Mobil pickup yang ditumpangi empat orang tukang ukur tanah melaju cepat. Jalanan Gumitir yg berkelok kelok membuat keempat orang bujangan itu harus mencengkeram kuat pinggiran bak pickup. Sesekali mereka tertawa saat ada yang terkejut karena hempasan mobil
Yono, Atek, Anam dan Ipin hari itu mendapat Job untuk mengukur salah satu tanah warisan yang ada di pinggiran Kabupaten. Rencananya mereka akan menginap antara 4 hari sampai seminggu. Setelah dua setengah jam di jalan, mobil Pick up akhirnya berhenti di sebuah kampung
mereka langsung diturunkan di dekat lokasi tanah yg akan mereka ukur. Tanahnya cukup luas. Kalau dikira mungkin sekitar empat sampai lima bahu lebarnya.
"Mudun kene yo, sesuk bos rene. Langsung diukur ae (turun sini ya. besok bos kesini, langsung diukur saja) " ujar Lamto
Setelah memberikan beberapa lembar uang Rp 50 ribuan kepada Atek, Lamto langsung pulang kembali ke kota. Mobil pick up yg membawa empat orang tukang ukur langsung tancap gas.
Atek dan Anam langsung mencari sebuah tempat rindang. Mereka menaruh barang2 yg berisi peralatan ukur
Yono dan Ipin memilih berjalan ke arah kampung. "Sek tak tuku rokok Tek, awakmu titip (sebentar aku beli rokok Tek, kamu titip?) "
Atek mengacungkan dua jarinya. Yono mengangguk lalu berlari mengejar Ipin yang sudah berjalan lebih dulu.
Warung rokok yg mereka cari ternyata cukup jauh. Jaraknya sekitar 500 meter dari tempat mereka diturunkan. Rumah warga juga berdiri jarang jarang. Dipisahkan halaman yag rata2 jauh lebih luas dari ukuran rumah. Pohon kapas tumbuh berjajar memisah jalan.
"Buk tumbas kretek, sekawan (bu beli rokok kretek empat) " kata Ipin kepada pemilik warung. Seorang wanita bertubuh subur dengan kulit gelap tampak tersenyum dari balik jendela warung.
"Bade teng pundi mas (mau kemana mas?) " tanya wanita itu sambil menyodorkan rokok
"Kulo bade ngukur tanah bu, teng mriko (saya mau mengukur tanah bu, di sana) " Ipin menjawab sambil menunjuk arah.
"Oh teng tegalan mriko to mas (Oh di kebun di sana ya mas) " wanita itu tersenyum menerima uang dari Ipin.
Setelah menyedot sebatang rokok, Ipin dan Yono kembali
baru sepuluh meter mereka berjalan, wanita pemilik warung keluar mendekati mereka.
"Ati ati mas, radi wingit teng mriko. Mboten usah mindah2 barang (hati2 mas, di sana agak angker. Tidak usah memindah barang) "
Ipin mengangguk, lalu kembali berjalan mengiringi Yono
Di ladang, Anam dan Atek sudah berhasil mendirikan sebuah pondok sederhana. Bidak kecil lebih tepatnya. Dua pohon asam yang berdiri sejajar digunakan sebagai tiang. Tali direntangkan dibuat untuk rangka atap. Tutupnya menggunakan terpal yang mereka bawa dari kantor.
Atek dan Anam langsung membuka rokok yg dibeli Ipin. Jam masih menunjukan pukul setengah dua siang. Cukup panas, apalagi sebagian ladang masih terbuka. Tak ada tanaman apapun.
"Mariki langsung megawe yo, mumpung terang (habis ini langsung kerja ya. Mumpung terang) " kata Atek
10 menit kemudian semuanya mengambil tugasnya masing2. Ipin dan Anam mengulur meteran. Yono berlari lebih dulu membawa tiang ukur. Atek menyiapkan alat PPD untul melihat posisi tiang yang dibawa Yono. Panas yg menyengat membuat keempat tukang langsung berkeringat
Setelah titik pertama dan kedua diukur, Yono mencari titik yg diarahkan Atek. Titik ini sedikit lebih rimbun daripada titik lainya. Ada beberapa pohon sukun dan jati yang berdiri. Yono lalu mendirikan tiang yang dipegangnya, dia berteriak2 agar Ipin segera mendekati dirinya
Tapi Ipin yg jaraknya sekitar 30 meter seperti orang kebingungan. Dia seperti mencari2 sesuatu. Yono berteriak lagi memanggil2 Ipin. berulang kali berteriak suaranya seperti tidak didengarkan oleh Ipin.
