Cerita ini terjadi sudah cukup lama, tapi sepertinya sampai saat ini 'dia' yg ada dalam cerita ini masih ada di sana. Dan tetap enggan pergi.
saya ambil sudut pandang pemilik cerita dalam kisah ini
1995
Ini adalah tahun pertama aku mengikuti suamiku berpindah setelah tinggal di kota tempat asalku. Pekerjaan suamiku yg mewajibkan pegawainya terus mengalami rotasi penempatan kerja membuatku harus ikut kali ini. Kota tujuanya, sebuah kabupaten yg ada di tengah Jawa Timur
Karena waktu penempatan dan persiapan cukup mepet, suamiku akhirnya memilih sebuah rumah kontrakan murah yg ada di bagian utara Kabupaten M. Rumahnya tidak terlalu besar, ada dua kamar, satu kamar mandi, satu ruang tamu yg menjadi satu dengan ruang keluarga dan sedikit halaman
aku rasa cukup lah rumah ini. Apalagi saat itu hanya ada aku, anakku Manggali yg masih berumur 5 tahun dan suamiku. Proses perpindahan berlangsung cepat. Dalam sehari, kasur, lemari dan beberapa perlengkapan dapur sudah tertata di dalam rumah.
Tak ada yg aneh sejak awal datang. Semua normal2 saja, air mengalir lancar, listrik juga menyala baik. Kebetulan juga di samping rumah ada tetangga yang menurutku cukup ramah. Aku memanggilnya Bu Suti.
Hari pertama ku isi dengan tidur dan bermain dengan anakku, sedangkan suamiku tak lama langsung pergi ke kantornya yg baru di kota ini. Manggali terlihat senang dengan rumah kontrakan ini. meskipun entah kenapa dia seperti tak pernah mau ketika disuruh ke dapur sendirian.
Sampai kemudian, beberapa kejadian ganjil mulai terasa. Aku lupa tepatnya, entah hari ketujuh atau ke delapan. Suamiku setiap hari pulang menjelang magrib. Saat itu ketika suamiku pulang dia terburu2 lari ke arah dapur. Aku sempat kaget, karena suamiku baru saja melepas sepatu
"kenek opo mas? (kenapa mas) " tanyaku .
"Aku mambu gosong, tak kiro sampean lali mateni kompor dek (aku bau hangus, saya kira kamu lupa mematikan kompor) " jawab suamiku.
"Wong aku gak nguripi kompor mas. (saya tidak menghidupkan kompor mas) " sahutku lagi
Suamiku menggaruk kepalanya yg tidak gatal. Dia jelas2 mencium ada bau hangus yang kencang dari arah dapur. Sehingga langsung lari untuk mematikan apapun yang sedang terbakar.
Setelah kebingunganya reda, suamiku langsung masuk ke kamar mandi
aku pun memilih menonton TV bersama anaku sambil menunggu suamiku selesai mandi. Teh hangat dan tempe goreng sudah kusediakan di atas meja. Menunggu pemiliknya selesai mandi.
Saat tengah asik menikmati acara Mc Gyver, tiba2 aku mendengar suara suamiku dari kamar mandi
"Le ojo neng kene. Sek bapak adus (nak jangan di sini, sebentar ayah mandi) "
Aku heran. Suamiku berbicara dengan siapa, jelas2 anaku Manggali sedang duduk dipangkuanku.
.
Setelah mandi, suamiku langsung menghampiri anaku
diacaknya rambut anakku dengan gemas."Bapak adus kok dijiwiti. Untung gak kaget mau (bapak mandi kok dicubit, untung tidak kaget tadi) " kata suamiku sambil mencium pipi Manggali.
"Sopo njiwit mas? wong anake ket mau neng kene (siapa yg mencubit, orang anaknya di sini daritadi)
Suamiku kembali kebingungan. Kita sempat sedikit berdebat. Suamiku mengatakan jika saat itu dia tengah menggunakan shampo. Kebetulan pintu kamar mandi dibuka, karena entah berapa kali diganti, lampu di sana selalu mati. Waktu mengguyur air ke atas kepalanya, tiba2 ada yg mencubit
suamiku mengira anaku yang melakukanya. Karena cubitanya tepat di paha. tangan yang mencubit juga terasa kecil.
