[SETAHUN DI KONTRAKAN BERHANTU]

_A Thread_

#ceritahorror #horor #threadhorror #KebaikanAQUA #TheWorldoftheMarried #gaji80jt
perkenankanlah ane yang bisa kalian panggil Kace akan menceritakan pengalaman horor yang pernah ane dan teman-teman ane alami bertahun-tahun lalu. Thread ini akan menceritakan bagaimana kisah kami bertujuh (Ane, Ceper, Lepuk, Gembi, Doyok, Kiyer, dan Timbul).
sekumpulan remaja senja yang ngontrak bersama di sebuah rumah di sekitaran Ambarukmo Plaza. Pada tahun 2006 kami semua kebetulan kuliah di kota Jogja, dan karena memang sudah punya hubungan dekat sedari dulu, kami memutuskan untuk tinggal bersama.
Dan disitulah semua hal2 aneh bermula, rumah kontrakan yg semula kami anggap biasa ternyata menyimpan misteri yg begitu banyak. Semua tokoh dalam cerita ini menggunakan nama samaran, dan alamat kontrakan juga sudah kami sepakati untuk di samarkan.
Bulan Agustus akhir, tahun 2006. Aku sendiri lupa berapa tanggalnya, yang kuingat tahun ajaran baru sudah hampir di mulai. Aku, Ceper, dan Gembi sedang melihat-lihat calon kontrakan kami di wilayah jogja utara.
Kata Ceper,ini kontrakan yang paling murah diantara yang lain. Di tahun segitu rata-rata kontrakan rumah dengan 4-5 kamar sudah di range harga 8 juta keatas. Sementara rumah yang sedang kami lihat ini kabarnya cuma seharga 4 juta saja setahun.
Ceper melihat bagian depan rumah ini dengan berbagai angle, dan dengan struktur kepalanya yang tidak seimbang dia manggut-manggut sambil mengikat rambut gimbalnya.

“Cocok! Kita ambil yang ini”

“Kok rada aneh to,Per? Mosok rumah segini gedenya Cuma 4 juta” Gembi berkomentar.
“Wis, gak urusan aku. Yang penting kita dapet murah” Ceper membalas

“iki gimana menurutmu, Ce?” Gembi meminta pendapatku.

“Yo kita lihat sik bagian dalemnya” kataku sambil mendekati kaca depan yang sudah berdebu itu.
“Siapa tau di dalemnya sudah banyak yang amblong” kataku lagi smbil meneliti plafon yang ada di teras. Rumah ini memang terlihat cukup lama di tinggalkan, warna cat yang sudah pudar, beberapa sudut juga sudah berlumut.
“Dalemnya luas, ruangannya banyak. Sini liat!” kata ceper yang ngintip dari jendela samping rumah. Dan setelah dilihat memang rumah ini memiliki banyak ruangan, tapi perhatianku tertuju pada sebuah lorong sempit yang membelah sekat-sekat rumah.
Coba kalian lihat di denah yang sudah di buat.
“Rumah kok ada lorongnya to?” Gembi rupanya berpikir hal yang sama.

“Apalagi kecil begitu” balasku sambil mengira-ngira lebar lorong itu Cuma muat untuk satu orang. Artinya ketika melewatinya harus bergantian.
“Mungkin ini memang sengaja buat variasi, desain rumah sekarang kan memang aneh-aneh” Ceper nyletuk ngawur.

“Variasi matamu! Kata Gembi sambil menoyor kepala Ceper.
“yowes, dari pada kita cangkeman disini. Mending kita langsung tanya ke yang punya rumah. Per, kamu tau alamatnya to? Itu kalau setuju pakai rumah ini lho” kataku sambil mundur perlahan, memperhatikan bangunan tua itu dari atas kebawah.
Kami sudah sampai di tempat si pemilik kontrakan, tidak seberapa jauh dari tempat tadi.

“Ini tempatnya,Per?” tanya Gembi.

“Ho’oh” jawab Ceper.
Lalu kita masuk ke rumah itu, dan bertemu dengan si pemilik rumah. Dia seorang bapak-bapak usia kira-kira 50an tahun, kepalanya botak dan saat itu memakai kaos singlet berwarna ungu.
“Jadi ya kalau mas-mas ini mau ngontrak disana ya boleh saja. Tapi ya begitu, rumahnya sudah tua. Dan memang butuh dibersihkan” kata bapak itu.
“Piye?” tanya Gembi yang waktu itu bertugas sebagai negosiator.
“Aku kan wis bilang, Mbi. Kalau hargane murah langsung ambil” Ceper mendesak.

“Nggih,Pak. Kita sepakat mau ngontrak di rumahnya sampean. Kesepakatannya 4 juta ya, Pak.” Kata Gembi yang menyalami Bapak kontrakan, sambil memberikan uang tanda jadi beberapa ratus ribu rupiah.
“Tapi nganu,Pak. Sebelum saya ngajak teman-teman saya kemari. Boleh tidak kita lihat-lihat sebentar isi rumahnya?” kataku.
”Oh boleh, mari kita kesana.” Jawab si Bapak.
Akhirnya kami kembali lagi ke kontrakan yang akan kami tinggali itu, bersama si pemilik rumah yang sudah membawa kunci. Klek! Krrriiiiieeeeeettttt.. terdengar suara engsel pintu yang sudah terkorosi begitu hendelnya di putar.
“Monggo silahkan masuk” Bpk itu tidak masuk duluan, malah mempersilahkan kami untuk masuk dulu. Sepertinya dia punya alasan sendiri kenapa tidak mau masuk, tapi aku tidak tau apa.
Kami saling pandang sebentar, lalu Ceper menjadi yg pertama masuk. Diikuti Gembi, aku, dan Bpk tadi.
Lalu, sleeeeppppp… hawa pengap dan singup mulai terasa begitu menyeruak, di tambah lagi debu dan sarang laba-laba yang tersebar di seluruh ruangan benar-benar mengganggu indera penciuman kami.
Rumah ini memiliki 5 kamar, satu di depan dua di sisi kiri, dua lagi di sisi kanan dan saling berhadapan tapi tidak simetris. Ingat lorong yang tadi kami sebut? Nah lorong itu ternyata dipenuhi oleh sarang laba-laba yang begitu padat.
Bukan Cuma banyak! Tapi benar-benar padat. Kalau orang jawa menyebutnya kebak sawang. “Ini sudah kosong berapa tahun,Pak?’ tanya Gembi yang berusaha menerobos sarang laba-laba yang memenuhi lorong atau mungkin malah pantas disebut trowongan.
“Ya kurang lebih tiga tahun, Mas” kata si Bapak.

