My Authors
Read all threads
URBAN LEGEND YANG DIANGKAT UNTUK SEBUAH KARYA TARI
-A HORROR THREAD-
saya @ayuningtyaspr mempersembahkan #lampor
@bacahorror

@bagihorror

@horrornesia

@ceritaht

#bacahorror
#bacahoror
#threadhoror
#threadhorror
Jawa Timur, 2017

aku kuliah disalah satu Universitas di Yogyakarta, aku suka mendengar dan memainkan alat music apalagi gamelan. Aku ikut disalah satu UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang bernama GAMER (Gamelan Remaja), didalam UKM ini aku mendapatkan pengalaman pentas di kampus-
kampus lain, mengikuti festival dan masih banyak lagi perlombaan-perlombaan yang kuikuti. Bukannya sombong, tapi ketika mengikuti festival gamelan Gamer selalu pulang membawa juara untuk kampus meskipun tidak ada partisipasi sedikitpun dari kampus. Setelah aku ikut Gamer
sekitar 2 tahun akhirnya kami dilirik oleh pihak kampus, seneng dong pastinya. Kami semua diminta untuk mengiringi 1 tarian yang akan dibawakan di Festival Tari yang berjudul LAMPOR.
Lampor ada 2 cerita/ versi, yaitu dari Temanggung dan Yogyakarta. Lampor dari Temanggung adalah keranda terbang yang lewat tengah malam dimalam-malam tertentu dan jika ada yang melihatnya keranda ini akan mengejar orang tersebut. Lewatnya keranda juga diiringi dengan suara
gemrincing, siapapun yang mendengar dan melihat keranda itu haru segera masuk kerumah, kalau tidak akan hilang Bersama dengan hilangnya Lampor itu. Sedangkan Lampor dari Yogyakarta menurut mitosnya adalah ketika malam suro ada Lampor dengan sebutan Lampor Kidul yaitu para
prajurit beserta Kanjeng Ratu memakai kereta kuda dan ditandai kedatangannya dengan suara gemrincing.

*KRINCING KRINCING KRINCING*

Jalurnya melewati Kali O*ak, saat Lampor melintasi kali itu airnya membelah menjadi dua seakan-akan memberi jalan. Di malam suro itu akan ada
pertemuan dari Kidul(Kanjeng Ratu) ke Merapi. Tapi kembali lagi ke kepercayaan cerita masing-masing karena ini aku dapatkan dari cerita simbahku yang rumahnya juga di dekat pantai Selatan. Nah yang diangkat didalam tari Lampor ini adalah cerita dari Yogyakarta.
Untuk Tari Lampor ini yang dibutuhkan hanya sekitar 10 orang pengiring jadi yang muda yang berkarya kali ini, aku diantaranya. Kita latihan sekitar 2 bulan tanpa ada kendala suatu apapun, ya hanya latihan pada umumnya. Oh iya aku disini memegang Demung ya, menabuh ding bukan
memegang hehehe. Oh iya aku jelaskan dulu ini Festival Tari bertempat disalah satu Universitas ternama di Jawa Timur, Festival ini diikuti oleh Universitas di seluruh Indonesia. Dari Universitasku ada 7 penari 1 koreografer, 8 pengiring 2 sinden 1 komposer, 2 dosen dan 7 crew,
orang.

Untuk memastikan kebutuhan-kebutuhan apa saja masih kurang aku kepada koreografernya yang bernama Ojan, kala itu dia sedang berada dikosku. Termasuk kebutuhan ijin kepada pantai Selatan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Aku sebagai orang Yogyakarta masih
mempercayai pantai Selatan adalah pantai yang sakral dan ada sosok Kanjeng Ratu yang sangat cantik.

“Jan, sing kurang apa kira-kira dinggo sesuk?” (Jan, yang kurang apa kira-kira untuk besok”) tanyaku pada Ojan untuk memulai obrolan

“uwis ngaranku, aku wingi yowis ngidul Pras”
(udah sih menurutku, aku kemarin juga udah ke selatan Pras) jawab Ojan. Ke selatan itu maksudnya ke pantai Selatan.