"Paling perasaan ae mas. Wis ndang dimaem tempene, terus istirahat (mungkin hanya perasaan saja mas. Sudah cepat dimakan tempenya.) " ucapku
esok harinya suamiku merasa tidak enak badan. Suhu tubuhnya panas, aku pun memintanya untuk beristirahat di rumah. Suamiku setuju. Setelah sarapan nasi dan telur dadar, suamiku memilih tidur lagi.
Manggali terlihat bermain di luar rumah, aku memanggilnya beberapa kali
memintanya untuk sarapan. Tapi Manggali tak kunjung mendekat.
"Ayo maem le. (ayo makan nak) " panggilku.
Lalu aku mendengar ada langkah kecil mendekat. Nasi dan telur dadar edisi kedua kusiapkan di atas meja. Sejak umur 4 tahun Manggali lebih senang makan sendiri.
Aku pun beranjak ke pintu depan dan samping. Mengunci pintu. untuk menghalangi kucing liar yg kerap masuk selesai aku masak.
Setelah mengunci pintu, aku beranjak ke kamar sambil membawa kain dan baskom untuk mengompres badan suamiku. Aku melihat ada kelebat kecil ke arah dapur
'Mungkin itu Manggali' batinku.. Aku lalu mengompres dahi suamiku, masih terasa panas. Ingin ku bangunkan suamiku untuk meminum obat, tapi tak tega. Akhirnya aku memilih tetap mengompresnya saja. Aku tunggu sampai kain menghangat, lalu ku kompres lagi berulang ulang
Setelah sekitar 40 menit, suamiku akhirnya terbangun. Dengan mata yang masih memerah suamiku kemudian menyenderkan tubuhnya ke dinding kamar.
"Rasanya kok gak enak ya, aku mimpi aneh-aneh" kata Suamiku
"Gak enak bagaimana mas?, apa masih panas,?"
Suamiku hanya mengangguk. Dia lalu menceritakan di dalam mimpinya seperti sedang berada di sebuah rumah yang hangus terbakar. Lalu tubuhnya tertimpa kayu-kayu hangus.
"Tak belikan obat dulu ya di depan, Mas di sini dulu," kataku sambil melangkah ke luar kamar
sebelum keluar aku sempat melirik ke arah kamar Manggali. Sekilas aku lihat ada tubuh yang tertidur.
Begitu membuka pintu, tiba2 Bu Suti meneriakiku.
"Anak neng njobo kok dijarno to Yul. Melas iki arek keluwen (Anak di luar rumah kok dibiarkan sih Yul. Kasihan anak ini lapar)
Aku yg bingung langsung mendekati rmh Bu Suti. Ternyata di dpn televisi ada Manggali yg sdang duduk sambil menopang sepiring mie goreng.Aku merasa heran, yg kutahu tadi Manggali tidur di kamarnya.
"Wau teng lebet bude, kok saiki teng mriki (tadi di dalam bude, kok skrg di sini?)
Setelah menyelesaikan makan nya, Manggali langsung ku gendong. Aku meminta maaf karena merepotkan Bude Suti. Mendadak aku ikut pusing karena memikirkan kejadian ganjil yang terjadi sejak kemarin malam.
Malam harinya, suamiku yang sebenarnya belum sembuh benar mendadak harus pergi ke kantornya. Akibat tidak masuk kerja, ada beberapa pekerjaan krusial yang terbengkalai. Karena merasa bertanggung jawab, suamiku akhirnya pergi ke kantornya malam itu juga
Dia juga berpamitan jika nantinya harus lembur dan tidak bisa pulang cepat. Aku pun mengiyakan.
Sekitar pukul 9 malam, tiba2 perutku terasa mules. Manggali ku lihat sudah terlelap di sampingku, pelan2 kusingkirkan tanganya yang memeluk pinggangku lalu cepat2 ke kamar mandi.
Lagi2 karena tidak ada cahaya lampu, aku terpaksa membuka pintu kamar mandi sambil tetap menggunakan toilet. Setelah selesai,aku mencoba mengambil air dari dalam bak. Tiba2 tanpa sengaja tanganku meraba sesuatu yang mirip rambut di dalam bak mandi. Seketika aku langsung berteriak
Aku langsung berdiri dan mencoba menyingkir dari kamar mandi. Kuamati bak mandi dengan seksama. Hanya ada air yang menetes dari kran besi. Normal tak ada apa2.