“Yang terakhir ngontrak siapa, Pak?” tanyaku.
Si Bapak diam, sepertinya lupa atau memang tidak mau menjawab.
“Ini kamar mandi, krannya masih bisa di pakai. Besok saya minta tukang untuk masang pompa airnya.” Bapak itu malah mengajak kami berkeliling lagi dan memperlihatkan ruangan-ruangannya.
Ada ruang depan yang bisa digunakan untuk ruang tamu, lalu ada satu ruang lagi yang bisa kami gunakan untuk jadi tempat kumpul. Tapi ada lagi dua ruangan yang bagi kami cukup aneh, bahkan itu tidak cocok disebut ruangan, karena sepeti sebuah cekungan dari satu ruang keruang lain.
yang anehnya itu sengaja dibuat tapi kami tidak tau apa tujuannya (nanti akan ada penjelasannya)
Satu hal lagi menjadi perhatian kami adalah diatas pintu dari masing-masing kamar tertempel sebuah kertas yang sudah berwarna kuning dan bertuliskan arab gundul.
“Per! Di atas pintu ada rajah!” kata Gembi setengah berbisik.

“Halah, uwis gapapa. Malah aman! Di jaga dan tersegel” kata Ceper yang tidak mau ambil pusing, sambil nyengir kuda.
Hari itu berakhir dengan kesepakatan bahwa kami akan mengontrak disana, harga 4 juta adalah harga terbaik yang bisa kami dapat, letaknya strategis walaupun rumah itu bisa dikatakan berada di paling pinggir dan berbatasan dengan kebon.
Beberapa kejanggalan yang kami rasakan tadi benar-benar tidak diambil pusing, semua keraguan dan sedikit ketakutakn itu di kalahkan dengan harga murah. Kami memutuskan pulang untuk mengabari teman-teman yang lain kalau kita sudah dapat kontrakan.
Minggu depan kita mulai drop barang kemari. Ceper dan Gembi boncengan, sedangkan aku naik motor sendiri. Begitu kami meninggalkan pekarangan rumah itu, aku kembali menoleh kebelakang. Karena untuk sepintas lewat spion aku merasa ada yang melambaikan tangannya ke arah kami.
Seminggu kemudian, kami sudah berada di kontrakan dalam formasi full team. Barang-barang pribadi seperti kasur, lemari, rak, dan perkakas yang lain juga sudah di diantar. Mulailah kami melakukan pembersihan disana.
Si Kiyer yg memang terkenal paling highenist melempar sapu, pel, karbol, cling, dan alat pembersih lain.
“Ayo mulai reresik!” (Ayo mulai bersih-bersih). “Eh, mengko disik!” (Eh, Nanti dulu) kata si Lepuk sambil berlari ke luar, menuju mobil dan kembali membawa satu plastik besar.
“Opo iki, Puk?” tanya Doyok.

“Sebelum kita melakukan pembersihan, lebih baik kita membuat pesta perjamuan pertama” balas Lepuk sambil membuka plastik yang ternyata berisi Abidin (Anggur merah dan bir dingin).
Jadilah hari itu kami bersih-bersih sambil mabuk. FYI kami ini memang bisa di sebut anak yang awur-awuran. Kalau bahasa jawanya mbeling. Nanti akan diceritakan peristiwa tentang kenakalan-kenakalan kami yang tidak biasa.
Waktu itu kami membagi pembersihan rumah dengan system zonasi, sesuai dengan kamar yang kami tempati. Aku membersihkan kamar bersama Gembi, Doyok bersama Timbul, Lepuk bersama Kiyer, dan si ceper yang kebetulan tidak punya rekan sekamar membersikannya sendiri.
Waktu itu kami sama-sama belum punya perasaan aneh apapun mengenai rumah ini. Sampai tiba-tiba kami di kagetkan dengan si Ceper yang berlari sambil berteriak.

“Ehh-eehhh, iki piye”
“Kenopo, Per?” tanya Timbul yang keluar kamar, disusul Doyok. Aku dan Gembi yang terpancing dengan suara-suara tadi juga keluar, Lepuk dan Kiyer juga begitu.

“Koe kenapa to, Per?” tanya Lepuk yang masih membawa palu.
“Ini lho!” Kata Ceper yang menunjukan sebuah benda di tangannya.

“Wuooooh, ngawur kor. Per!” Kata Kiyer.

“Tetep kualat!” Doyok menambahi.

“Aku gak ikut-ikut” kata Lepuk

“Bocah ora aturan!” kata Doyok

“Bisa kena azab koe, Per” aku nambahi.
“Asulah, malah pada nyalahke. iki kudu piye?” Si Ceper tampak bingung, kegaduhan itu terjadi karena ternyata dia tidak sengaja melepas kertas yang berisi rajah di atas kamarnya, saat bersih-bersih.
“Wis, rausah cerewet. Di tempel lagi kan beres” kata Gembi yang memang paling bijak.

“Cari lem!” kata Lepuk. Serentak kami mencari, tapi karena memang itu hari pertama kami pindahan maka lem bukanlah komoditas utama yang pasti terbawa.
“Gak ono Lem!” kata Timbul.

“yowes, kita pakai ini!” kataku sambil mengangkat sebuah bungkusan nasi dari makan siang kami.

“Apa kui, Ce?” tanya Timbul.
“Loh ya nasi bungkus. Kita pakai ini” kataku sambil merebut rajah itu, lalu aku tempeli beberapa butir nasi. Disaksikan masyarakat penghuni kontrakan.

Plek!.... “ Beres to? Koyo ngono kok pake cangkeman” kataku sambil keluar kamarnya Ceper.
Sudah hampir sore, kita mulai membersihkan rumah itu pagi tadi, dan baru selesai pukul 16:00. Sebenarnya pekerjaan ini bisa cepet selesai kalau tidak ada perjamuan itu, tapi ya mau gimana lagi. alkohol sudah mengendap dan mengisi peredaran darah kami.
Apalagi perkumpulan ini memang tercipta dari hobi kita yang sama, yaaaa tjap orang tua adalah pemersatunya. Meskupun jadinya kami membersihkan rumah ini dengan kondisi ‘setengah kopling’ dan awur-awuran.
“Huaaah, rampung” kata si Lepuk yang rebahan di lantai sambil glundang-glundung menggunakan celana boxernya yang sudah memprihatinkan itu.

