Logos ID Profile picture
5 Jan, 20 tweets, 3 min read
“Widih! Artsy banget penampilan lu!”

“VLOG juga karya!”

Pernahkah kalian mendengar kalimat semacam itu? Atau, jangan-jangan kalian pernah pake? Tapi, apa sih “artsy” itu? Apa saja hal yang bisa disebut sebagai “karya seni”?

Kali ini Logos membahas estetika modern!

A thread Image
Beberapa waktu lalu, Logos udah ngebahas kecenderungan estetika Yunani Klasik. Bagi yang belum baca, baca dulu yaa
Dalam estetika Yunani Klasik, seni dipahami sebagai sebuah pekerjaan yang dilakukan dengan metode dan/atau standar tertentu dengan tujuan menghasilkan efek tertentu. Dengan demikian, seni dan teknik tidak berbeda.

Tapi, dalam estetika modern, dua hal itu dibedakan. Kok bisa?
Terdapat dua hal penting yang perlu kita perhatikan terkait kelahiran estetika modern. Hal pertama adalah kemunculan sains modern yang dipelopori oleh Galileo Galilei serta filsafat modern yang dipelopori oleh Rene Descartes. Hal kedua adalah persoalan ekonomi-politik Perancis.
Dalam estetika Yunani Klasik, apa yang indah adalah apa yang benar, dan apa yang benar adalah apa yang sesuai dengan alam. Jadi, seni seharusnya menggambarkan alam.

Tapi, benarkah seni mampu menggambarkan alam dan, demikian, menyampaikan apa yang benar?
Kelahiran sains modern telah melepaskan manusia dari dogma agama dalam upaya memahami dunia. Dengan demikian, sains modern mencapai kesimpulan bahwa kebenaran mesti didasarkan pada pengamatan langsung terhadap dunia empiris.
Sains modern berupaya meminggirkan impresi pribadi dalam mengamati dunia empiris.

Jadi, jika sains, dengan perangkat metodenya yang ketat, lebih bisa menggambarkan alam (dan kebenaran) daripada seni, maka bukankah seni telah kehilangan fungsinya?
Hal kedua yang turut melahirkan estetika modern adalah kondisi ekonomi-politik Perancis abad ke-17. Pada masa itu, dunia seni Perancis masih berada di bawah pengaruh estetika Yunani Klasik yang tidak membedakan seni dan teknik; seniman dan tukang.
Pada 1648, Martin de Charmois, seorang pelukis Perancis, mengajukan petisi pada raja Louis XIV. Isi petisi tersebut adalah agar negara “melindungi” seni liberal. Apa yang dimaksud de Charmois sebagai “seni liberal” adalah seni yang diciptakan dengan tanpa manfaat praktis.
Selain, de Charmois juga mengusulkan pendirian Akademi Seni Lukis dan Patung Kerajaan.

Tapi, apa yang menjadi alasan de Charmois mengajukan petisi tersebut?
Dalam petisi tersebut, de Charmois menyatakan bahwa para seniman gilda, yaitu seniman yang sekaligus tukang, menurunkan derajat seni lukis dan patung menjadi sekadar teknik pertukangan yang rendahan. De Charmois khawatir dengan kondisi tersebut.

Tapi, mengapa khawatir?
Akar sesungguhnya dari petisi untuk mendirikan Akademi Kerajaan—dan dengan itu fondasi kelembagaan bagi kemurnian seni lukis dan patung—terletak pada aras ekonomi-politik, yakni persaingan antara seniman istana dan seniman gilda.
Lebih dari itu, de Charmois mengusulkan agar ada pembatasan lapangan pekerjaan bagi para seniman gilda sampai pada taraf pertukangan saja: tidak diizinkan melukis apapun selain melukis relief, menatah ukiran, atau memproduksi seni dekoratif lainnya.
Sepuluh hari setelah pengajuan petisi, berdiri lah Académie Royale de Peinture et de Sculpture dengan Martin de Charmois sebagai rektor pertamanya.

Dengan demikian, seni liberal memperoleh posisi istimewanya dan dibedakan dengan “seni mekanis”.
Berdirinya Académie Royale de Peinture et de Sculpture telah memunculkan semacam “kanon” baru bagi dunia seni: bahwa penikmatan dan penilaian karya seni dilakukan tanpa menyertakan hal-hal di luar karya seni itu sendiri.
“Kanon” baru tersebut meruntuhkan pengaruh estetika Yunani Klasik yang menyatakan bahwa seni mesti bersifat representasional (mimetik) dan fungsional.
Setelah itu, lahirlah tiga gerakan estetika modern. Pertama, romantisisme ekspresivis yang menolak konsep mimesis seni. Bahwa seni adalah ungkapan perasaan seniman semata tanpa menggambarkan alam.
Kedua, estetisisme yang menyatakan bahwa karya seni adalah suatu hal yang berdiri secara otonom.