Setelah membersihkan tubuh aku langsung masuk ke kamar Manggali. Malam ini aku tidur bersamanya.
Keesokan harinya kejadian aneh kembali berlanjut.Saat itu aku baru saja memandikan Manggali.Setelah dari kamar mandi, aku menggendong Manggali ke kasurnya. Di saat yang sama aku lupa kalau sedang memasak ikan di dapur. Manggali ku taruh diatas kasur, aku langsung berlari ke dapur
Dengan cepat kubalik ikan dipenggorengan yang nyaris gosong. Lalu kukecilkan api agar tak terlalu panas. Tiba2 suara Manggali terdengar berteriak.
Aku langsung berlari meninggalkan ikan dipenggorengan. di kamar aku melihat anakku terjatuh dalam kondisi tengkurap.
Darah segar mengucur dari dagunya. Aku panik dan langsung berteriak ke Bude Suti. Untuk waktu itu Suami Bude Suti belum berangkat kerja. Dengan perban seadanya, Manggali dibawa ke klinik di dekat jalan raya. Sepanjang jalan aku menangis melihat darah di dagu Manggali
Siang itu, enam jahitan dilakukan untuk menutup luka didagu anaku. Setelah keluar dari klinik, aku memeluk Manggali dan sempat sedikit memarahinya.
Suami Bude sudah berangkat kerja saat itu, aku memilih berjalan kaki pulang ke kontrakan
di jalan, sambi menggendong, kutanyai kenapa Manggali sampai terpeleset. Dengan polos Manggali bercerita jika setelah aku ke dapur, Manggali melompat lompat di atas kasur. Ketika sedangan asik melompat, tiba2 ada seorang anak yang muncul dibelakangnya
anak kecil yang dipanggil Manggali dengan sebutan 'Mas' itu lalu mendorong tubuh Manggali ke depan. Sampai akhirnya Manggali pun jatuh dan mengalami luka sobek setelah dagunya membentur keramik.
Setengah tak percaya, aku lalu mendesak Manggali untuk tidak berbohong
"Mboten ngapusi ma... kulo mboten ngapus (Tidak bohong ma, saya tidak bohong,)" ucap Manggali sambil menahan air mata.
Sore harinya suamiku pulang dengan kaget melihat perban yang membekap dagu Manggali. Suamiku sempat marah karena mengira aku teledor.
Aku menjelaskan semua yang terjadi, termasuk apa yang diceritakan Manggali. Meski tidak langsung percaya, tapi suamiku tak melanjutkan emosinya. Dia memilih keluar rumah sambil menggendong Manggali. Aku hanya bisa diam saat itu.
Bingung antara menyalahkan diri sendiri atau ikut menduga2.
Tak mau berpikir berat, aku lalu beranjak ke dapur. Sekalian ingin membuat teh. Apalagi sejak pulang kerja suamiku belum minum apapun. Masih ada adonan tempe sisa tadi pagi yang rencananya aku goreng sekalian
di tengah konsentrasiku mengaduk adonan tempe, lagi2 aku mendengar suara langkah anak kecil. Suaranya mirip sekali dengan kaki Manggali. Aku menoleh ke lorong dekat kamar mandi yang bersebelahan dengan kamar. Terlihat bayangan anak kecil sekelebat berlalu
'mungkin suami sudah pulang, manggali lari2' batinku.
"tap, tap, tap"
suara langkah itu kembali terdengar.Seolah Manggali sedang bolak balik berlari dari kamar mandi ke kamarnya. Aku sempat menoleh sebentar. Tak jelas, siapa yang Berlari. Tapi siapa lagi kalau bukan Manggali?
Karena tak betah, aku matikan kompor. Coba ku kejar suara langkah kaki itu dengan cepat. Aku setengah berjinjit saat itu. Kulihat sekelebat bayangan itu masuk ke kamar Manggali. Begitu masuk ke dalam, degub jantungku berhenti
Ada seorang anak yang entah itu laki2 atau Perempuan. Sedang berdiri di pojok kamar Manggali. Semua tubuhnya hitam dari atas sampai bawah, bukan hitam karena warnanya. Tapi terbakar. Mirip dengan plastik yang meleleh
aku takut setengah mati, tapi tak bisa bergerak. Sampai akhirnya bocah itu meringis menunjukan isi bibirnya yang juga terbakar. Dengan cepat tubuhnya berbalik lalu masuk ke dalam gorden kamar dan hilang.
