Seperti yang telah diceritakan pada chapter 2, Ayah meninggal sekitar pukul 21:25 WIB di RSUD.
Pukul 22:00 ambulance membawa kami pulang. Ibuku duduk di depan bersama Rama, sedangkan Aku duduk di bagian belakang bersama jenazah Ayahku.
Suara khas ambulance mengisi kesunyian malam sepanjang jalan. Jasadnya yang telah terbujur kaku tidak mampu menghilangkan senyumannya yang manis kepadaku. Sesekali kupeluk erat beliau dalam bisu, padahal jiwaku ingin berontak dan berteriak.
Ambulance pun telah memasuki gang. Kulihat sang malam tak mampu mengalahkan masyarakat yang berjejer di sepanjang gang menuju rumahku. Mereka ikut berjalan di belakang mengiringi kami sampai ambulance berhenti.
Ketika pintu belakang mobil dibuka, beberapa orang berebut tertib untuk bisa menggotong jenazah Ayah sampai ke rumah.
"Pah, lebih banyak yang menyayangimu dari pada yang membencimu. Mungkinkah ketika aku mati diperlakukan sama seperti ini?" gumamku sambil menahan tangis.
Setelah sampai di rumah, aku sudah tidak tahan lagi menahan air mata untuk keluar. Cepat-cepat aku memasuki kamarku, lalu kututup. Aku tidak mau ada yang melihatku menangis, terutama ibu dan kedua adikku. Ku berbaring dan kubiarkan air dari mataku keluar tanpa ada suara tangis.
Dua menit. Ya, cukup dua menit untukku mengeluarkan kesedihan yang tertahan sejak dari RS. Aku keluar kamar lalu menuju halaman belakang bersiap-siap untuk memandikan Ayahku. Sudah ada pak Kamil dan kedua pamanku yang sedang menyiapkan perlengkapan untuk memandikan beliau.
Setelah dimandikan dan dikafani, Ayah dibaringkan di ruang tengah. Saudara, kerabat, tetangga, dan beberapa rekan kerja Ayah silih berganti datang dan pergi. Hingga tiba kakak tertua Ayah yang sudah terdengar tangisannya sejak menginjakkan kakinya di halaman depan.
Ketika memasuki rumah, beliau langsung memeluk tubuh Ayah dengan tangisannya yang mampu mengalahkan heningnya malam di waktu normal. Ku dekati beliau, lalu kuusap punggungnya perlahan. Dia beralih menangis di pelukanku dan tak lama jatuh pingsan.
Setelah hanya tersisa sedikit pelayat, aku mencoba beristirahat dengan menyenderkan tubuhku pada dinding. Terngiang ucapan beliau beberapa jam sebelum meninggal, "kalau diakibatkan Papah yang masih bertahan kemudian target dialihkan kepada Mamah, lebih baik Papah mengalah A."
Karena tak kuat menahan jatuhnya air mata lebih lama lagi, aku keluar sedikit menjauh dari rumah. Setelah cukup waktu mencurahkan segala rasa sedih dalam kesendirian, aku kembali masuk ke rumah dan berusaha untuk memejamkan mata.
***
Pukul 8 Ayah dibawa ke masjid untuk dishalatkan. Setelah itu kutanggung berat bebannya yang tertidur di keranda sampai tempat pemakaman. Ringan, ya itulah yang kurasakan ketika menandunya. Tibalah kami di tempat peristirahatan beliau sebelum datangnya kiamat yang dijanjikan.
Aku turun ke liang lahat lalu menerima tubuhnya dan menempelkan wajahnya ke tanah menghadap kiblat. Kayu-kayu telah dipasang dan sedikit demi sedikit tanah menutupi kayu itu. Ketika ku injak-injak tanah supaya merata dan padat, tiba-tiba tubuhku melemas.
Ku dongakkan kepala dan mang Yanto yang mengetahui ekspresi wajahku langsung menarik tanganku dan turun untuk menggantikanku. Kedua sahabatku menghampiri, lalu membawaku sedikit menjauh dari liang lahat yang tak lama sudah rata tertutup tanah.
