My Authors
Read all threads
Based on True Story

** Kisahku pada Masa Kuliah **

| - Chapter 2 - |

`Hari yang Kelam`

#bacahorror
@bacahorror

#ceritaht
@ceritaht
@bacahorror @ceritaht ~~ Prolog ~~

"Papah, jangan pergi!" teriak Aydin ketika bangun dalam tidurnya kemudian duduk. Napasnya terengah-engah, peluh keringat membasahi wajahnya dan matanya mulai berkaca-kaca.
@bacahorror @ceritaht "Apa yang sebenarnya akan terjadi? Kenapa Nenek mengucapkan selamat tinggal dan mengajak Papah untuk mengikutinya?" gumam Aydin.
@bacahorror @ceritaht Tak lama HP Aydin berdering, terlihat tulisan My Home pada layar HPnya.

"Assalaamu 'alaikum" salam Aydin.
@bacahorror @ceritaht Tak lebih dari satu menit setelah mengucapan salam, HPnya terlepas dari genggaman. Air matanya tak tertahan dan meluncur dengan deras kemudian dia menangis tersedu-sedu.
@bacahorror @ceritaht "Mungkinkah maksud dari mimpi itu?" ucap Aydin dengan terbata-bata. Dia berdiri lalu membuka pintu dan melangkah ke kamar mandi untuk berwudhu.
@bacahorror @ceritaht Dalam sujud dia berdo'a

"Ya Allah, aku memohon ampunanMu karena terlalu santai mendekatiMu"

"Ya Allah, apabila mimpiku merupakan ketetapanMu, aku mohon dengan sangat Engkau menebalkan iman kami, memberi kesabaran tanpa batas, dan ikhlas menerima kehendakMu"

Aydin pun menangis.
***
Empat bulan setelah KKN

Pukul 14:30 Aydin tiba di kostan setelah mengikuti kegiatan perkuliahan. Dia merebahkan tubuhnya untuk istirahat sejenak sampai akhirnya dia tertidur.
Setelah beberapa lama dia tertidur, ada sebuah kaki yang begitu lebar menginjak wajahnya. Sontak Aydin kaget, dia berusaha sekeras tenaga untuk melepaskan diri dari injakan kaki seseorang. Namun sekuat apapun berusaha, injakan itu tak bergeser sedikitpun.
Mata Aydin berusaha mencari tahu siapa yang menginjaknya, namun kaki yang lebar menutupi pandangannya. Tak lama Aydin pun menyadari bahwa yang menginjaknya bukanlah manusia, namun sesosok makhluk gaib yang dia yakini dulu pernah menyerangnya.
Dia melemaskan tubuhnya kemudian mengatur ritme pernapasannya. Setelah jiwanya tenang, Aydin mengucapkan "Allah" dengan kepasrahan kepadaNya. Seketika itu pula dia terlepas dari injakan tadi kemudian makhluk itu pun menghilang.
Aydin terbangun bertepatan dengan suara Adzan yang mengingatkan bahwa waktu shalat Ashar telah tiba. Dia pun mengambil handuk kemudian keluar kamar untuk mandi setelah itu dia shalat.
Selepas shalat Isya dia pergi mengunjungi rumah pamannya yang merupakan adik dari Ayahnya. Rumah pamannya yang bernama Bagas hanya berjarak 50 meter dari kostan. Sebagai informasi, daerah di mana Aydin saat ini kuliah merupakan kampung halaman Ayahnya.
Di sana Aydin menonton tv bersama pamannya. Namun karena badannya terasa lemas sejak kejadian sore tadi, Aydin pun ke kamar pamannya untuk merebahkan tubuh.
Belum lama berada di atas kasur dan masih dalam kondisi sadar, kejadian tadi sore dialami kembali oleh Aydin. Bukan injakan yang dia terima kali ini, namun makhluk itu mencekik lehernya.
Awalnya Aydin meronta-ronta akibat napasnya yang terasa sesak. Namun setelah Aydin sudah bisa tenang, dia menatap tajam pada mata kemerahan dari makhluk yang tinggi besar itu.
Dia melemaskan diri lalu memejamkan matanya. Dengan mengucapkan "Allah", dia menghentakkan energi pada tubuhnya yang ditujukan pada makhluk itu. Cekikan pun terlepas seiring dengan menghilangnya sang pencekik.
Aydin pun duduk, tak lama dia melihat sekelebat wajah Ayahnya. Dia berdiri kemudian berjalan menuju pamannya di ruang tv. Bagas yang melihat wajah Aydin yang penuh dengan keringat segera berdiri dan menghampirinya.
"Kenapa kamu Ay? Sakit?" Bagas bertanya sambil memegang dahi Aydin.

"Aydin sehat Mang, gak perlu khawatir." Jawab Aydin dengan tersenyum lalu duduk di kursi.
Aydin kembali berkata "Mang, boleh Aydin minta tolong?"

"Minta tolong apa?" jawab Bagas dengan menelisik wajah Aydin dengan seksama.
"Tolong telpon rumah Aydin dan tanyakan bagaimana kabar papah di sana saat ini." pinta Aydin dengan suara yang lemah.
"Iya, nanti Mamang telpon. Malam ini kamu menginap saja di sini, tidur di kamar Mamang saja ya?" jawab Bagas.