"Le, lapo rene?! (Nak kenapa kesini) "
Yono yg sedang berteriak tiba2 terkejut. Ada seorang pria dengan topi caping tiba2 berdiri di sampingnya.
"Kulo bade ngukur tanah pak. (saya mau mengukur tanah pak) " jawab Yono. Pria itu seperti tak mengacuhkan jawaban Yono. Wajahnya tertutup bayangan pohon seakan tak merespon
"Sesuk ae lek kate ngukur. Sampean pamit sek karo magersari (Besok saja kalau mau ngukur. Kamu pamit dulu sama penjaga tanah) "
Yono agak bingung menjawab perintah pria itu. Dia lalu melirik Ipin dan kembali meneriaki temanya itu. Tapi Ipin tak menoleh.
"Riyen pak kulo sanjang teng rencang kulo (Sebentar pak saya bilang sama teman saya) " Yono berkata ke pria yang ada disampingnya.
Tapi pria itu tidak ada. Yono sempat mencari2 di sekitar pepohonan. Tapi pria dengan baju hijau lumut itu seolah hilang.
"kemana bapak tadi" batin Yono. Dia lalu berlari menghampiri Ipin dan Anam. Mereka berdua terlihat duduk2 di pinggir ladang.
"Teko endi ae awakmu Yon. Digoleki kok (darimana saja kamu Yon. dicariin) " Anam mendelik ke Yono.
Yono bingung. Lalu bercerita jika dia tadi berada di rimbunan pohon dan memanggil2 Ipin. Tapi Ipin tidak mendengar panggilan Yono. sampai akhirnya dia ditegur bapak2
Yono menunjuk tempat bapak2 yg ditemuinya kepada Ipin dan Anam.Mereka bertiga melihat tidak ada rimbunan pohon.Hanya ladang gersang yang masih terlihat memanjang sampai ke tepian kebun.Yono heran, mengucek matanya.
"Endi wit e Yon.Nglindur awakmu (mana pohonya, nglindur kamu)"
Ipin menggeleng2 lalu mengulur lagi meteran yg dibawanya. Yono seperti bingung. Dia berjalan mengiringi Ipin dan menunjukan titik yg tadi dimaksudnya.
Tempat yg dimaksud Yono hanya berisi tanah biasa. sama seperti sisi ladang lainya tak ada pepohonan.Yg ada hanya setumpuk batu bata berukuran panjang yg sebagian sisinya tertanam di bawah tanah.Ipin masih menggelengkan kepalanya.Menunjukan jika dia masih tidak percaya cerita Yono
Pikiran Yono mulai bingung. Dia merasa apa yg dilihatnya tadi benar2 nyata. Yono lalu menancapkan tiang ukur yg dibawanya. Ipin berdiri disampingnya mengulur meteran.
"Kate lapo le (mau apa nak) "
lagi2 ada orang yg menegur Yono. Kali ini laki2 yg berbeda.
dia membawa cangkul dan ember dipundaknya. Ipin juga sepertinya melihat kedatangan pria itu.
"Bade ngukur tanah pak. Sing nggadah bade nyade tanahe (mau ngukur tanah pak, yang punya mau menjual tanahnya) " kali ini Ipin yg menyahuti.
Pria itu mengucapkan hal yg sama
Dia menyuruh Ipin untuk pamit dulu kepada penjaga ladang. Ipin kelihatan jengkel sebenarnya. Karena jaraknya dengan rumah yg ditunjuk orang itu cukup jauh. "Nek mboten pamit dados pundi pak? (kalau tidak pamit memangnya kenapa pak?) Ipin kembali menyahut sambil menggulung meteran
Pria itu menggeleng. Lalu sedikit membentak. Ipin terlihat sekali menahan emosi. Yono dan Ipin kemudian pergi menghampiri Atek dan Anam. Atek kemudian memilih mengikuti keinginan pria itu. Dari jauh, pria itu masih terlihat mengawasi mereka berempat.