Pada saat aku melihat seseorang yg terindikasi telah melakukan perbuatan halus yg menandakan bahwa dia pengecut & pecundang, seketika wajahku memerah marah. Seandainya sahabatku tak mampu menahan geramnya nafsu, minimal satu pukulan telak dariku menghantam tubuhnya.
Untung saja rasa geramku tak membuatku berteriak mencela atau mengumpatnya, sehingga proses pemakaman Ayahku berjalan lancar.
Aku mengajak kedua sahabatku pulang lebih dahulu setelah proses pemakaman selesai dan para pengiring mulai melangkahkan kaki meninggalkan kuburan Ayahku.
Sesampainya di rumah, aku permisi dulu sebentar kepada kedua sahabatku untuk berwudhu lalu shalat sunat untuk menentramkan jiwaku. Setelah shalat, perasaanku membaik dan kembali berbincang dengan mereka.
***
Ingin rasanya merehatkan tubuh, baik fisik maupun psikis. Namun karena ada kewajiban yang harus segera ditunaikan setelah Ayah meninggal, aku harus berangkat hari itu juga.
Selepas shalat maghrib, aku langsung berangkat ke Bandung menggunakan sepeda motor bebek peninggalan Ayah.
Aku tahu kepergianku saat itu akan membuat lingkungan sekitar membicarakanku, tetapi lebih cepat membayar pinjaman yg jumlahnya tidak sedikit maka lebih baik untuk Ayahku di kehidupannya yang baru dan setidaknya memperingan beban pikiran ibuku. Bukankah membayar hutang itu wajib?
Tidak sedikit biaya pengobatan yang tidak tercover oleh Askes sehingga ibuku harus mencari pinjaman. Karena Ayah sering keluar masuk RS, maka pinjaman pun tidak sedikit jumlahnya. Ayahku tidak mengetahuinya karena Ibu tidak mau Ayah terbebani dengan situasi saat itu.
Setelah empat hari aku di Bandung untuk memenuhi syarat pencairan Taspen, aku pulang ke kampung halaman setelah shalat Maghrib dan tiba di rumah sekitar pukul 8 malam.
Tak terasa aku, ibuku, dan bi Yanti berbincang sampai tengah malam di ruang tv. Sekitar pukul satu, ada seorang laki-laki tua yang tak ku kenal masuk dari ruang makan dan menghampiriku. "Maneh paeh ayeuna (kamu mati sekarang)." ucapnya sambil tertawa.
Entah mengapa ada reaksi dari tubuhku setelah mendengarnya. Ada pergerakan lembut di mulai dari ujung kaki merambat sampai ke kerongkongan, pada saat itulah napasku tiba-tiba sesak. "Ya Allah, mungkinkah ini yang namanya proses menuju kematian?" pikirku.
Setelah mengucapkan syahadat, aku terus mengucapkan "Allah ... Allah .. Allah."
Ibu dan bi Yanti panik melihat kondisiku yang tiba-tiba "sakit". Ibu langsung keluar rumah untuk mencari bantuan dari tetangga, sedangkan bi Yanti terus membisikkan asmaNya membimbingku.
Aku segera dilarikan ke rumah sakit menggunakan angkutan kota dibantu Kang Aminudin, teman bermainku waktu kecil yang usianya lebih tua satu atau dua tahun dariku.
Sesampainya di UGD, apa yang biasanya ku tonton di tv tak sama dengan apa yang ku alami saat itu.
Penanganannya terlalu lambat yang membuatku hampir saja kehilangan kesadaran. Pantas saja Ayah dulu pernah berbicara "Masuk rumah sakit itu akan menambah penyakit baru, terutama tekanan darah yang meninggi, baik bagi pasien maupun yang mengantarkannya."
Mendengar ibuku yang berteriak memanggil dokter, barulah mereka berlari dan langsung memberi tindakan kepadaku, salah satunya pemberian oksigen.
Setelah kondisiku berangsur normal, barulah aku memasuki ruang perawatan di kelas II.