“ini barang-barang kita masih kurang lho” kata Doyok.

“Mau di susul kapan?” tanya Timbul.
“Yo sekarang kita mbalik ke Wates. Ambil barang, besok pagi kesini lagi wis bawa barang. Piye?” aku bertanya

“Ha terus yang mau tunggu rumah ini siapa? Mosok gak ono sik nunggu” tanya si Gembi. Dan langsung saja semua mata kami tertuju pada si Ceper.
“Yo mau bagaimana lagi, Per. Wong sik barangnya udah komplit baru kamu tok.” Ujar Gembi
Memang, si Ceper ini sudah ngekost lebih dulu dari pada kami semua jadi sebelum ngontrak disini dia sudah punya tempat tinggal di sekitaran selokan mataram.
“Youwes, aku disini gapopo” kata Ceper pasrah. Dan hari itu kami pulang ke daerah kami di wates, salah satu ibukota kabupaten paling barat di jogja. Kami mau mengambil beberapa barang yg memang harus ada di rumah itu. Dan kami meninggalkan Ceper yg sebatang kara di rumah tua ini.
Kalau tidak salah itu hari minggu pagi. Kami semua sudah kembali ke kontrakan dengan membawa semua barang bawaan kami yang belum terbawa pada hari pertama. Si Ceper masih hidup dan tampak sehat setelah kami tinggal semalaman.
Walaupun menunjukan gelagat kurang baik, tapi kami belum sadar. Kami kira Cuma kelaperan, atau Cuma butuh anggur saja.. eeee tapi kemurungan ceper berlanjut sampai malam, sampai akhirnya si Lepuk kami utus untuk memberikan pendekatan persuasive kepada ceper.
“Kenopo to, Per koe?” tanya Lepuk. Ceper masih diam, dan tampak ragu.

“Pacarmu hamil?” tambah Lepuk.

“Hamil matamu!” balas Ceper.

“Terus kenopo?” tanya Lepuk yang sudah tidak sabar. Ceper menarik napas panjang, lalu mulai bercerita.
“Semalem aku kan sendirian disini. Sebenere gak ada sik aneh. Tapi pas aku tidur, rasanya aku di bawa room tour sama penghuni rumah ini.” Kata si Ceper
“Halah penghuni, opoh Per” jawab lepuk.

“Ini tenanan” (Ini beneran) Ceper memasang wajah serius.
“Semalem ada, perempuan yang ngajak aku keliling rumah ini!” kata Ceper lagi, dan disambut tawa kami semua. Bagi kami, ijelas itu ngawur. Malam itu kami pikir Ceper Cuma mabuk anggur atau magic mashroom sendirian, jadi dia berhalusinasi.
Karena memang sebelum-sebelumnya cerita-cerita semacam ini tidak pernah kami bahas. Tapi beberapa hari kedepan, anggapan kami itu salah. Salah!
Malam sudah berganti malam, sudah lepas seminggu dari pengakuan si Ceper, kami menganggap itu cuma angin lalu. Tapi si Ceper ini menganggap serius kejadian itu, masih juga di bahas.“Ce, mungkin adikmu si Noka itu harus kesini buat screening rumah ini” katanya sambil makan kripik.
Noka adalah kembaranku, ya memang dia memiliki kemampuan interdimentional, teman-temanku mengenalnya karena dia berhasil mengusir Shesa. Hantu anak perempuan yang sudah menempeli pacarnya si Lepuk selama lebih dari satu tahun.
“Halah, ra usah berlebihan, Per. Rumah ini aman-aman wae kok.” Jawabku dengan mata yang tidak mau lepas dari layar pc.

“Loh, tapi omah iki nggak beres lho” katanya lagi.

“Lah, kan koe Per yang mengusulkan rumah ini.” Balasku
“Lagi pula, gak ono sik mengalami kejadian aneh to. Aku yakin koe cuma halusinasi. Ngaku aja, koe mendem to kemarin?” (mendem=mabuk)

“Asu, ngeyel” Jawab Ceper.
Aku ingat betul obrolan itu terjadi pada malam minggu. Sebagian personil sedang keluar, ada juga yang pulang kampung ke Wates, dan kontrakan hanya berisi aku dan Ceper yang sedang mengerjakan tugas kuliah.
Kebetulan aku masuk jurusan desain komunikasi visual, sedang si ceper masuk di advertising, jadi ya tidak jauh berbeda PR yang diberikan. Jadilah kami mengerjakan tugas masing-masing di kamarku.
Dari jam 19:00 tadi kami mulai disini, dan sekarang sudah pukul 02:00 dini hari. Suasana sekitar jelas sudah hening, suara jangkrik, dan sesekali suara angin yang bergesekan dengan pepohonan menjadi suara mayor yang kami dengarkan.
Dan kalau kalian tanya bagaimana suasana dalam rumah, maka akan kami jawab ‘singup’ emmm bagaimana ya menjelaskannya. Jadi kalau kalian masuk kemari maka kalian akan merasa terkungkung, di sebuah ruangan yang berdinding tebal dan memisahkan kalian dengan dunia luar.
Jangankan malam hari seperti saat ini, ketika siang pun sinar matahari tidak bisa masuk.
Si Ceper sudah menguap, dan mulai bersiap untuk kembali ke kamarnya.
“Ngantuk, Per?” tanyaku

“Ho’oh”
Aku mematikan pc, dan baru kupencet tombol power. Tiba-tiba terdengar bunyi yang asing.
Sreeekkk… sreekkkkk… sreeekkkk…..

“Koe denger, Per?” tanyaku
“Ho’oh” kata jawab Ceper yang terlihat mendengarkan seksama.
Suara itu terdengar dari seberang dinding kamarku, Ada sebuah lorong sempit yang menjadi sekat antara kamarku dan kamarnya Doyok. Aku yakin suara itu berasal dari sana.
Ada sesuatu yang bergerak, atau seseorang yang berjalan dengan menyeret kakinya.

“Kita cuma berdua to disini?” tanyaku dengan berbisik kepada Ceper.