"Nggak Mang, Aydin pulang saja sekarang. Biar istirahat di sana." Aydin pun bangun lalu pamit pada pamannya.
Dikostan Aydin berusaha untuk melepas sukma dg tujuan melihat keadaan orang tuanya. Namun sayang, Aydin tak mampu melakukannya. Aydin pun gusar, hanya meminta kepada Allah Yang Maha Kuasa yg terpikir olehnya. Dia pun bergegas untuk berwudhu kemudian shalat sunat 2 rakaat.

***
Pukul 15:30 Aydin keluar dari ruangan kelas lalu menuju musholla Fakultas. Selepas shalat dia segera berjalan menuju rumah pamannya untuk menanyakan kabar Ayahnya.

Setelah tiba di rumah itu, dia langsung menghampiri pamannya lalu bertanya.

"Mang, bagaimana kabar Papah?"
"Astaghfirullah. Maaf Ay, Mamang lupa." jawab Bagas sambil memegang keningnya.

"Oh, ya sudah Mang Aydin ke kostan." ucap Aydin dengan menahan rasa kekecewaannya sambil keluar rumah.
Dia tidak jadi pulang ke kostan, dia melangkah ke terminal lalu menaiki angkot yang menuju kostan Rafi, sahabatnya sejak kelas 1 SMU.

Aydin tiba di kostan Rafi sekitar pukul 5 sore. Setelah berbincang cukup lama, Aydin pun akhirnya mengatakan apa yang menjadi tujuannya ke sana.
Aydin: "Raf, kamu tahu counter HPnya Hamdan?"

Rafi: "Tahu, kenapa gitu Ay?"

Aydin: "Antar ke sana ya selepas shalat maghrib? Aku butuh HP sekarang."

"Iya. Kirain yang namanya Aydin gak akan pernah butuh HP." jawab Rafi sambil tertawa meledek.
Dulu Aydin tak pernah berpikir untuk membeli HP. Walaupun Lidya beberapa kali menyarankannya, namun Aydin tak menggubrisnya. Berbeda dengan situasi saat ini dimana dia sudah punya alasan untuk memilikinya.
Selepas shalat maghrib mereka meluncur untuk menemui Hamdan menggunakan motor. Setelah 15 menit perjalanan akhirnya mereka sampai di salah satu gedung pusat perbelanjaan khusus barang-barang elektronik yang sangat dikenal di kota itu.
Ketika sudah sampai, salah satu pegawai menghampiri mereka.

"Mau beli HP kang?" tanyanya.

"Iya. Pak Hamdan ada?" tanya Aydin.

"Ada, tunggu sebentar." Pegawai itu menghampiri Hamdan. Terlihat dia berbicara lalu menunjuk ke arah Aydin & Rafi yang diikuti tolehan kepala Hamdan.
Hamdan tersenyum lalu menggerakkan telapak tangan kanannya dengan berbicara "Masuk Ay, Raf" meminta Aydin dan Rafi untuk menghampirinya ke dalam counter.

Mereka bersalaman lalu bercengkrama beberapa saat sampai akhirnya Aydin berbicara.
"Hamdan, saat ini Aku sangat membutuhkan HP, namun hanya ada uang 250K. Kira-kira HP apa yang cukup dengan uang sebanyak itu? Second pun gak masalah"

Sambil tersenyum Hamdan berdiri lalu membawa satu dus HP dan memperlihatkannya pada Aydin.
Hamdan: "Dari pada second lebih baik kamu pakai HP ini saja Ay. Harganya 700K, sisanya boleh kamu bayar kapan saja."

Aydin: "Tapi aku gak tahu kapan bisa bayar sisanya. Second sajalah, fungsinya sama saja buat sms dengan nelpon."
Hamdan: "Kamu kayak ke siapa saja Ay. Tidak menganggapku sebagai sahabatmu?"

Aydin: "Bukan begitu maksudku Ham, kamu kan lagi usaha, aku tak mau mengganggu perputaran uangmu di bisnis ini."
Hamdan: "Sudah ambil saja, gak perlu kamu berpikir seperti itu. Nih kartu perdananya gratis. Mau dicoba dulu HPnya?"

Aydin: "Terima kasih Ham. Iya, dicoba dulu saja."
Hamdan lalu membuka dusnya kemudian membuka tutup belakang HP dan memasangkan sim card ke dalam HP. Dia memanggil salah satu pegawainya setelah HP menyala.

"Tolong isi pulsa no ini yang 20K." ucap Hamdan sambil memberikan bungkus simcard.
Tak lama pulsa pun bertambah. Aydin lalu mencoba mengubungi no telepon rumahnya.

"Halo, Assalaamu'alaikum" terdengar suara perempuan yang tak lain adalah adiknya Aydin yang bernama Ana.

"Wa 'alaikum salam. Neng, ini Aa. Mamah ada?"
"Mamah dari kemarin malam di RS A, Papah muntah darah lagi." jawab Ana dengan suara yang tertahan.

"Inna lillaahi wa Inna ilaihi Rooji'uun" ucap Aydin.

Rafi dan Hamdan saling bertatapan, namun mereka menahan diri untuk bertanya kepada Aydin karena dia masih berbicara.
"Pukul berapa kejadiannya Neng? Btw, di rumah ada siapa?" tanya Aydin.