Sebenarnya aku akan di rawat di kelas I, namun aku menolak karena ruangannya merupakan ruang perawatan yang sama di mana Nenek meninggal. Aku pun menolak ketika ibu menawarkanku di rawat di ruang VIP, karena Ayahku meninggal di sana.
Lidya yang mengetahui aku dirawat langsung berangkat pagi itu juga dan menjaga serta merawatku di sana. Cukup semalam aku menginap di RS, keesokan harinya, sabtu siang aku sudah pulang ke rumah. Sejak saat itu, ada trauma tersendiri bagiku ketika memasuki RS.
Setelah kurasa tubuhku sehat, pada hari minggu aku berangkat bersama Lidya kembali ke kota di mana aku melanjutkan kuliahku.
***
Peristiwa ini sudah berlangsung belasan tahun yang lalu. Di beberapa RS yang pernah ku kunjungi (bukan dirawat), pelayanannya jauh lebih baik.
"Kenapa Lidya bukannya Anna?"
Temukan jawabannya nanti di extra part Peristiwa pada Saat KKN pada wattpad my.w.tt/HofAwyqIG4
***
Semenjak didatangi sosok makhluk halus yang mengatakan bahwa saatnya giliranku yang meninggal, entah karena moment saat itu aku sedang lemah baik fisik maupun mental, aku sering mengalami "panic attack". Seperti kejadian hari itu di mana aku akan kembali ke kota tempatku kuliah.
Setelah shalat Ashar aku berangkat dari rumah menggunakan motor. Aku melewati jalur yang biasa digunakan bus atau angkutan umum lainnya yang menuju ke kota itu.
Setelah seperempat perjalanan, aku mampir ke pom bensin karena bahan bakar pada motorku nyaris habis.
Setelah mengisi bahan bakar, aku melanjutkan perjalanan dengan kecepatan tinggi. Aku benar-benar terkejut ketika melihat tulisan "selamat datang di kotaku". Ternyata tanpa sadar, bukannya ke kota tujuan, aku malah kembali ke kampungku setelah keluar pom bensin.
Aku tidak kembali ke rumah ataupun balik arah, namun berkunjung terlebih dahulu ke tempat tanteku tinggal.
"Ada apa sebenarnya yang membuatku mengalami kejadian ini?" batinku ketika berada di depan pintu rumah tanteku.
Bagaimana aku tidak heran, beberapa kali menempuh perjalanan ke kampus dari kampungku, baru kali ini terjadi hal seperti ini. Selama di rumah tanteku, ada pertempuran pikiran apakah aku harus lanjut hari ini atau besok.
Karena keesokan harinya ada jadwal ujian, akhirnya aku melanjutkan perjalanan namun melewati jalur yang berbeda.
Hujan tak pernah berhenti mengiringi setiap putaran roda motor semenjak keberangkatanku dari rumah tante.
Karena sudah tak kuat menahan ingin buang air kecil, akhirnya aku rehat sementara di salah satu warung yang tersedia WC umumnya.
Setelah buang air kecil, untuk mengurangi rasa dingin yang kurasakan, aku memesan mie kuah.
Rasa dingin benar-benar sudah menyatu dengan tubuhku. Aku menggigil sambil memakan mie kuah yang telah disajikan sampai habis.
Tidak ada sedikitpun rasa hangat ketika atau setelah memakan mie. Tubuhku malah semakin menggigil kedinginan dan "panic attack" pun muncul saat itu.
Sosok itu kembali datang, kata-katanya tidak ada yang berubah, "Kamu Mati Sekarang." itulah yang dia katakan saat itu sambil menatapku tajam. Rasa sesak kembali hinggap, aku segera meminta air hangat kepada pemilik warung.
Aku benar-benar tak mampu mengendalikan diri saat itu sehingga si pemilik warung dan beberapa pegawainya ikut panik melihat kondisiku.
Posisi warung yang jauh dari rumah penduduk, membuat mereka kebingungan harus berbuat apa.
Aku benar-benar sudah pasrah dengan keadaan. Kalau memang meninggal pada saat itu merupakan takdir yang telah Allah tetapkan, aku telah siap menyambutnya.
