Pangdam Jaya, Mayjend Dudung pada awalnya dianggap keluar dari tupoksinya sebagai pejabat militer dengan berdiri di belakang pencabutan banyak baliho milik efpei yang terkesan sangat sakti. Tak ada satu pun aparat berani mengambil peran itu.
Protes keras para esjewe bermulut bau dan berhati busuk langsung memenuhi banyak laman medsos. Mereka membuat banyak narasi memojokkan Pangdam.
Bukan mundur aparat dibuatnya, Kapolda Metro Irjend Fadil justru melangkah sangat jauh, bahkan pada titik mustahil bagi para skeptis yang tak lagi berharap muluk, dia mengandangkan seorang brizieq, pentolannya pentol efpei.
Marah karena pimpinannya ditahan, banyak simpatisan efpei melakukan protes. Macam cara dibuatnya hingga hal tak masuk akal, ramai-ramai ingin turut masuk penjara bersama junjungannya.
Bukan hanya itu, protes sebagai aksi mereka lakukan dengan pelemparan bom molotov di Polda Sulawesi Selatan dan geruduk massa di Polres Ciamis pada Minggu, 13 Desember 2020.
Tak disangka, gaung kinerja berani Pangdam Jaya dan Kapolda Metro, bersahut positif, Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri, Komjen. Pol. Drs. Agus Andrianto, S.H.,M.H. angkat bicara.
Jendral Polisi berbintang 3 ini mengingatkan seluruh Kapolda di Indonesia untuk bersiaga mengantisipasi kejadian yang sama. Ia juga minta agar siapa pun Kapoldanya, dia harus berani bertindak. Kegiatan mereka sudah melanggar hukum.
"Lebih baik bertindak dan menuai risiko daripada diam yang pada akhirnya justru berdampak pada kecemasan di masyarakat secara umum." Demikian Kabaharkam membuat pernyataan.
Dasar hukumnya pun sangat jelas, Telegram Kapolri.
Pencopotan dua Kapolda DKI dan Jabar pun juga dijadikan rujukan. Keduanya terpental dari jabatan karena dianggap gamang dan lambat menangani perkara serupa.
Apa makna himbauan Kabaharkam Polri atas fenomena amuk simpatisan efpei itu?
Efpei diujung tanduk. Cerita tentang pembubaran organisasi itu akan segera menyusul. Paling tidak, himbauan untuk berani bertindak tegas pada kepongahan para simpatisan efpei sudah terang benderang dilakukan oleh seorang Kabaharkam, Jendral dengan 3 bintang di pundaknya.
Himbauan itu juga bermakna harapan sikap tegas aparat kepolisian di seluruh Indonesia untuk berjarak dengan efpei.
"Koq berjarak?"
Percaya atau tidak, penetrasi efpei di tubuh Polri maupun TNI yang sudah cukup mengakar bukan menjadi cerita rahasia lagi bukan?
Lihat saja beberapa kejadian dimana marak di media sosial seorang istri perwira menengah yang dengan berani dan lantang mengambil sikap berseberangan dengan pemerintah. Sikap tak elok dan tak sewajar sebagai seorang istri andi negara, istri aparat.
Mungkinkah sang istri berdiri sendiri tanpa sepengetahuan sang suami? Mustahil.
Artinya, pembersihan pengaruh organisasi itu sedang dibuat gencar. Benderang dan jelas perlawanan itu digaungkan dari level tertinggi institusi negara.
Itu berita bagus. Itu bias positif sinar terang dan baik dapat dilihat sebagai tanda dari bagaimana pemerintahan Jokowi saat ini. Itu cerita tentang perlahan dan pasti bahwa akar kuat cengkeraman dan pengaruh menahun organisasi itu perlahan mulai tercabut.
Mungkin terlalu berlebihan menganggap efpei sekuat dan sehebat itu, namun efpei sebagai faksi dalam tubuh institusi dan digunakan sebagai alat kepentingan kelompok tertentu, jelas bukan hal mengada ada.
Dia dulu memang dibuat dengan niat, bukan lahir karena takdir. Dia selalu terpakai sebagai proxy untuk dan atas nama sehingga sangat berguna. Paling tidak dia adalah payung ketika hujan besar dan baju tak lagi dapat melindungi tubuh mereka yang memanfaatkannya.