"Sekitar pukul 8. Neng sama Rama ditemani Nenek" jawab Ana.

"Berarti waktunya hampir bersamaan dengan kejadian yang menimpaku" gumam Aydin dalam hati.
"A" panggil Ana.

"Apa?" tanya Aydin.

"A jati sakit sepulang mengantar Ayah ke RS, padahal sebelumnya sehat-sehat saja. Tapi sekarang sudah baikan." warta Ana.

"Alhamdulillah kalau sudah baikan. Neng, sudah dulu ya. Hati-hati, jangan lupa kunci pintu! Assalaamu'alaikum"
"Iya A. Wa 'alaikum salam" jawab Ana.

Rafi: "Ada apa Ay?"

Aydin: "Ayah dirawat di RS."

Hamdan: "Sakit apa Ay?"

Aydin: "Kurang tahu Ham. Oh iya Raf, bisa antar sampai kostan? Aku mau pulang malam ini untuk melihat kondisi Ayah di RS."
Rafi: "Siap."

Aydin dan Rafi pun pamit kepada Hamdan setelah memberikan uang DP. Mereka pun menuju kostan Aydin dengan kecepatan motor yang tinggi.

***
Sebenarnya lusa Aydin harus mengikuti ujian pada beberapa mata kuliah, namun Aydin tak begitu perduli, baginya keluarga lah yang utama. Malam itu dia pulang untuk menjaga Ayahnya selama beliau dirawat di Rumah Sakit.
Karena bus yang dia naiki tidak melewati Rumah Sakit, Aydin pun berhenti di perempatan jalan. Dia berjalan di keheningan malam ditemani semilir angin yang begitu dingin. Untuk memangkas jarak, Aydin memasuki area supermarket.
Dia terus melangkah sampai akhirnya mendapati kenyataan bahwa gerbang supermarket ditutup. Aydin pun kebingungan. Apabila kembali ke arah dia masuk, maka akan semakin lama tiba di Rumah Sakit. Namun jika dia menaiki gerbang tersebut, bisa2 dianggap lain oleh orang yg melihatnya.
Dia melihat beberapa orang yang sedang bercengkrama tak jauh dari lokasi Aydin.

"Pak ..." Aydin sedikit berteriak memanggil mereka yang berkerumun. Orang-orang itu pun membalikkan badan menghadap Aydin.

"Ada apa?" jawab seseorang sambil menghampirinya.
Aydin: "Masalah gak pak apabila saya menaiki gerbang ini? Tadinya saya mau memotong jarak menuju Rumah Sakit, tapi gak tahu kalau ternyata gerbangnya ditutup."

"Naiki saja, gak apa-apa" jawab orang tersebut dengan senyuman ramah.
Aydin pun segera menaiki gerbang yang tingginya sekitar 3 meter itu. Dia berterima kasih kepada orang tadi kemudian melanjutkan langkahnya.

Sebelum memasuki area Rumah Sakit, dia memesan nasi goreng terlebih dahulu karena perutnya sudah sering bernyanyi sejak dia berada di bus.
Setelah makan, barulah dia melanjutkan langkahnya. Karena lupa menanyakan di ruang & kamar mana Ayahnya di rawat, dia menebak Ayahnya dirawat diruangan yg sama dg sebelumnya. Untuk memastikan dia mendatangi ruang jaga & bertanya kepada salah satu perawat yg sdg duduk menonton tv.
"Kang, maaf saya mau bertanya apakah benar ada pasien bernama Affandi di ruangan ini? "

Perawat itu menghampiri Aydin.

"Kalau boleh tahu anda siapanya pak Affandi?" tanya perawat itu.

"Saya putra beliau yang baru tiba dari kota saya kuliah." jawab Aydin.
"Oh, beliau dirawat di kamar 3" perawat itu menjawab dengan menunjukkan kamar pak Affandi dirawat dengan jempol jemarinya.

"Terima kasih kang" kata Aydin sambil melontarkan sebuah senyuman.
Aydin pun bergegas melangkah dengan tetap diperhatikan perawat tadi. Sesampainya di depan pintu kamar, Aydin pun membuka pintu itu secara perlahan. Terlihat ibunya sedang tidur sambil duduk sedangkan Ayahnya tertidur di kasur pasien dengan menerima transfusi darah.
Karena tidak mau mengganggu istirahat kedua orang tuanya, Aydin pun keluar kembali. Dia merebahkan tubuhnya di lantai dengan tasnya dia jadikan bantal. Tak berselang lama Aydin pun tertidur lalu bermimpi.
Saat itu Aydin sedang bersandar pada sebuah pohon. Dia sangat menikmati kesejukan yang terasa dari angin sepoi-sepoi yang menerpa tubuhnya. Dipandanginya sekeliling tempat itu dan ternyata hanya pohon itu saja yang ada di sana.
Nampak dari jauh ada seseorang berjubah putih berjalan ke arahnya. Semakin lama dia semakin mendekat dan akhirnya berada tepat di depan Aydin.

"Berdirilah Nak dan ikuti Aku!" perintah seorang kakek yang berjubah putih itu.
Aydin pun berdiri lalu mereka berjalan. Setelah cukup jauh, kakek tersebut berhenti lalu memutar tubuhnya dan berkata.