Tiba-tiba kurasakan usapan-usapan kecil di punggungku yang mampu mengurangi sedikit demi sedikit rasa dingin & sesak napas.
Tak ada siapapun ketika aku menoleh untuk mengetahui siapa yang telah melakukannya. Namun usapan-usapan itu masih saja terasa sehingga membuatku nyaman.
Setelah ku rasa membaik, aku pamit dan mengucapkan terima kasih atas bantuan dan perhatian orang2 yg berada di warung itu.
Ku pikir sudah tidak akan ada lagi permasalahan, namun kenyataannya jemariku terasa "baal" sehingga tak mampu memutar/menarik gas. Aku kembali ke warung dan bertanya apakah ada tukang ojek yang bisa dihubungi untuk mengantarku ke tempat tujuan.
Alhamdulillah, walau harus mengeluarkan uang untuk jasa pengantaran dan ongkos pulang, akhirnya aku sampai di kostanku. Aku langsung shalat maghrib dan Isya, setelah itu menghempaskan tubuh di kasur dan menutup diri dengan selimut.
***
Sejak saat itu, kepalaku sering terasa sakit seperti ditusuk-tusuk sesuatu & perlahan-lahan rambutku mulai rontok.
Aku tak pernah berobat baik ke dokter ataupun secara tradisional. Mentalku yang sedang lemah menjadi alasanku tidak mau mengetahui penyakit apa yg ku derita.
Apabila rasa sakit di kepala sudah menyerang, aku hanya melemaskan tubuh dan merasakan nikmatnya tusukan-tusukan itu.
Tak ada seorang pun yang tahu apa yang ku alami. Hingga suatu saat, aku terbangun dari tidur dan salah satu tanganku seperti yang tak bertulang.
Ku angkat tangan itu dengan bantuan kembarannya, namun kondisinya kembali terkulai. Apakah aku panik? Tentu saja. Namun aku kembali melemaskan tanganku beberapa saat hingga akhirnya kembali normal.
"Kenapa?" pertanyaan itu yang sering muncul di otakku.
Barulah ketika salah satu orang tua temanku menginap dan temanku itu tidur di kamarku, dia yang melihat kondisi tanganku seperti itu langsung berlari menemui Ayahnya.
Ayahnya memasuki kamarku lalu memegang tanganku.
"Sejak kapan?" beliau bertanya kepadaku.
"Sudah cukup lama pak, dua atau tiga bulan. Tidak perlu cemas, nanti juga normal sendiri setelah dilemaskan beberapa menit." jawabku sambil tersenyum.
"Jangan dibiarkan, bisa-bisa kamu mengalami kelumpuhan." kata beliau dengan nada tegas sambil mengusap-usap tanganku.
Kata-kata itu membuatku berpikir cukup keras bagaimana cara menyembuhkannya. Sampai akhirnya aku mendapat bisikan "Siapkan air setiap shalat Isya, lalu mintalah kesembuhan pada Sang Maha Penyembuh!"
Mulai hari itu, aku melakukan apa yang disarankan oleh Si Pembisik.
Alhamdulillah, setelah lebih dari satu minggu kulakukan kegiatan itu, Allah menyembuhkan sakit kepala dan tanganku, serta mentalku kembali pulih.
***
Dikarenakan ibuku dan adik-adiknya membutuhkan uang untuk kepentingan mereka masing-masing, maka kostan yang ku tinggali pun akan kembali dijual.
Hanya saja sejak masih ada kakek, tanah dan rumah ini memang sangat sulit untuk terjual.
Setiap ada calon pembeli yang terlihat sangat berminat, selalu saja akhirnya mereka tidak jadi membeli.
Aku berdiam diri ketika adik-adik ibuku meminta bantuan orang lain supaya tanah dan kostan ini laku terjual dan hasilnya setiap orang yang dimintai bantuan selalu menyerah.
Diantara mereka ada yang sakit keras, ada juga yang mengalami kecelakaan, bahkan ada yang seperti linglung setelah "berusaha" membantu. Setelah adik-adik ibuku menyerah dan ibuku juga sedang membutuhkan uang, akhirnya aku pun tak bisa lagi berdiam diri.