Bukan hanya sebagai payung maka dia sangat berguna dan layak terus dipelihara. Dia bahkan akan digunakan dalam kegiatan melawan dan menekan pemerintahan sah yang cenderung gamang dan mudah disetir.
Pemerintah yang tak kuat menahan gelombang kuat invicible hand, penguasa sesungguhnya sebuah negara. Birokrat korup. Kekuasaan bersama segelintir penguasa berdasarkan asas kepentingan kelompok. Turun temurun.
Bukan efpei atau imam besar itu yang sudah sangat kuat, rasa seagama dan militansi pengikutnya yang sudah demikian kuat dan menahun dan tersebar merata di seluruh Indonesia kini coba kembali digaungkan sebagai cerita konsolidasi.
Tidak tegas aparat karena terinfeksi akan turut memberi rasa bahwa pengaruhnya memang sudah sangat besar adalah pesan yang ingin mereka sampaikan. Mereka kuat dan kebal, maka mereka berani.
Mereka tak pernah digrebek karena adanya infeksi dari dalam tubuh aparat yang memberinya peluang menjadi arogan, itulah rasa kebal mereka berasal.
Lain cerita ketika aparat langsung memberi pukulan. Rasa kebal dan kuat itu tak lagi dapat mereka nikmati, dan sikap berani sebagai akibat rasa pongah pun sirna. Mereka hanya akan tinggal seperti segerombolan macan ompong.
Bukankah cara seperti itu suara Kabaharkam berbicara harus kita maknai?
Mudah bagi Presiden meminta Kapolri dan Pangab berteriak garang dalam kampanye melawan efpei contohnya. Pangab dan Kapolri adalah pilihannya. Anak buahnya langsung.
Kasad, Kasal, Kasau, Kapolda, Pangdam hingga Kapolres dan Komandan Batalion tak bisa diperintahnya. Bahkan tangan Kapolri dan Pangab pun, kadang sering tak sampai di sana.
Ingat kenapa seorang Gatot Nurmantyo dipilihnya jadi Pangab dan bukan tetap dibiarkan menjadi Kasad alih-alih memilih seorang prajurit AL yang seharunya menjadi jatahnya pada tahun 2015 lalu? Lebih mudah mengaturnya. Pangab berada langsung dalam perintahnya.
Maka, ketika seorang Kapolda Metro, Pangdam Jaya, Kabaharkam Polri dan pada akhirnya seluruh Kapolda dan Pangdam di seluruh Indonesia turut berbicara tentang perlawanan ini, ini berita menggembirakan. Tangan Presiden telah mampu menjangkau pada tempat seharusnya.
Bukan pembubaran efpei terlalu penting maka isu itu harus terus digaungkan, pembubaran hatei dengan tak menghancurkan pengaruhnya masih terasa sia-sia hingga hari ini. Mereka masih bercokol pada banyak birokrasi dan ajarannya masih leluasa berkembang bukan?
Pembubaran organisasi tanpa mencabut akar yang telah mengikat rapat pada banyak lahan negara ini adalah sia-sia.
Pembubaran efpei yang tak patuh pada Panca Sila, adalah perkara mudah. Pelanggarannya dari sisi hukum terlihat sangat benderang.
Mencabut pengaruh efpei sejak dari akarnya, itulah problem utama harus.
Kabaharkam Polri telah memulainya. Kasad, Kasal, Kasau dan banyak petinggi departemen di bawah Pemerintah akan segera menyusul cara baik ini.
Dulu, Jakarta pernah jatuh dan pusat pemerintahan untuk sementara dipindah ke Jogja. Saat ini, Jakarta pun kembali jatuh.
Jakarta, dia memang jatuh paling awal dalam kalah perang melawan kaum intolreran. Dia tersungkur dalam benam lumpur dan wajah eloknya tak lagi menarik untuk dilihat.
Akankah dia kembali bangkit?