"Lihat dan perhatikan pohon yang kamu sandari tadi!"
Aydin kembali menuruti perintahnya, dia mulai mengarahkan pandangannya pada pohon itu. Nampak tiga orang pria dewasa sedang berada di sana dan salah satunya mulai menghidupkan gergaji mesin yang dia pegang. Aydin memicingkan kedua matanya untuk memastikan sesuatu.
"Kek, sepertinya Aydin mengenal mereka. Tapi mengapa mereka berusaha menebang pohon itu?" tanya Aydin dengan mata masih memperhatikan ketiga orang tadi. Karena tak ada jawaban, Aydin pun memalingkan wajahnya namun kakek itu sudah tidak ada.
"A, bangun." Bu Wati menepuk bahu Aydin. Terdengar suara ibunya yang samar membangunkan Aydin dari mimpinya. Matanya terbuka perlahan, nampak ibunya berada tepat di depannya.

"Mah." Ucap Aydin sambil tersenyum kemudian bangkit duduk dan mencium tangan ibunya.
Bu Wati: "Kapan datang A?"

Aydin: "Pukul 2 tadi Mah, busnya baru berangkat pukul 22:30."

Bu Wati: "Kenapa gak bangunin Mamah, malah tidur di sini?"

Aydin: "Mamah lagi tidur, kelihatannya nyenyak banget, jadi Aydin gak mau ganggu tidur Mamah. Papah masih tidur Mah?"
Bu Wati: "Tadi sempet bangun, tapi sekarang sudah tidur lagi. Kalau Aa mau tidur lagi, tidurnya di dalam saja. Gelar samaknya, jangan di keramik langsung nanti masuk angin."

Aydin melihat jam tangannya & waktu menunjukkan pukul 3:50.

Aydin: "Tanggung Mah, sebentar lagi shubuh."
Bu Wati: "A, waktu Mamah membawa Papah ke RS, Mamah diantar A Jati. Waktu itu Papah kembali muntah darah $ A Jati melihatnya. Setelah itu, A Jati langsung meriang dan jatuh sakit. Keesokan harinya, wa Adang (Ayahnya A Jati) ke sini. Beliau bilang kalau Papah ada yg nyantet."
Aydin: "Lalu wa Adang bicara apa lagi Mah?"

Bu Wati: "Waktu Mamah minta beliau mengobati Papah, beliau tidak sanggup. Selain ilmu beliau belum mumpuni, beliau juga bilang bahwa lebih dari dua "dukun" yang menyerang Papah. Karena Aa ada di sini, Mamah mau menemui pak Mar."
Aydin: "Iya Mah, Mamah ke Pak Mar saja pagi ini, nanti Aydin yang nemenin Papah. O ya Mah, Aydin ke musholla dulu ya, sebentar lagi adzan Shubuh."

Mereka pun berdiri, sementara Aydin menuju ke Musholla, bu Wati masuk kembali ke ruang Pak Affandi dirawat.
Aydin sengaja tidak menceritakan apa yang dia alami beberapa hari yang lalu kepada ibunya. Dia khawatir ibunya akan terbebani baik pikiran maupun psikisnya jika mengetahui bahwa Aydin pun mengalami penyerangan gaib itu.
Pagi2 bu Wati sdh pergi dari RS menuju rumah Pak Mar. Beliau memberitahu apa yg terjadi pada pak Affandi, termasuk mendadak sakitnya A Jati setelah melihat pak Affandi muntah darah.

Pak Mar pun beristighfar setelah mendengarnya. Beliau berjanji akan ke RS menjenguk pak Affandi.
Pada jam besuk siang, pak Mar berkunjung ke RS sesuai janjinya. Beliau menggeleng-gelengkan kepalanya ketika melihat kondisi pak Affandi yang terbujur lemah. Lalu pak Mar memandang Aydin yang baru kembali setelah menunaikan shalat dhuhur.

Pak Mar: "A kapan datang?"
"Dini hari tadi pak." jawab Aydin sambil mencium tangan beliau.

Pak Mar: "Sore ke rumah bapak ya, ada yang ingin bapak bicarakan."

Aydin: "Iya pak, Insya Allah nanti Aydin ke rumah bapak."

Setelah berbincang-bincang dengan bu Wati, Pak Mar pun pamit.
Ketika pak Mar akan keluar pintu ruangan, beliau berpapasan dengan beberapa rekan kerja pak Affandi yang datang menjenguk. Hal ini menyebabkan beliau mengurungkan niat awalnya untuk pergi. Setelah mereka pamit dan keluar ruangan, barulah pak Mar pergi.
Pukul 4 sore Aydin berkunjung ke rumahnya pak Mar menggunakan motor Vespa milik Ayahnya. Dia mengetuk pintu lalu mengucapkan salam.

"Assalaamu 'alaikum" lalu Aydin mengetuk pintu lagi.

"Wa 'alaikum salam." jawab salam dari dalam rumah pak Mar dan tak lama pintu pun terbuka.
"Eh A Aydin, silahkan masuk A. Sebentar ya ibu beritahu bapak dulu." ucap bu Aisyah istrinya pak Mar.

"Terima kasih bu." Aydin pun masuk kemudian duduk di sofa.

Bu Aisyah pun meninggalkan Aydin untuk segera memberitahukan kedatangannya kepada pak Mar.
Tak lama terlihat pak Mar mendekati Aydin. Aydin pun berdiri lalu mencium tangan beliau. Setelah mereka duduk, pak Mar memulai perbincangan.