Atek berusaha menanyai orang kampung tentang magersari ladang yg akan diukur.Mereka menunjukan sebuah rumah yg berdiri di ujung gapura kampung.Keempat tukang ukur itu lalu menuju rumah yg dimaksud. Jaraknya sekitar satu setengah kilometer dari ladang.Berdiri di antara pohon kelor
Atek mengetuk pintu rumah kayu milik magersari. Tak lama keluar seorang pria berusia 40an tahun. Orang2 memanggilnya Pak Ilik. Dia lalu mempersilahkan empat tukang itu duduk di kursi panjang yg ada di sebelah rumahnya. Atek lalu mengatakan keperluanya menemui Pak Ilik.
Mendengar cerita Atek, Pak Ilik lalu mengatakan jika tanah itu sebenarnya tidak bisa sembarangan diinjak. Ada hitungan harinya untuk bisa menjamah tanah itu.Hal itu juga yg membuat ladang itu jarang ditanami.
"Aku wis turunan ke telu njogo tanah keramat. Mulai jaman buyute Robi
(aku sudah generasi ke tiga yg menjaga tanah keramat. Mulai jaman buyutnya Robi) "
Robi yg dimaksud Pak Ilik adalah klien bos Atek yg meminta agar tanah warisanya diukur. Pak Ilik kemudian menyarankan agar pengukuranya dilakukan dua hari lagi. Supaya dia bisa menyelamati tanahnya
agar pengukuran tanah tidak mendapat gangguan. Atek awalnya merasa keberatan. Tapi dari pengalamanya selama ini mengukur tanah membuatnya mau tak mau menuruti saran Pak Ilik. Setelah magrib, Atek dan tiga orang lainya diajak Pak Ilik untuk menginap di salah satu rumah kosong.
tempat itu dulunya digunakan mantri yg bertugas Puskesmas pembantu untuk menginap.
"Yon, awakmu karo Anam njupuk barang2. aku tak mberseni umah (Yon kamu sama anam ambil barang2, aku mau membersihkan rumah)"Atek kemudian masuk ke dalam rumah. Yono dan Anam berlari ke arah ladang
berbekal senter milik Pak Ilil, Yono dan Anam mengangkut barang2 yg ada di bidak. Sambil mengemas barang, Yono melirik ke arah titik tempatnya bertemu dengan petani tadi siang. Samar2 Yono melihat seperti ada api unggun yang menyala tipis.
"Ojo ngelamun Yon. Ayo balik"
Mereka kemudian kembali ke rumah Mantri. Sepanjang jalan, cahaya temaram membayangi langkah mereka. Di dalam rumah, Atek dan Ipin sudah terlelap di atas kasur tipis. Setelah berganti sarunh, Yono dan Anam menyusul. Merebahkan tubuh di kasur kapuk yg sudah usang
30 menit berlalu, Anam sudah terlelap menyusul Atek dan Ipin.. Sementara Yono, masih belum bisa memejamkan matanya. Dinyalakanya sebatang rokok sambil bersandar di dinding kasur. Bau apek rumah mantri itu menembus hidung Yono. Sayup sayup Yono mendengar suara wanita.
"Leee.. le.. le... " suara itu seolah menembus melalu celah langit2. Yono merasa jika suara itu pasti bukan suara manusia. Walaupun jam di Hp masih menunjukan pukul setegah 9 malam. Tapi rumah rumah di kampung sudah tutup sejak jam 7 tadi. Yono merogoh saku tas punggungnya
mencari headset yg belum sempat dikeluarkanya sejak siang tadi.
"Le.. Lee. Lee" suara itu seperti kembali memanggil. Kali ini seperti di balik dinding kamar. Yono cepat2 memasang headset. Lalu menyalakan game yg ada di hapenya.
"Asem , sinyale malah E" gumam Yono
dia baru sadar jika sinyal di kampung itu memang tidak bagus. Hanya cukup untuk mengirim pesan whatsapp dan telepon. Jari Yono kemudian memilih aplikasi musik. Disetelnya lagu grup band pop yg ada di dalam hpnya. Yono lalu meringkuk disebelah Anam yg sudah terlebih dulu terlelap
Esok harinya, keempat Tukang ukur kena semprot. Hariyadi bos mereka marah2 karena belum ada seperempat tanah pun mereka ukur.