Setelah dia hilang, tubuhku lemas lalu pingsan.
Malam harinya tubuhku panas menggigil. Suamiku yang awalnya masih marah kemudian berubah iba. Dimintanya aku untuk beristirahat di dalam kamar. Setelah menidurkan Manggali, suamiku menemaniku di atas kasur sambil mengompresku
Aku tak mau banyak bicara malam itu. Jujur sebenarnya aku ingin menceritakan semuanya. Suamiku juga heran kenapa aku tiba2 pingsan. Saat pingsan, suamiku bercerita jika Bude Suti bersama suaminya dan Mbak Intan tetangga sebelah kanan rumah sempat datang
setelah menolongku dan membopongku ke atas kasur, kata suamiku Bude Suti dan Mbak Intan sempat berbisik tentang gangguan yang diterima orang yang mengontrak rumah ini sebelumnya. Tapi karena suamiku tipikal orang yang tak percaya hal gaib, dia memilih tak bertanya lebih jauh
Suamiku sempat berterima kasih kepada mereka semua karena datang membantu. lalu mempersilahkan semua nya pulang agar aku bisa beristirahat. Melihat ketidaktertarikan suamiku dengan hal gaib, aku pun mengurungkan niatku bercerita. Aku memilih mengarang cerita.
"Mungkin capek aku mas, tadi siang aku gendong Manggali dari klinik sampai rumah," kataku berbohong.
Suamiku pun percaya. Setelah mengecup keningku suamiku mengajakku tidur. Dia berjanji akan ijin besok pagi untuk menemaniku mengurus Manggali.
Selepas subuh aku kedatangan Tamu special di rumah. Bapakku datang pagi itu dari kampung. Aku senang sekali, waktu itu. Meski belum lama berjauhan, tapi aku sudah kangen dengan bapakku. Entah kenapa, setelah Bapak datang, tubuhku terasa sehat lagi
langsung saja kubuatkan kopi påhit kesenangan Bapak dan kuhidangkan pagi itu juga. Bapakku tersenyum melihatku antusias dengan kedatanganya. Belum sempat menaruh tas, aku sudah menyuguhinya. Setelah minum kopi, bapak kemudian masuk ke kamar Manggali
Bapak ku minta istirahat dulu di kamar Manggali, sambil menunggu cucunya bangun. Biasanya, Manggali bagun jam setengah 7 pagi. Setelah meletakan tas, Bapak ku lihat berdiri tegap. Matanya menatap tajam ke arah sudut kamar. Seperti sedang berkomunikasi dengan mata
Proses itu berjalan lama, sekitar 10 menit. Aku yang tak tahu apa2 sempat membiarkan Bapak berdiri. Sampai akhirnya bapak bergerak sendiri, kemudian keluar kamar.
Aku tak tahu apa yang dilakukan Bapak di dalam kamar mandi. Yang kudengar hanya suaranya meludah berkali2
"Bapak kenopo dek?" Tanya Suamiku yang mendadak muncul disampingku.
"Gak ngerti mas, coba sampean takoni," sahutku.
sekitar lima menit di kamar mandi, Bapak kemudian keluar. Dia melambaikan tangan ke suamiku, seolah mengisyaratkan untuk mengikutinya.
Aku yang tak diajak ikut mengekor di belakang suamiku.
Bapak lalu duduk di beranda rumah kontrakan, dengan pelan dia menanyai suamiku tentang harga kontrakan dan kemungkinan mencari kontrakan yang lebih baik lagi. Bapak terdengar berbicara halus.
"Le, nek enek maneh, sampean pindah ae teko kene. Omah iki gak enak rasane (Le kalau ada lagi, kamu pindah saja dari rumah ini. Rumah ini terasa ada yang tidak beres)" kata Bapak
tempatnya juga bagus. Harganya murah,)" jawab Suamiku. Seolah ingin membela pilihanya.
