Ada satu lagi langkah-nyata yang mudah dan sederhana: Mendesak dewan/pengurus masjid terdekat untuk meminta khatib membawakan materi anti-terorisme di khutbah Jum'at.
Selama ini khatib yang secara satu-arah menyetir arah-pikir jamaah. Saatnya jamaah yang gantian menyetir khatib.
Tapi, spesifik untuk konteks anak-anak MIT yang sedang ngetren, apakah itu bentuk terorisme? Apakah anak-anak MIT itu tahu/percaya mereka sedang melakukan terorisme?
Enggak. Justru, bagi mereka, yang mereka lakukan itu perjuangan yang sah untuk menjadikan Indonesia negara-Islam.
Selama ada yang menyebarkan paham bahwa "adalah sah dan halal untuk berusaha mengubah Indonesia menjadi negara Islam", selama itu juga anak-anak MIT akan "merasa benar".
Khusus konteks ini, salah satu usaha-lebih adalah dengan menghadiahkan buku ini untuk kenalan yang ekstremis.
Langkah lain, bagi para orang tua yang anaknya SD-SMA, ya desak sekolah menyelipkan materi anti-terorisme di Pelajaran Agama Islam.
Kalau perlu, bikin soal UAS: "Contoh organisasi yang menafsirkan Islam secara salah untuk kepentingan sendiri adalah:" dengan jawaban benar "ISIS".
But can Islam do this? No. It's against the core teaching. The true Islam wants to completely control the world—Muhammad engineered it so.
Islam yang "murni" punya keinginan menguasai dunia dan peradaban. Sebagai kepercayaan berbasis-teks-masa-lalu, Islam tidak bisa direformasi.
Islam didesain Muhammad sebagai "template peradaban". Sebagai pedoman tata-masyarakat, ajaran Islam menjunjung tinggi eksklusivitas, tribalisme, dan chauvinisme.
Contoh utamanya adalah QS 5:51—tentang larangan-eksplisit untuk memilih orang Nasrani maupun Yahudi sebagai pemimpin.
Mengajarkan untuk "tidak berusaha mengislamkan Indonesia" artinya kompromi besar-besaran terhadap komponen-utama ajaran Islam sendiri: Dakwah.
Menyuruh Islam berhenti mengislamkan negara itu mirip seperti menyuruh umat Protestan berhenti melakukan Amanat Agung [Matius 28:19-20].
Asking Islam to reform the teaching is extremely hard, if not impossible.
Islam adalah upaya Muhammad membentuk tatanan peradaban—di bawah satu identitas—sesuai visi-misinya. Mengerdilkan Islam jadi hanya sekadar "spiritualitas individu" menyalahi tujuan utama Islam itu sendiri.
Jadi walau langkah ini (i.e. meminta pemuka Islam "menyembunyikan" ajaran Islam spesifik di bagian "menguasai politik maupun ideologi negara-habitat") dilakukan, Islam yang murni tetap menyuruh umat berpolitik.
In Islam, there is no "separation of c̶h̶u̶r̶c̶h̶ mosque and state".
Sebagai "spiritualitas teologis", Islam itu eksklusif. Islam tidak mengizinkan penyembahan Lord/Tuhan lain bersamaan dengan "pengagungan Muhammad dan penyembahan Allah".
Islam melarang asimilasi dengan unsur-kepercayaan lain—misalnya "Yoga" (Karma/Jnana/Bhakti) atau "Dosa Asal".
Contoh populer adalah Syekh Siti Jenar, yang dibunuh (1517 M) oleh Wali Songo karena menyebar aliran Islam yang dicampur dengan ajaran Yoga* dari Hinduisme: "Manunggaling Kawula Gusti".
*) arti asli "Yoga" adalah usaha mempersatukan Atman (self/makhluk) dan Brahman (Self/Sumber)
Dalam Islam murni, dilarang mengakui—bahkan sekadar menyebutkan kemungkinan—bahwa ada Tuhan lain yang sama layak-disembahnya dengan Allah.
Agama Islam yang eksklusif ini berbeda dengan, misalnya, agama Ravenclawisme yang membolehkan penganutnya tetap menganut agama lain apa pun.
Kenapa Islam eksklusif? Supaya seluruh penggunaan SDM beserta harta para Muslim bisa digunakan sepenuhnya untuk kepentingan Islam [dan, di masa itu, kepentingan Muhammad].