Dari Jakarta untuk Indonesia, dari Pangdam Jaya dan Kapolda Metro berlanjut ke para Pangdam & Kapolda di seluruh Indonesia. Itu adalah apa yang sedang & akan kita saksikan beberapa saat kedepan dlm perang melawan pengaruh buruk paham radikalisme pemecah belah bangsa besar ini.
Dari Jakarta untuk Indonesia, demikianlah cerita buruk itu bermula, maka cerita baik pun bukan tak mungkin kembali dimulai dari sana.
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
PKS tidak setuju bu Risma menjabat Menteri Sosial. Narasi berita berbunyi gitu saja sudah aneh bukan? Emang siapa dia? Kenal kaga, saudara juga bukan, apa kepentingan dia buat pernyataan seperti itu?
Keberadaannya sebagai Mensos sangat penting apalagi kapan pendemi akan selesai masih tak ada satu pun pihak yang dapat memprediksikannnya dengan tepat.
Cara kerja sebagai pelayan masyarakat dengan pendekatan hati seorang ibu dinilai sangat sukses saat menjadi Wali Kota Surabaya. Tak ada seorang pun menyangsikannya.
Menjadi Menteri sosial, tentu sangat penting baginya menjaga nama.
Seperti bebek yang kehilangan pemimpin, mereka sedang bingung. Tak tahu arah apalagi tujuan. Mereka hanya sekelompok pengekor yang tak punya tujuan pasti.
Ketika dia yang "angon" tak lagi hadir di tengah mereka, segalanya buyar. Kebiasaan buruk mereka yang selalu menggantungkan diri pada apa kata pemimpin kini menuai bencana.
Demikianlah para pengikut Rijik, ramai kita dengar mereka berteriak minta turut di tahan bersamanya.
Mereka gamang serta bingung tanpa perintah keluar dari mulutnya.
Orang-orang yang tak lagi pernah berdiri pada kakinya sendiri itu kini merasa tak lagi punya sandaran. Tak tahu harus berpegang pada siapa. Tak tahu harus melangkah ke mana.
Mungkinkah orang berhutang tidak bersiap dan yakin dapat membayarnya? Perhitungan ketat dan hati-hati biasanya dibuat oleh dia yang memberi hutang demikian pula pada dia yang akan berhutang.
Itulah gambaran paling sedehana apa yang sedang dilakukan penyidik pada kasus Rizieq yang hari ini resmi ditahan.
Berapa pun masa tahanan yang ditetapkan kepada Rizieq, adalah bentuk hutang penyidik kepada putusan pengadilan nanti.
Keyakinan penyidik bahwa hukuman yang akan ditimpakan pada Rizieq pasti lebih besar dibanding hutang pemenjaraan rijik yang di bon terlebih dahulu sejak hari ini.
Sepertinya dia akan ditahan hingga 60 hari ke depan.
Semi outonomous dlm Mercedes Benz S450 yg sudah cukup banyak beredar di Indonesia adalah tentang kecanggihan sebuah sistem menyetir secara otomatis dpt dilakukan. Itu dapat dilakukan dgn syarat marka jalan kita bagus.
Dulu Cruise Control pernah mampu membuat kita kagum. Para teknisi dari Jerman telah memanfaatkan ilmu modern berbasis komputer melakukan hal itu dengan baik.
Tesla, perusahaan mobil elektrik milik Elon Musk bahkan sudah mencobanya tahun 2018. Bukan semi outonomous, uji coba murni tanpa pengemudi dilakukan bersama google.
Hari ini, taksi tanpa pengemudi sudah bukan pemandangan luar biasa. Singapore, Jepang, hingga China punya itu.
Dengan muka tertunduk, dia susuri koridor sempit menuju tempat dimana penyidik telah menunggunya. Gontai tubuhnya, lemas langkahnya, jauh sekali dengan kabar burung tentang sosoknya dulu.
Tatapan kosong, sinyal bahwa keperkasaannya telah runtuh terlihat sangat jelas. Tak bernyali, mungkin itu kalimat paling tepat membuat gambaran sosoknya kini.
Kotor suara biasa keluar dari mulutnya tak lagi terdengar. Garang intonasi yang dibuat setiap kotbah tak lagi ada jejak tampak dapat ditelusuri dari gesturnya. Dia sudah kalah.