, winner-take-all, 02 akan menang total. Apakah benar? Hhhmm... Ok kita test..

Kita pake asumsi dasar ya, bahwa jumlah elektor harus proporsional dgn jumlah penduduk setiap propinsi. Sehingga kita test aja, berapa persentase jumlah penduduk propinsi dimana 02 (Prabowo) menang?

Jika ternyata > 50%, berarti Fahri Hamzah benar.

Ternyata hasil kalkulasi, jumlah penduduk berdasarkan data BPS 2010, bahwa Jokowi memenangkan 51% jumlah elektor jika sistem yg dipakai adalah winner-take-all pada tingkat propinsi.

Artinya, ocehan Fahri Hamzah salah..

Cuma yg menarik adalah, winner-take-all menurunkan keunggulan 01 dari 54% menjadi 51%.

Artinya apa ini?

Artinya jelas, dgn sistem winner-take-all, lebih banyak suara pendukung 01 yg hangus di wilayah dominasi 02, dibanding dgn suara pendukung 02 yg hangus di wilayah dominasi 01.

Artinya, di wilayah dominasi 02, banyak potensi dukungan 01. Cuma mungkin kampanye 02 lebih hebat?

Tapi itu cuma hipotetis aja, krn Indonesia tidak menganut sistem elektor spt Amerika untuk Pilpres..

Lebih baik jangan, krn sistem elektor ini akan membuat pertarungan gila2an di propinsi2 swing....

Jika sistem winner-take-all diberlakukan, maka ada 3 kategori propinsi2. Yaitu propinsi pendukung 01 atau 02 yg stabil (dukungan lebih > 55%), dan propinsi swing. dimana tidak ada yg menang lebih dari 55%. sehingga propinsi ini bisa beralih dgn usaha kampanye.

Ini grafik persentase perolehan 01 dlm pilpres (menurut data CP).

Propinsi2 swing adalah: Kepulauan Riau, Bengkulu, Maluku Utara, Sumatera Utara, Maluku, Kalimantan Barat, Gorontalo, Kalimantan Tengah, Jakarta, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah.

Untuk propinsi2 dimana pendukung satu pihak 2x lebih banyak drpd pendukung pihak lain, kita namakan DEEP, kek Deep South gitu lho.

Deep Green: Aceh, Sumbar, NTB, Kalsel.
Deep Red: Bali, NTT, Papua, Jateng, Sulut, Yogya, dan Papua Barat.