"Tek, kan tak terne rene rodo isuk. Kok urung lapo2 (Tek, kan saya antar ke sini agak pagi. Kok belum apa2) "
Atek hanya bisa menunduk. Dia lalu cepat2 mengajak tiga orang tukang lainya untuk memulai pengukuran. Hariyadi tidak mau tahu. Dia ingin hari itu separuh tanah sudah terukur. Jadi estimasi 4 hari waktu pengukuran sudah selesai.
"Aku tak metu sek, ngko bengi aku rene neh
(saya mau keluar dulu, nanti malam aku kesini lagi) " Hariyadi lalu pergi menunggangi Mobil Triton keluar kampung. Atek hanya bisa menyuruh tukang2 lainya untuk segera menuruti keinginan bosnya. Anam dan Ipin langsung berlari menyiapkan diri. Mereka seolah lupa pesan pak Ilik
Yono sebenarnya masih ingat dengan pesan Pak Ilik. Tapi melihat Atek dimarahi Bos, dia jadi tak tega. Hari itu juga mereka mengukur separuh tanah ladang. Termasuk titik yg kemarin dilihat Yono seperti rerimbunan pohon. Di atas tumpukan bata, Yono menancapkan tiang ukurnya
ketika tiang menancap dan merubah posisi batu bata.Mendadak ada angin kering yg berhembus.Tapi tidak ada yg menghiraukan. Mereka memilih bisa bekerja cepat sesuai perintah bos.
Sekitar pukul 4 sore,separuh luas ladang sudah diukur. Keempat tukang langsung duduk meringsut di bidak
"Sepurane rek, Bos e njaluk cepet (maaf teman2 Bosnya minta cepat) " kata Atek sambil menenggak air putih di ketel. Anam dan Ipin mengangguk maklum, lalu bergantian menenggak air putih. Yono yg ikut bersandar di bidak tampak berbeda sore itu. Wajahnya pucat dan berkeringat
"Ngelak Yon (haus yon) " Ipin menyodorkan ketel ke depan Yono. Dengan lemah Yono meraih ketel itu, lalu mengucurkan airnya.
"Awakku ra penak Pin. Koyo nggregesi (Badanku tidak enak Pin. Seperti demam) " Yono menatap sayu ke arah Ipin.
Yono memilih pulang ke Rumah Mantri lebih cepat. Badanya terasa panas dan berkunang2. dia langsung merebahkan tubuhnya ke atas kasur tipis.
Menjelang magrib, Atek, Anam dan Ipin baru tiba di Rumah Mantri. Ipin melihat Yono tidur dengan badan gemetar.
"Panas e awak e"
(badanya panas) ujar Ipin sambil memegang kepala Yono.
"Tuku obat kono Pin neng warung, selak tutup (beli obat Pin di warung. keburu tutup) "
Ipin langsung berlari ke arah warung. Rumah2 masih terlihat menyala di sepanjang jalan. Warung nyaris tutup saat Ipin tiba
"Buk wonten obat panas. (bu ada obat panas) "
"Wonten mas, tumbas pinten (ada mas beli berapa) " sahut wanita pemilik warung dari balik jendela.
"Sak plek Bu. sekalian banyu botolan (satu kaplet bu, sekalian air mineral) ".
wanita itu kemudian merogoh etalase tempat penyimpanan obat. "Sinten sing sakit mas (siapa yg sakit mas)? "
"rencang kulo bu, kekeselen kadose (teman saya bu, kecapaian sepertinya) " sahut Ipin sambil melirik rumah2 yg mulai mematikan lampunya.
"Ati2 mas, sopo ngerti kesambet"
(hati2 mas, jangan2 kesurupan)
"Wonten mawon sampean buk, mboten Saking keselen (ada saja kamu bu, tidak hanya kelelahan)
Ipin lalu kembali ke Rumah Mantri. Dengan agak kesulitan, pil obat penurun panas diminumkan ke mulut Yono yg masih menggigil. Atek sempat mengompres Yono
tapi panas tubuhnya hanya menurun sedikit.
Esok harinya, kondisi Yono tak kunjung membaik. Badanya masih panas dan menggigil. Yono sempat muntah2. Padahal sejak kemarin malam dia belum makan apa2.
"Pie iki tek, Yono loro. gak iso lek kerjo wong telu"
(gimana ini tek, gak bisa kalau cuma bekerja bertiga) Anam berkata sambil memijat2 kepala Yono.
