Honjok merupakan seni hidup sendiri/menikmati fenomena kesendirian ala anak muda Korea. Bukan hanya sekadar me-time, Honjok ini juga biasa berlanjut sampai hidup melajang seumur hidup.
Mari kita mengenal lebih jauh tentang Honjok!
- a thread!
Ketika mendengar "anak muda Korea", kita biasa langsung terpikir dunia entertainment, BTS, drama Startup, IU, atau mungkin dunia akademisnya yang sangat maju.
Tetapi sisi lain kehidupan anak muda Korea menunjukkan hal yang berbeda, jauh dari hingar bingar manusia, kesendirian.
Honjok merupakan sebuah keadaan di mana seseorang melakukan segala sesuatu sendiri. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan generasi muda Korea yang mandiri dan lebih suka melakukan segalanya sendirian.
Bukan hanya halan-jalan ke mal sendiri dan nonton bioskop sendiri, penganut Honjok berencana untuk melajang dan hidup sendiri, menikmati kesendirian, selamanya.
Honjok sendiri kini menjadi aktivitas yang lazim di negeri ginseng.
Orang Korea pun bangga akan hal ini karena mereka mandiri atas dirinya sendiri. Prinsip Honjok ini juga dapat dimaknai seperti istilah YOLO (you only live once) yang dipopulerkan oleh rapper Drake.
Seorang profesor riset ilmu konsumen Seoul National University, Jeon Mi Yeong, juga menyetujui hal tersebut.
"YOLO adalah singkatan dari 'kamu hanya hidup sekali,' itu berarti karena hanya hidup sekali, jadi Anda tidak boleh hidup untuk orang lain atau untuk masa depan,"
"tetapi hiduplah untuk saat ini. Di masa lalu, orang-orang fokus pada penghematan uang dan khawatir tentang apa yang dipikirkan orang lain, tetapi sekarang orang-orang di Korea Selatan lebih banyak memikirkan tentang emosional mereka daripada hal-hal rasional."
Ada berbagai faktor yang dianggap turut menyumbang fenomena honjok. Yaitu banyaknya orang yang memilih pindah dan bekerja di kota, keputusan menunda pernikahan, hingga para wanita yang fokus membangun karier dan belum memikirkan untuk membangun rumah tangga.
Budaya di Korea yang mementingkan kebersamaan pun saat ini mulai berubah menjadi menikmati hidup sendiri.
Hidup sendiri itu bukanlah hal yang aneh, kita dapat mulai lebih mencintai diri sendiri & menikmati hidup. Jangan terbawa akan tekanan2 sosial untuk melakukan sesuatu.
"Even if my love is a love I’m doing alone
It has all of the precious things fill up my heart
Even if my love is a love I’m doing alone
It’s eternal, it won’t wither." - IU (Love Alone)
Ikigai merupakan sebuah istilah dari negara Jepang untuk menjelaskan kesenangan & makna kehidupan.
Apa yang gua suka? Apa yang bisa gua lakuin dengan baik? Apakah kemampuan gua layak dapat bayaran? Apa yang dibutuhkan dunia dari gua?
Mari kita membahas Ikigai!
- a thread!
Etos kerja di Jepang mungkin dapat dibilang unik, mereka sangat terbiasa dengan kondisi sushi-zume, sebuah kondisi di mana para pekerja kantoran berdesak-desakan pada pagi hari di kereta komuter. Kemudian, bekerja setengah mati dan pulang ke rumah tengah malam.
Bagaimana warga Jepang dapat bertahan dalam situasi ini? Salah satu rahasianya ialah apa yang disebut-sebut sebagai Ikigai.
Buku How Democracies Die yang sedang diperbincangkan karena unggahan Gubernur @aniesbaswedan sebenarnya cukup menarik.
Logos akan membahas 2 poin dalam buku ini: tanda-tanda otoritarianisme dan peran partai politik sebagai gatekeeper.
- a thread!