“Iya, apa maling?” tanya Ceper lagi.
Kami berdua buru-buru keluar kamar untuk mengecek. Dan seperti yang kalian duga, tidak ada sesuatu ataupun seseorang. Sekali lagi kami memastikan di setiap ruangan dan hasilnya tetap nihil. Dengan perasaan menduga-duga dan tidak menentu kami sepakat untuk kembali ke kamar,
Ceper memutuskan untuk tidur di kamarku malam ini. Aku berusaha berpikir positif mengenai suara apa itu tadi, tapi semuanya terbantahkan begitu saja. Selain karena kami cuma berdua yang di kontrakan. Hewan seperti kucing ataupun tikus tidak menimbulkan suara yang demikian.
“Saiki percaya to?” (Sekarang percaya to?) kata Ceper. Aku mengiyakan, dan memang ada sesuatu yang tinggal di rumah ini selain kami. Kejadian tadi cukup untuk membuat kami ngeri, beruntung suara itu sudah mereda.
Kami buru-buru merebahkan diri untuk tidur, berharap dengan tidur kami bisa lupa kejadian ini, paling tidak sampai pagi nanti. tapi baru saja punggungku menyentuh kasur. Suara itu muncul lagi.
“Koe denger, Per?” tanyaku

“Iyo,”

“Terus, kita kepiye?” tanyaku.
“Diem wae, saiki micek!” (diem aja, tidur!) kata ceper dengan berbisik tapi volumenya keras.
Suara di lorong tadi terdengar lebih keras dan bahkan lebih lama.
Seolah mahluk itu berjalan dengan menyeret kakinya mondar-mandir di lorong itu sepanjang malam. Lorong yang selanjutnya kami beri nama terowongan Casablanca.
Baik aku dan Ceper tidak ingat bagaimana kami bisa tidur dalam kondisi itu, tapi ya syukurlah. Dan pagi-pagi betul, kami memutuskan untuk mengungsi ke kostan teman lain, sampai penghuni kontrakan ini kembali.
Sekitar maghrib kami naik motor boncengan untuk kembali ke kontrakan, karena si Gembi sudah ada disana sendirian, tidak mau teman kami ini mengalami hal serupa. Dan kami memang sepakat untuk tidak menceritakan kejadian itu, sampai semuanya berkumpul.
Aku dan Ceper buru-buru pulang, dan begitu sampai di jalan depan kontrakan Gembi sudah jongkok di samping gerbang sambil ngrokok, mukanya terlihat kurang senang. “Kenopo, Mbi?” tanyaku.
“Gapopo, ayo mlebu wae lah” (Gapapa, ayo masuk lah) katanya sambil membuang rokok yang masih tersisa setengah.

“Kenopo si Gembi?” tanya Ceper kepadaku.

“Embuh” jawabku sambil menggeleng.
Kami memiliki satu ruang yang digunakan untuk berkumpul, nonton tv yang sudah di sediakan oleh si Kiyer, atau minum bersama. Ruang itu kami namai ruang teman. Disitu si Gembi duduk dan hanya diam saja, tapi aku menangkap ada gelagat kalau dia mau ngomong sesuatu tapi di tahan.
“Ono opo, Mbi?” Ceper mendahuluiku untuk mengintrogasi Gembi. Gembi masih diam saja.

“Omong wae” kataku duduk disampingnya.

“Aku tadi ngalami kejadian aneh disini” katanya dengan suara sedikit berbisik. Aku dan Ceper langsung berpandangan.
“Kejadian opo?” hampir serempak kami bertanya.

Dan Gembi mulai bercerita. Sore tadi sekitar pukul 16:00 dia yang datang pertama. Masing-masing dari kami tau dimana menyembunyikan kunci jadi bisa masuk kapan saja.
Karena masih sendirian, dia nyetel musik di kamarnya, waktu itu media playernya masih menggunakan winamp. Pas lagi asik-asik mendengarkan musik sambil rebahan, tiba-tiba handel pintu kamarnya di putar, dan pintunya terbuka sendiri.
Dia kira itu ulah penghuni kontrakan lain yg sudah datang makanya di cuekin. Tapi kok tiba2 pintu kamar itu tertutup lagi, lalu terbuka lagi buru2 dia keluar kamar sambil melihat semua ruangan, dan begitu mengecek tiap ruang dia mendapati bahwa belum ada satu orangpun yg datang.
Lalu dia menuju ke ruang depan, ruang yang akhirnya kami jadikan sebagai parkiran motor. Ia mengecek dari dalam rumah, apakah ada orang di luar. Tapi ternyata tidak ada orang sama sekali.
Lalu terdengar suara dari kamarnya, suara musik yang dia setel bertambah volumenya menjadi semakin keras dan semakin keras hingga terdengar begitu nyaring, lalu kemudia mengecil, mengecil sampai hilang sama sekali.
Gembi memberanikan diri untuk masuk kamar, untuk memastikan apa pc itu error. Dan begitu di cek, pc masih dalam kondisi menyala tapi aplikasi winamp yang ada pada taskbar sudah di close entah oleh siapa, dan saat dalam kondisi bingung.
Secara sepintas, gembil melirik kearah pintu. Disana sudah ada sesuatu yg mengintip. Langsung saja Gembi keluar rumah, dan memutuskan untuk menunggu di depan sampai ada penghuni lain yg kembali. Mendengar cerita Gembi, aku dan Ceper hanya bisa diam sambil memandang langit2 rumah.
Kejadian ini cukup membuat kejiawaan kami terguncang. Bagaimana tidak, selang semalam si Gembi juga mendapat gangguan, bahkan sampai diperlihatkan sebuah perwujudan dari penghuni rumah ini.
Kecil kemungkinan Gembi mengarang cerita itu, selain karena aku dan Ceper belum bercerita mengenai tragedi Casablanca, Si Gembi ini bukan tipikal orang yang suka mengada-ada. Malam itu juga, segera setelah formasi full team sudah kembali.
kita membuat forum akbar untuk merembug fenomena ini. Tak lupa kita siapkan Amer beserta bir dingin, kata Doyok biar keberanian kami meningkat.

“Gini wae.. kita harus minta bantuan si Noka. Takutnya kejadian ini akan berlanjut dan makin banyak memakan korban”
kata Kiyer dengan memasang muka yang di buat serius, tapi malah keliatan wagu. Ceper, Gembi, dan aku mengangguk sementara Doyok, dan Timbul yang masih setengah percaya cuma berdehem.
“Piye, Puk?” tanya Doyok kepada Lepuk yang belum memberi jawaban.