Bapakku kembali memberikan penjelasan kepada suamiku. Dia paham suamiku tak terlalu mempercayai hal gaib. Bahkan saat menikah dulu ada beberapa ritual yg dia hilangkan karena tidak percaya
"Ngene le, neng kene enek mahluk sing itungane jahat. Gak iso dijak ngomong. Awakmu kabeh dikon menyang (Begini nak, di sini ada mahluk yang hitunganya jahat. Tidak bisa diajak bicara. Kamu semua disuruh pergi,)" jelas Bapakku lagi
Suamiku mengangguk2
Sepertinya dia mempertimbangkan. Cuma tidak tahu apakah dia menerima atau tidak saat itu.
Setelah itu bapaku memilih untuk duduk2 di depan TV. Dia sempat menggendong Manggali dalam kondisi tidur di pelukanya. Membiarkan cucunya tetap tidur sambil menonton TV
Sayangnya, Bapak tidak menginap hari itu. Suamiku mengantar bapak ke terminal sore harinya. Sebelum pulang, bapak kembali berpesan kepada suamiku untuk segera mencari tempat kontrakan baru. Suamiku mengiyakan. "Jajal bapak tak golek tombo neng omah. Seminggu ngkas rene manet,"
Bapaku benar2 pulang sore itu. Aku sempat senang awalnya. Ku kira dengan Bapak datang, aku bisa tidur sedikit nyenyak. Tidak kawatir dengan adanya mahluk entah apa yg mulai menghantui kontrakan ini.
Begitu tiba di rumah, aku mencoba mengajak Mas Rudi kembali berbicara.
Terus terang aku merasa beberapa kejadian kemarin sebagai sebuah peringatan. Seperti biasa, suamiku masih belum bisa sepenuhnya meneri. alasanku dan bapak. Apalagi, dia belum merasakan secara langsung. Kejadian yg menimpa Manggali dan aku, baginya lebih tepat disebut kecelakaan
Aku cuma bisa menghela nafas. Malam itu kita tidur bertiga. Aku sengaja mengajak Manggali tidur bersama, karena kawatir ada sesuatu yg terjadi kalau dia tidur sendiri.
Besoknya, saat Mas Rudi berangkat kerja, aku memilih untuk pergi ke rumah Bude Suti.
Entah kenapa, meski siang hari Aku masih merasa tidak nyaman berada di dalam.
"Aku nunut dolan neng kene ya Bude. Moro2 gak betah neng omah (aku numpang main di sini ya bude. Tiba2 tidak betah di rumah) " kataku saat Bude Suti membuka pintu rumahnya
Bude Suti tinggal berlima sebenarnya di rumahnya. Tapi setiap pagi , ketiga anaknya berangkat ke sekolah dan baru pulang menjelang ashar. Sedangkan suaminya hampir sama seperti suamiku. Kerja hingga menjelang magrib.
Hari itu, kuhabiskan waktu dengan banyak berbincang dengan bude. Manggali kubiarkan memainkan mainan milik anak laki2 bude Suti. Setelah berbincang ngalor ngidul, aku mencoba memberanikan diri untuk menanyakan perihal rumah yg aku tempati.
aku menceritakan jika suamiku sempat mencuri dengar dari Bude Sumi dan Mbak Intan yg membicarakan rumah itu . Awalnya Bude enggan menjawab. Dia mencoba mengalihkan pembicaraan dan nyelimur kesana kemari. Sampai akhirnya aku menceritakan tentang kedatangan Bapaku.
Tentang bagaimana ucapanya kepada suamiku untuk segera mencari kontrakan lain. Setelah beberapa kali ku desak, akhirnya Bude Sumi bercerita.
Rumah itu sebenarnya sama tuanya dengan rumah milik Bude dan Mbak intan . Karena tiga deret rumah itu berasal dari pemilik yg sama
Tapi sejak bude membeli rumah yg ditempatinya, rumah yg kini aq tempati ini tak pernah terjual. Bahkan sampai mbak Intan datang rumah yg aku tempati juga tak mendapat peminat. Memang sempat ada satu dua orang yang mengontrak rumah itu. Tapi tak pernah lama
Bude sendiri tak pernah berkenalan dengan penyewa rumah kontrakanku. Karena tak sampai seminggu, biasanya mereka sudah pergi. Bude sendiri tak tahu apa penyebabnya. Tapi penghuni sebelumku juga pernah pingsan sama sepertiku. Tempatnya juga sama, di kamar yg ditempati Manggali
Saat kejadian itu, Bude bercerita banyak orang yg datang ke rumah kontrakanku. Termasuk ketua RT setempat. Yg bisa didengar bude saat itu hanya cerita tentang Arek Kobong. Tapi pak RT tak meneruskan ceritanya.
