Betapa malu kaum suku Sakya, mendengar junjungannya meminta², duduk ditepi jalan, mengancungkan batok kelapa. Rasanya, ambruk seluruh hati suku Sakya. Kasak-kusuk di pasar mulai mendengung," barangkali putra raja Sakya, sdh gila. Menghilang begitu saja,
muncul-muncul jadi pengemis..." Belum lagi tuduhan lain, mendengung di seluruh negeri-negeri. Tak kuasa rasanya suku Sakya menahan sakit hati dan panas isi kepala, lelah menjelaskan,"itulah ada bagian laku spiritual, itu untuk memahami, menyelamai derita, bagaimana sakitnya
menanti pemberian...bagaimana rasanya merasa tak memiliki apa², selain diri yg hanya bergantung pd isi perut!"
Gautama, tertegun lama, utusan dari kerajaannya berdatangan, menyembahnya dgn penuh duka, airmata mengalir deras memenuhi seluruh wajah utusan itu, suaranya mengisak,
"Tuanku yg mahamulia, jika tuanku tak menghentikan apa yg tuanku yakini, tak pelak sebentar lagi akan terjadi kerusuhan.."
"Mengapakah engkau begitu sedih? dan menduga akan terjadi kerusuhan? apa yg membuat laku tapaku ini menjadi sebab kerusuhan?"
"Laku tapa tuanku tidak salah
Tetapi kasak-kusuk di pasar, di tempat permainan umum, di warung-warung begitu campur baur; akhirnya ada dua pihak, yg membela tuanku, dan sebaliknya yg mengecam tuanku, keduanya terus menerus berdebat, saling hasut, saling kecam..."
Gautama tersenyum."derita benar kalian.
Aku yg melakukan ini dgn damai, dgn bahagia...tanpa mengharapkan pujian ataukah hasutan, kenapa sebab kalian yg menjadikan hal ini alasan kerusuhan.Katakan, siapa yg akan kira-kira memulai kerusuhan ini?"
Utusan itu menunduk, airmatanya masih menetes deras,"kami dari suku Sakya,
kami harus membela martabat dan harkat tuanku, alangkah nistanya kami, saat tuanku dituduh dari pengikut ajaran sesat. Kalau tuduhan lain, tuanku dikatakan sudah gila, tuanku juga dituduh tak bertanggungjawab kepada orangtua, tuanku juga dituduh sebagai pengkhianat negara, banyak
sekali tuduhan itu, kami masih diam....kami berusaha mengimbangi dgn menjelaskan, tuanku akan memberikan kesadaran, pencerahan serta kedamaian, telah merelakan hidup dgn jln seperti sekarang sebagai penebusan derita....tetapi tuduhan sebagai pengikut kaum sesat? Kami tak bisa
terima tuanku..."
Gautama tersenyum,"aku bahagia dituduh sebagai yg tersesat, bahkan semua tuduhan itu menjadi pelajaran utk jujur tersenyum dari hati nurani. Apakah aku marah dgn semua tuduhan itu? sesaat barangkali aku tergoda utk membantah. Tetapi tahukah engkau, jika tuduhan
itu hanyalah tuduhan, dan sebenarnya, engkau tidaklah sebagai tertuduh, semestinya kaum Sakya bersikap yg membuat mereka yg menuduhku itu terus menuduh, tetapi kalian tetaplah menjaga kepercayaan kpd diri sendiri; kalau kalian terpancing, ingin membalas tuduhan itu dgn kekerasan.
.itu sama saja kalian mengatakan kalian percaya dengan tuduhan itu....seperti menyembunyikan isi hati kalian yg sesungguhnya...dan tergoda untuk menutupinya, dgn berpura-pura mempercayaiku..."
Utusan itu menghela nafas,"Tapi tuanku, ini dunia yg ramai, dunia yg tak bisa diajak
dgn nalar, cara berpikir dan hati seluas dan setinggi tuanku...tak semua kepala dan hati takarannya sama"
Gautama tersenyum lebar, "tapi suku sakya tidaklah dunia ramai, aku mohon kepada kalian, jika percaya sama aku, diamlah kalian dan tersenyumlah terhadap segala tuduhan yg
menyakitkan, tetapi jika kalian hanya pura-pura percaya, namun jauh dalam hati kalian sebenarnya percaya tuduhan itu, lakukanlah, ikuti kata hatimu....dan aku tdk akan menyalahkan kalian, aku kelak yg akan menanggung deritanya...."
"tuanku..."
Gautama tersenyum," hanya satu yg tersisa dalam diri manusia, ketika ia berani menanggung sebab akibat itu, bukan menyalahkan yg penuduh atau yg tertuduh....dan aku akan menerima hukuman itu, terima kasih. dan pulanglah..."
Sumber : dari status medoso seorang sahabat
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Jika di Bali sabung ayam disebut sebagai Tajen yg berasal dari kata Taji alias pisau kecil yg diikatkan pd kaki ayam, di Lombok sabung ayam memiliki sebutan berbeda, yaitu Gocekan.Tentu agak mengherankan jika di kedua tempat yg memiliki
akar budaya yg sama ini, sabung ayam yg berasal dari ritual Tabuh Rah memiliki sebutan berbeda. Jika Tajen berasal dari Taji, lantas dari mana asal Gocekan? Pd zaman kerajaan Karangasem Lombok, tersebutlah seorang warga keturunan saudagar Cina bernama Goh Tjek Ang.