"Masuk ke Islam" itu mirip "kewarganegaraan" atau "keanggotaan parpol". Sama-sama membentuk "Gemeinschaft".
Dalam Islam murni, dilarang-keras untuk mampir ke tempat ibadah agama lain untuk ikut dalam proses ibadah—bahkan atas dasar "penasaran" sekalipun. Islam melarang-mutlak anggotanya untuk "mencari Tuhan" atau "menemukan ketenangan batin" lewat metode selain yang diajarkan Muhammad.
Islam menuntut seluruh penganut untuk berpikiran-tertutup dan berhenti mencari konsep Kebenaran/Pencerahan di luar apa yang dikatakan Muhammad.
Itu yang membuat Islam bertahan sebagai identitas-kelompok yang unik (i.e. minim percampuran dengan agama/budaya lain) sampai hari ini.
Bandingkan dengan tafsir Buddhisme-mainstream yang membuka diri kepada perubahan doktrin/akidah/kredo. Atau terhadap tafsir Hinduisme-mainstream yang menyatakan ada banyak jalur menuju Kebenaran/Pencerahan.
Bahkan kalimat pertama syahadat Islam itu sendiri sudah anti-pluralisme.
"Jangan berteman kecuali dengan orang Islam, dan jangan menyuguhkan makanan kecuali kepada orang yang bertakwa."
[At-Tirmidzi, 2395, sunnah.com/tirmidhi/36/93]
Itu hadis sahih. Mau disangkal kayak gimana? As I said, Islam yang diajar Muhammad itu eksklusif; chauvinis dan tribalis.
Sumber untuk melakukan "politik dua kaki" tercantum di dalam Qur'an itu sendiri.
Kalau pemuka Islam mau menunjukkan "wajah baik" Islam untuk rekrutmen atau humas, ya tinggal comot ayat-ayat era Mekah. Kalau pemuka Islamnya mau mengambil kekuasaan, ya ambil ayat-ayat era Madinah.
Islam minim toleransi dan minim asimilasi. Dalam beberapa hal, termasuk "keinginan berkuasa", "perlakuan kepada minoritas", "peran wanita", dan "hak LGBT", arahan dalam teks-teks Islam bertentangan dengan konsep "kemanusiaan" di abad ke-21.
Apakah Islam bisa direformasi? Tidak. Umat Islam nggak bisa bikin Summit lalu membuang ayat-ayat "teror" dari Qur'an.
Yang bisa dilakukan adalah "menyembunyikan" atau "tidak mengajarkan" bagian-bagian yang "bertentangan dengan HAM abad ke-21" atau "mengganggu kedaulatan negara".
Di konteks anak MIT, mereka melawan pemerintah-Indonesia karena percaya bahwa "Indonesia seharusnya tidak pakai Presidensial—tapi pakai Khilafah".
Cara menghindari munculnya kelompok "pendukung Khilafah" adalah dengan secara eksplisit-dan-tegas menjelaskan kenapa Khilafah haram.
Di konteks Indonesia, hal itu artinya mengajarkan bahwa "ideologi Pancasila itu lebih baik ketimbang ideologi Islam".
Apa Islam bisa melakukannya? Sangat berat, karena melanggar "din" sendiri. Perlu banyak mental gymnastics. Tapi itu yang perlu dilakukan untuk menekan terorisme.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Sebenernya, Omnibus Law ini tragis. Menginjak-injak Pancasila (atau setidaknya elemen "Sosialisme" dari Pancasila).
Tapi, sikap menolak Omnibus Law (atau UU pro-Pasar-Bebas pada umumnya) itu mirip sikap menolak GoJek/Grab dengan alasan "mengurangi rezeki ojek pangkalan/offline".
Awal 2000-an—waktu awal-awal Indomaret jadi waralaba dan gencar ekspansi gerai di Indonesia, gerai-gerai Indomaret itu dilemparin batu sama para preman utusan pemilik toko-eceran-tradisional.
Alasannya ya karena barang di Indomaret lebih murah. Toko-eceran lain jadi kalah saing.
2015–2017, awal ojek online masuk pasar Indonesia, para ojek pangkalan juga ngusir, mukulin, dan ngerampok pengemudi ojol yang mereka temui.
Kenapa? Karena ojek online itu berani "banting harga". Penumpang bayar 4000 per kilometer. Kalau ke opang, penumpang bayar 10.000+ per km.
Gue percaya konsep Vigilantisme. Gue percaya bahwa—dalam kasus perkosaan—korban punya hak-moral untuk menangani pelaku tanpa campur-tangan Negara—jika Negara dianggap lalai.