Selama lima tahun bertetangga dengan rumah kontrakanku, Bude mengatakan tak pernah tahu apa yg ada di dalam rumah. Karena pemilik kontrakan akan langsung menutup seluruh Gorden sebelum menutup rumah. Hanya saja, sering Bude mendengar ada suara air berkecipak di dalam rumah
"Nek selebihe aku ra ngerti Yul, tenan. (selebihnya aku tidak tahu Yul, beneran) " kata Bude tiba2 kepadaku.
Aku pun tak ingin mendesak Bude lebih jauh. Setidaknya, aku sudah paham ada yg tidak beres dengan kontrakanku. Aku sudah berniat, akan meminta pindah ke suamiku
Selepas magrib,Mas Rudi sudah terlihat santai di depan televisi.Pelan2 kupijati punggungnya dari belakang kursi.Manggali bermain2 dengan mainan milik anak Bude Suti yang dibawanya siang tadi.
"Mas pie, opo ws nemu kontrakan anyar (mas bagaiamana, apa sudah dapat kontrakan baru) "
Suamiku agak kaget dengan pertanyaanku. Ditariknya punggungnya dari cengkeraman tanganku.
"Urung! Wes tah disukuri sek neng kene. gampang ngko lek wes gajian (Belum!, sudah disyukuti saja di sini. gampang nanti kalau sudah gajian) " jawab Mas Rudi marah.
aku tak mengira suamiku tiba2 marah seperti itu. Mungkin ada masalah dari pekerjaanya pikirku saat itu. Mas Rudi kemudian beranjak dari kursi dan pergi ke kamar Manggali. Dari suaranya, terdengar mas Rudi merebahkan tubuhnya dengan keras di atas kasur
aku hanya bisa menghela nafas. aku tak mau memperparah keadaan. Kubiarkan Mas Rudi tidur di kamar Manggali.
malam harinya, sekitar pukul setengah 12 malam aku tiba2 dibangunkan dengan suara erangan tertahan. Suaranya seperti dari kamar Manggali
"errrmh ermmmh.. " kuamati suara itu lebih dalam. Seperti suara Mas Rudi. aku pikir dia sedang menggigau.
"errrrrrmmmmmh errmmmmh" suaranya kembali terdengar, kali ini lebih panjang. Aku langsung bangun dari tidur dan melompat ke kamar Manggali
saat kubuka pintu, aku berusaha menjerit tapi tak bisa.
Aku melihat anak terbakar yg sempat membuatku pingsan kini sedang berdiri di atas dada suamiku yg masih tidur terlentang. Matanya melotot meneteskan kulit kulitnya yang terbakar. Dibawahnya , suamiku terlihat ketakutan.
aku tak tahu harus melakukan apa, akhirnya aku baca potongan ayat suci. Sosok bocah terbakar itu sempat tersenyum menakutkan sesaat setelah aku membaca ayat itu. dia kemudian hilang perlahan seperti asap kabut. Setelah itu aku kembali pingsan. Tak sadarkan diri.
aku baru terbangun selepas subuh. Kulihat Mas Rudi sdh bersiap2 dengan tas2 besar.
"Kate neng ndi mas (mau kemana mas)" tanyaku kepada suamiku.
Wajah mas Rudi terlihat gugup dan terburu2 ."Pindah dek.Kudu pindah iki, sing duwe wes ra gelem awak dewe neng kene, bener jare bapak
(pindah dek, harus pindah kita . yg punya tempat tdk mau kita di sini, benar kata bapak)
Setelah bangun dan mencuci muka, aku langsung membantu suamiku meringkas barang2. Semua pakaian kumasukan ke dalam tas besar.
ada beberapa perabotan yang sengaja kami tinggal. Rencananya akan diambil sewaktu2 karena kontrak rumah itu sebenarnya masih cukup panjang. Sebuah mobil L300 tak lama kemudian datang ke halaman rumah mengangkut semua yang kami siapkan.