“wis ijin awakmu?” (udah ijin kamu?) tanyaku sambil ngeerutkan dahi, penasaran dengan jawaban Ojan

“uwis wingi karo penari-penari karo Du Darti (Dosen) yoan,
ngopo Pras? Wedi po kowe? Haha” (udah kemarin sama penari-penari sama Bu Darti juga, kenapa Pras? Takut ya kamu? Haha) ledek Ojan padaku

“ora yo, yo uwis nek wis ijin arep ngangkat tarimu kuwi. Aman berarti” (enggak ya, ya udah kalau
sudah ijin mau ngangkat tarianmu itu. Aman kalau begitu) jawabku sudah lega mendengar jawaban Ojan

“aman InsyaAllah” pertegas Ojan

Keesokan harinya kita akan berangkat ke Jawa Timur dengan menggunakan bus, kami berkumpul di kampus. Kita akan berangkat dari Yogyakarta jam 2
siang menuju Jawa Timur dan ternyata seorang teman kami terlambat.

“Pras, Prasetyo aku entenono dilit sikilku loro iki” (Pras, Prasetyo aku ditunggu bentar ya kakiku sakit) WA dari Wahyu salah satu temanku pengiring di Tari Lampor

“ndang cuk selak ditinggal bus” (cepetan cuk
keburu ditinggal bus) balasku kepada Wahyu, dia memang orang yang sangat ngaret

“tunggunen dilit cuk, aku mau bar futsal sikilku loro. Otw banter ra mengo ngiwa nengen rasah iyik!”(tunggu bentar cuk, aku habis futsal kakiku sakit. Otw cepat tanpa lihat kanan kiri gausah brisik)
Setelah Wahyu sampai kampus kita berangkat “Bismillah” semoga sampai tujuan dengan selamat. Aamiiin. Diperjalanan aman-aman saja hanya sering hujan dan rasanya lebih dingin. Pukul 1 dini hari dihari selanjutnya kami sampai di Jawa Timur, pikirku waktu itu kita akan transit di
hotel dengan tempat tidur yang empuk dan mandi pakai shower. Tapi, bus kami berhenti disebuah pasar lalu kami disuruh menurunkan semua barang bawaan cukup membuatku mikir kenapa berhenti disini. Kita harus berjalan sekitar 150 m melewati gang-gang kecil, jembatan dan sampailah
kita pada tujuan yaitu rumah yang tidak begitu luas dan penampakannya seperti rumah jaman dulu. Itu tempat transitku, aku kira hotel gumamku dalam hati.

Rumah ini adalah rumah milik salah satu staff di Kampusku. Kosong? Tentu saja. Rumah ini hanya dipakai setahun sekali ketika
lebaran. Setelah selesai berkumpul rumah ini, lalu ditinggalkan dan dipakai lagi dilebaran tahun depan. Aku masuk kedalam rumah disambut dengan debu dan bau khas rumah kosong, semua perabotan ditutup dengan plastik dan kain putih. Singup dan sangat singup!
Edaaaan seperti rumah-rumah di film horror gumamku dalam hati. Bentuk rumah yang mempunyai halaman cukup besar, ada beberapa anak tangga untuk sampai di teras. Masuk terdapat ruang tamu yang berbentuk persegi panjang lalu ada lorong pendek yang menghubungkan ruang tamu dan
dapur. Masuk kelorong disebelah kiri ada 1 kamar yang ditutup dan diperuntukan untuk tempat tidur dosean dan crew, maju sedikit disebelah kanan ada 1 kamar untuk sinden dan kami para lelaki tidur di dapur. Oh iya para penari tidur diruang tamu. Kamar mandi ada disebelah dapur,
ada 2 kamar mandi yang berjejer. Mau tidak mau aku dan para pengiring nongkrongnya didapur dan Risal temanku membuka obrolan.

“nek nggo turu 2 keluarga we isih cukup, la iki wong 25 an ning kene dadi siji, byuuuuh tak kiro turu hotel cukkkk” (kalau untuk tidur 2 keluarga mah
masih cukup, ini 25 orang lebih jadi satu, byuuuuh kukira tidur di hotel cukkk) gerutu Risal yang kelihatannya kesal dengan kondisi rumah ini.