Atek menggaruk2 kepalanya. Dia bingung mencari solusi. Dilihatnya wajah Yono yg pucat lemah. Atek lalu berjalan mondar mandir sambil merokok di depan rumah
tak lama dia kembali lagi ke dalam rumah. Atek meminta Ipin menemani Yono. sementara Atek dan Anam akan meneruskan pekerjaan.
"Jogonen Yono sek yo Pin. Aku tak mberesno gawean. Mau enek wong kampung sing gelem tak bayar. (kamu jaga Yono dulu Pin. Aku mau menyelesaikan pekerjaan
tadi ada orang yg mau aku bayar) "
Akhirnya tinggalah Ipin berdua dengan Yono. Dia beberapa kali mengambil air di ember untuk mengompres kepala Yono.
"Panas Pin rasane.. Loro (panas pi rasanya. Sakit) " Yono berkata Lirih
Ipin hanya bisa memandangi dengan sedih.Baru kali ini dia melihat Yono sakit. Mata Yono banyak memejam. Sesekalo terbuka,tapi hanya terlihat bagian putihnya saja.
Sakit Yono ternyata tak kunjung sembuh sampai malam hari. Atek yg sudah kehabisan cara lalu pergi ke rumah Pak Ilik
Tak disangka,ternyata Pak Ilik sudah tahu apa yg menimpa Yono.Dia memarahi Atek karena dianggapnya ceroboh.
Akhirnya,Pak Ilik pun pergi ke rumah mantri melihat kondisi Yono.Pak Ilik sempat menggelengkan kepalanya.Dia mengatakan jika kondisi Yono sudah parah, tapi belum terlambat
"Nek iso golekno pitik cemanik, mumpung durung kasep. (kalau bisa carikan ayam cemanik. Mumpung belum terlambat) "
"Golek neng ndi pak jam sakmene, opo enek wong dodol (cari dimana pak jam segini, apa ada orang jual) "sahut Atek bingung.
"Wes ayo golek Tek, mesakno Yono iki loh. Kesambet tenan koyone iki (sudah ayo cari Tek. Kasihan Yono. Sepertinya kesurupan benar ini) " Anam menimpali.
Malam itu Atek dan Anam keluar kampung meminjam sepeda motor milik warga. Mereka berkeliling pasar hewan dan pasar burung
tapi sampai tengah malam, Ayam cemanik yg mereka cari tak kunjung ada. Atek pun kembali ke rumah dengan tangan kosong.
Kondisi Yono tak banyak berubah. Masih mengigil. Pak Ilik menjelaskan jika penunggu yg tinggal di ladang marah karena rumahnya dirusak oleh Yono.
padahal Yono sudah diingatkan berkali2.
Mereka bertiga masih berdiri di dekat Yono sampai dini hari. Pak Ilik duduk bersila di pojok ruangan seperti sedang berkomunikasi dengan sesuatu yg tak kasat mata. Ipin masih setia mengkompres kepala Yono dengan kain basah
Sekitar jam setengah 4 pagi,Pak Ilik mengajak Ipin untuk keluar bersama mencari ayam cemanik.Mereka menunggang motor yg sebelumnya dipakai Atek.
Sampai pukul 7 pagi,Pak Ilik dan Ipin belum kembali. Malah Hariyadi yg datang dan kembali marah2 karena pekerjaan mereka tertunda lagi
Atek menjelaskan kondisi yg dialami Yono. Hariyadi sempat tak percaya awalnya. Tapi melihat kondisi Yono, Hariyadi merasa kasihan. Dia tahu selama ini Yono mungkin satu2nya pekerjanya yg tdk pernah mengeluh.
"Yono ben diterno balik. Awakmu lanjut kerjone Tek"
(Yono biar di antarkan pulang. Kamu tetap lanjut bekerja Tek)
Jam 9 pagi,Yono dibawa pulang ke rumahnya.Satu jam setelahnya,Pak Ilik dan Ipin baru tiba dengan seekor ayam cemanik jantan.Pak Ilik tampak bingung mencari keberadaan Yono.Dia tampak marah ketika tahu Yono sudah pulang
Dijalan, Lamto, sopir Hariyadi melihat Yono yang meringkuk di sampingnya. sejak berangkat tadi, tubuh Yono dibuntal selimut garis2 agar tidak kedinginan.