Manggali yg masih terlelap kugendong begitu saja.Aku lalu berjalan ke rumah Bude Suti untuk berpamitan.Tampak ada raut kecewa diwajah Bude. Setelah bersalaman dan berpelukan. Bude sempat menunjukan sebuah bekas luka di betis kananya.
Lukanya berwarna hitam.Mirip bekas cakaran.
Bude mengatakan jika luka itu didapatnya waktu ingin memeriksa suara air yang terus terdengar di dalam rumah kontrakanku. Aku langsung begidik setelah melihat luka itu. Teringat sosok yang menginjak Mas Rudi tadi malam. Tak banyak basa basi, aku langsung beranjak ke dalam mobil
siang itu juga aku berpindah kontrakan. Mas Rudi mendapatkan rumah dinas dari kantornya setelah salah satu rekan kerjanya mutasi ke luar kota. Selama perjalanan, Mas Rudi meminta maaf kepadaku karena tak mempercayai ceritaku selama ini.
Dia lalu membuka kaosnya dan menunjukan sebuah luka bakar yang tampak memanjang dari dada sampai lenganya.
Pak Yadi yg menyopiri mobil melirik ke arahku dan suamiku. dia lalu ikut nimbrung ke tengah obrolan kami. Pak Yadi ternyata sedikit tahu tentang daerah kontrakan kami
dia mnceritakan jika dulunya di sekitar kontrakan kami adalah daerah yg sangat rimbun. Ada banyak pepohonan besar yg tumbuh disana. Diantara pepohonan itu, ada sebuah sungai yang mengalir di tengah lebatnya pohon dan tumbuhan menjalar
sungai itu, dulunya pernah digunakan oleh beberapa orang tak bertanggung jaaab untuk membuang bayi2 yg tidak diinginkan. karena lokasinya yg tertutup , tak banyak orang yg tahu kejadian2 itu kecuali orang2 yg memang masuk kategori nakal.
"Ya saya waktu muda dulu nakal mas"
ujar Pak Yadi sambil tertawa.
Setelah menyedot rokoknya, Pak Yadi kembali bercerita jika diantara bayi yg dibuang itu sempat ada yg dibakar, lalu dilemparkan ke sungai. Setelah kejadian itu, entah arwah si bayi atau siapa, kerap ada sosok anak kecil terbakar yg terlihat disana
sosok itu tidak hanya menakuti mereka yg datang ke sana, tapi juga membuat orang yg melihatnya atau bersentuhan denganya menjadi sakit. Sejak saat itu tak banyak orang yg berani lagi datang ke tempat itu. Sampai kemudian banyak pohon ditebang lalu kawasan itu menjadi pemukiman.
"Ada yg bilang itu wujud kemarahan bayi2 yg dibuang di sana, tapi ya ndak tau lagi" ucap Pak Yadi sesaat sebelum mobil kami sampai di rumah dinas.
Sejak hari itu tak ada lagi hal aneh yg aku alami di kota itu.3 tahun kemudian aku pulang kampung karena suami kembali pindah tugas
sekitar tahun 2012 aku sempat mengunjungi bekas kontrakanku itu. Entah kenapa tiba2 kangen saja ke Bude Suti. waktu itu, Manggali yg mengantarku menggunakan mobil.
tapi ternyata Bude Suti sudah meninggal. Anak2nya juga sudah pindah rumah. kini rumahnya kosong
Mbak Intan juga ternyata sudah pindah ke Luar Jawa. Praktis, tdk ada lagi orang yg ku kenal di sana. Sejenak aku sempat memandangi bekas rumah kontrakanku. Rumah itu di cat agak terang. Tapi tetap kosong.
Oh ya,semua info ini aku dapat dari Pak Lukman, penghuni rumah Mbak Intan
dia yg membeli rumah Mbak Intan sejak tahun 1996, sesaat sebelum Mbak Intan pindah ke luar jawa. Pak Lukman lalu bercerita, kalau rumah bekas kontrakanku sempat digunakan 3 orang. Tapi, ketiganya tak sampai tinggal lama di sana. Yang pertama, kata Pak Lukman pergi karena bercerai
keduanya sering didengarnya bertengkar sejak berada di dalam rumah itu. Padahal waktu pertama datang, keduanya sangat romantis.