“kalau aku ya setuju” jawab Lepuk

“Ce, kalo gitu kabari si Noka buat ngecek kontrakan ini” Si Ceper memberi komando
Noka ini kalau disebut kembar denganku tidak cocok sih, lebih tepat kalau disini kusebut adik saja, karena dia ini perempuan. Berbeda dengan aku yang orang ‘ndugal kewarisan’. Adikku si Noka ini selain pintar juga memiliki kemampuan lebih. Kalian paham maksudku kan?
Dan setelah aku telepon, dia mengatakan baru bisa kesini dua minggu kedepan. Kabar ini tentunya membuat kawanan di kontrakan ini menjadi bermuram durja, artinya dalam beberapa hari kedepan sekumpulan koboi ini harus bertarung melawan ketakutan.
Sebenarnya kami ini sekumpulan petarung jalanan, tapi kalau masalah perdhemitan, nehi lah ya.
Dan ketika kami dilanda kegelisahan, Ceper tiba-tiba berdiri dan berteriak lantang.
“Ora usah wedi!! Awakdewe ki manungsa, opo maneh rombongan! Ojo wedi karo dhemit!” (Jangan takut! Kita ini manusia, apalagi rombongan, jangan takut sama setan) ujarnya keras sambil mengepalkan tangan. Sontak wajah kami terangkat, dan menyaksikan pidato Ceper berlanjut.
“Aku ora sudi manut karo Setan ning kene! Awakdewe bayar sewa kelingan ora? Tuan rumah,Dap! Makhluk sempurna! Mosok kalah karo dhemit! Saru!” (Aku nggak sudi nurut sama setan disni,kitai bayar sewa! Inget gak? Kita tuan rumah bro! makhluk sempurna masak kalah sama setan! Malu!)
Ceper mengatakan itu semua dengan penuh keyakinan dan suara kencang yang mungkin akan terdengar sampai ke rumahnya pak RT. Tapi asal kalian tau, orasi Ceper yang berapi-api itu benar2 berdampak besar bagi kami. Lepuk yg berbadan paling besar berdiri, dan ikut mengepalkan tangan.
“Nyawiji, Greget, Sengguh, ora mingkuh!” (Bersatu, semangat, percaya diri, pantang mundur) kata Lepuk yang ikut berteriak. Di ikuti aku dan yang lain.
Benar juga, kita ini orang-orang berdaulat. Setan-setan itu tidak akan bisa membuat kami gentar. Kami adalah anak muda yang memegang teguh harga diri! tidak akan mengubah gaya hidup kami, hanya karena masalah ini.
Jika mereka ingin berkonfrontasi dengan kami, maka perang akan kami berikan! Kami bertepuk tangan dengan bangga untuk aksi bodoh itu. Dan setelah tensi mereda, lalu malam semakin larut ditambah besok jadwal perkuliahan begitu padat.
Akhirnya kami memilih untuk beristirahat. Dengan cara tidur berjamaah, di ruang teman. Bagaimanapun juga kami masi takut, wkakwkawa. Duhhh deeeeekkkk….
Hari-hari berikutnya berjalan biasa, setelah hari itu belum ada perlawanan dari pihak gaib, kami mulai merasa menang (untuk sementara) Lalu, kami sebagai anggota persemakmuran kontrakan melakukan keseharian rutin yang wajib kami jalani.
Di antaranya adalah minum alkohol secara masal, tiap malam dari Senin sampai rabu, dilanjutkan puasa prihatin di sisa harinya karena uang kami sudah habis buat beli minum. (Jangan ditiru)
Rutinitas pribadi juga sudah mulai berjalan pasca kejadian traumatik itu. Nah disini kalian mungkin akan geleng-geleng dengan kelakuan kami, tapi memang begitulah kenyataannya. Si Ceper contohnya, dia punya kelakuan yang asu banget setiap mau mandi.
Sekarang coba kalian bayangkan bagaimana step by step orang normal kalau mau mandi? Tentunya jalan dari kamar sambil bawa handuk -masuk kamar mandi- telanjang- byar-byur.
Kalau ceper premisnya dibalik, jadi dia sudah dalam kondisi bugil dari kamarnya sambil kalungan handuk, dan melangkah menuju kamar mandi dengan percaya diri. Melewati kami yang hampir muntah gara-gara melihatnya gondal-gandul.
Kelakuan aneh lainnya adalah si Ceper ini kalau e’ek lama sekali, bisa satu jam lebih. Ini benar-benar terjadi bahkan aku berani sumpah, kalau si Ceper setiap mau e’ek di pagi hari selalu membawa perbekalan. Yaitu, komik, roti, dan kopi.
Kok ada gitu manusia bernyawa di dunia ini yang BAB sambil ngemil. Sering kali itu menjadikan pagi kami penuh huru-hara. Tentunya itu sangat mengganggu jadwal mandi bagi kami yang saat itu mahasiswa. Dan dari pada berkelahi akhirnya kami memutuskan untuk mandi bersama.
Serius, aku gak ngapusi! Si Ceper yang lagi BAB mempersilahkan Lepuk, Doyok, dan Gembi untuk mandi didepannya. Sedankan aku, Timbul, dan Kiyer mandi di spot mencuci yang ada krannya samping kamar mandi.
FYI, pada tahun 2020 ini kami semua sudah berkeluarga, tapi masing-masing dari kami mungkin lebih hapal bentuk, rupa, dan aroma kelamin seisi kontrakan dari pada istri-istri kami sendiri.
Itu baru kelakuan gobloknya si Ceper, belum yang lain. Nanti akan kuceritakan seiring berjalannya cerita. Oke, kembali kecerita. Sudah lewat seminggu dan kami benar-benar merasa sosok gaib disini sudah takut dengan kami yang bertekad melawan.
bahkan kami sudah tidak berharap lebih untuk kedatangan Noka. Bagi kami, ini adalah people power sesungguhnya! Tapi, tepat 8 hari pasca kejadian yang menimpa Gembi hal mengejutkan akhirnya terjadi.
Aku ingat malam itu adalah malam jumat. Semua personil sudah ada di kamarnya dan hanya menyisakan aku, Gembi serta Lepuk yang sedang berada didalam kamarku. Aku sedang menggambar komik dengan corel draw bersama Gembi sementara si Lepuk lagi antri menggunakan pc untuk main zuma.
Kalian ingat to? Game kodok yang mutah kelereng itu dulu adalah pernah berjaya pada tahun segitu, dan si Lepuk merupakan pencandunya. Tapi karena aku sebagai pemilik pc dan sedang dalam kondisi urgent, maka si Lepuk harus sabar menanti.
Dengan celana boxernya yang bentuknya sudah menyedihkan dia rebahan di lantai sambil sesekali merengek manja.
“Cepet to” kata dia sambil ngglinding ke kiri.