Pak Mar: "Bagaimana kondisi pak Guru sekarang A?"

Aydin: "Masih belum ada perkembangan sejak tadi siang."
Pak Mar: "Sabar ya A, Insya Allah lambat laun beliau akan sembuh. Btw, Aa tahu kan alasan mengapa bapak tidak jadi pergi ketika rekan-rekan pak Guru datang?"

Aydin: "Kalau tidak salah dikarenakan ada salah satu rekan Ayah yang mempunyai niat terselubung dari kedatangannya."
Pak Mar: "Aa tahu siapa orangnya?"

Aydin: "Sepertinya sih begitu pak, namun yang datang bukan tokoh utama yang membuat kondisi Ayah seperti saat ini."

Pak Mar: "Sekarang Bapak semakin yakin bahwa sebenarnya Aa tahu banyak mengenai hal ini."
Aydin: "Awalnya saya tidak yakin, namun melihat bapak yang tidak jadi pergi lah yang membuat saya meyakininya. Hanya saja saya tidak tahu harus bagaimana menyikapi ini semua pak."

Pak Mar: "Selepas Isya bapak akan ke rumahmu, nanti Aa ke sini lagi jemput bapak ya!"
Aydin: "Baik pak, kalau begitu saya pamit. Insya Allah Isya saya ke sini lagi menjemput bapak."

Aydin pun mencium tangan pak Mar kemudian dia pulang.

Setelah shalat Isya di masjid yang berada di kampungnya, Aydin pun kembali ke rumah pak Mar untuk menjemput beliau.
Sesampainya di rumah Aydin, pak Mar lalu berjalan ke halaman belakang.

"A, punya senter sama pacul atau golok?" tanya pak Mar.

"Mestinya sih ada pak, nanti Aydin cari dulu ya." jawab Aydin lalu memasuki rumahnya.

Tak lama Aydin sudah keluar dg membawa senter dan pacul.
Dengan pencahayaan senter, mereka melangkah ke arah pagar paling belakang yang terbuat dari bambu.

"A, coba gali tanah ini!" perintah pak Mar.

Aydin pun menyerahkan senter kepada pak Mar lalu mulai menggali tanah yang pak Mar tunjukkan.
Belum terlalu dalam menggali mereka menemukan sebuah lipatan kain yang berwarna putih mirip seperti kain kafan.

Pak Mar lalu berdo'a kemudian mengambil kain itu.

"A, antar bapak pulang sekarang!" pinta pak Mar tanpa membuka lipatan kainnya.
Mereka segera melangkah ke depan rumah lalu pergi ke rumah pak Mar.

Sesampainya di rumah pak Mar, mereka pun masuk. Sementara pak Mar memasuki salah satu kamar, Aydin hanya menunggu di kursi sofa.

Setelah 15 menitan Aydin menunggu, akhirnya pak Mar keluar kamar.
Pak Mar: "A, bapak tidak perlu memberitahu siapa pelakunya karena bapak yakin Aa sudah tahu. Namun si pelaku bukan hanya ingin mencelakai Ayahmu, tapi juga berusaha mencelakai seluruh anggota keluarga. Selain itu, dia ingin kehidupan ekonomi kalian juga hancur."
Aydin: "Lantas apa yang harus kami perbuat pak?"

Pak Mar menarik napas panjang kemudian menghembuskannya lalu berkata.

"Tidak ada jalan lain lagi kecuali memeranginya dan tentu saja meminta pertolongan dari Allah."
Lalu pak Mar melanjutkan pembicaraannya.

Pak Mar: "Aa sekarang ke RS, baca ini sampai shalat shubuh, usahakan jangan tidur. Lakukan tiga hari berturut-turut, mudah-mudahan Allah mengabulkan permintaan kita."

Aydin: "Baik pak, Aydin berangkat sekarang."
Aydin segera memacu motornya. Di sepanjang perjalanan dia merasakan sesuatu sedang memperhatikannya ditambah rasa kantuk yg menyerangnya tiba-tiba. Oleh karena itu dia terus melafalkan tasbih & matanya tetap fokus melihat jalan.

Akhirnya Aydin tiba di RS & memarkirkan motornya.
Pada malam itu tidak ada kejadian apapun. Namun di malam ketiga Aydin kembali harus berhadapan dengan sesosok buta yang sudah dia kenal.

Segera Aydin mengaktifkan perisai untuk Ayahnya lalu keluar ruangan. Dia lalu duduk sila dan memejamkan matanya.
Dia berkonsentrasi penuh dalam menghadapi sesosok buta itu kali ini. Masih dalam posisi sila dia membuka mata dan menatap buta itu.

"Jadi kamu yang disuruh menyerang Ayahku juga?" ucap Aydin dengan nada lantang tak bersuara.

"HaHaHa, bukan hanya aku manusia bodoh." jawabnya.
Lalu Aydin mendapatkan penglihatan siapa saja manusia suruhan "iblis" yang menyerang Ayahnya. Ternyata ada 5 orang yang iblis itu datangi, dan salah satunya yang dulu pernah Aydin hadapi ketika KKN.

"Kamu mengenal salah satunya bukan?" sosok buta itu bertanya.
Aydin: "Ya, aku mengenalnya. Sepertinya dia meminta bantuan gurunya dan kau adalah utusannya, bukan begitu?"