“sambat wae, mbok uwis diterima Sal. Ning kene gur sedina wekok, sesuk ning Jogja tak sewake hotel turuo kono hahaha” (mengeluh saja,
udah ditrimain aja Sal. Disini juga cuma 1 hari kok, besok balik Jogja aku sewain hotel tidur sana ya hahaha) ledeku pada Risal

Dihari yang sama aku dan yang lain GR (Gladi Bersih) di Performance Stage kampus ternama itu sebut saja Kampus Bintang. Pengalaman ikut festival-
festival seperti ini terkadang alat musik tidak disediakan lengkap jadi untuk mengantisipasi kita membawa kempul 3 dan kecer. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba kecer yang ditaruh di setwing jatuh .

*CRIIIIIEEEEEENG*
Kecer adalah alat musik yang digunakan para pengiring untuk membuat bunyi gemrincing atau suara pertanda Lampor akan datang. Kecer itu berada di setwing kanan dan kami semua berada di setwing kiri. Kebetulan mungkin jatuhnya ucapku dalam hati. GR Tari Lampor aman tidak ada
dan kami kembali ke transit.

Ini adalah alat musik kecer
Sesampainya di rumah aku merasa sangat gerah dan memutuskan untuk mandi. Teman-teman yang lain berada di ruang tamu dan halaman mengisi kegabutan karena pentasnya masih besok. Aku masuk disalah satu kamar mandi, ketika sudah telanjang dan ingin mengguyur badanku dengan air
aku melihat ada sehelai rambut dikloset, sehelai namun sangat panjang. Aku siram kloset itu dan rambut sudah tidak nampak, selesai mandi ketika ingin memakai baju pandanganku tertuju ke kloset lagi dan ternyata rambut itu ada lagi.
“sakelingku mau wis tak grujuk e, kok ana meneh “ (seingatku udah aku siram, kok ada lagi) gumamku bingung. Aku tidak berani melihat kanan kiri apalagi ke arah atas dan tanpa pikir panjang aku lari sampai ruang tamu. Rambut Panjang? Kuntilanak? Entahlah
Hari pentaspun tiba, pengiring dan penari berdandan dirumah tua ini, mempersiapkan segala rupa agar maksimal di atas panggung. Dengan pakaian yang serba hijau menunjukan identitas pantai Selatan. Sampai di Performance Stage kami berdoa meminta kepada Tuhan supaya Tari Lampor
lancar tanpa halangan suatu apapun.

“Pras, Prasetyo kok podo ning kampuse dhewe iki ana sesajen barang ning pojokan panggung” (Pras, Prasetyo kok sama kaya dikampus kita ya, ada sesajen dipojok panggung) kata Wahyu padaku

“yo ben, rasah ngurusi kuwi fokus Yu keplak we nganti
salah le nabuh” (biar, gausah ngurusin itu, fokus Yu, pukul nanti kamu kalau salah ngiringinnya) kataku pada Wahyu.

Kampusku memang mempunyai Gedung pertunjukan yang sudah sangat tua, jadi kalau mau ada pentas di Gedung itu pasti harus menyiapkan sesajen disetiap pojok Gedung.
Istilahnya meminta ijin “penunggu” Gedung agar acara berjalan lancar. Dan itu kami lihat di Kampus Bintang ini, apakah mungkin Performance Stagenya mereka sama dengan kampusku? Hmmm

Kami bersiap dan siap tampil, Penari memposisikan diri dan juga pengiring. Sangat gelap dan
pengiring hanya mengandalkan cahaya lilin yang kami bawa sejak tadi untuk menerangi notasi iringan.