“Uwis urung?” (Udah belum?) sambil ngglinding ke kanan.

“Ah suwi” (ahh lama) katanya sambil terlentang.
“Cerewet!” kataku dan Gembi serempak.

Tidak terasa aku sudah mengerjakan tugas ini dari jam 19:00 dan sekarang sudah tengah malam, Gembi sudah menguap sedari tadi.

“Ngantuk, Mbi?” tanyaku.

“Ho’oh” jawab Gembi.
“Si Lepuk piye?” tanyaku sambil menunjuk sebongkah Lepuk yang sudah tertidur. Mungkin dia tertidur sambil menahan kecewa karena tidak bisa bermain Zuma malam ini.

“Halah, biarin wae” kata Gembi. Kami pun berberes tempat sambil menghabiskan sisa Kopi.
Malam itu lebih dingin dari biasanya, aku sudah menutup jendela. Si Gembi mematikan PC dan Lepuk, dia tidak bergerak dari lantai. Lalu, suara sesuatu yang jatuh mengaggetkan kami semua.
“GLEDUK!” Lalu di ikuti suara teriakan Ceper. Dan bunyi benda-benda terjatuh lain.
“Huaaaaaaaaa” dengan mata yang merah, wajah buruk rupa, dan napas ngos-ngosan. Ceper mendobrak masuk ke kamarku dan Gembi.

“Kenopo, Per? “ tanya Gembi. Ceper lalu duduk di sebelah Lepuk yang sudah tidur.
Agaknya keributan tadi membangunkan Timbul dan juga Doyok di kamar sebelah. Setelah kami berikan minum, si Ceper cuma bilang.
“Tak ceritain besok pagi, sekarang aku tidur sini!” kata Ceper yang langsung rebahan di samping Lepuk.
Karena si Ceper sudah bertitah maka kami semua hanya bisa manut. Doyok dan Timbul kembali ke kamarnya, aku dan Gembi juga langsung berbaring saat itu juga. Esok paginya, tidak biasanya si Ceper bangun paling awal.
Dia membangunkan kami semua. Dan mengajak berkumpul di ruang teman. Begitu kami semua komplit, ceper memasang wajah serius. “Sekarang, semua bareng-bareng jadi saksi. Kita lihat kamarku!” katanya sambil beranjak, diikuti kami semua yang mengekor di belakangnya.
Dan begitu pintu terbuka, kami semua secara bersama-sama melihat kamar Ceper dalam kondisi porak-poranda. Kasurnya terbalik menimpa mejanya, barang-barang lain berserakan di lantai, beberapa porselennya pecah, dll.
“Iki ono opo, Per?” tanya Timbul. Dan Ceper mulai bercerita.
Semalam, Ceper tidur biasa di kamarnya. Sampai tiba-tiba dia merasa ada yang menggoyang-goyangkan kasurnya. Ceper sudah terjaga dari tidur, tapi belum membuka mata.
Dia kira ada gempa, dan pas dia melek, demi Tuhan Wajahnya cuma sejengkal dari langit-langit kamar! Sedetik saat ia sadar bahwa dia melayang bersama dengan kasurnya, dia langsung jatuh ke lantai, sesuai dengan hukum gravitasi, dan tanpa fafifu lagi dia lari menuju kamarku.
Dan baru menunjukannya pagi ini. Mendengar itu langsung saja lutut kami semua terasa lemas, dan semua diam. Kami semua terlalu sombong, saat kami mengira ini semua sudah berakhir. Dalam hati kami, tidak sabar untuk kedatangan Noka yang masih seminggu lagi!
Antara lantai sampai dengan langit-langit kamarnya Ceper sekitar 3,5 meter tingginya, dan dia tidak hanya diangkat kemudian di jatuhkan, tapi melayang untuk berberapa lama sampai akhirnya terjatuh.Doyok tampak bergedik ngeri mendengar peristiwa yang menimpa Ceper.
“Kok koe lagi to,Per yang kena?” tanya Kiyer.

“Ho’o, ini sudah ketiga kalinya lho koe dapet masalah” tambah Timbul.

“Ini pasti ada penyebabnya, koe pasti aneh-aneh!” timpal si Doyok.

“Lha, serumah ini siapa to sik gak aneh-aneh?” balas Ceper.
“Paling gara-gara koe ga sengaja nglepas rajah kemarin” Si Lepuk menambahi.

“Atau gara-gara koe mbakar dupa di kamarmu” si Gembi ikut-ikutan.
Benar juga, si Ceper ini memang orangnya unik.
Kalau kalian masuk ke kamarnya, kalian akan merasa memasuki ruangani seorang maha guru india. Kamarnya itu penuh dengan wewangian rempah-rempah, dupa, dan musik-musik yang dia setel juga ala-ala meditasi yoga, selain itu di kamarnya penuh patung yang aneh-aneh.
Seperti patung babi yang lagi kimpoi, dan berhala lainnya. Ya pantaslah dia jadi yang paling ‘disayang’ makhluk-makhluk gaib disini.
“Wis, saiki kita harus piye?” aku membuka forum diskusi pagi itu.
“Selain Ceper kan, beberapa diantara kita juga ada yang di ganggu, apa karena kita jarang bersih-bersih ya?” kata Gembi yang memandang sekeliling ruangan yang memang berdebu.
“Kalau begitu, mending kita bersihkan rumah ini. Siapa tau dengan itu mereka jadi tidak marah lagi, dan berhenti mengganggu kita” kata Kiyer yang mulai menginisiasi aksi.
Dan tanpa menunggu lama, seluruh anggota perserikatan mulai bekerja. Asal kalian tau, kami semua kalau sudah mengerjakan sesuatu akan kita kerjakan dengan total. Termasuk pembersihan kali ini, kami tidak sekedar ngepel atau menyapu. Tapi rumah ini benar2 kami cuci. Iya di cuci!
Ada sebuah sumur yang terletak di samping rumah. Dan disitulah ritual pembersihan ini dimulai. Sebelumnya si Timbul sudah berangkat untuk membeli alat kelangkapan kami, ya apalagi kalau bukan Amer dan bir dingin.
Alkohol menjadi unsur penting kehidupan kami waktu iu, apalagi dalam situasi penuh ketakutan tadi. itu dapat memberi kami sedikit keberanian dalam melanjutkan aksi.
Si ceper sudah menimba air, aku beserta anggota lain menyiapkan ember dan alat pembersihnya. Sementara si Lepuk pagi itu harus ke kampus karena ada makul penting yang tidak bisa ditinggal.
Karena matahari sudah tinggi + efek orang tua sudah terasa, maka jiwa-jiwa usil kami mulai muncul kembali. Si Ceper menarik karet timba itu cepat-cepat, dan begitu embernya sudah sampai atas dia lepaskan pegangannya, lalu blungggg! Embernya jatuh dengan suara keras.
“Apik, Apik, Apik” (Bagus) kami berpetepuk tangan.