SB: "Ternyata kau tak sebodoh yang aku kira. Seharusnya aku membunuhmu malam itu juga sehingga tak perlu murid dari pesuruhku harus mengalami muntah darah yang hebat."
Aydin lalu mengingat-ingat kejadian sebelumnya lalu dia berkata.

"Aku tidak pernah langsung menghadapi orang yang dikatakan murid dari pesuruhmu, aku hanya meleburkan sesosok makhluk yang menyerupai perempuan yang menemuiku di tempat KKN."
SB: "Karena kecerobohan dan kesombongannya meremehkanmu yang membuatnya harus merasakan akibatnya. Mulai saat itu lah aku yang menyerang Ayahmu dan dirimu."

Aydin: "Oh, aku mengerti sekarang. Lantas apa yang akan kamu lakukan saat ini? Menyerang kami lagi?"
SB: "Tidak, aku diperintahkan untuk membersihkan apa yang telah kukerjakan. Namun aku tak mampu menyelesaikan tugasku dikarenakan semuanya sudah menyatu dengan tubuh Ayahmu. Oleh sebab itu, aku akan menerima apapun yang akan kau perbuat kepadaku sebagai konsekuensinya."
Aydin: "Walaupun aku marah atas perlakuan kalian, namun aku tidak akan melakukan apapun kepadamu. Aku hanya berharap kalian tidak pernah melakukannya lagi kepada orang lain. Pergilah jika tidak ada lagi yang akan kau katakan kepadaku."

SB: "Baik, aku akan pergi."
Walaupun dukun hitam ini sudah tidak lagi menyerang keluarga Aydin, khususnya pak Affandi, namun semakin hari serangan magis dari dukun hitam lainnya semakin menjadi-jadi.

Awalnya 4 bulan sekali pak Affandi dirawat di RS, namun pada hari2 berikutnya menjadi 2 minggu sekali.
Semakin hari apa yang dilakukan orang itu kepada pak Affandi tidak hanya lewat jalur magis. Dia menghasut rekan-rekannya untuk membenci beliau dengan memfitnahnya telah melakukan tindakan korupsi. Bahkan kasusnya sudah dilemparkan kepada aparat kepolisian.
Tindakannya kepada pak Affandi telah membuat murka masyarakat, salah satunya sesepuh desa di mana sekolah itu berada. Sesepuh itu telah menghimpun masyarakat dan segera bergerak untuk melakukan aksi penyerangan ke sekolah.
Pak Affandi yang saat itu sedang ada di rumah kaget ketika salah seorang penjaga sekolah memberitahukan bahwa ada kekacauan akibat aksi masyarakat. Beliau segera pergi ke sekolah lalu menemui sesepuh desa untuk menenangkannya.
Untung kehadiran pak Affandi tepat waktu, kalau tdk mungkin saja sekolah itu sudah hancur akibat aksi massa.

Tidak dipungkiri sekolah itu dibangun oleh pak Affandi sejak dari hanya mempunyai 2 kelas sampai akhirnya memiliki lebih dari 20 kelas ditambah beberapa ruangan tambahan.
Tanah yang saat ini digunakan sekolah pun berkat usaha pak Affandi melobi sesepuh desa yang memiliki tanah itu sehingga mewakafkannya.

Wajar saja sesepuh desa itu marah ketika mengetahui pak Affandi diperlakukan tidak adil.
Wajar juga apabila masyarakat ikut marah karena selama ini pak Affandi selalu membantu mereka, khususnya hal yang menyangkut dunia pendidikan anak-anak mereka.

Ada yang dibantu perihal biaya sekolah, entah lewat beasiswa atau uang pribadi beliau.
Ada juga yang dibantu perihal kelengkapan administrasi untuk masuk ke sekolah tanpa diminta biaya sedikitpun.

Bahkan pak Affandi siap dijadikan sebagai jaminan ketika ada siswanya yang ditangkap polisi akibat kenakalan mereka.
Jadi, walaupun beliau itu guru yang galaknya minta ampun (tidak segan-segan menampar siswa yang nakal), namun keseluruhan siswa sangat menaruh hormat kepada beliau (bukan takut).
Beliau tidak hanya sekedar menampar siswa yang nakal lalu dibiarkan setelah digampar. Namun beliau mempunyai trik sendiri sebagai langkah lanjutan setelah gamparan itu sukses mendarat di pipi siswa.
Sebagai contoh beliau pernah menggampar beberapa siswa nakal yang diketahui merokok di sekolah. Setelah itu para siswa itu disuruh ke rumah beliau pada hari minggu.

Ketika berada di rumah beliau, para siswa diminta untuk membersihkan pekarangan belakang rumahnya.
Beliau tidak hanya menyuruh, namun ikut juga membersihkan sambil berbincang-bincang. Setelah shalat dhuhur mereka makan siang bersama-sama. Dan yang membuat kaget para siswa, pak Affandi menyediakan rokok untuk mereka setelah makan.
Pak Affandi hanya berkata "Bapak melarang kalian merokok selama kalian berada di lingkungan sekolah. Bapak juga melarang kalian merokok walaupun berada di luar sekolah namun masih mengenakan seragam sekolah. Selain kedua hal tadi, bapak tidak akan melarang kalian.
Bapak hanya berpesan, silahkan membeli rokok apabila uangnya dari hasil jerih payah kalian, bukan dari meminta kepada orang tua."