"Yon, opo sek nggreges (Yon apa masih menggigil) "
Yono mengangguk sambil tetap membekap tubuhnya sendiri
tepat setelah adzan Dhuhur, Yono sampai di rumahnya. Ibu Yono, Suryati sempat kaget melihat keadaan anaknya. Lamto mengatakan anaknya kelelahan saat bekerja. Dibantu Lamto, Yono kemudian dibopong ke dalam rumah. Setelah Yono berbaring di dalam kamarnya, Lamto lalu pamit pulang
Dua hari berada di rumah, kondisi Yono berangsur membaik. Bubur kelapa yg disuapkan ibunya setiap pagi selalu habis dilahap Yono. Panas tubuhnya juga sudah tidak sepanas saat tiba. Karena masih lemas, Suryati menyuruh Yono agar beristirahat saja di rumah.
Semakin hari kondisi Yono membaik. Tapi Suryati melihat keanehan mulai muncul pada Yono. Siang hari, Yono lebih banyak tidur. Dia hanya bagun sebentar untuk makan, lalu tidur lagi sampai setelah magrib. Saat bangun, kelakuan Yono juga aneh.
Dia meminta jajan dan makanan seperti anak kecil. Kadang malam hari Yono merengek meminta dibelikan Es Krim. Suryati terpaksa meminta tolong Indri, kakak Yono yg sudah menikah untuk membelikan dan membawa ke rumah.
Setelah keinginanya dituruti, Yono biasanya akan tidur lagi. Sampai esok harinya lagi. Pernah suatu malam, ketika tengah tidur Suryati merasakan ada nafas didepan wajahnya. Ketika membuka wajah, dia dikagetkan dengan kehadiran Yono yang sedang tidur tepat di depan wajahnya
wajahnya menangis menatap Suryati.
"Opo'o le, ngageti mak e ae (kenapa nak, mengagetkan ibu saja)"
Yono masih menatap Suryati, lalu keluar suara tangisan. Tapi bukan suara tangisan Yono yg keluar. Suaranya mirip dengan suara anak kecil. Jantung Suryati berdegup kencang
dia yakin jika anaknya yg ada di depanya bukan Yono yg dia kenal.
"Mak e gendong, (ibu gendong) " suara anak kecil itu keluar lagi dari mulut Yono. Suryati sebenarnya takut menuruti keinginan Yono. Tapi hanya ada dirinya dan Yono di rumah itu
Dengan memberanikan diri, Suryati mengambil pose menggendong. Diangkatnya pergelangan lutut Yono agar bisa digendong. Dengan terseret2 seret menahan berat badan Yono, Suryati menggendong anaknya. Diayun2nya seperti balita. Yono tertawa terkekeh dengan suara anak kecil
Esoknya, Suryati memberanikan diri mencari orang pintar. Dibantu Indri, Suryati membawa orang pintar itu ke rumah.
Pak Malik namanya. ketika tiba di dalam rumah, Yono sedang dalam keadaan tidur. Begitu Pak Malik mendekat, mata Yono yg awalnya terpejam, tiba2 langsung melotot
lalu berteriak dengan suara perempuan.
Pak Malik berusaha menyentuh kepala Yono, tapi tanganya langsung ditepis.
"Arek iki melu aku.. Wis karo aku (anak ini ikut saya, sudah sama saya) " suara perempuan keluar dari mulut Yono lalu diiringi tawa.
Pak Malik masih berupaya mendekat untuk menggapai kepala Yono, tapi dia justru dicakar dan ditendang. Pak Malik terlihat kewalahan. Berulang kali mencoba, selalu diperlakukan sama. Sampai dia akhirnya memilih mundur.
"Njenengan ngucali tiang lintun mawon bu"
(kamu cari orang lain saja bu) PakMalik lalu berpamitan kepada Suryati.