“Lagi, Per. Lagi,Per!” Kata Kiyer. Si Ceper mengulanginya.

Blunggg!!! Kali ini Ceper menambahi dengan membanting ember penuh air itu sekuat tenaga.
Kami makin kencang tepuk tangan, heran juga sih, kenapa kita begitu senang dengan kelakuan goblok semacam itu. Si Doyok ikut-ikutan dengan mengambil alih kemudi, kemudian membuat gerakan memutar.
“Liat-liat! Air puting beliau!” katanya sambil menunjuk bagian dalam sumur yang berputar seperti tornado.
“Wuuuuussssshh” kami tertawa goblok. Ya begitulah kelakuan penghuni sini, ada-ada saja.
Padahal situasinya harusnya sedang mencekam-mencekamnya, tapi kami selalu beranggapan. Asal kita dalam kondisi bersama-sama, kita tidak perlu takut.
Kami menyudahi kegiatan yang tidak bermutu tadi dan mulai membersihkan rumah ini dengan extra bersih. Lubang-lubang ventilasi kami gosok sampai debunya benar-benar hilang, lantainya kami pel, duakali sampai bisa buat berkaca.
Dindingnya kami guyur air terus disabunin, biar wangi, sampai genteng kita siram pake air sabun biar jamurnya mati. Butuh 3 jam untuk menyelesaikan semuanya, rumah kontrakan kini dalam keadaan bersih berkilau!
Siang itu kira-kira jam 13:00, kita yang kecapean rebahan di kamar masing-masing. Kecuali si Ceper yang numpang sementara waktu, di kamarku dan Gembi. Sampai terdengar suara motornya si Lepuk yang berhenti di parkiran.
“Wahhh… Wis rampung ini bersihinnya” teriak lepuk dari ruang depan. Karena kita semua capek, sepertinya tidak ada yang memperdulikan si Lepuk.

“Wehhh, Mbul-Mbul. Koe arep kemana? Terdengar suara Lepuk memanggil Timbul.
“Asu, malah diem aja. Koe mau ke kamar mandi Po?” tanya Lepuk lagi, tidak terdengar jawaban dari Timbul.

“Heh! Mbul, aku dulu. Aku mau ke kamar mandi!” Seru Lepuk, diikuti suara langkah kaki berlari. Jlenggg! Terdengar pintu di tutup.
“Timbul Kewan!” Lepuk berteriak. Sepertinya kami semua tidak peduli dengan fenomena rebutan kamar mandi, karena memang hal biasa untuk kami meributkan hal gak penting, sampai yang paling gak penting.

“Koe, kenopo Puk teriak-teriak?” Suara Timbul akhirnya terdengar.
“Loh, Mbul! Koe! Trus yang di kamar mandi siapa?” teriakan lepuk yang provokatif tadi sontak membuat seluruh penghuni kontrakan berhamburan keluar.

“Ono opo, Puk?” tanya Doyok, di ikuti seluruh penghuni rumah.
“Iki-iki-iki- timbul jadi dua!” Lepuk bicara terbata-bata.

“Maksudnya piye?” tanya Ceper tidak Sabar.
“Aku tadi masuk rumah, liaat si Timbul jalan ke belakang. Aku kan mau ke kamar mandi. Pas tak kejar udah keduluan. Lhaa kok si TImbul malah muncul dari belakang. Trus iki mau sik di kamar mandi sopo?” jerit Lepuk sambil menunjuk pintu kamar mandi.
“Koe jangan ngawur lho, Puk. Wong si Timbul wae bareng aku kok di kamar!” Doyok menyangkal.

“Sumpah aku ora bohong, aku liat tadi si Timbul lari masuk kamar mandi!” kata Lepuk lagi. kami semua kompak melihat kearah kamar mandi yang lampunya menyala.
“Kita buka bareng-bareng” kata Ceper. Lepuk memimpin di depan, dan ketika sudah di ambang pintu, dengan sekuat tenaga dia dobrak kamar mandi itu dan hasilnya sama seperti yang kalian pikirkan! Kosong…. Kita langsung lari menuju ruang teman.
Baru saja semalam Ceper di banting, sekarang malah muncul gangguan baru. Kami semua tidak habis pikir tentang gangguan yang baru saja dialami Lepuk terjadi di siang bolong. Hari itu kami semua jadi tidak tenang, sampai malam hari kami bertindak hati-hati.
Kami sedang tidak ingin membuat masalah dengan mahkluk sini. Dan aku ingat hari itu kami berusaha tidur sore, karena kalau semakin malam kami takut ada gangguan lagi.
Seperti biasa, aku tidur bersama Gembi, si Ceper memberanikan diri untuk kembali ke kamarnya, dan suasana kontrakan sepi. Tidak ada kegaduhan, atau apapun. Benar-benar senyap…. Tapi malam itu juga terasa berbeda, udara menjadi panas.
Kalau bahasa jawanya ‘Sumuk’ tidurku juga tidak enak, sedikit-sedikit aku terbangun karena bermimpi jatuh dari ketinggian. Kalian pernah merasakannya? Konon kalau kamu bermimpi jatuh dari atas ketinggian, itu artinya tidurmu sedang dikeloni Jin!
Pagi hari, Minggu. bulan September 2006. Baru membuka mata, aku sudah di buat kaget karena melihat wajah si Gembi yang bengkak sebelah. Benar-benar bengkak! Seperti habis di pukuli masa. Segera kubangunkan si Gembi.
“Mbi-Mbi! Koe kenopo?” kataku sambil menggoyangkan badannya.
“Opo to, Ce?” kata Gembi yang akhirnya bangun.