Ketiga, formalisme yang menyatakan bahwa penilaian karya seni dilakukan pada bentuknya saja, tanpa memperhitungkan makna dari karya tersebut dan untuk apa karya tersebut dibuat.
Konten oleh @eaxxdr

Sumber:
Sejarah Estetika (Martin Suryajaya)
Bagi yang belom baca thread estetika Yunani Klasik, silakan dibaca yaa

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Logos ID

Logos ID Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @logos_id

7 Jan
Apa yang saat ini terjadi di Amerika Serikat?

- a thread Image
Ibukota AS, Washington, hari ini mengalami kerusuhan akibat sekelompok orang yang bentrok dengan aparat kepolisian di Capitol Hill.

Para demonstran ini juga ada yang merangsek masuk ke gedung parlemen tersebut.
Akibat kejadian ini, pertemuan kongres yang sedang berlangsung untuk menegaskan kemenangan Joe Biden pun mengumumkan adanya ancaman keamanan dari eksternal.

Para perusuh diketahui menggunakan "bahan kimia" saat mencoba menerobos masuk ke gedung, sebelum masuk ke ruang Senat. Image
Read 9 tweets
27 Dec 20
“Bagaimana kita mengetahui sesuatu?”

Pertanyaan yang sangat epistemologis. Kali ini Logos membahas fenomenologi Edmund Husserl.

A thread!
Edmund Husserl adalah salah satu filsuf yang cukup berpengaruh dalam sejarah filsafat, terutama filsafat pascamodern. Ia dikenal karena pemikirannya yang disebut sebagai “Fenomenologi”.
Pemikiran Husserl berangkat dari kritiknya terhadap pemikiran Rene Descartes. Sebagaimana kita ketahui, Descartes terkenal dengan kalimatnya “cogito ergo sum” (aku berpikir, maka aku ada).

Gimana sih kritik Husserl pada Descartes?
Read 12 tweets
26 Dec 20
[LIVE UPDATE] Saat ini tengah berlangsung webinar Logos bersama @raikala bertemakan Sastra Indonesia dan Perempuan. Livestream sekarang melalui link berikut! 🥳
Dalam sejarah sastra Indonesia, perbincangan (dan perdebatan) tidak hanya berputar dalam hal teknik penulisan. Namun, lebih dari itu, persoalan Keperempuanan juga merupakan bagian dari sejarah sastra Indonesia.

#LogosWebinar
Di Indonesia, penulis perempuan jarang terekspos oleh publik. Hal tersebut tentu saja bukan hanya persoalan "pembaca yang malas", tapi terdapat persoalan struktural yang menyangkut nilai-nilai dan kepentingan.

#LogosWebinar
Read 5 tweets
5 Dec 20
Honjok merupakan seni hidup sendiri/menikmati fenomena kesendirian ala anak muda Korea. Bukan hanya sekadar me-time, Honjok ini juga biasa berlanjut sampai hidup melajang seumur hidup.

Mari kita mengenal lebih jauh tentang Honjok!

- a thread!
Ketika mendengar "anak muda Korea", kita biasa langsung terpikir dunia entertainment, BTS, drama Startup, IU, atau mungkin dunia akademisnya yang sangat maju.

Tetapi sisi lain kehidupan anak muda Korea menunjukkan hal yang berbeda, jauh dari hingar bingar manusia, kesendirian.
Honjok merupakan sebuah keadaan di mana seseorang melakukan segala sesuatu sendiri. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan generasi muda Korea yang mandiri dan lebih suka melakukan segalanya sendirian.
Read 10 tweets
4 Dec 20
Ikigai merupakan sebuah istilah dari negara Jepang untuk menjelaskan kesenangan & makna kehidupan.

Apa yang gua suka? Apa yang bisa gua lakuin dengan baik? Apakah kemampuan gua layak dapat bayaran? Apa yang dibutuhkan dunia dari gua?

Mari kita membahas Ikigai!

- a thread!
Etos kerja di Jepang mungkin dapat dibilang unik, mereka sangat terbiasa dengan kondisi sushi-zume, sebuah kondisi di mana para pekerja kantoran berdesak-desakan pada pagi hari di kereta komuter. Kemudian, bekerja setengah mati dan pulang ke rumah tengah malam.
Bagaimana warga Jepang dapat bertahan dalam situasi ini? Salah satu rahasianya ialah apa yang disebut-sebut sebagai Ikigai.
Read 9 tweets
22 Nov 20
Buku How Democracies Die yang sedang diperbincangkan karena unggahan Gubernur @aniesbaswedan sebenarnya cukup menarik.

Logos akan membahas 2 poin dalam buku ini: tanda-tanda otoritarianisme dan peran partai politik sebagai gatekeeper.

- a thread!
Buku ini dibuat oleh 2 orang political scientist dari Universitas Harvard bernama Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt.

Karya yang terbit tahun 2018 ini bercerita tentang bagaimana pemimpin terpilih dapat menumbangkan proses demokrasi untuk meningkatkan kekuasaan mereka.
Terpilihnya Donald Trump 4 tahun lalu memicu banyak diskusi tentang nasib demokrasi Amerika. Apakah terpilihnya tokoh seperti Donald Trump — outsider yang tak berpengalaman dengan naluri otoriter — menunjukkan bahwa demokrasi di AS sedang mengalami kemunduran?
Read 19 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!