Hal yg sama terjadi berulang kali. Sampai ada sekitar 10 orang pintar yg dimintai tolong. Tapi hasilnya tetap sama. Yono tetap sama rutinitasnya. Hari-harinya diisi dengan tidur saja
jika bangun, biasanya dia akan berperilaku layaknya anak kecil atau perempuan. Suryati hanya bisa menangis melihat kondisi Yono. Ayah Yono yg sedang bekerja di luar Pulau akhirnya pulang setelah berulang kali dikabari kondisi Yono yg tidak berubah
Di hari ke 27 paska kepulangan Yono ke rumah, ada seorang pria tua yg datang ke rumah Yono. Mbah Pon namanya. Dia mengaku kakek dari salah satu teman wanita Yono. Suryati awalnya heran dengan kedatangan tiba2 pria tua tersebut. Apalagi Mbah Pon mengatakan akan mengobati Yono
"Ngertos dugi sinten njenengan Mbah nek yugo kulo sakit (tahu darimana mbah kalau anak saya sakit) "
Mbah Pon dengan tenang menjawab keraguan Suryati. Dia menceritakan jika cucunya jatuh hati pada Yono. Sebulan lalu, Yono berpamitan untuk bekerja selama seminggu di luar kota
tapi setelah sebulan lamanya tak ada kabar dari Yono. Cucunya terus menangis menunggu kabar Yono. Akhirnya Mbah Pon menerawang dan mendapati kondisi Yono dalam penglihatan mata batinya.
"Aku ra njamin iso warasno anakmu. Tapi jajalen ngko ombenono iki"
(saya tidak menjamin bisa menyembuhkan anakmu, tapi coba nanti minumkan ini) Mbah Pon menyodorkan air putih yg ada di dalam botol plastik. Botol itu dibungkus kain mori dan diikat benang merah. Setelah memberikan botol, tak lama , Mbah Pon pamit pulang.
Suryati lalu berembug dengan suaminya untuk memberikan minuman itu kepada Yono. Air itu diminumkan kepada Yono yg masih tertidur. Tak ada perlawanan sama sekali. Yono terlihat meneguk air itu sampai tandas dalam kondisi mata sampai terlelap.
Esok harinya, Suryati kaget melihat Yono sudah duduk di depan kursi tamu sambil meminum air mineral.
"Awakmuu wes waras le (kamu sudah sembuh nak) " Suryati langsung duduk disamping Yono.
Wajah Yono tampak lelah, beberapa kali dia menggerakan punggung dan tanganya
"Aku ora loro kok mak, ilingku wingi sek neng pegawean. La kok wis neng kene (aku gak sakit kok bu. Seingatku kemarin aku masih di tempat kerja. Lah kok sudah di sini) "
Suryati tak bisa menahan air matanya. Tak lama, suaminya bangun dan ikut duduk bersama Yono
Hari itu aktifitas Yono kembali normal seperti biasa. Sore harinya, Bapak Yono mengajak anaknya itu duduk di depan Televisi. Dia menanyakan apa yg dirasakan Yono selama tidur.
Sambil menatap layar, Yono bercerita jika dirinya bermimpi dibawa oleh seorang wanita cantik.
Wanita itu memiliki sayap dipunggungnya, mirip sayap kelelawar. Yono kemudian didudukan di sebuah kursi yg ada di dalam rumah itu. Wanita itu sangat kuat, dia lalu merantai tangan, pergelangan kaki dan leher Yono dengan rantai besi.
Setiap Yono akan berdiri, wanita itu selalu menarik rantai yg ada ditanganya. Jadi Yono kembali terseret untuk duduk. Wanita itu juga punya beberapa anak yg sering berlarian di sekitar kursinya.
"Amung ngimpi, tapi kados temenan pak rasane"
(cuma mimpi, tapi rasanya seperti beneran pak)
Bapak Yono mengamati anaknya dengan kasihan. Meskipun sudah dewasa, dia melihat Yono masih seperti masih kecil dulu. Apalagi Yono belum menikah.
Rasa lega keluarga Yono tak bertahan lama. Malam harinya, tubuhnya kembali menggigil. Sama seperti awal ketika dirinya merasakan demam. Karena kondisinya terlihat parah, keluarga membawa Yono ke rumah sakit.
Yono langsung diopname malam itu juga. Pihak rumah sakit sempat tidak memberikan diagnosa apapun. Bahkan sampai hadi keempat Yono dirawat. Selama itu juga, Yono sama sekali tidak siuman. Dia hanya memberikan respon tubuh ketika perawat memasang infus dan alat bantu kencing.
Hari ke tujuh perawatan, Yono meninggal dunia. Dokter mendiagnosa Yono terkena meningitis. Suryati langsung tak sadarkan diri setelah dokter memastikan anaknya meninggal dunia.