“Lho, mukamu kenopo kui?” tanya Gembi yang menyentuh pipiku.

“Aduuhhh…” kataku, rasanya sakit. Dan sedetik kemudian aku heran, kok bisa sakit?
Aku melirik kaca yang ada di lemari samping meja, dan benar saja mukaku bengkak di bagian pipi kiri sampai leher, dan sakit saat di sentuh. Begitu juga si Gembi. Dan ketika kami mengecek semua penghuni kontrakan. Mereka semua, kecuali Lepuk mengalami hal serupa denganku.
~Bersambung~

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Dongeng Sebelum Tidur

Dongeng Sebelum Tidur Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @_A_Thread

Sep 12, 2020
[100 TAHUN SETELAH AKU MATI]

~Bagian 23~

_A Thread_

Sumber (kulon.kali)

#threadhoror #horror #ceritahorror #hororstory
.
.
.
#GoodLookingIniMembunuhku #jogja #malamminggu #KaliAjaJodoh Image
(goodbye Jogja )
.
"ini dibawa gak mas?" suara risa membuat perhatianku teralih
saya :"ohhh.. iya dong, itu nanti dimasukin ke tas selempang aja aja jangan dimasukin tas ransel nanti rusak"
saya melihat ke mainan robot2an yang dibawa risa.
mainan itu adalah kado ulang tahunku yg diberikan risa tahun lalu. risa tersenyum sambil menimang2 mainan itu.
risa :"aneh ya, aku ngasih mainan buat kamu, kayak bocah aja ☺"
saya :"hadiah yg kamu kasih tepat kok, aku suka 🙂"
saya membelai rambutnya pelan sambil tersenyum..
Read 49 tweets
Sep 11, 2020
[100 TAHUN SETELAH AKU MATI]

~Bagian 22~

_A Thread_

Sumber (kulon.kali)

#threadhoror #horror #ceritahorror #hororstory
.
.
.
#Kemenkesgagap #DiSuruhPakGanjar Image
(27 Me1 2006)
.
"pak sodiq!!! jangan di dalam rumah pak bahaya!, pak Haris!! jangan didalam rumah pak bahaya!!"
saya berkendara melewati kompleks dengan berteriak2 mencoba memperingatkan tetanggaku untuk tidak berada dalam rumah.
mungkin mereka membatin kenapa dengan anak ini, pagi2 udah triak2 seperti orang gila. saya mengendarai pespaku dengan kecepatan penuh, saya tidak peduli lagi dengan aturan, beberapa lampu merah nekat saya terobos, dan mendapat makian dari beberapa pengguna jalan.
Read 62 tweets
Sep 5, 2020
[100 TAHUN SETELAH AKU MATI]

~Bagian 16~

_A Thread_

Sumber (kulon.kali)

#threadhoror #horror #ceritahorror #hororstory
.
.
.
#malamminggu #LoveStory #Melisa
(setan-setan penunggu)

saya masih melamun diruangan itu, namun kali ini dengan perasaan yang lebih lega,
"Risa sering cerita tentang nak rizal, ternyata memang bener2 anak baik ya" tante ndari mengajaku berbicara..
Saya :"putri tante yg terlalu baik " saya menimpali dengan pelan, banyak yg kami obrolkan. dan tante ndari tampak antusias mengajukan pertanyaan tentang saya, saya juga hanya menjawab apa adanya, dari obrolan kami saya tau ternyata ibunya risa ini bekerja di KBRI untuk Thailand,
Read 50 tweets
Aug 25, 2020
[100 TAHUN SETELAH AKU MATI]

~Bagian 13~

_A Thread_

Sumber (kulon.kali)

#threadhoror #horror #ceritahorror #hororstory
.
.
.
#ApologizeToLia #OnBTS #ROSE #WoodwardOut
(semua akan kutanggung)

"udah lama kalian?" ujarku kepada Irawan, dina, ani dan susi. sore itu adalah sabtu sore dan hari terakhir kami liburan yang terpaksa liburan kami harus diisi dengan ketakutan..
Susi :"ahhh enggak kok zal, baru aja. eh ris kamu disini juga" kata susi.
saya dan risa baru saja kewarung untuk membeli bahan sembako dan beberapa camilan untuk teman2ku yang memang sehari sebelumnya berniat datang untuk membicarakan hal yang baru saja 3 hari kami lalui..
Read 69 tweets
Aug 14, 2020
[100 TAHUN SETELAH AKU MATI]

~Bagian 3~

_A Thread_

Sumber (kulon.kali)

#threadhoror #horror #ceritahorror #hororstory #HansolxDita #kuotagratis #JegalOmnibusLaw Image
(Apa yang terjadi)

kenapa?, apa salahku ya Rabb? , apa engkau juga menguji manusia yang bahkan belum aqil balik? kenapa harus saya! timpakanlah kutukan ini pada orang lain, jangan kpd saya! ini terlalu berat... pikirku saat saya menjelang dewasa.
saya terbangun dengan badan yang ngilu, sakit sekali... saya llangsung teringat kejadian semalam, rasanya ingin menutup mata dan kembali pingsan, atau paling tidak menangis.. tapi menangispun sudah sulit, mataku terasa pedas, apa air mataku mengering??
Read 53 tweets
Aug 13, 2020
[100 TAHUN SETELAH AKU MATI]

~Bagian 2~

_A Thread_

Sumber (kulon.kali)

#threadhoror #horror #ceritahorror #hororstory

Sebelumnya saya mau ucapin " Congratulation yg lolos SBMPTN "
(Teman Misterius)

brmmmmm... begitu suara mobil corola tahun 91 dan berhenti di depan garasi rumah kami.
Saya : bukk, tadi Sari sekolah loh
ibuk :nak? kamu tau sari itu siapa?
saya : tau dong buk, sari tu temen aku buk, tapi kasian sari lho buk, katanya sekarang gak punya rumah, trus dia mau nginep sini nanti malem ya ya.(aku merayu ibu)
ibuk : Rizal !! kamu jangan ngaco omongnya yaaa. udah sekarang kamu masuk, trus makan nanti sore kamu TPA juga kan?
Read 42 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(