Ketika baru memulai berikhtiar, aku sudah diperlihatkan wujud dari salah satu penghuni di sana. Ketika aku duduk sila di lantai keramik, dimana posisi lantai sekitar 20 cm dari tanah, seekor ular yang cukup besar dengan panjang hampir 2 meter melewatiku dengan tenang.
Awalnya aku tak melihatnya, namun ujung mata kiriku menangkap penglihatan kepala seekor ular yg bergerak dengan tenang ke arah kamar mandi dan ternyata ekornya berada di bawah kakiku. Ular itu berkepala dua, disetiap kepalanya nampak sebuah tiara yang hampir mirip dengan tanduk.
Aku langsung berdiri dan meminta bantuan tetangga satu kostku. Kami mengejarnya ketika ular itu telah memasuki kamar mandi. Namun anehnya, ketika kami membuka perlahan pintu kamar mandi, ular itu sudah tidak ada.
"Menghilang kemana ular itu sebenarnya?" bersitku.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Kejadian ini berlangsung sekitar 20 tahun yang lalu (persekitaran 2 tahun). Pada saat itu aku menginjak tahun kedua kuliah sehingga angkatanku mendapatkan tugas sebagai panitia pelantikan anggota baru himpunan jurusan.
Pada tahun itu terjadi beberapa konflik yaitu:
1. Adanya dualisme himpunan antara mahasiswa pendidikan dan non pendidikan sehingga berdiri himpunan baru yang anggotanya beberapa mahasiswa non pendidikan.
Sore itu Aku sedang berada di salah satu Mall yang khusus menjual barang-barang elektronik. Tujuanku berada di sana untuk membeli kartu grafis (VGA) baru karena VGA pada PC ku rusak dan sudah tak bisa diperbaiki.
"Papah, jangan pergi!" teriak Aydin ketika bangun dalam tidurnya kemudian duduk. Napasnya terengah-engah, peluh keringat membasahi wajahnya dan matanya mulai berkaca-kaca.
@bacahorror@ceritaht "Apa yang sebenarnya akan terjadi? Kenapa Nenek mengucapkan selamat tinggal dan mengajak Papah untuk mengikutinya?" gumam Aydin.
@bacahorror@ceritaht Ujian Akhir Semester sudah selesai, sisa satu mata kuliah yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN) untuk menggenapi nilai untuk semester 6.
@bacahorror@ceritaht Aku kuliah di salah satu Universitas terkenal di kota dmn kakek dulu tinggal. Lokasi kampus pun sangat dekat dg rumah kakek, sekitar 300 meter, sehingga aku tinggal di rumah kakek. Semenjak beliau meninggal serta Nenek & 2 tanteku tinggal di rumahku, sekarang rumah itu dikostkan.
@bacahorror Ketika Kakek meninggal dunia Aku merasa sangat kehilangan dan sedih yang begitu dalam. Salah satunya yaitu tidak akan lagi ada orang seperti beliau yang tiba-tiba datang ketika keadaan sedang genting, entah berkaitan dengan hal-hal medis maupun non medis.
@bacahorror Masih ingat cerita mengenai pelepasan sukma? Secara teori lama perjalanan dari rumah beliau ke rumahku paling cepat butuh waktu sekitar 2 jam, itupun jk memakai kendaraan pribadi. Namun pd saat itu 30 menit setelah Aku pingsan beliau sudah datang padahal tidak ada yg memberitahu.
@bacahorror Pagi hari itu merupakan hari Jum'at di bulan Juli tahun 99. Saat itu masih liburan sekolah dan Aku sudah menaiki tangga pendidikan ke kelas 2 SMU.
@bacahorror Sudah satu minggu ibu berada di luar kota, tepatnya di tempat Kakek dan Nenek tinggal. Di sana beliau mengurus pengobatan Kakek ke salah satu RS yg cukup terkenal di kota tersebut dan hari ini beliau akan kembali pulang.