Buku ini dibuat oleh 2 orang political scientist dari Universitas Harvard bernama Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt.
Karya yang terbit tahun 2018 ini bercerita tentang bagaimana pemimpin terpilih dapat menumbangkan proses demokrasi untuk meningkatkan kekuasaan mereka.
Terpilihnya Donald Trump 4 tahun lalu memicu banyak diskusi tentang nasib demokrasi Amerika. Apakah terpilihnya tokoh seperti Donald Trump — outsider yang tak berpengalaman dengan naluri otoriter — menunjukkan bahwa demokrasi di AS sedang mengalami kemunduran?
“Batas bahasaku adalah batas pikiranku.” Demikianlah pernyataan Wittgenstein tentang relasi antara pikiran, bahasa, dan dunia.
Kali ini, Logos membahas palingan bahasa dalam filsafat analitik dan pengaruhnya pada linguistik pragmatik.
A thread.
Pada dasarnya, palingan bahasa merupakan penanda dari lahirnya filsafat analitik. Filsafat analitik merupakan sebuah respon atas Idealisme yang mendominasi filsafat barat. Menurut filsuf analitik, karya-karya filsafat idealis dipenuhi dengan penggunaan bahasa yang “gelap”.
Dalam thread sebelumnya perihal palingan bahasa dalam filsafat kontinental, kita telah memahami bahwa palingan bahasa bukanlah upaya memikirkan dunia, melainkan memikirkan cara memikirkan dunia.
[LIVE UPDATE] Saat ini tengah berlangsung webinar Logos berkolaborasi dengan @magdaleneid dengan tema Media dan Gender. Yuk, ikuti live streamingnya melalui tautan berikut!
Media dan kultur pop merupakan hal yang sangat berpengaruh bagi masyarakat. Wacana atau nilai-nilai yang direpresentasikan oleh media dapat membentuk masyarakat.
Berdasarkan survey UNESCO, representasi perempuan di media hanya menyentuh angka 10%. Kemudian, hanya 4% publikasi di media yang melawan stereotipe gender. Hal tersebut diperparah dengan fakta bahwa 20% ekspert yang diwawancarai oleh media adalah laki-laki.
Dibandingkan dengan ilmu eksakta, ilmu sosio-humaniora masih kalah populer, termasuk ilmu antropologi dan ilmu sosiologi. Fun fact-nya adalah antropologi dan sosiologi masih diibaratkan “satu ibu beda bapak” , lho! Yuk kita bahas!
A Thread
Berbicara tentang sejarahnya, hubungan sosiologi dan antropologi muncul dari kedua permulaan yang berbeda. Sosiologi merupakan cabang dari ilmu filsafat (filsafat sosial) yang dikembangkan khusus untuk mendalami asas masyarakat sampai kebudayaannya sendiri.
Walaupun kelihatannya berbeda, namun ada hubungan yang bisa dikatakan sealiran. Kita cek dulu ~
1. Objek kajiannya.
Kalau sosiologi lebih membahas tentang daerah perkotaan, antropologi malah kebalikannya. Kalau pakai kacamata kita, ini malah menimbulkan timbal balik.
“Mungkinkah kita berpikir tanpa bahasa?”. Pertanyaan semacam ini merupakan pertanyaan yang menandai suatu palingan bahasa dalam filsafat abad 20.
Kali ini, Logos membahas palingan bahasa dalam tradisi filsafat kontinental.
A thread.
Palingan bahasa merupakan gelombang pemikiran yang bermula dari Revolusi Kopernikan Immanuel Kant. Dalam revolusi tersebut, Kant merumuskan ulang syarat-syarat pengetahuan. Kant tidak memikirkan dunia, melainkan memikirkan cara memikirkan dunia atau palingan epistemologis.
Setelah palingan epistemologis Kant, upaya memikirkan cara memikirkan dunia dilanjutkan dengan palingan bahasa atau Linguistic Turn. Palingan bahasa berangkat dari pemikiran bahwa manusia memikirkan dunia dengan bahasa.