Itulah pak Affandi, dia tegas namun dekat dengan siswanya layaknya sahabat.
Setelah kejadian aksi massa itu, pak Affandi mengundurkan diri dari wakil kepala sekolah, terlebih dikarenakan kasusnya sudah dilemparkan kepada pihak kepolisian.

Namun kasusnya tidak berlangsung lama karena ada uang pelicin dari kepala sekolah untuk menutup perkaranya.
Bukan untuk membantu pak Affandi, karena awalnya kasus itu dilaporkan oleh beliau juga. Namun setelah pemeriksaan, pihak kepolisian tidak menemukan kesalahan yang dilakukan oleh pak Affandi. Namun mereka menemukan data bahwa sebenarnya uang tersebut dinikmati oleh kepala sekolah.
Setelah kasus itu ditutup, rekan-rekan pak Affandi malu karena telah termakan hasutan pak Naar & segera meminta maaf.

Pak Naar adalah tersangka utama yang telah menyerang pak Affandi secara magis.

Dia diangkat menjadi wakil kepala sekolah setelah pak Affandi mengundurkan diri.
Setelah pak Affandi mengundurkan diri, pak Naar dipusingkan oleh kasus beasiswa. Jatah sebenarnya untuk sekolah itu sebanyak 200 siswa, namun disunat oleh oknum penguasa sebesar 10%.

Atas saran pihak TU, tanpa malu dia bertanya kepada pak Affandi.
Pak Affandi memberikan saran supaya penerima beasiswa tetap lah 200 orang. Total uang yang diterima dibagi 200 orang sama rata kemudian beritahu para siswa penerima beasiswa bahwa dengan sangat terpaksa uangnya harus dipotong 10% untuk biaya administrasi.
Pak Naar pun melakukan apa yg disarankan pak Affandi & permasalahan beasiswa selesai tanpa masalah. Namun dia mengatakan kepada rekan-rekannya dan kepala sekolah yang baru bahwa permasalahan ini dia selesaikan sendiri tanpa bantuan siapapun. Hanya ketua TU yg responnya tersenyum.
Apakah setelah tujuannya menjadi wakil kepala sekolah lantas penyerangan magis kpd pak Affandi berhenti?

Tentu tidak, bahkan lebih gencar.

Pernah suatu saat ketika Ayahnya Aydin masuk rumah sakit, Aydin melihat perut Ayahnya bergerak-gerak layaknya seorang ibu yg sedang hamil.
Tentu saja Aydin terkejut melihat kejadian itu, namun dia berusaha tenang dan segera bertindak mengobati Ayahnya.

Alhamdulillah setelah diobati, perut Ayahnya sudah kembali normal.

***
Beberapa bulan kemudian Pak Affandi menghubungi Aydin dan menyuruhnya segera pulang. Beliau meminta Aydin untuk mendampinginya bersilaturrahim, berkunjung kepada saudara-saudara kandungnya satu per satu.
Dgn menggunakan motor bebek baru, setelah vespa kesayangan pak Affandi dijual karena getaran motornya sudah tidak baik untuk kesehatan tubuhnya, mereka mulai dengan mengunjungi kakak kedua Pak Affandi di C***r.

Di sana mereka berbincang sampai malam seperti sedang melepas rindu.
Keesokan harinya mereka mengunjungi kakak pertama Pak Affandi di B***g dan kembali menyempatkan diri menginap satu malam.

Setelah menginap di kakak pertamanya, mereka melanjutkan perjalanan menuju area di mana kostan Aydin berada.
Di sana Pak Affandi menemui kedua adiknya lalu berziarah ke makam Ayah dan Ibunya Pak Affandi.

Ada kecemasan yang melanda Aydin ketika Ayahnya mengunjungi keseluruhan saudaranya, namun dia tepis jauh-jauh kecemasan itu.
Setelah aktivitas itu, Aydin kembali melanjutkan kuliahnya.

Mengingat kondisi Ayahnya dan juga Neneknya yang sakit cukup parah dan sangat membutuhkan uang untuk pengobatan, akhirnya Aydin berikhtiar untuk menjual tanah dan kostan yang dia tinggali.
Sebenarnya kostan itu ingin dijual semenjak kakeknya masih ada, namun entah mengapa selalu saja gagal walau beberapa orang sangat berminat untuk membelinya.
Setelah Aydin berikhtiar, ada calon pembeli yang ingin membelinya. Pembeli tersebut bertemu di tempat Neneknya diterapi yang kebetulan ibunya si pembeli sedang diterapi juga di sana. Si pembeli tersebut sudah memberikan DP sebesar 30% dan akan melunasinya bulan depan.
Aydin pun memberitahu kepada Nenek dan Adik-adik ibunya untuk tidak melanggar satu pantangan yang dia ketahui dari Kakeknya lewat mimpi ketika dia sedang berikhtiar.
Namun karena adik-adik ibunya menganggap "Siapa sih Aydin?", maka mereka tidak menggubris pantangan yang diberitahukan oleh Aydin. Akhirnya apa yang dikhawatirkan Aydin pun terjadi, si pembeli tidak jadi melunasi, bahkan meminta uang DPnya dikembalikan.
Situasi ini membuat kondisi kesehatan Neneknya Aydin memburuk.