Semua teman sepekerjaan Yono datang ke rumah duka. Termasuk Ipin dan Pak Ilik.
Ternyata, setelah Yono dibawa pulang, Pak Ilik dan Ipin berusaha melakukan ritual untuk menyembuhkan Yono. Tapi mereka kesulitan, karena tubuh Yono berada terlalu jauh dari tempat Ritual. Pak Ilik tahu jika salah satu dari 'Mereka' tertarik dg Yono yg masih perjaka dan bersih
Sampai akhirnya ritual itu berujung ke jalan buntu. Karena 'Mereka' yg tertarik dengan Yono hanya memberi waktu kurang dari 40 hari untuk membawa Yono pergi bersama 'mereka'
Selesai..
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
SUARA resleting tas dan langkah kaki anak-anak Mira bersahutan siang itu. Mereka harus segera bergegas meninggalkan rumah kontrakan yang sudah empat tahun mereka tempati. Uang yg dimiliki Mira tinggal bertahan untuk seminggu.
Salsa, anak pertama Mira hanya bisa secepat mungkin membantu adik2nya mempersiapkan diri. Siang itu juga mereka harus berpindah. Waktu kontrak rumah sudah habis tiga hari lalu. "Ayo.. Ayo cepat, ini angkot terakhir," kata Mira meneriaki Dela anak keduanya dan dua adiknya
BUAH buah durian berguguran sore itu. Angin kencang baru saja menerpa kebun durian milik Makrufin dan Wahid. Keduanya tertawa senang karena tak perlu susah susah menunggu buah durian jatuh sendiri.
"Lumayan Hid, banyak yang jatuh" Makrufin langsung mendekati buah2 yg jatuh.
Wahid juga tak mau kalah. Diambilnya karung goni mencari-cari buah durian yang banyak menggelinding sampai ke arah sungai. Keduanya tertawa senang menghitung banyaknya durian yang mereka kumpulkan.
Halo...
Setelah sebulan penuh libur akhirnya ada cerita lagi yg masuk. Sementara cerita pendek2 dulu. Yg panjang masih disimpan kalau sudah sempat. Seperti biasa akan coba ditulis secepat mungkin.
2001
ADA satu orang anak di kelasku yg kala itu terlihat paling aneh. Dia yg mau aku ceritakan. Alif namanya. Anak pendiam yg suka duduk di pojok ruang kelas. Oh iya, namaku Tika. Waktu itu aku baru duduk di bangku kelas 1 SMP. Saat aku mengenal Alif
Satu lagi kisah horor dari salah satu narasumber. Kali ini saya tidak janji selesai sehari, tapi diupayakan secepatnya. Bagi yg paham lokasi atau orang yg terlibat dalam thread yg saya tulis, saya harap bisa menyimpannya secara pribadi 🙏
2011.
SIANG itu suasana pabrik serasa lebih cerah dari biasanya. Setidaknya itu yg dirasakan Tatang. Bujangan yg sudah bekerja selama tiga tahun di salah satu pabrik yg ada di pesisir Jawa Tengah. Bukan karena gajinya yg naik, tapi siang itu ada banyak buruh perempuan baru.
SELASA siang itu hari terakhir cuti kerja Karno. Besok dia harus kembali bekerja sebagai buruh di salah satu kota industri di Jawa Barat. Karno memilih menghabiskan hari terkahir cutinya mengunjungi tempat wisata andalan di kota kampung halamanya.
Beberapa hari sebelumnya, tempat wisata yg dikunjungi Karno mendapat musibah. Sebuah jembatan gantung putus saat ada belasan wisatawan yg berdiri di atasnya. Akibatnya beberapa orang tewas menjadi korban. Ada rumor yg mengatakan jika mereka tumbal dari tempat wisata itu
Satu lagi cerita pendek pengalaman horor salah satu teman. Seperti biasa kalau bisa ditulis cepat, langsung diselesaikan.
1997
EKONOMI keluarga Dewi berkembang pesat tahun itu. Maklum, bapaknya Pak Dullah kala itu menjadi kepala desa di wilayah yg terbilang subur. Meskipun belum digaji seperti sekarang, tapi pendapatan Pak Dullah bisa dibilang lebih dari cukup