Korban punya hak-moral untuk menculik, menyekap, meracun, menyiksa, membunuh tanpa perlu merasa bersalah.
Kenapa sering banget keulang? Salah satunya, karena cowok-cowok kayak gitu dibiarin hidup. Mereka pamer ke temennya yang lain, terus temen-temen mereka juga ikutan tertarik merkosa cewek.
Coba kalau dibunuhin satu-satu. Minimal nggak ada korban selanjutnya dari pelaku yang sama.
Menkeu Sri Mulyani mengeluhkan: "Anggaran pendidikan Indonesia itu habis buat menggaji guru-guru yang nggak kompeten."
Kalau definisi "korupsi" adalah "habisin uang pajak-rakyat tanpa ngasih timbal-balik yang sepadan kepada rakyat", korupsi terbesar itu dilakukan oleh kaum guru.
Kenapa skor PISA murid Indonesia rendah? Salah satunya, karena gurunya bukanlah orang-orang yang kompeten dalam mengajar.
Salah satu ukuran-formal kualitas guru adalah hasil tes UKG. Berapa nilai rata-rata guru Indonesia? Cuma ~50 dari 100. Emang yang kayak gitu layak jadi guru?
70% guru Indonesia tidak kompeten. Nggak jelas kemampuannya apa. Nggak jelas kenapa belum dipecat.
Anggaran Pendidikan Indonesia itu 20%. Tahun 2020, nilainya 500 T. Secara umum, anggaran ini dibelanjakan 2/3 lewat pemda dan 1/3 lewat pemerintah pusat. Kenapa gagal mencerdaskan?
Pas kelas 3 SMA, gue peringkat 1 try-out Ujian Nasional se-Kabupaten Nganjuk.
Habis try-out, guru SMA ngumpulin anak-anak skor-tinggi buat jadi "sumber contekan satu sekolah" pas hari-H UN, terus bagi-bagi tugas sesuai spesialisasi—gue dapet yang Bahasa Inggris sama Matematika.
Gimana mekanisme nyontek-massalnya? Intinya, pas hari-H gue [dan beberapa Chosen Children yang lain—sesuai mata pelajaran] ngerjain dengan cepat dan fokus, lalu jawabannya dikasih ke teman sekelas yang udah ditugasin buat bawa ponsel.
Yang bawa ponsel ngirim SMS ke kelas lain.
Jadi, dalam praktiknya, di berbagai sekolah negeri, murid-murid yang skornya tinggi "nggak bisa nggak nyontekin".
Apalagi murid-murid yang masuk kontingen Olimpiade Sains Nasional—mereka hampir pasti dipepet guru sama anak-anak OSIS buat "mengamankan nilai teman-teman satu SMA".
I'm not telling people to die. 😔 I'm telling them that they have the power to choose between life and death.
Emang kalo ada orang putus asa dan ingin bunuh diri karena dia jelek, miskin, cacat mental, penyakitan, dan merasa dianggap menjijikkan, kamu mau bantu apa? Nikahin dia?
Yes yes. I know, I know. This personal opinion about suicide is probably the most controversial personal belief that I have.
And you, a good Twitter netizen, have all the right to block and even report me. It's fine. It's your right and I will take all the possible consequences.
And finally, for anyone who already decided to suicide, I respect your decision.
Please try to leave no debt unpaid and promises unfulfilled.
Bukan. Anak yang (1) "minum alkohol" (2) "menggunakan identitas sekolah" dan (3) "mengumumkannya dengan bangga" itu butuh pengakuan dari teman-temannya bahwa dia cukup berani untuk melanggar aturan sekolah.
Sekolah mengeluarkannya demi menjaga reputasi sekolah di mata orang tua.
Kalau cuma soal minum mah yaelah anak-anak Olimpiade Sains Nasional juga habis pelatihan malemnya dugem kok. Diajakin sama kakak mentornya, malah.
Yang jadi masalah itu jika dan hanya jika murid itu membuat, di mata umum, identitas sekolah tersebut terasosiasikan dengan pemabuk.
It's not twisting. It's commenting on your verbatim: "Anak [sekolah] yang minum-minuman beralkohol itu butuh pendidikan."
Jika ada siswa yang, memakai identitas sekolah, minum alkohol, 98.76% kemungkinan motivasinya adalah: "Agar terlihat keren dan disegani di mata teman-teman."