. Kemudian penghuni kedua dan ketiga menurut Pak Lukman meninggal dunia. Keduanya meninggal di rumah kontrakan itu
yg meninggal pertama sempat dibawa ambulan. Tak jelas apa penyakitnya, istrinya menceritakan jika suaminya memiliki riwayat jantung. Kemudian penghuni yg ketiga meninggal dengan kondisi mengenaskan. Dia sperti terkena penyakit aneh karena tubuhnya dipenuhi dengan luka gosong
Kondisinya juga semakin mngenaskan karena dia mati dalam kondisi mata terbuka lebar. sejak saat itu tidak ada orang yg berani mengontrak rumah itu. Meski diberikan dengan harga murah sekalipun.
Selesai
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
SUARA resleting tas dan langkah kaki anak-anak Mira bersahutan siang itu. Mereka harus segera bergegas meninggalkan rumah kontrakan yang sudah empat tahun mereka tempati. Uang yg dimiliki Mira tinggal bertahan untuk seminggu.
Salsa, anak pertama Mira hanya bisa secepat mungkin membantu adik2nya mempersiapkan diri. Siang itu juga mereka harus berpindah. Waktu kontrak rumah sudah habis tiga hari lalu. "Ayo.. Ayo cepat, ini angkot terakhir," kata Mira meneriaki Dela anak keduanya dan dua adiknya
BUAH buah durian berguguran sore itu. Angin kencang baru saja menerpa kebun durian milik Makrufin dan Wahid. Keduanya tertawa senang karena tak perlu susah susah menunggu buah durian jatuh sendiri.
"Lumayan Hid, banyak yang jatuh" Makrufin langsung mendekati buah2 yg jatuh.
Wahid juga tak mau kalah. Diambilnya karung goni mencari-cari buah durian yang banyak menggelinding sampai ke arah sungai. Keduanya tertawa senang menghitung banyaknya durian yang mereka kumpulkan.
Halo...
Setelah sebulan penuh libur akhirnya ada cerita lagi yg masuk. Sementara cerita pendek2 dulu. Yg panjang masih disimpan kalau sudah sempat. Seperti biasa akan coba ditulis secepat mungkin.
2001
ADA satu orang anak di kelasku yg kala itu terlihat paling aneh. Dia yg mau aku ceritakan. Alif namanya. Anak pendiam yg suka duduk di pojok ruang kelas. Oh iya, namaku Tika. Waktu itu aku baru duduk di bangku kelas 1 SMP. Saat aku mengenal Alif
Satu lagi kisah horor dari salah satu narasumber. Kali ini saya tidak janji selesai sehari, tapi diupayakan secepatnya. Bagi yg paham lokasi atau orang yg terlibat dalam thread yg saya tulis, saya harap bisa menyimpannya secara pribadi 🙏
2011.
SIANG itu suasana pabrik serasa lebih cerah dari biasanya. Setidaknya itu yg dirasakan Tatang. Bujangan yg sudah bekerja selama tiga tahun di salah satu pabrik yg ada di pesisir Jawa Tengah. Bukan karena gajinya yg naik, tapi siang itu ada banyak buruh perempuan baru.
SELASA siang itu hari terakhir cuti kerja Karno. Besok dia harus kembali bekerja sebagai buruh di salah satu kota industri di Jawa Barat. Karno memilih menghabiskan hari terkahir cutinya mengunjungi tempat wisata andalan di kota kampung halamanya.
Beberapa hari sebelumnya, tempat wisata yg dikunjungi Karno mendapat musibah. Sebuah jembatan gantung putus saat ada belasan wisatawan yg berdiri di atasnya. Akibatnya beberapa orang tewas menjadi korban. Ada rumor yg mengatakan jika mereka tumbal dari tempat wisata itu
Satu lagi cerita pendek pengalaman horor salah satu teman. Seperti biasa kalau bisa ditulis cepat, langsung diselesaikan.
1997
EKONOMI keluarga Dewi berkembang pesat tahun itu. Maklum, bapaknya Pak Dullah kala itu menjadi kepala desa di wilayah yg terbilang subur. Meskipun belum digaji seperti sekarang, tapi pendapatan Pak Dullah bisa dibilang lebih dari cukup