Pada pukul dua pagi, Adiknya bu Wati menelpon dan memberitahukan bahwa kondisi Neneknya Aydin sudah melemah.

Pak Affandi dan Bu Wati segera berangkat menuju tempat Neneknya Aydin diterapi.
Pak Affandi sangat terpukul melihat kondisi ibu mertuanya yang melemah sehingga beliau muntah darah di sana.

Segera Bu Wati membawa Pak Affandi ke Rumah Sakit dan disusul oleh Neneknya Aydin pada pukul 8 pagi di ruang dan kamar yang sama.
Keesokan harinya, tepatnya pukul 9 pagi Aydin mendapatkan telepon yang mengabari bahwa Neneknya telah meninggal dunia.

Dia segera berlari menuju kampus untuk menemui adik tingkatnya dengan tujuan meminta diantarkan pulang menggunakan sepeda motor milik adik tingkatnya.
Walaupun dalam kondisi bersedih, Aydin tetap bersikukuh untuk mengendarai motor karena dia merasa lebih mengetahui medan jalan sehingga akan lebih cepat sampai ke rumah.

Namun sayang, sesampainya di rumah Neneknya sudah dikebumikan.
Tak lama berada di rumah, Aydin langsung menuju rumah sakit untuk melihat kondisi Ayahnya.

Karena shock, Ayahnya meminta pindah ruangan dan untungnya ada kamar kosong di ruang VIP. Sore itu juga beliau dipindahkan ke ruangan VIP.
Setelah pindah ruangan dan ada Aydin yang menjaga pak Affandi, bu Wati pun pulang untuk berziarah ke makam ibunya di mana dia tidak bisa ikut memakamkan karena tidak ada yang menemani pak Affandi di RS sekalian mengurus acara tahlilan.
Pada pkl 8 malam, ketika Ayahnya tidur, Aydin keluar kamar untuk makan di ruang tunggu bersama Mang Harto. Jarak kamar dgn ruang tunggu hanya 5 meter. Ketika ada suara keras seperti bantingan pintu berasal dari kamar Ayahnya dirawat, Aydin langsung lari melihat kondisi Ayahnya.
Namun anehnya kondisi pintu tidak berubah sejak Aydin keluar & Ayahnya masih tenang dalam tidurnya. Aydin mengecek seluruh ruangan, termasuk kamar mandi, namun tidak ada yang janggal. Dia kembali keluar untuk meneruskan makan namun meminta Mang Harto untuk tetap berada di kamar.
Pukul 9 Bu Wati dan Rama tiba di RS. Karena Rama ingin menginap, bu Wati meminta Aydin untuk pulang membawakan jaket untuk Rama. Aydin pun berangkat bersama Mang Harto, namun setiba di rumah, telpon berdering.
"A, segera ke sini dg Mang Harto, lalu suruh Mang Yanto untuk membawa pak Amil ke sini." ucap Bu Wati.

"Memangnya kenapa Mah?" tanya Aydin walau sebenarnya dia sudah merasa sesuatu terjadi terhadap Ayahnya.

"Gak ada apa-apa, cepetan saja kemari, sekarang!" titah bu Wati.
Aydin pun segera melaksanakan perintah ibunya lalu meluncur ke Rumah Sakit dengan Mang Harto.

Ketika tiba di ruangan VIP, Rama berlari menuju Aydin sambil menangis.

"A, Papah" ucap Rama yang tetap berhenti menangis.
Aydin pun berbisik

"Rama sayang Papah kan?"

Rama mengangguk dalam tangisnya.

"Kalau Rama sayang Papah, Rama berhenti menangis ya, ikhlaskan Papah." ucap Aydin dengan suara berat sambil memeluk adik bungsunya itu.
Aydin lalu memasuki kamar tempat Ayahnya di rawat. Wajah Ayahnya sudah ditutupi kain tanda beliau sudah meninggal dunia. Ibunya langsung menghampiri Aydin lalu memeluk sambil menangis. Aydin tak mampu berkata apa-apa, dalam diam setetes air keluar dari matanya.
Aydin lalu membuka penutup wajah Ayahnya dan mencium keningnya. Aydin pun berbisik sangat lirih

"Pah, Aydin sayang Papah."

Walaupun Aydin ingin menangis, namun dia berusaha menahan supaya ibu dan adiknya bisa tegar menghadapi kenyataan.
Sebuah kenyataan pahit di mana Aydin harus kehilangan dua orang yang sangat dicintainya sekaligus dalam waktu satu hari.

Kematian adalah takdir yang pasti dialami oleh setiap makhluk yang bernyawa, termasuk Ayah dan Neneknya.
Note:

~ Maaf update ceritanya sangat lama dikarenakan pada akhir tahun, saya harus mengurus istri dan anak-anak saya yang sakit dalam kondisi saya sendiri juga sakit. Sehingga setelah mereka sembuh, saya masih dalam keadaan sakit. Alhamdulillah hari ini sudah membaik ~
~ Maaf juga cerita pada thread ini saya persingkat karena satu dan lain hal. Mudah-mudahan bisa saya lengkapi via wattpad ~

Sampai jumpa pada thread selanjutnya yang belum ada judul.
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Aydinlatici

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!