Orang Tionghoa ini gemar berjudi, terutama sabungan ayam. Di mana ada perjudian, di sanalah Goh Tjek Ang berada. Suatu kali, Goh Tjek Ang masuk ke dalam puri. Di dlm puri ini kebetulan sedang berlangsung sabungan ayam. Setelah sabungan ayam berakhir, di hadapan para pesabung yg
Ibu saya sudah berumur 90-an kini, sudah pikun dan senang main ceki. Dia ibu yang asyik dalam soal mengajarkan anak-anaknya megame alah nak Bali. Ibu saya tidak pernah menakuti-nakuti soal apapun jika berkaitan dengan betare, kawitan,
soal membanten; ibu saya termasuk ibu yang sangat relaks. Bahkan kadang membuat saya tersenyum jika mengingat; hal-hal kecil yg membuat logika, nalar saya tersentak, suatu hari, ibu menata canang dan segehan, sejumlah yg akan dihaturkan di seluruh rumah. Ibu saya memercikan air,
kemudian pelukatan, kemudian tirta. Lalu memasang dupa diantara apitan canang-canang. Lalu segehan itu ditaburi garam, diperciki arak berem; Ibu saya kemudian berucap pelahan; "Tiang leleh pisan, ten nyidayang keliling, niki titiang ngayat sareng sami sane nuwenang jagat, sane
MENGAPA ‘NAK’ HINDU BALI MENCAKUPKAN TANGAN BILA SEMBAHYANG
Saya masih muda belia ketika beberapkali melakukan perjalanan ke India. Teman-teman saya saat itu, hampir semuanya penulis, setengah berbisik ketika memasuki sebuah kuil bertanya mengapa cara sembahyang mereka
(orang-orang di kuil itu berbeda dengan kamu?). Dlm pikiran teman² saya, India adalah ‘ibu’ dari ajaran Hindu, mestinya cara sembahyangnya sama dgn yg ada di Bali, namun dlm kenyataannya, cara sembahyang saya berbeda.
Begitu juga ketika saya pergi ke Malaysia,dan beberapa negara
lain, bila tidak bertemu dgn komunitas orang bali Hindu, maka yg saya temukan cara sembahyang yg berbeda.
Tahun berganti, ketika transportasi begitu cepat, internet membuat informasi melaju mendekat.
Setelah usai pembakaran sang sawa dengan segala kelengkapanya. Dilakukan kemudian nuduk galih. nuduk (memunguti), galih (tulang). tulang² itu kemudian direka ulang mengikuti bentuk tubuh. Dan setiap organnya kemudian disusuni dgn bunga-bunga tertentu serta kwangen.
Maka tubuh itu sejatinya taman bunga. Lalu dibungkus dgn kain putih. Dan dinaikan ke pengiriman. Atau ngareka dpt langsung dilakukan di pengiriman. Sedangkan di atas tempat pembakaran ditanamkan beberapa batang pohon kayu sakti.
Sejenak dalam keyakinan orang bali saat berteduh di bawah kayu dapdap itulah roh roh yang baru terjaga akan ketiadaan tubuhnya dan beberapa pengawal alam kematian mulai datang melihat lihat. Karena itu dilakukan adegan ngangonang. Dua orang berakting sebagai pengembala dan sapi.
Buda Cemeng Ukir, Buda Cemeng Warigadean (selikur galungan), Buda Cemeng Langkir, Buda Cemeng Merakih, Buda Cemeng Menail, Buda Cemeng Klau. Pertemuan antara sapta wara (buda) dengan panca wara (wage) disebut dengan Buda Wage (Buda Cemeng).
Hari ini disebut rerahinan (hari suci), karena pada hari ini payogan Sanghyang Manik Galih. Beliau turun ke dunia muncul dari Sanghyang Ongkara Merta. Pada hari ini “sang gama tirtha” (umat sedharma) maprakerti / melakukan pemujaan kehadapan Sanghyang Sri dgn menghaturkan canang
sari di sanggah / merajan, di “luhuring aturu” (di atas tempat tidur / plangkiran tempat tidur), dan di lumbung, memohon kehadapan Sanghyang Sri / Sanghyang Manik Galih / Sanghyang Sri Sedana / Sanghyang Rambut Sedana agar menganugrahkan kesuburan dan kesejahteraan di dunia.
1/ Lanjutan Perbedaan Jawadwipa, JawaBuddha, dan Kejawen..
2. Jawa Buda (Śiwa Buddha)
Merupakan ajaran agama Śiwa yang sudah bercampur dengan ajaran agama Buddha Mahāyāna/Tantrayāna (Wajrayāna) dan ajaran Jawadīpa. Ajaran ini mencapai puncak keemasannya pada masa
2/ Majapahit. Masyarakat Jawa sering kali menyebut ajaran ini dengan istilah agama Buda (baca: agomo Budo) saja dan penganutnya disebut wong Jawa Buda (baca: wong Jowo Budo). Naskah-naskah Jawa Baru sering juga menyebut istilah agama Buda ini. Kadangkala istilah tersebut
3/ dipakai untuk menunjuk suatu masa ketika agama Islam belum menyebar secara merata di tanah Jawa. Istilah yang kerap dipakai adalah “Jaman Buda”. Dalam kitab primbon keris atau dhuwung, tangguh (model) keris tertua masih disebut dengan tangguh Buda. Buda di sini tidak