*TARI LAMPOR, SELAMAT MENIKMATI*

*1 2 3 mulai*

Awalan dari kempul sudah salah, aku salah, salah satu pencon bonang jatuh. Pengiring BLANK, iringan hancur benar-benar tidak
sesuai ketika latihan. Yang aku rasakan waktu itu aku tidak bisa mendengar iramanya, kami tidak bisa mendengarkan satu sama lain. Suasana Gedung ingin sangat ramai seperti 1 gedung dipenuhi oleh penonton, aku tidak bisa melihat penonton karena memang
sangat gelap,tapi suaranya terdengar jelas sangat ramai. Hanya itu yang kudengar, bukan suara musik yang sedang kami tabuh. Tapi para penari aman sampai selesai menarikan Tari Lampor. Turun panggung tiba-tiba Alya salah satu penari teriak-teriak histeris dan menuju kearah pohon
besar di Kampus Bintang ini. Iyaaa! Alya kesurupan, entahlah kacau malam itu benar-benar diluar dugaan. Setelah kejadian kesurupan ini selesai aku sendirian kembali ke Gedung untuk menonton peserta selanjutnya. Kali ini aku duduk di tribun penonton daaaan.
“hagene sing ndelok gur sithik ning kok rame banget yo mau lehku krungu, jiancukkkkk!!! Ramungkin tepan” (loh yang menonton cuma sedikit tapi kok rame banget ya tadi aku mendengarnya, jiancukkkk!! Gamungkin ini) aku tidak percaya dengan apa yang ku lihat.
Aku masih memikirkan kenapa bisa ramai sekali suasana ketika aku pentas padahal penontonnya cuma sedikit, ya Tuhannnnn. Aku ingin WA Risal agar dia naik ke tribun supaya menemaniku karena aku mencar dengan teman Lampor yang lain, tapi hpku low dan powerbankku di dalam Bus,
akhirnya aku memutuskan untuk ambil PB ke bus. Aku masuk bus dan dikursi bagian belakang ada orang aku kira pak supir ternyata Remo temanku.

“Rem, ngopo ra melu cah-cah?” (Rem, kenapa gaikut anak-anak?) tanyaku sambil meyakinkan bahwa itu benar-benar Remo temanku
“aku lara Pras, tak ning bus wae. Ra penak banget awaku” (aku sakit Pras, dibus aja aku. Gaenak banget badanku) jawab Remo yang sepertinya memang sakit

“yowis tak kancani ning kene wae, nek pengumuman mengko paling cah-cah wis ning kono” (yaudah kutemani disini aja, nanti
pengumuman juga anak-anak udah disana) jawabku. Karena tak tega melihat Remo sendiri aku duduk disampingnya.

Aku berinisiatif untuk WA Wahyu supaya ketika pengumuman dan mendapat juara agar mengabariku. Beberapa jam kemudian aku dibangunkan oleh Ani salah satu penari Lampor.
“Pras tangi heeeeey” (Pras bangun heeeeeeey) suara Ani membangunkanku

“weh wis dha ning bus, piye? Menang ra?” (weh sudah di bus, gimana? Menang nggak?) tanyaku sambil mengucek-ucek mata

“ora menang” (enggak menang) jawab Ani tapi sambil membawa piala
“ora menang kok nggawa piala wuuuuu, menang opo wae? Sorry aku keturon, nunggu Remo aku, dheweke lara” (enggak menang kok bawa piala wuuuuu, menang apa aja? Sorry aku ketiduran, nunggu Remo ini, dia sakit) sahutku
Ani menyebutkan bahwa kampus kami menggondol 4 piala sekaligus dengan nominasi Juara Umum, 3 Penyaji Terbaik Non Ranking, Penata Tari Terbaik dan Penata Iringan Terbaik. 4 piala dengan musik yang tidak selaras dengan tarian? Atau hanya aku saya yang merasakan kekacuan malam ini?
Tapi semua pengiring juga mengatakan bahwa mereka tidak bisa mendengarkan satu sama lain.Aku tidak tau lagi apa yang harus aku cerna kali ini, senang pasti karena latihan 2 bulan ini berbuah manis
Kami semua masuk bus dan langsung OTW Yogyakarta tanpa transit ke rumah itu lagi. Ketika akan meninggalkan kota Jawa Timur Risal ingin membuat story Instagram, banyak lampu-lampu disepanjang jalan. Risal merekam lampu-lampu tersebut, tetapi ketika dilihat kembali disela-sela
lampu itu ada pocong yang menampakan dirinya. Saking kami tidak percaya kepada Risal kami ulang terus menerus video itu dan memang benar ada sosok pocong yang sangat mengerikan. Risal tidak berani menguploadnya dan akan di save saja, ketika diklik tomblo save video itu tidak
bisa ke save. Berulang kali Risal mencoba tetap tidak bisa, akhirnya video itu dibatalkan dan tidak jadi membuat story. Aku berinisiatif tanya sama pak supir.

“pak niki lewat pundi to?” (pak ini lewat mana ya?) tanyaku pada pak supir
“lewat M**** mas, dospundi?” (lewat M**** mas, bagaimana?) jawab pak supir

“mboten pak, wau kanca kula damel video kok enten anune hehe” (enggak pak, tadi teman saya buat video ada anunya hehe) sahutku

“dalan mriki cen radi angker mas, pun boten napa-napa” (jalan sini memang
agak angker mas, sudah tidak papa) jawaban bapak sopir yang membuat ku sedikit kaget.

“inggih pak” (iya pak) lalu aku kembali ketempat duduku

Karena kelelahan kami semua tertidur dan hari selanjutnya kami sudah sampai Yogyakarta. Alhamdulillah kembali ke kota kelahiran dengan
selamat walaupun Remo sakit. Kami pulang satu persatu kerumah masing-masing.

Remo sakit sejak dari Jawa Timur, setelah itu kebetulan apa tidak semua pengiring sakit. Benar-benar semua pengiring tanpa terkecuali. Aku hanya berdoa kepada Tuhan jika ini masih tentang
Lampor tolong cepat diselesaikan. Aku memang tidak bisa melihat hal-hal seperti itu, tapi aku bisa merasakan “mereka” ada atau tidak

-1 bulan kemudian-

Aku kembali bertemu dengan teman-teman Gamer, ada salah satu temanku (Yoga) yang ikut juga
ketika di Jawa Timur mendekatiku dengan pelan.

“piye cuk kabarmu? Suwe ra ketemu” (gimana cuk kabarmu? Lama ga ketemu) sapa Yoga padaku

“apik, wis mari? Aku lagi wingi iso njenggelek iki” (baik, udah sembuh? Aku baru kemarin bisa bangun ini) jawabku
“wis alhamdulillah, aku wingi ketemu Soleh” (udah alhamdulillah, aku kemarin ketemu Soleh) sahut Yoga

“ngopo cah e?” (kenapa anaknya?) tanyaku penasaran

“jere bocahe pas aku cerita kejadiane kita ning Jatim wingi kae lo, perlajanan seka Jogja tekan ning Jatim ki aman tapi
ketika awakdhewe meh pentas lampore wis ana ning kono dan sing diserang iringane” (kata dia ketika aku cerita kejadian kita di jatim kemarin, perjalanan dari Jogja samapi Jatim aman tapi ketika kita pentas lampor yang sebenarnya ada disana dan yang diserang adalah iringannya)
jelas Yoga

“emmmm matane cuk tenan ora kuwi ki” (emmm matane cuk beneran enggak itu tu) tak sengaja aku mengeluarkan kata kasar karena saking kagetnya

“iyo, asumsine dee sing pengiring e urung njaluk ijin ngidul” (iya, asumsi dia yang pengiring belum
ijin ke Selatan) tambah Yoga

“iyo cen sing ngidul gur penari tok, pengiring ora Yog tapi yawis lah wegah aku mikir kuwi” (iya memang yang ke selatan cuma penari aja, pengiring enggak Yog tapi yaudahlah gamau aku mikir itu) jawabku karena sudah banyak yang aku alami disana.
Percaya atau tidak kita hidup berdampingan dengan makhluk lain, saling menghormati satu sama lain agar tidak saling mengusik. Dan jangan lupa ketika ingin mengangkat sebuah cerita pahami dulu asal cerita itu berada dan ikuti bagaimana tatacara agar cerita itu bisa diangkat
menjadi sebuah karya.

Setelah percakapan itu kami latihan lagi. (Based on true story)

-TAMAT-
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with UPILSKY

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!